PENERAPAN PERMAINAN BONEKA MAGNET DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBAHASA PADA ANAK TUNA GRAHITA DI KELAS B TK NEGERI PEMBINA 3 KUALA TUNGKAL Siti Aisyah TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal

  JMP Online Vol 2, No. 8, 806-818. © 2018 Kresna BIP.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481

   p-ISSN 2614-7254

  PENERAPAN PERMAINAN BONEKA MAGNET DALAM MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBAHASA PADA ANAK TUNA GRAHITA DI KELAS B TK NEGERI PEMBINA 3 KUALA TUNGKAL Siti Aisyah TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dikirim : 18 Agustus 2018 Kurangnya pengetahuan seorang guru dalam Revisi pertama : 31 Agustus 2018 memahami kemampuan bahasa anak tuna grahita dan Diterima : 31 Agustus 2018 kurang kreatifnya guru dalam menyediakan alat Tersedia online : 31 Agustus 2018 permainan edukatif bagi anak. Fenomena ini terus berlanjut tanpa ada usaha nyata dari seorang guru, sementara untuk mengembangkan kemampuan bahasa Kata Kunci : Kemampuan Bahasa , anak usia dini yang berkebutuhan khusus diperlukan Permainan Boneka Magnet,Anak Tuna pengetahuan yang mendalam dan kreatifitas tinggi bagi Grahita seorang guru agar kemampuan berbahasa anak tuna grahita dapat berkembang optimal. Melalui penerapan

  Email : permainan boneka magnet diharapkan ada perubahan signifikan dalam kemampuan berbahasa anak tuna grahita. Kreatifitas seorang guru dalam membuat alat permainan edukatif dan memilih metode pembelajaran yang cocok bagi perkembangan bahasa anak sangat dibutuhkan sekali. Penerapan permainan boneka magnet sangat efektif dilaksanakan pada pembelajaran di kelas B

TK Negeri Pembina

  3 Kuala Tungkal dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak tuna grahita. Dalam permainan boneka magnet ini anak dapat berinteraksi melalui percakapan dan tanya jawab dengan teman sepermainannya. Melalui tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru TK sebagai salah satu strategi untuk menstimulasi kemampuan berbahasa anak tuna grahita.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Pendidikan merupakan proses interaksi antara manusia yang dilaksanakan dengan sengaja untuk membantu individu yang umumnya belum dewasa untuk mencapai kedewasaan. Manusia dapat di pandang sebagai makhluk yang unik dan makhluk sosial, memiliki hasrat yang besar untuk mengadakan interaksi dengan sesamanya dalam berbagai bentuk hubungan dan berbagai situasi, hal itu dapat dilihat dari fungsi pendidikan, yaitu: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas2003:6).

  Menurut Sumaatmadja secara umum pendidikan dimaknai sebagai proses kegiatan mengubah prilaku individu menuju kedewasaan dan kematangan. Kematangan atau kedewasaan dimaksud dalam konteks pendidikan nasional di Indonesia diarahkan pada terbentuknya sosok manusia yang utuh (Insan Kamil). Upaya untuk mewujudkan insan kamil tersebut bersifat universal dan menjadi hak asasi setiap individu, termasuk bagi anak berkebutuhan khusus, meskipun dalam bentuk dan derajat yang berbeda-beda. Dalam konteks ini, hakikat pendidikan pada dasarnya memberikan kesempatan yang sama bagi setiap individu untuk mengembangkan segenap potensi dirinya, tanpa melihat sisi perbedaan fisik, mental, etnis, agama, sosial dan ekonomi.

  Untuk mewujudkan pernyataan diatas telah ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Dan didalam Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”. Hal ini tentu saja termasuk anak yang memiliki kelainan atau berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif menekankan perlunya anak-anak yang selama ini termarjinalkan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dan berpartisipasi dalam pembelajarannya. Dalam konsep ini terkandung makna yang mendasar tentang pendidikan inklusif yaitu bahwa pendidikan inklusif memberikan akses yang seluas-luasnya bagi semua anak tanpa membedakan kondisi fisik, mental, status sosial ekonomi, etnis dan agama.

