Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera).

(1)

KOMUNIKASI KELOMPOK KECIL MURABBI DAN BINAANNYA DALAM MENANAMKAN SIKAP TAAT

(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Halaqoh

Kader Partai Keadilan Sejahtera)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh

YOLANDA SARI 050904019

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh Nama : Yolanda Sari

NIM : 050904060

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat

(Studi Kasus tentang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat pada Anggota Kelompok Halaqoh Kader Partai Keadilan Sejahtera)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Fatma Wardy Lubis, MA Drs. Amir Purba, MSi NIP: 196208281986012001 NIP: 195102191987011001

Dekan

Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA NIP: 196207031987111001


(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi kelompok kecil dengan proses penanaman sikap taat yang dilakukan murabbi terhadap binaannya. Jika murabbi dan binaannya dapat menjalin komunikasi kelompok kecil yang efektif, maka murabbi akan mudah menanamkan sikap taat kepada binaan-binaan dalam kelompok itu dan proses pembinaan akan berjalan dengan lancar. Komunikasi antarpribadi juga berperan dalam proses komunikasi kelompok kecil. Gangguan dalam komunikasi komunikasi antarpribadi dapat menghambat kelancaran komunikasi kelompok kecil sehingga mengganggu proses penanaman sikap taat yang merupakan bagian dari proses pembinaan diri binaan. Lamanya waktu keterlibatan seorang binaan dalam kelompok dan terikatnya ia dengan murabbi tidak menjamin dirinya taat kepada murabbi itu jika tidak dibarengi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi antarpribadi yang efektif dan pemahaman tentang Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam). Kader yang sudah taat akan terlihat perubahan dalam sikap, perilaku dan ibadah-ibadahnya karena dirinya rela dirinya dibina secara menyeluruh.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karuni-Nya yang tidak terhingga yang senantiasa dilimpahkan-Nya kepada peneliti. Shalawat berangkaikan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Ucapan terima kasih yang terdalam peneliti persembahkan kepada kedua orang tua peneliti, Ayahanda Syaifullah dan Ibunda Suwarti yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tidak terhingga nilainya, sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP USU. 2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu

Komunikasi dan Ibu Dra. Dewi Kurniawati, MSi selaku Sekretaris Departemen.

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA sebagai Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dalam pekerjaan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suwardi Lubis, Msi selaku Dosen Wali selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosila dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh dosen dan staff pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai dari awal semester hingga penulis menyelesaikan perkuliahan di kampus.


(5)

6. Kakak dan adikku, Rini Yunita dan Winda Mutia. Yakinlah mimpi-mimpi kita akan segera terwujud. Nenek tercinta, Suri, atas nasehat-nasehat dan perawatannya.

7. Udaweri atas bimbingannya, pinjaman laptopnya, buku, dokumen dan rahasia-rahasia tidak terduga itu. Akhir yang pahit ini akan menjadi awal yang manis.

8. Sahabat-sahabatku, Widya, Thia, Nanda, Edy dan Cuncun yang selalu memberikan perhatian, dukungan dan semangat. Akan kurindukan adventures kita.

9. Murabbiku dan teman-teman satu halaqohku. Keep our secret!

10. Pengurus YP2M, Ibu Dra. Mazdalifah, Msi, Kak Hanim, serta tenaga lapang, Eka. Terima kasih atas segala semangat, bantuan dan arahannya

11. Kelompok halaqoh yang menjadi subjek peneliti. Akan kujaga semua cerita itu.

12. Seluruh ikhwan dan akhwat UKMI As-Siyasah FISIP USU. Bahagianya menjadi bagian dari kalian.

13. Seluruh Aktivis Dakwah USU. Perjalanan ini masih panjang..

14. Seluruh Jama’ah Tarbiyah, Qiyadah dan Kader Partai Keadilan Sejahtera. Semoga doa dan usaha untuk menjadikan negeri ini sejahtera dengan Islam terus ada hingga akhir masa.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Peneliti menyadari


(6)

bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangan. Untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Medan, September 2009 Peneliti


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI……… i

KATA PENGANTAR……… ii

DAFTAR ISI……… v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Perumusan Masalah……….. 9

1.3 Pembatasan Masalah……… 9

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 10

1.5 Kerangka Teori……… 10

1.5.1 Komunikasi……….. 11

1.5.2 Komunikasi Kelompok Kecil……….. 13

1.5.3 Komunikasi Antar Pribadi……… 14

1.5.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 15

1.5.5 Tarbiyah Islamiyah………... 16

1.6 Kerangka Konsep………. 17

1.7 Alur Penelitian………. 18

1.8 Konsep Operasional………. 18

1.9 Defenisi Operasional……… 20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi………. 22

2.1.1 Tujuan Komunikasi………. 24


(8)

2.2.1 Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok………. 27

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok 29 2.2.3 Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil……. 30

2.3 Komunikasi Antarpribadi……… 31

2.3.1 Faktor Penunjang Efektifitas Komunikasi Antarpribadi 34 2.3.2 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif……… 35

2.4 Teori Pemrosesan Informasi………. 41

2.5 Tarbiyah Islamiyah……… 43

2.5.1 Faktor Pendukung Tarbiyah………. 44

2.5.2 Konsep Dasar Tarbiyah……… 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………. 50

3.2 Lokasi Penelitian……….. 52

3.3 Subjek Penelitian………. 51

3.3.1 Sejarah Jama`ah Tarbiyah di Indonesia………. 53

3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 55

3.5 Teknik Analisis Data……….. 57

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………. 43

4.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara………. 64

4.3 Analisis Dokumen……… 77

4.4 Pembahasan………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan………. 88


(9)

5.2 Saran……… 89 DAFTAR PUSTAKA


(10)

ABSTRAKSI

Skripsi ini berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya dalam Menanamkan Sikap Taat (Studi Kasus tetntang Peranan Komunikasi Kelompok Kecil Murabbi dan Binaannya pada Anggota Kelompok Halaqoh Partai Keadilan Sejahtera)”. Masalah yang diangkat dalam dalam penelitian ini adalah bagaimana komunikasi antara murabbi dan binaannya dalam kelompok kecil dapat berpengaruh terhadap proses penanaman sikap taat pada diri binaan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu subjek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Analisis studi kasus menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan membahas isu-isu yang terkait dengan penelitian melalui sudut pandang teori yang relevan. Subjek penelitian adalah satu kelompok halaqoh perempuan yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi kelompok kecil dengan proses penanaman sikap taat yang dilakukan murabbi terhadap binaannya. Jika murabbi dan binaannya dapat menjalin komunikasi kelompok kecil yang efektif, maka murabbi akan mudah menanamkan sikap taat kepada binaan-binaan dalam kelompok itu dan proses pembinaan akan berjalan dengan lancar. Komunikasi antarpribadi juga berperan dalam proses komunikasi kelompok kecil. Gangguan dalam komunikasi komunikasi antarpribadi dapat menghambat kelancaran komunikasi kelompok kecil sehingga mengganggu proses penanaman sikap taat yang merupakan bagian dari proses pembinaan diri binaan. Lamanya waktu keterlibatan seorang binaan dalam kelompok dan terikatnya ia dengan murabbi tidak menjamin dirinya taat kepada murabbi itu jika tidak dibarengi komunikasi kelompok kecil dan komunikasi antarpribadi yang efektif dan pemahaman tentang Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam). Kader yang sudah taat akan terlihat perubahan dalam sikap, perilaku dan ibadah-ibadahnya karena dirinya rela dirinya dibina secara menyeluruh.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Sejak manusia diciptakan, kegiatan komunikasi tidak terlepas dari aktivitas manusia itu sendiri. Untuk terus dapat melangsungkan hidupnya, manusia harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya melalui komunikasi. Melalui komunikasi segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh.

Kata komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio yang dalam bahasa Inggris diartikan menjadi to share. Hal ini berarti komunikasi merupakan proses memberi dan menerima dari satu pihak kepada pihak lain. Menurut Theodorson, komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu orang atau kelompok kepada yang lain, terutama dengan menggunakan simbol (Liliweri, 1991:11).

Melalui komunikasi kita dapat melakukan pertukaran informasi, ide, sikap, pikiran. Dengan komunikasi pula kita dapat mempengaruhi orang lain dan melakukan perubahan.

Setiap masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Perubahan ini dapat kita amati dengan membandingkan keadaan masa sekarang dengan keadaan masa lalu. Masyarakat kota umumnya lebih cepat mengalami perubahan sosial dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Perubahan-perubahan dalam berbagai aspek kehidupan ini telah banyak merubah nilai-nilai sosial dan pola perilaku. Banyak hal-hal yang dulu dianggap tabu, saat ini menjadi biasa bahkan cenderung diminati.


(12)

Arus informasi yang semakin deras mengalir ke masyarakat juga sangat berperan dalam merubah nilai-nilai yang ada dalam suatu masyarakat. Apalagi sebagian besar masyarakat Indonesia belum memiliki media literacy yang baik sehingga cenderung menerima apa saja yang disajikan tanpa menyaringnya terlebih dahulu.

Tindakan kriminalitas seperti pembunuhan, perampokan, pengedaran obat-obat terlarang, pemerkosaan, tindakan-tindakan anarkis menjadi hal yang biasa kita dengar. Faktor penyebab yang paling fundamental ialah sebagian besar masyarakat tidak lagi memegang teguh nilai-nilai agama dan moral. Ini bisa terjadi akibat kurangnya pengetahuan tentang agama itu sendiri atau pengaruh lingkungan.

Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan masyarakatnya kini jauh dari nilai Islam. Pendidikan yang ada di Indonesia memang sudah menyentuh aspek modern. Pendidikan modern ini juga melibatkan sarana yang hebat dan canggih namun bukan berarti tanpa kelemahan. Kita juga tidak memungkiri bahwa kemajuan manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melonjak jauh. Akan tetapi, dari pendidikan modern itu kita tidak menemukan kesempurnaan akhlak dan nurani. Maka, fenomena-fenomena yang kita temukan adalah penindasan antarmanusia dan merosotnya moral.

