A. Studi Sejarah Pendidikan Islam - SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
PELAJARAN I
STUDI SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM
A. Studi Sejarah Pendidikan Islam
Secara etimologis perkataan “sejarah” yang dalam bahasa Arab disebut tarikh, sirah atau ilmu
tarikh yang berarti ketentuan masa lampau. Sedangkan secara terminologi sejarah adalah
keterangan yang telah terjadi pada masa lampau.
Sedangkan pendidikan Islam menurut Prof Dr. Omar Muhammad adalah usaha mengubah
tingkah laku sendiri dan kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan
kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses kependidikan yang dilandasi dengan nilai-nilai
Islam.
Bila dirangkaikan kata sejarah dengan kata pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Catatatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam dari sejak
lahirnya hingga sekarang ini.
2. Satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam, baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep lembaga
maupun operarionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga saat ini.
B. Obyek dan Metode Sejarah Pendidikan Islam
1. Obyek Sejarah Pendidikan Islam
Sejarah biasanya ditulis dan dikaji dari sudut pandangan atau fakta atau kejadian tentang
peradaban suatu bangsa, maka obyek sejarah pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang

berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal
maupun non formal.
2. Metode Sejarah Pendidikan Islam

Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisasi secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau, yaitu diperoleh melalui proses yang disebut historiografi (penulisan sejarah).
Mengenai metode yang dipergunakan dalam penggalian dan penulisan sejarah pendidikan Islam
itu sendiri ada bermacam-macam, Untuk penggalian sejarah umumnya menggunakan metode,
yaitu:
a. Metode lisan
b. Metode Observasi
c. Metode Dokumentar
Sedangkan dalam rangka penulisan sejarah pendidikan Islam menggunakan metode:
a. Metode diskriftif, dalam metode ini digambarkan pendidikan Islam, yaitu ajaran yang
dibawa Rasulullah SAW dalam al-Qur’an dan Hadist yang berhubungan dengan
pendidikan, diuraikan sebagaimana adanya, dengan tujuan untuk memahami makna
yang terkandung dalam syariat Islam tersebut.
b. Metode koperatif, dalam metode ini berusaha membandingkan sebuah perkembangan
pendidikan Islam dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam.
c. Metode analisis sintesis, dalam metode ini pendidikan Islam dilihat secara kritis, analisis

dan bahasan yang luas serta ada kesimpulan yang spesifik sehingga tampak adanya
kelebihan dan kekhasan pendidikan Islam.
C. Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam
Pada dasarnya kegunaan sejarah pendidikan Islam ada dua, yaitu:
1- Bersifat Umum, yaitu sebagai faktor keteladanan
2- Bersifat khusus, yaitu berguna dalam bidang akademis, karena kedudukan sejarah
pendidikan Islam selain untuk perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan juga
dalam rangka menumbuhkan persfektif baru dalam usaha mencari relevansi pendidikan
Islam terhadap segala bentuk pertumbuhan dan perkembangan Iptek.
D. Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam

Secara garis besar Harun Nasutioan membagi sejarah Islam kepada tiga periode, yaitu periode
klasik, pertengahan dan modern.
Kemudian periodisasi sejarah pendidikan Islam itu sendiri adalah:
1- Masa pertumbuhan dan perkembangan Pendidikan Islam, yaitu sejak masa Rasulullah
SAW, masa Khulafaurrasyidin dan masa Umayyah.
2- Masa kejayaan pendidikan Islam, yaitu berlangsung sejak pemerintahan Daulah
Abbasiyah sampai dengan jatuhnya kota Bagdad yang ditandai dengan perkembangan
dan kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam.
3- Masa kemunduran pendidikan Islam, yaitu berlangsung sejak jatuhnya kota bagdad