  Undang-undang menyatakan bahwa jika seorang anak memiliki kesulitan yang secara signifikan lebih besar dari anak-anak lain seusianya dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, juga dalam berkomunikasi atau berperilaku, mereka dikatakan memiliki kesulitan dalam belajar. Berdasarkan Directgov (2000), istilah ABK merujuk pada yang memiliki kesulitan atau ketidakmampuan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau mengakses pendidikan dibandingkan kebanyakan anak seusianya.

  Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi serta perilaku. Dan yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Tunagrahita merupakan sebuah istilah bagi mereka yang mengalami gangguan mental ataupun keterbelakangan mental khususnya dalam hal kecerdasan dan kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

  TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal adalah salah satu TK yang terletak di Kabupaten Tanjung Barat Jambi, pada setiap tahunnya menerima peserta didik baru untuk semua kalangan, tanpa melihat suku, agama dan bawaan genetik calon peserta didik. Hal ini dilakukan karena TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal menyadari bahwa setiap manusia memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang dan mendapatkan pendidikan demi menuju kehidupan yang lebih baik.Setiap orang berhak untuk sejajar dalam kependidikan, tanpa mengenal diskriminasi terhadap siapa saja yang ingin mengikuti pendidikan anak usia dini di TK tersebut. Oleh karena itu, anak dari beragam latar belakang dan kemampuan mempunyai kesempatan yang sama untuk belajar dan mengekpresikan dirinya di TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal. Termasuk anak yang dikategori tunagrahita pun mendapatkan pelayanan pendidikan dan mendapatkan kesempatan yang sama dalam kegiatan pembelajaran di TK Negeri Pembina 3 ini.

  Berdasarkan pengamatan penulis di TK Negeri Pembina 3, pada saat kegiatan pembelajaran di kelas B2 2 orang anak yang berkebutuhan khusus ini belum mendapatkan pelayanan pendidikan secara maksimal sesuai kebutuhan perkembangannya, kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dikelas masih berfokus kepada seluruh anak secara umum. Sehingga anak yang berkebutuhan khusus ini kelihatan merasa jenuh, hanya diam memperhatikan teman-teman di sekitarnya dan tidak mau berbaur dengan teman sekelasnya. Untuk memberikan layanan pendidikan sesuai kebutuhan perkembangan dan potensi yang sesuai dimiliki anak berkebutuhan khusus, perlu adanya metode ataupun strategi yang tepat agar potensi anak tersebut lingkungannya.

  Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan observasi penulis di kelas B2 TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal dapat dirumuskan beberapa masalah yang terdapat di kelas tersebut, diantaranya adalah:

1. Bagaimanakah karakteristik anak tunagrahita ? 2.

  Bagaimana cara menangani anak tunagrahita di kelas B2 ? 3. Apakah penggunaan media boneka magnet dapat meningkatkan perkembangan keterampilan bahasa anak tunagrahita di kelas B2 TK Negeri Pembina 3 Kuala

  Tungkal.? 4. Apa saja kelebihan dan kekurangan media boneka magnet dalam mengembangkan keterampilan berbahasa anak tunagrahita di TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal.

  Tujuan penelitian

  Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggunaan boneka magnet dapat mengembangkan kemampuan keterampilan berbahasa anak tunagrahita yang ada di TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal. Secara khusus tujuan penelitian ini diantaranya adalah :

  1. Untuk mengetahui karakteristik anak tunagrahita.

  2. Untuk Mengetahui metode dan strategi penanganan anak tunagrahita di kelas B2

  3. Untuk mengetahui apakah penggunaan boneka magnet dapat mengembangkan kemampuan keterampilan berbahasa anak tunagrahita ?

  4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan boneka magnet dalam mengembangkan keterampilan berbahasa anak tunagrahita di kelas B2 ?

  Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

  1. Mengetahui metode dan strategi dalam proses pembelajaran dengan cara yang tepat untuk anak tunagrahita, sehingga mampu melayani dan menangani anak tunagrahita di kelas B2 TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal

  2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan penggunaan boneka magnet dalam mengembangkan kemampuan keterampilan berbahasa anak tunagrahita.