Tujuan pendidikan modern sepertinya bergeser menjadi tercapainya tujuan material yang lantas menimbulkan rasa cinta terhadap pekerjaan dan produksi dengan menyampingkan nilai-nilai dan norma kemasyarakatan. Sehingga sebagian besar kampus telah mengalami kemerosotan mutu dalam dua


(13)

dimensi, yaitu dimensi ilmiah dan syar’iyyah. Artinya sebagian besar kampus bukan lagi sekedar tidak Islami tetapi juga tidak mampu berfungsi sebagai salah satu sarana pendidikan. Karena problematika serius inilah umat Islam perlu segera mengembalikan orientasi sistem pendidikannya, yaitu pendidikan dan pembinaan Islam yang dilaksanakan dalam konteks kehidupan modern.

Mengubah sistem pendidikan yang sudah ada bukanlah hal mudah. Untuk itu, harus dimulai dari yang paling kecil, yakni individu. Pada era 90-an, terinspirasi dari pergerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir, beberapa pemuda Indonesia di Pulau Jawa mencoba kembali untuk memulai sistem pendidikan Islami secara berkelompok. Beberapa individu yang tertarik bergabung menjadi satu kelompok lalu belajar, berdiskusi dengan dipandu oleh seseorang dan melaksanakannya secara rutin dan terus-menerus. Individu-individu ini kelak diharapkan dapat mengubah sistem yang ada sedikit demi sedikit. Dari satu kelompok, peminatnya menjadi bertambah hingga gabungan dari kelompok-kelompok tadi membentuk sebuah jamaah yang bernama Jama’ah Tarbiyah. Jama’ah tarbiyah bergabung dalam suatu komunitas yang lebih dikenal dengan Partai Keadilan Sejahtera.

Kelompok binaan kader-kader Partai Keadilan Sejahtera disebut halaqoh. Halaqoh secara bahasa berarti lingkaran. Secara istilah, halaqoh dapat diartikan sebagai pertemuan rutin yang didalamnya berlangsung proses tarbiyah Islamiyah (pendidikan Islam) dalam suasana terus mengingat Allah. Halaqoh biasanya berlangsung seminggu sekali dengan durasi minimal sekitar 90 menit. Tempatnya bisa di mesjid, musholla kampus, rumah atau bahkan di alam terbuka. Halaqoh selalu dimulai dengan tilawah (membaca ayat Al-Quran).


(14)

Sebenarnya sistem halaqoh ini sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw. Para sahabat Rasulullah duduk membentuk lingkaran, mereka berdzikir dan memuji Allah, membahas materi-materi agama, saling bercermin tentang ibadah masing-masing serta saling memberi semangat.

“Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapati para sahabat duduk dalam halaqoh (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.”

Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu”. Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.” (HR Muslim, dari Mu’awiyah)

Halaqoh yang rutin dilaksanakan oleh anggota Jama’ah Tarbiyah atau yang dapat juga dikatakan sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera merupakan sambungan dari keteladanan sejarah yang telah dicontohkan oleh para sahabat Nabi. Dalam forum seperti itulah para sahabat dibina oleh Rasulullah. Hanya saja saat ini materi-materi halaqoh dikembangkan dan juga memanfaatkan teknologi canggih.

Halaqoh dipandu oleh seseorang yang disebut murabbi. Sedangkan peserta halaqoh disebut mutarabbi (binaan). Kelompok halaqoh akhwat (perempuan) tidak bergabung dengan kelompok halaqoh ikhwan (laki-laki). Satu kelompok halaqoh idealnya terdiri tidak lebih dari sepuluh binaan. Tugas seorang murabbi tidak hanya memandu halaqoh saja. Murabbi harus membina mutarabbi


(15)

dalam arti keseluruhan. Proses membina ini berjalan beriringan. Sebagai murabbi, sesungguhnya dia juga sedang membina dirinya sendiri. Karena dalam proses itu terjadi hubungan timbal balik. Ketika seseorang mengikuti halaqoh maka secara tidak langsung dirinya terikat secara keseluruhan dengan murabbinya.

Jika binaannya masih kuliah, seorang murabbi harus memantau segala aktivitas mereka, baik di kampus maupun di luar kampus. Murabbi menjaga binaannya dari terpaan ideologi lain. Setelah kuliah binaan diarahkan agar tidak salah memilih tempat kerja yang tidak membuat binaannya kelak bisa keluar dari jama’ah atau lari dari tugas-tugas dakwah. Selain itu murabbi juga berperan dalam proses pemilihan pasangan hidup binaannya ketika tiba masanya untuk menikah.

Murabbi memberikan pengarahan kepada binaannya agar tidak menyimpang dari Al-Quran dan hadits serta tidak bertentangan dengan ketentuan jama’ah. Pengarahan ini juga dapat berbentuk sanksi jika ternyata binaannya melanggar.

Dari pemaparan di atas tergambar jelas, bahwa komunikasi antara murabbi dan masing-masing binaannya bukan selama kegiatan halaqoh berlangsung saja. Komunikasi juga terjadi di luar jam halaqoh. Pada awalnya komunikasi yang terjadi memang berupa komunikasi kelompok, yakni komunikasi kelompok kecil karena anggota kelompok ini tidak lebih dari sepuluh orang.

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna


(16)

memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi dan karakterisitik anggota lainnya

Komunikasi yang terjadi di luar halaqoh merupakan komunikasi antarpribadi. Dengan begitu, murabbi dapat terus membina dan mengawasi gerak para binaannya.

Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek umpan balik langsung (Liliweri, 1991:12). Komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam upaya merubah pandangan, sikap maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi antara lain: biasanya terjadi secara spontan, memiliki akibat yang disengaja dan tidak disengaja, berlangsung berbalas-balasan, menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan serta menggunakan lambang-lambang yang bermakna. Komunikasi antarpribadi sangat bermanfaat untuk menjalankan fungsi persuasi terhadap orang lain karena sifatnya yang dialogis.

Halaqoh adalah sarana untuk mempertemukan sosok murabbi dan binaanya. Halaqoh termasuk dalam kategori komunikasi kelompok kecil. Walaupun komunikasi kelompok kecil pada kegiatan halaqoh tetap dilakukan, namun tetap terjadi komunikasi antarpribadi murabbi dan binaannya. Karena komunikasi antarpribadi juga dapat memberikan tujuan pendidikan Islami yang


(17)

diinginkan selain komunikasi kelompok. Hal ini karena komunikasi antarpribadi memiliki kelebihan-kelebihan. Dengan komunikasi antarpribadi, kita dapat mengetahui secara langsung apakah kita dapat diterima oleh lawan bicara atau tidak. Kita juga dapat mengetahui apakah pesan kita dapat diterima dan dimengerti oleh pihak lain. Kita dapat mengontrol pesan yang kita sampaikan apabila ternyata pihak yang menerima pesan kita salah memaknai pesan. Dan yang paling penting adalah kita dapat mengatur mutu pesan. Selain itu, dengan komunikasi antarpribadi kita dapat membina suatu hubungan akrab.

Setiap binaan tentu memiliki sifat dan karakter yang berbeda. Ketika mereka bergabung dengan jama’ah dan harus mengikuti kegiatan halaqoh, mereka secara otomatis dituntut untuk tsiqah kepada murabbi mereka.

Sebenarnya sulit untuk menterjemahkan kata tsiqah ke dalam Bahasa Indonesia. Sebab tidak ada kata yang benar-benar tepat sesuai dengan makna kata tsiqah itu sendiri. Tsiqah menurut bahasa berarti percaya lalu taat. Hasan Al-Banna dalam buku Syarah Risalah Ta’alim mendefenisikan kata tsiqah sebagai rasa percaya yang dapat menumbuhkan rasa cinta, pengharghaan, penghormatan dan akhirnya melahirkan ketaatan.

Dari defenisi di atas, yang paling ditekankan dari tsiqah adalah ketaatan.Taat dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti patuh, berbakti, setia. Seorang binaan harus percaya dan kemudian taat kepada murabbinya. Binaan harus melibatkan murabbi dalam aktivitas-aktivitasnya, keputusannya, menerima keputusan yang ditetapkan oleh murabbi mereka tanpa rasa keberatan. Binaan juga harus melaksanakan perintah-perintah dari murabbi terutama yang berkaitan dengan kerja dakwah. Bahkan ketika akan menikah, seorang binaan harus


(18)

melibatkan murabbinya mulai dari proses pemilihan pasangan hingga acara pernikahan itu sendiri.

Tentu suatu hal yang sangat tidak biasa bagi seseorang untuk melaksanakan perintah, menerima keputusan seseorang lain, melibatkannya dalam setiap aktivitas, padahal seseorang lain itu dapat dikatakan bukan siapa-siapa, bukan orang tua kita, bukan seseorang yang membiayai kehidupan kita bahkan kita tidak mendapatkan keuntungan materi dari semua itu. Ditambah lagi dengan harus menerima sanksi atau hukuman atas pelanggaran agama maupun sosial yang dilakukan. Kita harus melapor kesalahan yang kita lakukan jika seseorang lain itu tidak mengetahuinya dan siap menerima ganjarannya.

Semua itu tentu sangat tidak biasa. Tetapi itulah yang harus dijalani seseorang ketika dirinya menerima bahwa ia adalah seorang mutarabbi, seorang binaan, seorang anggota dari Jama’ah Tarbiyah, seorang kader dari Partai Keadilan Sejahtera. Binaan harus taat kepada murabbinya.

Sikap taat tidak akan bisa secara langsung tertanam dalam diri binaan Seorang murabbi harus berkomunikasi dengan mutarabbinya, memberikan pemahaman-pemahaman agar sedikit demi sedikit sikap taat tumbuh dalam diri mutarabbi, bukan sebaliknya binaan malah keluar dari jama’ah. Disinilah komunikasi antarpribadi sangat berperan.