sampai jatuhnya Mesir oleh Napoleon sekitar abad 18 M yang ditandai dengan lemahnya
kebudayan Islam dan berpindahnya pusat pengembangan kebudayaan dan peradaban
manusia ke barat.
4- Masa Pembaharuan pendidikan Islam, berlangsung sejak pendudukan Mesir oleh
Napoleon di akhir abad ke 18 M sampai sekarang.
PELAJARAN II
MASA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
PENDIDIKAN ISLAM
A. Pendidikan Masa Rasulullah SAW
1. Fase Mekkah
Awal terjadinya pendidikan Islam semenjak Muhammad diangkat menjadi rasul pada tanggal 17
Ramadhan tahun ke-40 dari usia beliau, bertepatan tanggal 6 Agustus 610 M. Ayat yang
pertama turun adalah QS al-a’alaq: ayat 1-5. Kira-kira 3 ½ tahun lamanya sesudah menerima
wahyu yang pertama barulah Rasulullah menerima wahyu yang kedua, yaitu QS al-Muddatstsir:
ayat 1-7.

Masyarakat Mekkah pada waktu Rasulullah dlahirkan dikenal dengan masyarakat jahiliyah.
Kepercayaan agama mereka adalah berpegang teguh dengan tradisi nenek moyang mereka, yaitu
menyembah berhala.
Adapun misi Nabi adalah menciptakan kembali masyarakat yang mengabdi kepada Allah

SWT semata dan menegakkan keadilan serta kebenaran yang menyeluruh.
Semula usaha kegiatan seruan Rasulullah SAW tidak dihiraukan oleh peminpin-peminpin
Quraisy. Hal ini disePELAJARANkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1- Persaingaan kekuasaan, kaum Quraisy tidak dapat membedakan antara kenabian dan
kekuasaan.
2- Persamaan hak antara kasta bangsawan dan kasta hamba sahaya yang dilakukan
Rasulullah SAW.
3- Takut dibangkitkan
4- Taklid kepada nenek moyang secara membabi buta.
5- Memperniagakan patung. Agama Islam melarang menyembah, memahat dan menjual
patung. Karena itu saudagar-saudagar patung memandang agama Islam sebagai
penghalang rezeki.
Pelaksanaan pembinaan pendidikan Islam yang dilakukan Nabi bertahap-tahap, adapun
tahapan-tahapan tersebut adalah :
a. Pendidikan perorangan yang dilakukan secara Rahasia
Setelah menerima wahyu kedua Rasulullah SAW memulai tugasnya yang dihadapkan
kepada keluarga dan para sahabat beliau yang paling dekat. Adapun materi yang diberikan
adalah ayat-ayat dari kedua wahyu yang telah beliau terima itu.
Pendidikan yang pertama dilakukan Rasulullah SAW pada saat ini adalah pembentukan
pribadi muslim yang dibina untuk menjadi kader-kader muslim yang bersemangat, memiliki

jiwa mental yang kuat serta tangguh dari segala cobaan ; yang mana kelak diharapkan menjadi

unsur bagi pembentukan masyarakat Islam dan muballig atau pendidik yang baik yang menjadi
contoh teladan bagi murid-muridnya.
Karena pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW kepada sahabatnya masih secara
perorangan dan bersifat rahasia, maka beliau kemudian memilih rumah al-Arqam sebagai
markas pusat pendidikan bagi kaum muslimin itu. Rasulullah SAW memilih tempat ini, selain
disebabkan karena kesetiaan al-Arqam kepada Rasul dan Islam, juga letaknya sangat baik
karena terlindung dari penglihatan kaum Quraisy sehingga akan memberikan keamanan dan
ketenangan bagi kaum muslimin.
b. Menyeru dan Mengajak Bani Abdul Muthalib ke dalam Islam
Setiap langkah dan kegiatan Nabi dalam menyeru dan mengajak umat manusia kepada Islam
adalah sesuai dengan dan menurut rencana Tuhan. Setelah turun wahyu QS. as-Syu’ara : 214215.