  KAJIAN PUSTAKA Pengertian Anak Tunagrahita

  Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan keterbelakangan mental jauh dibawah rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.

  Menurut M. Amin Tunagrahita merupakan salah satu bentuk gangguan pada anak dan remaja yang dapat ditemui di berbagai tempat, yaitu suatu keadaan dimana di tunjukkan oleh kurang cakapnya mereka dalam memikirkan hal-hal yang bersifat akademik, abstrak, cenderung sulit dan berbelit-belit hampir pada segala aspek kehidupan serta mereka juga kurang memiliki kemampuan dalam menyesuaikan diri. Anak tunagrahita sangat membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus saat meniti tugas perkembangan dalam hidupnya.

  Anak tunagrahita memiliki tingkat kemampuan berpikirnya terbatas, sehingga kurang memiliki kemampuan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan sebagaimana halnya anak normal, karena itu anak tunagrahita ringan tidak dapat melakukan proses belajar secepat anak-anak normal. Untuk itu bagi anak tunagrahita memerlukan peran serta dari semua pihak dalam melatih aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan secara mandiri dalam memelihara lingkungannya.

  Jenis-Jenis dan Karakteristik Anak Tunagrahita

  Menurut Depdiknas (2003) karakteristik anak Tunagrahita berpenampilan fisik tidak seimbang, tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya, perkembangan bahasanya atau bicaranya terhambat, kurang perhatian pada lingkungan, koordinasi gerakannya kurang dan sering mengeluarkan ludah tanpa sadar.

  Tunagrahita merujuk kepada fungsi intelektual umum yang berada di bawah rata - rata secara signifikan, berarti skor IQ dua standar deviasi atau lebih di bawah rata-rata yang berkaitan dengan hambatan dalam perilaku adaftif. Menurut AAMR 1992 jenis tunagrahita ada 3 bagian, yaitu :

  1. Tunagrahita Ringan (IQ 51-70) Anak yang tergolong dalam tunagrahita ringan memiliki banyak kelebihan dan kemampuan. Mereka mampu dididik dan dilatih, lebih mudah diajak berkomunikasi, kekurangan kondisi fisik mereka tidak terlalu nampak dan dalam menjaga anak tunagrahita ini tidak dilakukan pengawasan ekstra ketat karena mereka mampu melindungi dirinya dari bahaya disekitar mereka.

  2. Tunagrahita Sedang (IQ 36-51) Kondisi ini tidak jauh beda dengan tunagrahita ringan.Anak ini mampu di ajak kegiatan pembelajaran berkomunikasi dengan baik, namun tidak mahir dalam mengikuti kegiatan membaca, menulis dan berhitung. Dalam bekerja mereka masih perlu pengawasan, karena tidak bisa melindungi dirinya dari bahaya.

  3. Tunagrahita Berat (IQ dibawah 20) Anak tunagrahita berat disebut juga idiot. Anak jenis ini mereka membutuhkan pengawasan yang ekstra ketat, perhatian yang lebih, dan harus mendapatkan pelayanan maksimal karena anak tunagrahita berat tidak bisa melindungi dirinya dari bahaya. Anak tunagrahita berat mempunyai intelegensi yang rendah, tidak dapat menerima pendidikan ataupun menjalani pendidikan secara akademis serta tidak bisa bekerja baik pekerjaan ringan ataupun pekerjaan berat.

  Bermain Boneka Magnet sebagai Media Terapi bagi Anak Tunagrahita Ringan

  Untuk mengoptimalkan perkembangan keterampilan berbahasa dan pesan diciptakan media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak didik.Dan memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga lebih merangsang minat dan motivasi anak didik untuk belajar.

  Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti mengemukak an bahwa “Media dapat digunakan dalam proses belajar mengajar dengan dua arah cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar diri dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Menurut pendapat Ibrahim menyatakan beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk memilih media pembelajaran, antara lain adalah sebelum memilih media pembelajaran, guru harus menyadari bahwa tidak ada satupun media paling baik untuk mencapai tujuan. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kelemahan, penggunaan berbagai macam media pembelajaran yang disusun secara serasi dalam proses belajar mengajar akan mengefektifkan pencapaian pembelajaran. Pemilihan media pembelajaran hendaknya dilakukan secara objektif, artinya benar-benar digunakan untuk dasar pertimbangan efektifitas belajar siswa, bukan hanya untuk kesenangan guru.

  Bermain adalah unsur yang paling penting untuk perkembangan anak baik fisik, mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Dimana anak mendapat kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah berteman, kreatif dan cerdas bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapat kesempatan bermain.

  Anak tunagrahita ringan memerlukan waktu yang cukup banyak untuk mengembangkan dirinya melalui bermain.Hasil penelitian yang telah dilakukan para ilmuan menyatakan bahwa bermain bagi anak-anak mempunyai arti yang sangat penting karena melalui bermain anak dapat menyalurkan segala keinginan dan kepuasan, kreativitas, dan imajinasinya.

  Sigmund Freud, bapak psikoanalisis mengemukakan bahwa anak menggunakan bermain sebagai salah satu cara untuk mengatasi masalah konflik dan kecemasannya. Alat permainan yang baik adalah permainan yang dapat merangsang kerja syaraf motorik dan sensorik anak sehingga akan meningkatkan kemampuan fisik, intelektual, bahasa, maupun kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya (Hartono online tersedia : waspada.com.Mei 2011).

  Berdasarkan pendapat para ahli tersebut penulis memutuskan untuk mencoba metode bermain boneka magnet sebagai terapi dalam mengembangkan keterampilan bahasa anak tunagrahita yang ada di kelas B2 TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal. Diharapkan dengan bermain boneka magnet anak tunagrahita tersebut dapat merangsang keterampilan berbahasanya, memenuhi dorongan dan kebutuhan dari dalam diri anak yang tidak tersalurkan dalam kehidupannya.

  Kegiatan bermain boneka magnet ini dilakukan secara bersama dengan teman sekelasnya agar tumbuh rasa percaya diri dan membentuk konsep diri yang positif. Anak tunagrahita dapat langsung melakukan permainan ini dan dapat menyalurkan perasaannya, menyatakan keinginannya, mengekspresikan dirinya dengan memainkan langsung permainan boneka magnet yang telah di persiapkan oleh guru.

  

Penggunaan Boneka Magnet untuk Meningkatkan Keterampilan Berbahasa

  Boneka magnet adalah salah satu alat permainan dalam pembelajaran yang termasuk kriteria alat permainan edukatif dengan biaya murah dan memiliki nilai fleksibilitas, baik bagi guru maupun bagi anak. Dalam merancang pesan yang hendak disampaikan sesuai dengan rencana dan daya imajinasi anak. Bahan alat permainan boneka magnet adalah dari bahan bekas dan mudah dijumpai, dan pembuatannyapun tidak membahayakan bagi kesehatan anak.

  Dengan demikian, dilihat dari sisi efisiensi dan keamanan, alat permainan boneka magnet memiliki nilai ekonomis dan keamanan untuk digunakan dalam pembelajaran anak tunagrahita. Nilai fleksibilitas menunjukkan bahwa penggunaan alat permainan boneka magnet memberikan peluang kepada guru dalam merancang dan memberikan contoh apa-apa yang harus dilakukan oleh anak tunagrahita, sesuai dengan tema yang sedang disampaikan. Pada diri anak juga, bahwa penggunaan permainan boneka magnet memberikan seluas-luasnya dalam mengungkapkan bahasa sesuai imajinasinya, karena permainan boneka magnet sangat mudah dan praktis digunakan.

  Untuk mencapai tujuan pembelajaran, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan permainan boneka magnet ini, sehingga alat permainan ini tidak sia-sia, yaitu : a.

  Pesan yang ingin disampaikan melalui permainan boneka magnet disesuaikan dengan tema pembelajaran.

  b.

  Boneka magnet yang digunakan tidak terlalu banyak, sehingga tidak membingungkan anak.

  c.