Murabbi memberikan materi-materi dalam bentuk komunikasi kelompok kecil. Selebihnya pemahaman yang lebih mendalam dilakukan pada saat komunikasi antarpribadi berlangsung.

Penulis sangat ingin tahu bagaimana proses komunikasi kelompok kecil dan yang dilakukan murabbi dan binaanya. Dari pengamatan peneliti, hampir


(19)

semua kader Partai Keadilan Sejahtera tsiqah terhadap murabbinya. Mereka taat terhadap apapun yang dilakukan atau diputuskan murabbi untuk mereka.

Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis sangat tertarik untuk meneliti komunikasi kelompok kecil murabbi dan binaanya dalam menanamkan sikap taat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “Bagaimanakah komunikasi kelompok kecil murabbi dengan binaannya dalam menanamkan sikap taat kepada murabbi?”

1.3.Pembatasan Masalah

Sesuai dengan masalah penelitian yang dirumuskan di atas, selanjutnya peneliti merumuskan pembatasan masalah penelitian. Hal ini agar permasalahan yang diteliti lebih jelas, terarah dan tidak terlalu luas sehingga dapat dihindari salah pengertian tentang masalah penelitian. Maka pembatasan yang akan diteliti adalah :

1. Penelitian ini menggunakan studi kasus, melingkupi masalah komunikasi kelompok kecil, komunikasi antar pribadi, hubungannya dengan sikap taat. 2. Subjek penelitiannya adalah murabbi dan mutarabbi (binaan) Jama’ah Tarbiyah dalam suatu kelompok halaqoh akhwat (perempuan) yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara (USU).


(20)

1.4.Tujuan dan Manfat Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menggambarkan komunikasi kelompok kecil murabbi dan binaannya dalam menanamkan sikap taat.

b. Untuk mengetahui cara murabbi berkomunikasi untuk menanamkan sikap taat kepada binaannya.

c. Untuk mengetahui bagaimana reaksi mutarabbi ketika diminta untuk taat. d. Untuk mengetahui dalam hal apa saja binaan mau taat kepada murabbinya. Manfaat penelitian :

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan di lingkungan FISIP USU.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi khususnya berkaitan dengan kajian studi Ilmu Komunikasi khususnya Komunikasi Islami.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan khususnya para kader dakwah.

1.5.Kerangka Teori

Sebelum terjun ke lapangan atau melakukan pengumpulan data, peneliti diharapkan mampu menjawab permaslahan melalui suatu kerangka pemikiran


(21)

atau literature review. Kerangka pemikiran merupakan kajian tentang bagaimana hubungan teori dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dalam perumusan masalah. Menurut Nawawi (1995:40) setiap penelitian memerlukan kejelasan titik tolak atau landasan berfikir dalam memecahkan atau menyoroti masalah. Untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti.

Wilbur Schramm menyatakan bahwa teori merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar tinggi, dan daripadanya proposisi bias dihasilkan dan diuji secra ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendi, 2003:241). Senada dengan yang dikatakan Emory-Cooper bahwa teori merupakan suatu kumpulan konsep, defenisi, proposisi dan variable yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan sehingga dapat menelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu (Umar, 2002:55). Dalam penelitian ini, teori dan asumsi yang dianggap relevan adalah : komunikasi kelompok kecil, komunikasi antarpribadi, teori pemrosesan-informasi dan tarbiyah Islamiyah.

1.5.2. Komunikasi

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin Communico yang artinya membagi.

Sebuah defenisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human communication)


(22)

bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18).

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan.

Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi yang sedang berlangsung antara dua orang. Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yakni kelompok kecil (3-12 orang) dan kelompok besar ( > 12 orang).

Komunikasi kelompok kecil memiliki karakteristik yang mirip dengan komunikasi antar pribadi. Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi yang terjadi berlangsung secara dialogis seperti yang terjadi pada komunikasi antar pribadi. Umpan balik yang terjadi dapat langsung diamati oleh komunikator


(23)

maupun komunikan. Interaksi diantara mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator maupun komunikan secara bergantian. Peneliti fokus ke komunikasi kelompok kecil sebab proses kegiatan subjek penelitian lebih banyak dalam bentuk komunikasi kelompok kecil.

1.5.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila junlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu mempermudah pertemuan ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakan, komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma kelompok dan saling tergantung satu sama lain.

Dalam komunikasi kelompok kecil, proses komunikasi yang terjadi berlangsung secara dialogis. Umpan balik yang terjadi secara verbal dan nonverbal dapat langsung diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.

Bentuk komunikasi kelompok kecil antara lain: rapat, ceramah, diskusi panel dan lain-lain.


(24)

1.5.3. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi (Liliweri, 1991:1). Sedangkan menurut Joseph A Devito ialah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika.

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi ialah karena prosesnya berlangsung secara dialogis yang di dalamnya ada upaya dari para pelakunya untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi di mana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapun komunikan secara bergantian.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam komunikasi antarmanusia (1997:259) ialah :

1. Keterbukaan (Opennes) 2. Positif (Positiviness) 3. Kesamaan (Equality) 4. Empati (Empathy)

5. Dukungan (Supportiviness)

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berasal dari komunikan yang berupa pesan baik verbal maupun nonverbal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan:


(25)

keyakinan kan kemampuan mengatasi masalah, merasa setra dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak diseluruhnya disetujui oleh masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah laku kita samapai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan.

1.5.4. Teori Pemrosesan-Informasi

Teori ini dikemukakan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan. 2. Penerima akan memperhatikan pesan. 3. Penerima akan memahami pesan.

4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan.

5. Tercapai posisi adopsi baru. 6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu contohnya adalah kecerdasan. Kecerdasan seseorang dapat menentukan besar atau


(26)

kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu argument. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin tinggi.

Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Sikap sering dianggap memiliki tiga komponen: komponen afektif, komponen kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan tertentu terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap. Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap objek sikap (Severin, Tankard:2005:178).

1.5.5. Tarbiyah Islamiyah (Pendidikan Islam)

Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah swt. terhadap Rasulullah dan bagi umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64 dan Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah :

a. Bodoh (Q.S. 33:72). b. Hina (Q.S. 95:4-5). c. Lemah (Q.S. 4:28). d. Miskin (Q.S. 35:14).

e. Berpecah belah (Q.S. 3:103).

Allah swt. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan kemudian Rasul menyampaikan kepada umatnya. Tarbiyah memiliki tiga tahapan yakni :


(27)

1. Tilawah (membaca) 2. Mensucikan.

3. Mengajarkan pedoman.

Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan, kekuatan dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 110.

Halaqoh merupakan salah satu bentuk Tarbiyah Islamiyah yang tujuannya membina kader agar menjadi umat terbaik seperti yang dijanjikan dalam Al-Quran.

1.6. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkianan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi, 1995:33)

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2007:149).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesa, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diui kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel.


(28)

Halaqoh Tarbiyah Islamiyah

Murabbi tsiqah Sikap Taat

Adapun konsep-konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah : komunikasi kelompok kecil, dan sikap taat.

1.7. Alur Penelitian

. Gambar 1 Alur Penelitian

1.8. Konsep Operasional

Konsep operasional berfungsi untuk memudahkan kerangka konsep dalam penelitian. Maka berdasarkan kerangka konsep dibuatlah operasionalisasi konsep untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian. Berdasarkan hal itu, maka operasionalisasi konsep yang diukur dalam penelitian ini adalah :

Mutarabbi

Komunikasi Kelompok kecil


(29)

Tabel 1 Konsep Operasional

Komponen Konsep Operasionalisasi Konsep Komunikasi kelompok kecil

antara murabbi dengan mutarabbi

Tujuan

Kekompakan Komitmen Norma kelompok Keterikatan Keterbukaan Positif Kesamaan Empati Dukungan Sikap taat mutarabbi Pesan persuasif

Perhatian terhadap pesan Pemahaman

Keyakinan akan argumen Posisi adopsi baru

Perilaku yang diinginkan Karakteristik responden Umur

Pekerjaan Status

Lama Tarbiyah


(30)

1.9. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46) defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.

Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefenisikan sebagai berikut: 1. Tujuan: hal yang ingin dicapai.

2. Kekompakan: daya tarikan satu sama lain dan keinginan untuk bersatu. 3. Komitmen: memegang teguh terhadap hal yang diyakini dan tidak

berubah.

4. Norma kelompok: aturan yang digunakan oleh kelompok itu sendiri. 5. Keterikatan: saling ketergantungan antara murabbi dan binaannya.

6. Keterbukaan: terbuka pada orang yang berinteraksi dengan kita, mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan adalah milik pribadi.

7. Positif: pandangan positif yang ditandai dengan sikap menyenangkan saat berinteraksi.

8. Kesamaan: memiliki sesuatu yang sama-sama penting untuk disumbangkan.

9. Empati: memahami orang lain sesuai perasaan orang lain tersebut ketika berinteraksi.

10. Dukungan: saling memberikan motivasi atau pandangan yang mendukung. 11. Pesan persuasif: pesan yang disampaikan denagn cara yang baik dan


(31)

12. Perhatian terhadap pesan: cara menanggapi pesan, menganggap pesan yang disampaikan layak atau penting untuk disimak.

13. Pemahaman: mengerti akan pesan yang disampaikan.

14. Keyakinan akan argumen: sepakat dengan argument yang disajikan dan menerimanya.

15. Posisi adopsi baru: memutuskan bersikap sesuai argumen.

16. Perilaku: bertindak sesuai dengan posisi adopsi baru atau keputusan yang telah diambil.


(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1. Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan antar manusia baik secara kelompok/lembaga maupun secara individual dari satu pihak ke pihak yang lain. Dalam proses penyampaian tersebut juga mengandung arti adanya pembagian pesan yang cenderung mengarah ke pencapaian titik tertentu sampai disepakatinya makna suatu pesan antar pihak-pihak yang terlibat.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, commnico, communicatio, atau communicare yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna atau suatu pesan dainut secara sama. Akan tetapi defenisi-defenisi kontemporer menyarankan bahwa komunikasi merujuk kepada cara berbagi hal-hal tersebut.

Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah sekelompok orang yang berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas. Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi berperan dan menjelaskan kebersamaan itu. Oleh karena itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama dan bahasa, dan masing-masing bentuk tersebut mengandung dan


(33)

menyampaikan gagasan, sikap, perspektif, pandangan yang mengakar kuat dalam sejarah komunitas tersebut (Mulyana,2007 : 46).

Salah satu persoalan dalam pengertian komunikasi, yakni banyaknya defenisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut bidang ilmunya, namun sedikit banyak apa yang diungkapkan pelh Shannon dan Weaver dapat menggambarkan tentang komunikasi itu sendiri : Shannon dan Weaver mengungkapkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh-mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tdiak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetepai juga dalam hal ekspresi wajah, seni, dan teknologi (Cangara,2005 : 19)

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan.

Pandangan komunikasi sebagai interaksi menyetarakan komunikasi dengan proses sebab-akibat atau aksi-reaksi, yang arahnya bergantian. Seseorang menyampaikan pesan, baik verbal maupun nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan member jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi


(34)

lagi setelah menerima respons atau umpan balik dari orang kedua dan begitu seterusnya.

Pandangan komunikasi sebagai transaksi tidak membatasi komunikasi pada komunikasi yang disengaja atau respons yang dapat diamati. Komunikasi dianggap telah berlangsung apabila seseorang telah menafsirkan perilaku orang lain, baik verbal maupun nonverbal.

2.1.1. Tujuan Komunikasi

Ada empat tujuan atau motif komunikasi yang perlu dikemukakan. Motif atau tujuan ini tidak perlu dikemukakan secara sadar, juga tidak perlu mereka yang terlibat komunikasi menyepakati tujuan komunikasi mereka (Naisbitt, dalam De Vito, 1997:31-32).

 Menemukan.

Salah satu tujuan komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery). Bila kita berkomunikasi dengan orang lain, kita belajar mengenai diri sendiri dan orang lain. Dengan berkomunikasi kita dapat memahami secara lebih baik diri kita sendiri dan diri orang lain yang kta ajak bicara. Tetapi komunikasi juga memungkinkan kita untuk menemukan dunia luar – dunia yang dipenuhi objek, peristiwa dan manusia lain.

 Berhubungan.

Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain – membina dan memelihara hubungan dengann orang lain. Kita ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian kita juga ingin mencintai


(35)

dan menyukai orang lain. Kita menghabiskan banyak waktu dan energi komunikasi kita untuk membina dan memelihara hubungan sosial.

 Meyakinkan.

Media massa ada sebagian besar untuk meyakinkan kita agar mengubah sikap dan perilaku kita. Kita juga menghabiskan banyak waktu untuk melakukan persuasi antarpribadi, baik sebagai sumber maupun penerima.  Bermain.

Kita menggunakan banyak perilaku komunikasi kita untuk bermain dan menghibur diri.

Komunikasi biasanya merupakan paket isyarat, masing-masing memperkuat yang lain. Bila isyarat komunikasi saling bertentangan, kita menerima pesan yang kontradiktif. Komunikasi merupakan proses penyesuaian dan terjadi hanya bila komunikator menggunakan system syarat yang sama. Komunikasi melibatkan baik dimensi isi maupun dimensi hubungan.

Seperti halnya defenisi komunikasi, maka klasifikasi tipe atau bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lain. Klasifikasi itu didasarkan pada sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya.

Tidak begitu mudah menyalahakan suatu klasifikasi tidak benar, karena masing-masing pihak memiliki sumber yang cukup beralasan. Misalnya kelompok sarjana komunikasi Amerika yang menulis buku Human Communication (1980) membagi komunikasi atas lima macam tipe, yakni Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication), Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication), Komunikasi Organisasi


(36)

(Organizational Communication), Komunikasi Massa (Mass Communication) dan Komunikasi Publik (Public Communication), (Cangara, 2005:29).

2.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Menurut De Vito (1997), kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan memiliki derajat organisasi tertentu di antara mereka. Kelompok kecil merupakan sekumpulan perorangan, jumlahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Pada umumnya kelompok kecil terdiri dari kira-kira 3 hingga 12 orang. Para anggota kelompok ini harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi. Pada saat strukturnya ketat – maka kelompok akan berfungsi menrurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus mengikutiperaturan yang tertulis. Pada saat yang lain, strukturnya sangat longgar seperti pada suatu pertemuan sosial.

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu: mempermudah pertemuan ramah tamah, personality kelompok, kekompakan, komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma kelompok dan saling tergantung satu sama lain. Dalam komunikasi kelompok


(37)

kecil, proses komunikasi yang terjadi secara verbal dan nonverbal dapat lansung diamati baik oleh komunikator maupun komunikan.

Para anggota kelompok kecil harus dapat berkomunikasi secara bebas dan terbuka dengan semua anggota lain dalam kelompok. Kelompok pun dapat membangun norma-norma kelompok atau peraturan. Peraturan ini bisa dinyatakan secara eksplisit maupun implisit. Norma atau peraturan ini berlaku bagi anggota perorangan maupun kelompok secara keseluruhan dan tentunya akan berbeda dari satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Kelompok kecil memiliki beberapa tipe:

1. Kelompok sosial: kelompok ini bertujuan menciptakan atau menyediakan kebutuhan rasa aman dan solidaritas di antara para anggotanya, mereka bersama-sama membentuk self-esteem.

2. Kelompok kerja: kelompok ini berfungsi untuk menyelesaikan sebagian tugas penting.

3. Kelompok terencana/kelompok dadakan: beberapa kelompok dibentuk secara spontan, seperti sebuah kelompok persahabatan. Namun ada pula kelompok yang dibentuk secara berencana karena ada tujuan yang spesifik.

2.2.1.Alasan Orang Terlibat dalam Kelompok

Orang-orang terlibat dalam kelompok karena setiap orang memiliki harapan dan cita-cita yang berbeda namun mau digabung dalam satu kelompok. Beberapa orang mungkin mau bergabung karena termotivasi oleh atau peduli terhadap tugas-tugas penting, namun orang lain termotivasi oleh daya tarik pribadi terhadap anggota lain.


(38)

a. Sinergi kelompok

Kehadiran kelompok seringkali mampu untuk menghasilkan sebuah pekerjaan yang berkualitas tinggi dan juga mengambil keputusan yang lebih baik daripada kita bekerja sendiri.

b. Dukungan dan komitmen

Dukungan dan komitmen dari anggota-anggota secara individual akan menyumbang kinerja kelompok.

c. Kebutuhan antarpribadi

Individu sering bekerja sama dalam kelompok karena dalam kelompok akan mereka temukan kebutuhan-kebutuhan antarpribadi.

Wiiliam Schutz dalam teorinya FIRO (Fundamental Interpersonal Relationship Orientations – telah mengidentifikasikan tiga kebutuhan yaitu:

 Inklusi – kebutuhan untuk mengembangkan identitas dengan orang lain, kebutuhan untuk terlibat bersama dengan orang lain.

 Kontrol – merupakan kebutuhan untuk mengawasi orang lain.

 Afeksi – kebutuhan untuk mengembangkan relasi dengan orang lain, dikasihi, dihormati, disayangi. Kelompok merupakan tempat di mana setiap orang dapat mencari dan membangun kesetiakawanan yang bermutu.


(39)

2.2.2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tampilan Kelompok

Tampilan kelompok (group performance) adalah komposisi, ukuran, norma, kohesivitas yang mempengaruhi sukses aktivitas kelompok dalam tujuan organisasi.

a. Komposisi kelompok

Komposisi kelopmpok merupakan derajat kesamaan atau perbedaan karakteristik anggota kelompok yang mempengaruhi aktivitas kelompok. Komposisi kelompok seringkali digambarkan dengan homogenitas dan heterogenitas anggota kelompok.

b. Ukuran kelompok

Ukuran kelompok adalah jumlah anggota suatu kelompok yang mempengaruhi alokasi sumber daya dalam rangka aktivitas mencapai tujuan organisasi.

c. Norma kelompok.

Norma kelompok merupakan standar yang menentukan perilaku kerja para anggota organisasi, jadi norma kelompok itu selalu mengacu pada perilaku yang diharapkan atau pola-pola perilaku.

Menurut Napier dan Gershenfeld (dalam De Vito, 1997), para anggota kelompok akan menerima norma tersebut apabila:

 Anggota menginginkan keanggotaan yang kontinyu dalam kelompok.  Pentingnya keanggotaan kelompok seseorang semakin tinggi.

 Kelompok bersifat kohesif, dan para anggota berhubungan sangat erat, terikat satu sama lain, dan saling tergantung satu sama lain dan kelompok memenuhi kebutuhan mereka.


(40)

 Pelanggaran norma dihukum dengan reaksi yang negatif.

Dari norma kelompok dapat timbul konformitas yang mengarah pada kohesivitas kelompok. Secara garis besar:

Norma kelompok membantu kelompok menjadi “survive”, misalnya karena kelompok menolak perilaku yang menyimpang dari kebiasaan dan konformitas yang telah tercipta dan terpelihara dengan baik.

 Norma kelompok membuat anggota kelompok dapat meramalkan perilaku yang diharapkan atau pola-pola perilaku yang diharapkan semua anggota kelompok.

 Norma kelompok membantu kelompok menghindari situasi yang kurang jelas atau ambigu.

 Norma kelompok merupakan nilai sentral dari kelompok, dan bahkan menentukan identitas kelompok.

d. Kohesivitas kelompok: motivasi yang mendorong para anggota kelompok untuk bertahan lebih lama dalam suatu kelompok.