     



Artinya : Dan berikanlah peringatan kepada kerabat-kerabat (famili-famili) mu yang terdekat,
dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang pengikutmu, yaitu orang-orang yang
beriman.
Seruan dan ajakan nabi ini disambut dan dibenarkan dengan baik oleh sebagian mereka dan
sebagian lagi mendustakannya terutama Abu Lahab paman nabi sendiri beserta istrinya sangat
menentangnya. Tahap ini adalah tahap permulaan seruan dan ajakan secara terang-terangan
kepada agama baru itu.
Perintah seruan dan ajakan secara terang-terangan ini sesuai dengan kenyataan bahwa sahabat
Rasulullah SAW sudah bertambah banyak, mereka merasa tidak perlu takut terhadap gangguan
dan ancaman kaum Quraisy. Disamping itu mereka yang akan masuk Islam pun masih banyak.
Karena itu seruan dan ajakan secara terbatas dan rahasia itu sudah tak mungkin lagi
dilaksanakan. Selain itu tempat pertemuan yang biasa dilakukan di rumah Al-Arqam pun sudah
diketahui pula oleh kaum musyrikin.

c. Seruan dan Ajakan Umum
Setelah ajakan dan seruan yang disampaikan kepada Bani Abdul Muthalib tidak memperoleh
hasil seperti yang diharapkan, maka Nabi Muhammad SAW pun beserta sahabatnya
meningkatkan usaha dan kegiatannya. Usaha meningkatkan kegiatannya itu pun didasarkan pada

rencana Allah SWT pula, sebagaimana terdapat dalam QS. al-hijr : 94-95.










 

Artinya : Maka sampaikanlah olehmu apa yang telah diperintahkan kepadamu secara tegas
(terang-terangan), dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya
Kami memelihara kamu dari (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan
kamu.
Sesudah ayat ini turun, maka Rasulullah SAW pun mulai menyeru dan mengajak seluruh lapisan
manusia agar memeluk agama Islam. Seruan Nabi tidak terbatas kepada orang-orang Mekkah
atau Quraisyi tapi juga kepada orang-orang dari luar Mekkah terutama pada musim haji.

Akan tetapi seruan untuk mengembalikan kaum Quraisy kepada ajaran tauhid untuk sementara
belum berhasil. Bahkan mereka selalu membuat perlawanan kepada Nabi Muhammad SAW
supaya menghentikan dakwahnya. Melihat kondisi yang demikian mendorong nabi untuk
berhijrah yaitu ke Madinah.
2. Fase Madinah
Pendidikan Islam di Madinah pada dasarnya merupakan lanjutan dari pendidikan di
Mekkah. Pada fase Mekkah ciri pembinaan pendidikan Islam adalah pendidikan tauhid,
sedangkan pada fase Madinah ciri pokok pembinaan pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai
pendidikan sosial dan politik.
Pendidikan fase Madinah apabila dirumuskan adalah sebagai berikut:
1- Pendidikan sosial politik dengan mewujudkan masyarakat yang baru.
2- Pendidikan keagamaan.

3- Pendidikan keluarga.
4- Pendidikan dakwah.
5- Pendidikan pertahanan keagamaan.
B. Pendidikan Islam Pada Masa al-Khulafaur-rasyidin
Kalau masa Rasulullah SAW dianggap sebagai masa penyemaian nilai kebudayaan Islam
ke dalam sistem budaya bangsa arab pada masa itu, dengan meluasnya ajaran Islam yang
mempunyai sistem budaya yang berbeda-beda, maka pendidikan Islam masa Khulafaurrasyidin

ini perlu penanaman nilai dan kebudayaan Islam agar tumbuh dengan subur. Adapun pendidikan
masa khulafaurrasyidin ini :
1. Masa Khalifah Abu Bakar (11-13 H/ 632-634 M)
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi masalah ummat yang cukup serius, yang
harus diselesaikan dengan cara yang tegas dan pasti. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi Abu
Bakar itu sebagai berikut :
- Kaum murtad
- Orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi beserta para pendukungnya
- Kaum yang tidak mau membayar zakat.
Adapun sebab-sebab mereka berbuat demikian adalah :
- Ajaran Islam belum dipahami benar
- Motivasi Islamnya bukan karena kesadaran dan keinsyafan iman yang sungguh-sungguh
tapi karena pertimbangan politik dan ekonomi.
- Rasa kesukuan yang mendalam, mereka menganggap Islam menempatkan mereka dibawah
kekuasaan bangsa Quraisy.
- Kesalahan memahami ayat-ayat al-Qur’an yang menimbulkan anggapan bahwa dengan
wafatnya Rasulullah SAW mereka tidak mempunyai kewajiban melaksanakan ajaran
agama Islam.
Dalam menghadapi kaam pemberontak ini, terlebih dahulu mereka dikirimi surat dengan
maksud untuk menyadarkan kembali kepada jalan yang benar. Akan tetapi para pemberontak itu

tetap membangkang, makanya Abu Bakar memeranginya.