  Dipergunakan dengan berulang-ulang.

  d.

  Permainan boneka magnet dapat merangsang anak tunagrahita untuk berbicara dan berkomunikasi dengan temannya.

  e.

  Biarkan anak mengamati dan kemudian menggunakan sendiri boneka magnet, guru memberikan informasi cara penggunaan boneka magnet serta mengawasi anak pada saat memainkan boneka magnet tersebut.

  Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan boneka magnet ini penulis juga melakukan refleksi terhadap hasil yang telah dicapai,dengan mereview kembali apakah kegiatan pembelajaran ini telah mencapai hasil atau belum, refleksi dilakukan dengan perencanaan, tindakan, pengamatan dan perenungan.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I 1. Tahap Perencanaan Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran ada beberapa hal yang harus

  dilakukan oleh penulis, diantaranya adalah : a.

  Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) b.

  Membuat skenario c. Menyiapkan media pembelajaran dalam hal ini yang penulis siapkan adalah boneka magnet sebanyak 3 buah.

  d.

  Menyiapkan kardus bekas sebagai rumah-rumahan boneka magnet.

   Pelaksanaan Tindakan a. Langkah-Langkah Pelaksanaan Penerapan Permaianan Boneka Magnet 1. Pembukaan

  • Mengucapkan salam, berdoa, bertepuk tangan dan bernyanyi
  • Bercakap-cakap tentang boneka
  • Mengenalkan kegiatan dan aturan yang digunakan bermain 2.

   Kegiatan main

  • Bertepuk tangan Menghitung jumlah boneka
  • Menyebutkan nama boneka
  • Bermain peran dengan boneka magnet
  • 3.

   Recalling

  • Merapikan mainan
  • Diskusi tentang perasaan diri selama kegiatan bermain
  • Bila ada perilaku yang kurang tepat harus didiskusikan bersama
  • Menceritakan kembali jalan cerita permaianan boneka magnet
  • Penguatan pengetahuan yang didapat anak

4. Penutup

  • Menanyakan perasaan selama satu hari
  • Berdiskusi kegiatan apa saja yang sudah dimainkan hari ini, mainan apa yang paling disukai
  • Bercerita pendek yang berisi pesan-pesan
  • Menginformasikan kegiatan untuk esok hari
  • Berdoa setelah belajar 5.

   Penilaian

  • Bersyukur akan rezeki yang diberikan oleh Allah - Menggunakan kata sopan pada saat bertanya
  • Menghitung jumlah boneka
  • Mampu berkomunikasi dengan teman-teman sambil bermain boneka magnet
  • Mampu bersosialisasi dengan teman sekelas
  • Menyebutkan nama boneka
  • Dapat merawat boneka magnet dengan baik b.

   Langkah-langkah perbaikan

  • Guru menjelaskan aturan-aturan dan cara bermain boneka magnet
  • Guru terlibat dan ikut berperan dalam permainan boneka magnet
  • Guru mengajak anak untuk bermain dengan mengikuti aturan bermain yang telah disepakati.
  • Menata ruang kelas dan mengatur posisi duduk anak, anak didik mengelilingi tempat permainan.

3. Tahap Observasi

  Hasil observasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan penulis adalah antara lain: a.

  Kegiatan Guru Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis adalah anak didik belum memahami peraturan cara bermain boneka magnet yang disampaikan guru, sehingga proses pembelajaran kurang maksimal. Penataan ruang kelas belum sesuai aturan permainan boneka magnet dan guru belum menata posisi duduk dengan baik, sehingga tidak semua anak dapat melihat permainan dengan jelas.

  b.