Ada beberapa faktor yang mendorong terciptanya kohesi kelompok antara lain daya tarik kelompok, daya tahan anggota kelompok dalam kelompok sehingga tidak mudah keluar dari kelompok, serta motivasi yang mendorong anggota kelompok untuk tettap bertahan dalam situasi apapun. 2.2.3.Pemimpin dalam Komunikasi Kelompok Kecil

Dalam kebanyakan kelompok kecil, satu orang bertindak sebagai pemimpin. Pemimpin harus menaruh perhatian pada pencapaian tugas (dimensi tugas) dan memastikan bahwa para anggota merasa puas (dimensi orang).


(41)

Walaupun tugas dan orang merupakan pusat perhatian yang penting, setiap situasi akan memerlukan kombinasi yang berbeda antara tugas dan orang.

Kita juga dapat melihat kepemimpinan dari sisi tiga gaya kepemimpinan (Bennis, dalam De Vito, 1997):

 Pemimpin lepas kendali: pemimpin lepas kendali tidak berinisiatif untuk mengarahkan atau menyarankan alternatif tindakan. Akan tetapi, pemimpin ini lebih mengizinkan kelompok untuk mengembangkan dan melaksanakan sendiri pekerjaannya, bahkan termasuk juga mengizinkan untuk melakukan kesalahan. Pemimpin semacam ini menolak setiap wewenang yang diberikan dan hanya menjawab pertanyaan dan memberikan informasi jika diminta secara khusus.  Pemimpin demokratis: pemimpin demokratis memberikan pengarahan,

tetapi mengizinkan kelompok untuk mengembangkan dan melaksanakan cara yang dikendaki para anggotanya. Pemimpin demokratis merangsang timbulnya pengarahan sendiri dan aktualisasi diri pada para nggota kelompok.

 Pemimpin otoriter: pemimpin otoriter merupakan kebalikan dari pemimpin lepas kendali. Pemimpin semacam ini menentukan kebijakan kelompok atau membuat keputusan tanpa berkonsultasi atau memastikan persetujuan dari para anggotanya. Pemimpin ini bersifat impersonal.

2.3. Komunikasi Antarpribadi

Secara umum komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara seorang komunikator dengan seorang komunikan


(42)

yang terjadi secara tatap muka (face to face). Dalam pengertian ini mengandung tiga aspek:

1. Pengertian proses, yaitu mengacu pada perubahan dan tindakan yang berlangsung terus-menerus.

2. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal balik.

3. Mengandung makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman di antara orang-orang yang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.

Dari ketiga aspek tersebut maka komunikasi antarpribadi menurut Judy C. pearson memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi dimulai dengan diri pribadi (self). Berbagai persepsi komunikasi yang menyangkut permaknaan berpusat pada diri kita, artinya dipengaruhi oleh pengalaman dan pengamatan kita.

2. Komunikasi antarpribadi bersifat transaksional. Anggapan ini mengacu pada pihak-pihak yang berkomunikasi secara serempak dan bersifat sejajar untuk menyampaikan dan menerima pesan.

3. Komunikasi antarpribadi mencakup aspek-aspek isi pesan dan hubungan antarpribadi. Artinya isi pesan dipengaruhi oleh hubungan antar pihak yang berkomunikasi.

4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan kedekatan fisik antar pihak yang berkomunikasi.


(43)

5. Komunikasi antarpribadi melibatkan pihak-pihak yang saling bergantung satu sama lainnya dalam proses komunikasi.

6. Komunikasi anatarpribadi tidak dapat diubah maupun diulang. Jika kita salah mengucapkan sesuatu pada pasangan maka tidak dapat diubah. Bisa memaafkan tetapi tidak bisa melupakan atau mengahapus yang sudah dikatakan. Komunikasi antarpribadi yang baik adalah komunikasi yang memiliki sifat keterbukaan, kepekaan dan bersifat umpan balik. Individu merasa puas berkomunikasi antarpribadi bila ia dapat mengerti orang lain dan merasa bahwa orang lain juga memahami dirinya.

Komunikasi antarpribadi berlangsung antara dua individu, karenanya pemahaman komunikasi dan hubungan antarpribadi menempatkan pemahaman mengenai komunikasi dalam proses psikologis. Setiap individu dalam tindakan komunikasi memiliki makna dan pemahaman pribadi terhadap setiap hubungan dimana dia terlibat di dalamnya. Hal terpenting dari aspek psikologis dalam komunikasi adalah asumsi bahwa diri pribadi terletak dalam diri individu dan tidak mungkin diamati secara langsung. Artinya dalam komunikasi antarpribadi pengamatan terhadap seseorang dilakukan melalui perilakunya dengan mendasarkan pada persepsi si pengamat.

Aspek psikologis yang mencakup pengamatan pada dua dimensi, yakni internal dan eksternal. Namun kita mengetahui bahwa dimensi eksternal tidaklah selalu sama dengan dimensi internalnya. Fungsi psikologis dari komunikasi adalah untuk menginterpretasikan tanda-tanda melalui tindakan atau perilaku yang dapat diamati. Proses interpretasi ini bebeda pada setiap individu. Setiap individu


(44)

memiliki kepribadian yang berbeda yang terbentuk karena pengalaman yang berbeda pula.

2.3.1. Faktor Penunjang Efektivitas Komunikasi Antarpribadi

Menurut Onong U. Effendi, efektivitas komunikasi terdiri dari faktor-faktor penunjang, sebagai berikut:

a. Faktor pada komunikan

Menurut Chester I. Barnard, faktor pada komponen komunikan menunjukkan bahwa “know your audience” merupakan ketentuan utama dalam komunikasi. Ditinjau dari komponen komunikan, seseorang dapat dan akan menerima sebuah pesan hanya kalau terdapat empat kondisi berikut secara simultan:

 Ia dapat benar-benar menerima pesan komunikasi.

 Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu sesuai dengan tujuannya.

 Pada saat ia mengambil keputusan ia sadar bahwa keputusannya itu bersangkutan dengan kepentingan pribadinya.

 Ia mampu untuk menepatinya baik secara mental maupun fisik.

b. Faktor pada komunikator

Melaksanakan komunikasi antarpribadi yang efektif, terdapat dua faktor penting pada diri komunikator, yaitu:

Kepercayaan pada komunikator (source credibility)

Kepercayaan pada komunikator ditentukan oleh keahliannya dan dapat tidaknya ia dipercaya. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan


(45)

yang besar akan dapat meningkatkan daya perubahan sikap, sedangkan kepercayaan yang kecil akan mengurangi daya perubahan yang menyenangkan. Labih dikenal dan disenangi komunikator oleh komunikan, akan lebih cenderung komunikan mengubah kepercayaannya kea rah yang dikehendaki komunikator. Kepercayaan pada komunikator, mencerminkan bahwa pesan yang diterima komunikan yang dianggap benar sesuai dengan kenyataan empiris.  Daya tarik komunikator (source attractiveness)

Seorang komunikator akan dapat melakukan perubahan sikap melalui mekanisme daya tarik. Jika pihak komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengan mereka dalam hubungannya dengan opini secara memuaskan bisa karena komunikator disenangi atau dikagumi atau dianggap mempunyai persamaan dengan komunikan, sehingga komunikan bersedia untuk tunduk kepada pesan yang disampaikan komunikator.

2.3.2. Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Efektif

Menurut Joseph De Vito (1986) dalam bukunya The Interpersonal Communication Book, karakteristik-karakteristik efektivitas komunikasi interpersonal dilihat dari dua perspektif, yaitu:

1. Perspektif Humanistik, meliputi sifat-sifat: a. Keterbukaan (Openess)

Proses komunikasi anatarpribadi akan dapat berlangsung dengan efektif bila pribadi-pribadi yang terlibat di dalam proses komunikasi antarpribadi tersebut saling memiliki keterbukaan


(46)

(disclosure). Komunikator dapat mengutarakan apa saja yang ingin disampaikan melalui keterbukaan, demikian juga sebaliknya, komunikasi dapat mengutarakan ketidakmengertian serta hambatan-hambatan, tanpa perlu menutupnya. Dengan demikiann pengertian akan lebih mudah dicapai sehingga komunikasi dapat lebih efektif. Sikap keterbukaan dalam komunikasi antarpribadi ditunjukkan oleh dua aspek yaitu: 1) kita harus saling terbuka pada orang-orang yang berinteraksi dengan kita; 2) kemauan memberikan tanggapan kepada orang lain dengan jujur dan terus terang tentang segala sesuatu yang dikatakannya, begitu juga sebaliknya.

b. Perilaku Suportif (Supportiviness)

Seseorang dapat memberikan dukungan yaitu dengan mengerti tujuan dan sasaran yang ingin dicapai. Dukungan tercapai bila ada saling pengertian dari mereka yang mempunyai kesamaan melalui komunikasi yang efektif, dukungan dapat diberikan. Komunikasi antarpribadi akan efektif bila dalam diri ada perilaku suportif. Jack R. Gibb menyebut 3 perilaku yang menimbulkan perilaku suportif yakni:

 Deskriptif, orang yang memiliki sikap ini lebih banyak meminta informasi tentang sesuatu hal sehingga mereka merasa dihargai;

 Spontanitas, orang yang terbuka dan terus terang tentang apa yang dipikrkannya;


(47)

 Profesionalisme, orang yang memiliki sikap berpikir terbuka, ada kemauan untuk mendengar pandangan yang berbeda, dan bersedia menerima pendapat orang lain bila pendapatnya keliru atau salah. c. Perilaku Positif (Positiveness)

Sikap ini menunjuk pada dua aspek yaitu:

1) Komunikasi antarpersonal akan berkembang bila ada pandangan positif terhadap diri sendiri;

2) Memiliki perasaan positif terhadap orang lain dalam berbagai situasi komunikasi.

Sikap positif dapat timbul dari orang-orang yang memiliki pengalaman dan latar belakang yang sama, yang memungkinkan tercapainya komunikasi yang efektif. Jadi, dengan rasa positif, komunikasi efektif dapat tercapai.

d. Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya sendiri pada peranan atau posisi orang lain. Adanya empati komunikator dapat merasakan perasaan komunikan, sehingga setiap pesan yang disampaikan sesuai dengan keinginan komunikator dan komunikan.

e. Kesetaraan (Equality)

Kesetaraan merupakan sarat untuk mencapai pengertian yang sama terhadap suatu pesan, baik dalam ide, gagasan dan lainnya. Bila komunikan belum mengerti pesan yang disampaikan, komunikator


(48)

segera dapat mengulangi atau member penjelasan yang sejelas-jelasnya sampai dapat dipahami.

Kesetaraan ini mencakup dua hal, yaitu:

1) Kesetaraan bidang pengalaman di antara para pelaku komunikasi. Artinya komunikasi interpersonal umumnya akan lebih efektif bila para pelakunya mempunyai nilai, sikap, perilaku dan pengalaman yang sama;

2) Kesetaraan dalam percakapan di antara para pelaku komunikasi. Artinya, komunikasi interpersonal harus ada kesetaraan dalam hal mengirim dan menerima pesan.

2. Perspektif Pragmatis

a. Bersikap yakin (Confidence)

Komunikasi antarpribadi ini terlihat lebih efektif apabila seseorang tidak merasa malu, gugup atau gelisah menghadapi orang lain. b. Kebersamaan (Immediacy)

Sikap kebersamaan ini dikomunikasikan secara verbal maupun nonverbal. Secara verbal orang yang memiliki sifat ini, dalam berkomunikasi selalu mengikut sertakan dirinya sendiri dengan orang lain dengan istilah seperti kita, memanggil nama seseorang, memfokuskan pada ciri khas orang lain, memberikan umpan balik yang relevan dan segera, serta menghargai pendapat orang lain. Secara non verbal, orang yang memiliki sifat ini akan berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata menggunakan gerakan-gerakan.


(49)

c. Manajemen Informasi

Seseorang yang menginginkan komunikasi yang efektif akan mengontrol dan menjaga interaksi agar dapat memuaskan kedua belah pihak sehingga tidak seorangpun yang merasa diabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan mengatur isi, kelancaran, arah pembicaraan, menggunakan pesan-pesan verbal dan nonverbal secara konsisten.

d. Perilaku Ekspresif (Expresiveness)

Memperlihatkan keterlibatan seseorang secara sungguh-sungguh dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilaku ekspresif akan menggunakan berabagai variasi pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, untuk menyampaikan keterlibatan dan perhatiannya pada apa yang dibicarakannya.

e. Orientasi pada Orang Lain (Other Orientation)

Seseorang harus memiliki sifat yang berorientasi pada orang lain mencapai untuk beradaptasi efektivitas komunikasi. Artinya seseorang mampu untuk beradaptasi dengan orang lain selama berlangsungnya komunikasi interpersonal. Dalam hal ini, seseorang harus mampu melihat perhatian dan kepentingan orang lain, mampu merasakan situasi dan interaksi dengan sudut pandang orang lain serta menghargai perbedaan orang lain dalam menjelaskan suatu hal.

Bochner dan Kelly mengemukakan lima kemampuan khusus di dalam menjalin komunikasi antarpribadi, yaitu:


(50)

1. Empati, atau proses kemampuan menangkap hal-hal yang terdapat di dalam komunikasi dengan orang lain melalui analisis isi pembicaraan, nada suara, ekspresi wajah, sehingga seseorang dapat menangkap pikiran dan perasaan yang sesuai dengan orang yang bersangkutan. 2. Deskripsi, kemampuan untuk membuat pernyataan yang konkrit,

spesifik, dan deskriptif.

3. Kemampuan merasakan dan memahami pernyataan yang dibuat dan mempertanggungjawabkannya sehingga tidak hanya menyalahkan orang lain terhadap perasaan yang dialami.

4. Sikap kedekatan, keinginan untuk membicarakan perasaan-perasaan pribadi.

5. Tingkah laku yang fleksibel ketika menghadapi kejadian yang baru dialami.

Burgoon dan Ruffner menjelaskan hambatan komunikasi sebagai bentuk reaksi negatif dari individu berupa kecemasan yang dialami seseorang ketika berkomunikasi, baik komunikasi antarpribadi, komunikasi di depan umum, maupun komunikasi massa. Individu yang mengalami hambatan komunikasi akan merasa cemas bila berpartisipasi dalam bentuk komunikasi yang lebih luas, tidak sekedar cemas berbicara di depan umum. Ciri dan kecemasan komunikasi antarpribadi yaitu tidak berminat untuk berkomunikasi (unwillingness), melakukan penghindaran (avoiding) dan tidak adanya skill acquisition atau syarat keterampilan.


(51)

2.4. Teori Pemrosesan-Informasi

Teori pemrosesan-informasi merupakan salah satu teori dari sekian banyak teori yang berkaitan dengan persuasi untuk merubah sikap. Untuk melakukan persuasi diperlukan intuisi dan akal sehat manusia.

Teori ini dikembangkan oleh McGuire. McGuire menyebutkan bahwa perubahan sikap terdiri dari enam tahap, yang masing-masing tahap merupakan kejadian penting yang menjadi patokan untuk tahap selanjutnya. (Severin dan Tankard, 2008). Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pesan persuasif harus dikomunikasikan. 2. Penerima akan memperhatikan pesan. 3. Penerima akan memahami pesan

4. Penerima terpengaruh dan yakin dengan argumen-argumen yang disajikan. 5. Tercapai posisi adopsi baru.

6. Terjadi perilaku yang diinginkan.

Banyak hal yang dapat mempengaruhi tahap-tahap di atas. Salah satu contohnya adalah kecerdasan. Kecerdasan seseorang dapat menentukan besar atau kecilnya pengaruh. Mungkin dapat mengakibatkan kecilnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka akan semakin mampu meneliti kesalahan suatu argumen. Tetapi mungkin juga mengakibatkan besarnya pengaruh karena semakin cerdas seseorang maka ketertarikannya terhadap sesuatu dapat semakin tinggi.

Teori pemrosesan informasi McGuire memberikan sebuah pandangan yang bagus tentang proses perubahan sikap, mengingatkan bahwa ia melibatkan sejumlah komponen. Sikap pada dasarnya adalah cara pandang kita terhadap sesuatu. Sikap memiliki tiga komponen, yakni komponen afektif, komponen


(52)

kognitif dan komponen perilaku. Komponen afektif berisi perasaan-perasaan tertentu terhadap objek sikap. Komponen kognitif berisi keyakinan terhadap objek sikap. Sedangkan komponen perilaku berisi perilaku yang disengaja terhadap objek sikap.

M. De Mey mengatakan bahwa kognisi seseorang merupakan faktor yang sangat penting dalam menerima dann mengelola informasi. Setiap pemrosesan informasi diperantarai oleh pengkategorian dan pengenaan konsep. Kategori dan konsep ini adalah sebuah tiruan/model tentang dunia sekeliling. Proses informasi menentukan pembentukan makna pada seseorang dam merupakan konstruksi dari sebuah perubahan sikap.

Pengetahuan yang diproses dan dimaknai dalam memori kerja disimpan dalam memori jangka panjang dalam bentuk skema-skema teratur secara hirarkis. Tahap pemahaman dalam pemrosesan informasi dalam memori kerja berfokus pada bagaimana pengetahuan baru dimodifikasi. Pemahaman berkenaan dan dipengaruhi oleh interpretasi terhadap stimulus. Setiap penerima informasi memiliki kapasitas pemrosesan informasi yang terbatas, maka alokasi sumber kognitif yang tepat penting bagi penyampaian informasi yang efisien, khususnya bagi penerima yang relative baru alam suatu bidang. Dalam situasi-situasi di mana suatu pembagian sumber daya mental dengan dan pada aktivitas-aktivitas yang tidak terkait dengan perolehan skema secara langsung, maka mungkin terjadi hambatan pemahaman.

Menurut teori muatan kognitif hanya sedikit elemen yang bisa diolah dalam memori kerja pada setiap saat. Elemen-elemen yang sangat berlebihan bisa sangat membebani memori kerja sehingga berakibat menurunkan keefektifan


(53)

pemrosesan informasi. Di sisi lain, sejumlah elemen tak terbatas bisa ditampung dalam memori jangka panjang dalam bentuk-bentuk skema yang disusun secara hirarkis

2.5. Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah atau pendidikan Islam yang pertama kali pada dasarnya adalah bentuk penyelamatan Allah SWT. terhadap Rasulullah dan bagi umat yang mengikuti jejak beliau. Dalam Al-Quran dijelaskan sebelum adanya proses Tarbiyah Islamiyah, umat berada dalam kondisi jahiliyah. (Q.S. 39:64) dan (Q.S. 25:63). Ciri-cirinya adalah:

a. Bodoh (Q.S. 33:72) b. Hina (Q.S. 95:4-5) c. Lemah (Q.S. 4:28) d. Miskin (Q.S. 35:14)

e. Berpecah belah (Q.S. 3: 103)

Allah SWT. kemudian memberikan tarbiyah kepada Rasul dan kemudian Rasul menyampaikan kepada umatnya. Tarbiyah memiliki tiga tahapan, yakni:

1. Tilawah (membaca) 2. Mensucikan

3. Mengajarkan pedoman

Hasil dari Tarbiyah Islamiyah adalah pengetahuan, kemuliaan, kekuatan dan persatuan. Semua itu akan membentuk umat terbaik seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 110.


(54)

Proses tarbiyah yang sesungguhnya merupakan proses terus-menerus dan tidak berhenti selama seseorang masih hidup. Tarbiyah Islamiyah merupakan pendidikan tentang segala aspek. Aspek akhlak, jasmani, kemasyarakatan, politik dan lain-lain.