  Aktivitas Anak Didik Dari hasil pengamatan di dalam kegiatan pembelajaran anak didik masih rebutan dalam bermain boneka magnet, belum memahami cara bermain boneka magnet dan posisi duduk anak belum tertata dengan baik. Hasil observasi yang telah dilaksanakan oleh penulis tentang hasil belajar anak tunagrahita dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

  

Tabel 1. Hasil Observasi dari Hasil Belajar Anak Tunagrahita Siklus I

Kemampuan Keterampilan Berbahasa No Nama Siswa

1 Nouval *

  • 2 Zulfa

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018)

  Keterangan : : Belum Berkembang * : Mulai Berkembang ** : Berkembang Sesuai Harapan ***

  • : Berkembang Sangat Baik Dari data yang tertera pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa anak yang belum berkembang terdapat 2 orang anak. Dari data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan bahasa anak dalam kegiatan permainan boneka magnet belum mencapai kriteria keberhasilan, karena dikatakan berhasil apabila kedua anak tersebut mampu berbahasa dengan standar nilai berkembang sesuai harapan, sehingga perlu dilakukan perbaikan menggunakan siklus kedua.

  4. Tahap Refleksi

  Dari kajian dan pengamatan yang sudah dilakukan oleh penulis bahwa ada kekurangan dalam kegiatan pembelajaran sehingga perlu dilakukan perbaikan diantaranya yaitu: a.

  Guru menyampaikan materi dengan jelas dan dengan bahasa yang dimengerti anak.

  b.

  Guru menjelaskan cara dan aturan bermain dengan berulang agar anak dapat memahami cara permainan boneka magnet yang benar.

  c.

  Guru ikut terlibat langsung dalam permainan boneka magnet.

  d.

  Guru menata ruang kelas dan posisi duduk anak sehingga semua anak dapat melihat dan memainkan permainan boneka magnet sesuai aturan.

  Dari hasil observasi yang dilakukan masih terdapat beberapa kekurangan dalam kegiatan pembelajaran menggunakan boneka magnet maka selanjutnya perlu dilaksanakan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan siklus kedua.

  1. Tahap Perencanaan Sebelum melaksanaan kegiatan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh penulis, diantaranya adalah sebagai berikut ; a.

  Membuat Rencana pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) b.

  Membuat skenario pembelajaran c. Mempersiapkan boneka magnet sebagai media pembelajaran dan rumah- rumahan boneka magnet yang terbuat dari kardus bekas.

  d.

  Mengelola kelas dan mengatur posisi anak didik sehingga semua anak dapat langsung melihat permainan boneka magnet.

  2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan dilaksanakan dengan langkah-langkah kegiatan sebagai berikut ; a.

  Pembukaan

  • Mengucapkan salam, berdoa dan bernyanyi
  • Bertepuk tangan sambil bernyanyi
  • Bercakap-cakap tentang mainan kesukaan
  • Berdiskusi bagaimana cara memperlakukan tema dengan baik, bicara sopan, dan menyayangi sesama teman

  • Mengenalkan cara dan aturan bermain yang digunakan pada saat bermain b.

  Kegiatan Main

  • Posisi duduk membentuk lingkaran
  • Bermain sesuai peran yang telah di tentukan
  • Menghitung jumlah boneka secara bersama-sama
  • Menyebutkan nama-nama boneka yang akan dimainkan
  • Bermain boneka magnet bersama sesuai aturan permainan
  • Memberikan rangsangan agar anak berkomunikasi dengan bahasa yang dapat di fahami sesuai kemampuan mereka.

  c.

  Recalling

  • Merapikan mainan
  • Menceritakan pengalaman selama permainan berlangsung
  • Mendiskusikan bila ada perilaku yang kurang tepat saat bermain - Penguatan pengalaman yang didapat selama bermain.

  d.

  Kegiatan Penutup Menanyakan perasaan hari ini

  • Tanya jawab tentang kegiatan permainan hari ini
  • Bercerita pendek tentang pesan-pesan
  • Menginformasikan kegiatan untuk esok hari
  • Berdoa setelah belajar
  • e.

  Penilaian

  • Bersyukur akan rezeki yang diberikan oleh Allah - Menggunakan kata sopan pada saat berbicara.
  • Menyebutkan nama-nama boneka
  • Menghitung jumlah boneka
  • Dapat memainkan boneka magnet sesuai aturan permainan
  • Dapat berkomunikasi dengan bahasa yang sopan
  • Mampu bekerjasama dalam bermain bersama sehingga permainan terlaksana sesuai standar keberhasilan.
  • Dapat berdoa sebelum dan sesudah belajar.
  • Mampu merawat alat permainan dengan baik f.

  Langkah-Langkah Perbaikan

  • Guru menjelaskan aturan-aturan dan cara bermain boneka magnet
  • Guru terlibat dan ikut berperan dalam permainan boneka magnet
  • Guru mengajak anak untuk bermain dengan mengikuti aturan bermain yang telah disepakati.
  • Menata ruang kelas dan mengatur pencahayaan agar ruang kelas terasa lebih terang
  • Mengatur posisi duduk anak dan meletakkan alat permainan di tengah lingkaran anak, sehingga semua anak dapat melihat permainan dengan jelas

  3. Tahap Observasi Hasil observasi kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan penulis adalah antara lain: a.

  Kegiatan guru Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis adalah ketiga anak didik sudah memahami penyampaian cara permainan yang disampaikan guru, sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik. Penataan ruang kelas, penataan cahaya dan posisi duduk anak tertata dengan baik, sehingga semua anak dapat melihat permainan dengan jelas.

  b.

  Aktivitas anak didik Dari hasil pengamatan di dalam kegiatan pembelajaran ketiga anak didik tidak lagi rebutan dalam bermain boneka magnet, dan telah memahami cara bermain boneka magnet dan posisi duduk anak juga tertata dengan baik. Hasil observasi yang telah dilaksanakan oleh penulis tentang hasil belajar anak didik dapat dilihat dari tabel dibawah ini

  

Tabel 2. Hasil Observasi dari Hasil Belajar Anak Tunagrahita Siklus II

  No Nama Siswa Kemampuan Keterampilan Berbahasa

  1 NOUVAL

  • 2 ZULFA ***

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018) Dari data yang tertera pada tabel diatas dapat dijelaskan bahwa anak yang sebelumnya belum berkembang, dan setelah pelaksanaan kegiatan sudah berkembang sesuai harapan dan berkembang sangat baik. Dari data ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan bahasa anak tunagrahita dalam kegiatan permainan boneka magnet telah mencapai kriteria keberhasilan.

  Pembahasan

  Kelebihan dan kekurangan penerapan permainan boneka magnet di TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal.

  1. Bagi Peserta Didik Dari hasil penelitian penerapan permainan boneka magnet dapat membantu mengembangkan keterampilan bahasa anak tunagrahita di TK Negeri Pembina 3

  Kuala Tungkal, tetapi permainan ini hanya bisa dipermainkan 3-5 orang anak saja, jadi apabila ada anak yang lain ingin terlibat permainan ini harus menunggu giliran bermain secara bergantian.

  2. Bagi Lembaga Hasil penelitian ini dapat mengembangkan khasanah ilmu tentang anak tunagrahita, dan sebagai pertimbangan kebijakan dalam pelaksanaan kurikulum di sekolah, kendalanya adalah masih ada sikap negatif yang ditunjukkan peserta didik reguler selama bermain dengan anak tunagrahita sehingga lembaga harus terus berupaya mencari strategi dalam mengubah sikap negatif kearah tumbuhnya sikap positif, terutama sikap kebersamaan. Hal ini disebabkan sekolah umum seperti TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal belum memiliki kurikulum dan program khusus untuk pembelajaran ABK.

3. Bagi Masyarakat

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkembang di masyarakat agar menjadi inspirasi baru dalam pengembangan keterampilan bahasa anak tunagrahita yang ada di masyarakat khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Jambi. Dan kendala yang terjadi dilapangan adalah sebagian masyarakat sebagai orangtua murid masih ada rasa khawatir dengan kehadiran anak ABK di TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal.

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan dari siklus I dan siklus II serta hasil seluruh pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan permainan boneka magnet dapat mengembangkan keterampilan berbahasa anak tunagrahita di Kelas B TK Negeri Pembina 3 Kuala Tungkal. Hal ini ditunjukkan dari adanya peningkatan hasil penilaian perkembangan anak sebelum dilaksanakan tindakan kepada 2 orang anak tunagrahita yaitu dari BB atau Belum Berkembang menjadi BSH atau Berkembang Sesuai Harapan dan BSB atau Berkembang Sangat Baik.