2.5.1.Faktor-faktor Pendukung Tarbiyah Islamiyah

Menurut Hasan Al-Banna dalam Madrasah Tarbiyah (1980), ada beberapa faktor yang mendukung Tarbiyah Islamiyah, yaitu:

a. Iman atau kepercayaan bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalan untuk merubah masyarakat, membentuk pemimpin dan mencapai cita-cita. b. Rencana pendidikan harus memiliki tujuanyang jelas, langkah-langkah dan

sumber yang jelas dan digali dari Al-Quran.

c. Suasana kebersamaan positif yang dibina oleh jama’ah. Hal ini akan membantu anggotanya untuk hidup secara Islam.

d. Pemimpin yang mendidik dengan iman, bakat, ilmu dan pengalamannya. e. Pendidik yang kuat, ikhlas serta dapat dipercaya.

f. Cara pelaksanaan yang beragam, mulai dengan cara pribadi, kelompok, teori, praktikal, perintah, larangan dan lain-lain.

Ciri-ciri pendidikan Islam menurut Yusuf Al-Qardhawi adalah: a. Tekanan pada segi Ketuhanan.

b. Sempurna dan lengkap.

c. Keserasian dan keseimbangan. d. Bersifat kreatif dan membina. e. Persaudaraan dan kesetiakawanan.


(55)

Tarbiyah Islamiyah memiliki tiga karakter dasar, yakni: sulit tetapi menghasilkan hasil yang berkualitas, proses yang panjang namun terjaga kemurniannya dan lambat namun hasilnya terjamin. Tarbiyah Islamiyah dapat dilakukan dengan pendekatan taktis dan strategis. Langkah-langkah taktis dipetakan untuk menyeimbangkan luasnya medan dakwah dengan jumlah kader dan menyelaraskan dukungan masa dengan potensi tarbiyah. Langkah strategis dilakukan untuk menyusun barisan kader inti agar tidak terjadi kekosongan kader.

2.5.2. Konsep Dasar (Manhaj) Tarbiyah Islamiyah

Takariawan dan Laila (2005), memaparkan konsep dasar atau manhaj Tarbiyah Islamiyah sebagai berikut:

a. Makna Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah merupakan proses menjaga dan memelihara fitrah objek didik, mengembangkan bakat dan potensi objek didik sesuai kekhasan masing-masing, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan dan semuanya dilakukan secara bertahap.

b. Objek dan Subjek Tarbiyah.

Jika telah berada dalam lingkaran tarbiyah, baik murabbi maupun binaan adalah objek dan subjek tarbiyah.

c. Visi Tarbiyah.

Visi tarbiyah adalah menjadikan muslim dan muslimah yang produktif dan mampu menanggung amanah dakwah, yang memiliki wawasan ilmiah


(56)

dan keterampilan mereka dalam berbagai segi produktif yang diperlukan demi mendukung dan mewujudkan cita-cita dakwah.

d. Misi Tarbiyah

Misi tarbiyah merupakan pernyataan yang lebih terukur, seperti menyiapkan muslim dan muslimah yang memiliki kepribadian Islami sesuai tuntutan syari’at, mampu beradaptasi dengan teknologi dan sebagainya.

e. Tujuan Tarbiyah Islamiyah

Tarbiyah Islamiyah memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

 Menghantarkan masyarakat pada penghambaan diri kepada Allah semata yang diaplikasikan dalam seluruh hidupnya.

Penghambaan yang disebutkan adalah penghambaan yang didasarkan kepada kesaksian la ilaaha illaAllaah wa muhammadar rasulullaah (tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad rasul Allah). Penghambaan yang dicapai melalui tarbiyah ini terwujud dalam bentuk kepercayaan, peribadatan dan pelaksanaan syariat.

Melakukan harakah (pergerakan).

Harakah terdiri atas dua bentuk. Pertama, melalui peningkatan konsep dan mental/moral. Ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas harakah. Kedua, melalui perluasan/ekspansi seperti manuver, membina kader, mengorganisasi kegiatan dan orang.

 Membentuk tanggungjawab individu.

Tujuan tarbiyah dalam membentuk tanggung jawab individu diarahkan kepada tanggung jawab syariah yang dibutuhkan untuk


(57)

mengendalikan tingkah laku dan kehidupan individu. Tanggung jawab ini berdasarkan pengetahuan terhadap fikih hukum Islam. Tanggung jawabnya kepada Allah dapat dilaksanakan dengan rujukan fikih hukum Islam yang dapat mengatur kehidupannya dengan baik.  Menyatukan potensi umat Islam ke arah yang amal yang nyata secara

tersusun dan terrencana.

 Menggambarkan Islam dengan jelas dan benar.

Dilihat dari tujuan tarbiyah ini maka tarbiyah tidak hanya memberikan pengajian ilmu Islam tetapi tarbiyah berusaha membentuk pribadi muslim yang mempunyai akidah dan akhlak, memiliki izzah Islam, juga bergerak dalam harakah Islamiyah, membentuk pribadi dai, membina pribadi yang bertanggung jawab dan membangun potensi. Sehingga dapat bermanfaat untuk kepentingan umat dan jamaah dalam menegakkan syariat Islam.

Syariat Islam ditegakkan oleh para kader yang tertarbiyah. Para kader yang ada di setiap lapisan masyarakat dengan kepakaran, kemahiran, posisi, keberadaan, pengaruh, dan sebagainya menjadi ujung tombak pelaksanaan syariat Islam.

Tarbiyah bukan segala-galanya tetapi tarbiyah dapat membentuk pribadi muslim dan juga memelihara kelslaman yang dimiliki sehingga dapat menopang program harakah. Tarbiyah memang bukan segala-galanya, tetapi segala-galanya takkan bisa diraih kecuali melalui tarbiyah. Tarbiyah dilakukan secara bertahap dari yang umum hingga yang khusus. Beberapa perangkat yang dapat digunakan dalam tarbiyah adalah usrah (pengajian), katibah, rihlah,


(58)

mukhayam atau muasykar, daurah, nadwah dan muktamar. Masing-masing perangkat ini memiliki tujuan, etika dan syarat rukunnya.

Mereka yang tertarbiyah merupakan generasi unik yang tampil di tengah kegalauan suasana dunia saat ini. Al Quran dan sunnah merupakan rujukan dan pedoman hidup generasi tarbiyah ini. Ada tiga unsur tarbiyah yang perlu dipenuhi agar tercapainya generasi Islam yaitu pendidik, manhaj (sistem) dan orang yang siap dididik. Manhaj tarbiyah yang digunakan adalah Al Quran dan sunnah manakala pendidik dalam tarbiyah merujuk kepada cara bagaimana Rasul SAW membina para sahabatnya. Yang dididik juga memiliki ciri-ciri para sahabat Nabi SAW yang siap merubah diri sendiri dan siap juga merubah diri orang lain. Agar tercapainya tujuan tarbiyah tersebut maka manhaj tarbiyah mesti mengikuti sirah nabawiyah yang telah memberikan gambaran tentang metode mendidik generasi sahabat dan membuktikan keberhasilan tarbiyah dalam membentuk suatu perubahan masyarakat dan peradaban. Setelah generasi sahabat Nabi SAW, maka kita diwajibkan untuk mengikuti model para sahabat Nabi.

f. Muwashafat Tarbiyah (Sifat-sifat atau Karakter yang Menjadi Sasaran

Akhir Tarbiyah)  Akidah yang lurus.  Ibadah yang benar.  Akhlaq yang terpuji.

 Memiliki jiwa kemandirian.  Berilmu penngetahuan luas.  Fisik yang sehat dan kuat.


(59)

 Memiliki jiwa kerapian dan keteraturan.

 Efektif dalam menjaga dan memanfaatkan waktu.  Bermanfaat bagi orang lain.

Rukun komitmen yang dipegang oleh kader-kader yang tertarbiyah ada sepuluh yakni paham, ikhlas, amal, jihad(berjuang), pengorbanan, percaya, keteguhan, totalitas, ukhuwah dan taat.


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah studi kasus, yaitu memusatkan diri secara intensif tehadap objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Seorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui sebab-sebab yang sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu dipebaiki (Nawawi, 1995:72).

Studi kasus adalah uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial (Mulyana, 2001: 201).

Sebagai suatu metode kualitatif, studi kasus memiliki beberapa keuntungan. Keistimewaan studi kasus meliputi hal-hal berikut:

a. Studi kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni menyajikan pandangan subjek yang diteliti.

b. Studi kasus menyajikan uraian yang menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami orang dalam kehidupan sehari-hari.

c. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan antara peneliti dan responden.

d. Studi kasus memberikan uraian tebal yang diperlukan bagi penilaian atas transferabilitas.

e. Studi kasus terbuka bagi penelitian atas konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.


(61)

Pendekatan studi kasus menyediakan peluang untuk menerapkan prinsip umum terhadap situasi-situasi spesifik dan contoh-contoh, yang disebut kasus-kasus. Analisis menunjukkan kombinasi pandangan, pengetahuan dan kreativitas dalam mengidentifikasi dan membahas isu-isu yang relevan dalam kasus yang dianalisisnya, dalam menganalisis isu-isu ini dari sudut pandang teori dan riset yang relevan dan dalam merancang strategi yang realistik dan layak untuk mengatasi situasi problematikyang teridentifikasi dalam kasus.

Tujuan studi kasus adalah meningkatkan pengetahuan mengenai peristiwa-peristiwa komunikasi yang nyata dalam berbagai konteks. Karakteristik studi kasus antara lain sebagai berikut:

a. Eksplorasi mendalam dan menyempit.

b. Fokus pada peristiwa nyata dalam kehidupan yang sesungguhnya. c. Dibatasi oleh ruang dan waktu.

d. Mendetail, deskriptif.

e. Menyelidiki hubungan dan keterpautan.