  Strategi permainan boneka magnet dapat mengembangkan keterampilan berbahasa anak tunagrahita karena permainan ini menarik dan menyenangkan bagi anak tunagrahita sehingga dapat merangsang anak untuk berkomunikasi dengan teman- temannya, serta memudahkan guru dalam melatih bahasa anak karena dalam permainan ini guru dapat memasukkan unsur cerita pada saat permaianan berlangsung.

  Saran

  Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian yang disertai dengan data dan

  3 Kuala Tungkal dapat mengembangkan keterampilan berbahasa anak tunagrahita maka penulis memberikan saran kepada para guru agar terus berinovasi dalam memberikan pelayanan kepada anak didik dengan tujuan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di kelas.

  Anak tunagrahita ringan adalah termasuk anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama di dalam pendidikan, meskipun anak tungrahita sulit untuk disembuhkan tetapi masih bisa di latih dan diterapi dengan menciptakan permainan yang menarik dan dilaksanakan dengan berulang. Diharapkan ada kerjasama yang baik antara guru, orangtua dan masyarakat agar anak tunagrahita mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak sama seperti anak lain pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

  Anggani,S. 2006. Alat Permainan dan Sumber Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen PT B.E.F Montolulu,dkk. 2005. Bermain dan Permainan anak. Universitas Terbuka. Delphie,B. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Refika Aditama Dinas Pendidikan Nasional. 2003. Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20

  Tahun 2003 . Jakarta: BP Dharma Bhakti Hurlock,E. 2004. Perkembangan Anak (Terjemahan jilid 1) Edisi ke VI. Jakarta: Erlangga. Jamaris, M. 2007. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Dini Taman Kanak- Kanak. Jakarta: Grasindo. Jenny Thompson. 2010. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. PT Gelora Aksara Pratama. Maleong,L. J. 1997. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Risda Karya Martinis Yamin, dkk. 2013. Panduan Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Gaung Persada Press Group. Paizaluddin, dkk. 2016. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta Rini Hildayani, dkk. 2006. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan

  khusus ). Universitas Terbuka

  Sugona ,Dendi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. antara.blogspot.com Jurnal Inklusi PPPPTK dan PLB. Bandung.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 3 SD Tri Utami

0 0 12

IMPLEMANTASI PROGRAM PENILAIAN STATUS GIZI SISWA DALAM RANGKA MENINGKATKAN KUALITAS HASIL BELAJAR SISWA Semuel Kuriake Balubun SMA Negeri 3 Tual

0 0 9

PERBAIKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MUATAN IPA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING (DL) PADA SISWA KELAS IV SD Ani Sri Susanti

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN IPA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ANALISIS SISWA KELAS V Ester Widi Sayuti

1 2 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAME TOURNAMENT (TGT) DENGAN SIMULASI MEDIA MONOPOLI PADA MATA PELAJARAN EKONOMI Syamsul Arifin

0 0 14

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR IPA DALAM TEMA 8 KELAS 4 SD Faisal Miftakhul Islam

0 1 16

STUDI DESKRIPTIF LULUSAN PROGRAM BEASISWA BIDIKMISI POLITEKNIK NEGERI BENGKALIS TAHUN 2015-2017 Mujiono

0 1 11

PENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK XI IBB SMAN2 SIDOARJO PADA MATERI PERSEBARAN HEWAN DAN TUMBUHAN MELALUI PETAINLEK Soegiarto SMA Negeri 2 Sidoarjo

0 0 9

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEKNIK ROUND ROBIN PADA SISWA KELAS VIB SD NEGERI 004 TELUK BINJAI Yusniar SD Negeri 004 Teluk Binjai

0 1 14

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DENGAN PROGRAM JTV PADA MATERI SPLDV PADA KELAS VIII-3 SMPN 5 PENAJAM PASER UTARA Fitrawati SMPN 5 Penajam Paser Utara

0 0 11