Rancangan umum untuk studi kasus dapat digambarkan sebagai sebuah corong. Awal studi adalah bagian corong yang lebar. Ini menunjukkan peneliti menjajagi tempat-tempat dan orang-orang yang mungkin dijadikan subjek atau sumber data. Dan memungkinkan pengembangan dalam proses pencarian dan pemilahan data yang ada. Selanjutnya menyempit ke tempat penelitian, subjek bahan dan tema. Menurut Arifin (1994: 51) sifat metode yang berorientasi kasus adalah holistik. Metode ini menganggap kasus sebagai entitas menyeluruh dan bukan sebagai kumpulan bagian-bagian. Jadi hubungan antara bagian-bagian dalam keseluruhan itu dipahami dalam konteks keseluruhan dan


(62)

yang kedua juga dipahami sebagai perkiraan. Dari awal penjajagan yang luas peneliti menuju lebih terarah ke pengumpulan data dan analisa beberapa hal yang perlu diperhatikan menurut Bogdan dan Biklen (1990: 78-80) adalah informan penting, yakni orang-orang yang mempunyai pemahaman mendalam mengenai apa yang terjadi, sampling waktu, yang sangat berkaitan dengan ketersediaan dokumen dan data pendukung lain

3.2.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap satu murabbi dan enam binaan suatu halaqoh akhwat yang berada di bawah naungan Forum Silaturahmi (Forsil) Aktivis Dakwah Kampus (ADK) Universitas Sumatera Utara. Lokasi halaqoh berada di Musholla Iqra’ Universitas Sumatera Utara.

3.3.Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan anggota dari Jama’ah Tarbiyah yang komunitasnya lebih dikenal dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Subjek penelitian adalah murabbi dan enam binaannya dalam kelompok halaqoh akhwat (perempuan). Dalam kelompok ini ada enam orang binaan yang terikat dengan seorang murabbi.

Dalam menentukan subjek penelitian yang paling penting adalah subjek penelitian harus memungkinkan atau dapat diakses, menarik dan tentu saja dapat digeneralisasikan. Selain itu, subjek penelitian yang baik adalah


(1)

P : Apakah ada sanksi jika anggota kelompok halaqoh tidak menaatinya? Sanksi apa? I : Tentu. Iqob berupa denda uang, bedah buku atau hukuman seperti berdiri selama waktu terlambat.

P : Bagaimana reaksi kamu jika ada anggota kelompok lain yang melanggar aturan yang telah kalian sepakati?

I : Mengingatkannya agar ikhlas menjalani iqob.

P : Sejauh apa kamu membutuhkan murabbi? Mengapa?

I : Murabbi harus terlibat dalam hidup ana. Tanpa murabbi ana lebih sering khilaf P : Menurut kamu, apa arti tsiqoh?

I : Tsiqoh berarti patuh.

P : Apakah kamu termasuk orang yang tsiqoh terhadap murobbi kamu? I : Menuju iya. Maksud ana masih dalam proses.

P: Pernahkah murabbi kamu menyuruh kamu tsiqoh padanya? Bagaimana penyampaiannya?

I : Murabbi yang sekarang belum. Tapi murabbi yang dulu pernah mengatakan bahwa setiap kader jamaah harus tsiqoh terhadap murabbinya. Siapapun dia, karena tanpa ketsiqohan, dakwah akan macet.

P : Bagaimana reaksi kamu ketika kamu diminta untuk tsiqoh?

I : Bertekad dalam hati bahwa siapapun murabbi ana, ana harus mencoba tsiqah. P : Apakah kamu setuju bahwa seorang binaan harus tsiqah dengan murobbinya? Alasannya?

I : Ya. Kader harus tsiqoh kepada pemimpin. Murabbi kan juga pemimpin. Kalau tidak tsiqoh berarti ita menghambat dakwah.


(2)

I : Harus semua hal.

P : Tolong jabarkan ketsiqohanmu pada murabbimu?

I : Setiap ada amanah yang ditugaska beliau, ana kerjakan. Kalau kepentingan pribadi bertemu dengan kepentingan dakwah ana konsultasi dengan beliau. Jika ana harus lebih memilih kepentingan dakwah, maka akan ana ikut i. Ibadah-ibadah dan training-training yang beliau rujuk, ana jalankan. Tentunya dengan niat karena Allah SWT.


(3)

Informan 6

Hari/tanggal wawancara : Kamis, 03 September 2009

Nama : Lyana

Status : Mahasiswi FISIP USU

Usia : 21 tahun

P : Sejak kapan ikut tarbiyah? I : Akhir 2008.

P : Masuk ke kelompok ini? Sejak kapan? I : Mei 2009.

P : Menurut antum, apa arti murabbi?

I : Murabbi itu orang yang membantu kita mendekatkan diri pada Allah. P : Apa arti murabbi dalam hidup antum?

I : Murabbi membantu menerangi jalan hidup ana. P : Sejauh mana antum mengenal murabbi kamu saat ini? I : Ana baru tahu luar-luarnya saja.

P : Apakah antum percaya pada keikhlasan dan kemampuan beliau? I : Tentu ana percaya.

P : Antum kan baru mengenal beliau dan baru tahu sebatas luarnya saja, mengapa antum percaya?

I : Ana percaya pada jama’ah ini, jadi ana percaya pada beliau. Dari pengalaman ana, kemampuan dan keikhlasan orang-orang di jama’ah ini tidak perlu diragukan lagi. Walaupun ana masih baru.


(4)

I : Belum pernah. Ana belum berani. Soalnya ana belum terlalu dekat dengan beliau.

P : Seperti apa antum menganggap murabbi antum?

I : Saat ini masih sebagai guru, dan ana sedang berusaha menganggapnya sebagai kakak.

P : Apakah yang antum lakukan jika murabbi antum melakukan kesalahan? I : Untuk saat ini mungkin ana masih akan diam saja. Belum berani bicara. P : Apakah antum merasa mendapat dukungan dari beliau.

I : Iya. Saat ini ana ada mendapat sedikit masalah dalam hal akademik. Dan beliau berusaha untuk mendukung dan memotivasi ana.

P : Apa tujuan antum sehingga ingin terikat oleh murabbi?

I : Ana ingin dibina, diperhatikan. Jujur saja ana merasa kurang mendapat perhatian dari orang tua ana di rumah. Dulu ana iri dengan teman yang sudah terlebih dahulu ikut tarbiyah. Ia diperhatikan, ketika ada masalah ia memiliki tempat curhat yang insyaAllah tidak hanya aman, tetapi juga bisa memberikan solusi yang sesuai Islam, tidak menyesatkan.

P : Sekompak apa antum dengan murabbi dan teman satu halaqoh antum?

I : Ana masih baru. Belum terlalu kompak. Tetapi mereka selalu berusaha untuk membuat ana lebih kompak dengan mereka.

P : Bagaimana tanggapan antum jika antum ditransfer ke kelompo halaqoh lain dan murabbinya diganti?

I : Mungkin ana akan biasa saja dan mencoba beradaptasi kembali dengan kelompok halaqoh yang baru.


(5)

P : Apakah antum menaati aturan atau norma yangtelah disepakati di kelompok ini? Mengapa?

I : Iya. Sebagai angggota baru, ana harus tetap ikut aturan. Dan itu disepakati juga untuk kebaikan kelompok.

P : Sejauh apa antum membutuhkan murabbi?

I : Sejauh-jauhnya. Ana merasa ana sangat membutuhkan sosok orang seperti para murabbi selama hidup ana.

P : Apa arti tsiqah menurut antum?

I : Tsiqah berarti kita bersedia kehidupan kita dikendalikan dakwah, jama’ah dan murabbi.

P : Apa antum termasuk orang yang tsiqah dengan murabbi? I : Belum. Tetapi ana suatu saat akan tsiqah.

P: Pernahkah murabbi menyuruh antum untuk tsiqah padanya? Bagaimana penyampaiannya?

I : Beliau tidak pernah menyuruh ana untuk tsiqah. Tetapi dari materi tarbiyah yang ana baca, kader yang baik adalah kader yang tsiqah kepada peminpin. Murabbi adalah peminpin dalam halaqoh. Jadi binaan harus tsiqah.

P : Apa antum setuju bahwa binaan harus tsiqah dengan murabbinya? Alasannya? I : Setuju. Tetapi ana belum bisa memberikan alasan. Ana belum terlalu paham soal tarbiyah dan tsiqah. Tetapi ana rasa banyak kebaikan jika kita tsiqah.

P : Tolong ceritakan pengalaman antum yang berkaitan dengan sikap tsiqah! I : Berhubung ana masih baru. Masih sangat sedikit pengalaman ana. Tetapi yang paling ana ingat adalah peristiwa ini. Rumah ana jauh. Ana juga berasal dari


(6)

harus ana ikuti. Murabbi menyuruh ana untuk ikut. Waktu itu hujan deras, ana pergi juga. Padahal ana harus 3 kali ganti angkot untuk sampai tujuan. Uang ana saat itu pas-pasan untuk ongkos, tetapi ana tetap nekad untuk pergi. Untung saja murabbi sepertinya memahami kondisi ana. Beliau memberikan uang untuk ana sewaktu pulang.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

6 89 163

Groupthink Dalam Komunikasi Kelompok (Studi Deskriptif Tentang Gejala Groupthink Dalam Komunikasi Kelompok Club Motor Brotherhood Medan Dalam Rangka Pengambilan Keputusan)

9 85 93

Peranan Komunikasi Kelompok Dalam Meningkatkan Minat Belajar (Studi Kasus Pada LSM Yayasan Abdi Satya di Kecamatan Pantai Cermin)”

2 77 107

Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

8 129 111

:Komunikasi Kelompok Kecil dan Pengamalan Nilai-nilai Ajaran Islam (Studi Korelasional dengan Pendekatan Taksonomi Bloom pada Kelompok Mentoring Agama Islam di Rohani Islam (Rohis) SMA Negeri 2 Binjai).

1 39 249

PERAN HALAQAH DALAM MENANAMKAN NILAI DAN SIKAP ANTI KORUPSI PADA KADER PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DI KABUPATEN PEKALONGAN

1 19 181

Komunikasi Kelompok Kecil dalam Organisa

0 0 18

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

0 0 7

Tinjauan Komunikasi Kelompok Kecil Mengenai Sikap Taat Akan Norma (Studi Kasus Kelompok Kecil Re’uwel Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Universitas Sumatera Utara Unit Pelayanan Fakultas Hukum)

0 1 15