Masa pemerintahan Abu Bakar tidak lama, tapi beliau telah berhasil memberikan dasardasar kekuatan bagi perjuangan perluasan da’wah dan pendidikan Islam.
2. Masa Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Setelah Abu Bakar wafat, kemudian digantikan oleh Umar bin Khattab. Usaha memperluas
wilayah Islam yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dilanjutkan oleh Umar dengan hasil yang
gemilang. Wilayah pada masa Umar meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir dan Barqah. Bangsabangsa tersebut sebelum Islam masuk ke negaranya telah memiliki kebudayaan dan peradaban
lama.
Meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula kebutuhan kehidupan dalam segala
bidang. Keteraturan dalam bidang pemerintahan dan segala perlengkapannya memerlukan
pemikiran yang sangat serius. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan tenaga manusia yang
memiliki ketrampilan dan keahlian yang memadai bagi kelancaran roda pemerintahan itu
sendiri. Ini berarti peranan pendidikan harus menampilkan dirinya.
Semangat berda’wah dan pendidikan dari kaum muslimin yang berada di daerah-daerah baru
menunjukkan kekuatan yang sangat tinggi. Thomas W. Arnold mengatakan ketentuan-ketentuan
khusus mengenai metode dan materi pendidikan dan pengajaran agama bagi para penduduk
yang baru masuk Islam segera disusun, demi mencegah kesimpang siuran pemahaman agama,
baik yang menyangkut dasar-dasar pokok iman maupun mengenai ibadah dan muamalah.
Langkah-langkah pencegahan ini perlu, mengingat derasnya arus penduduk yang berbondongbondong masuk Islam. Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab mengangkat dan menunjuk
guru-guru untuk setiap negeri, yang bertugas mengajarkan kepada penduduk setempat tentang

isi al-Qur’an dan soal-soal lain yang berhubungan dengan masalah agama.
Pada masa ini bahasa arab mulai menampakkan dirinya sebagai bahasa linguage franka
dalam wilayah Islam, selain digunakan sebagai alat komunikasi juga sebagai alat pemahaman alQur’an dan agama Islam pada umumnya serta pemersatu kesatu paduan ummat. Dengan
demikian kebudayaan Islam mulai terbina.
3. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H / 644-656 M)

Dalam menjalankan tugas kepiminpinannya Usman bin Affan banyak menghadapi masalah
politik yang sangat gawat. Masa enam tahun pertama kebijaksanaannya nampak baik, tapi masa
enam tahun terakhir kelemahan-kelemahan pribadinya mulai nampak, sehingga berdampak
negatif bagi pemerintahannya.
Kegiatan pendidikan masih berjalan seperti yang dilakukan oleh para sahabat Rasul
menghasilkan ulama tabiin.
Kegiatan pendidikan yang paling besar yang dilakukan Usman bin Affan adalah menyalin
sebuah mushaf sebagai rujukan umat Islam yang disebut dengan mushaf usmani karena
sebelumnya sudah terjadi perselisihan dalam hal bacaan al-Qur’an.
Pada masa pemerintahan Usman bin AffanTugas mendidik dan mengajar umat
diserahkan kepada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat dan menggaji guruguru / pendidik. Sedang para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya itu hanya dengan
mengharapkan keridhoan Allah semata.
Mata pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Ada fase
pembinaan, pendidikan dan pelajaran. Dalam fase pembinaan dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan agar peserta didik memperoleh kemantapan iman, sebagaimana yang telah
dilakukan Rasulullah SAW. Dalam fase pendidikan lebih ditekankan pada ilmu-ilmu praktis,
dengan maksud agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran-ajaran Islam itu sendiri.
Pelajaran-pelajaran lain yang sangat penting untuk menunjang pemahaman al-Qur’an dan Hadis
juga diberikan seperti pelajaran bahasa arab, menulis, membaca, tata bahasa, syair dan
pribahasa.
Tempat belajar masih seperti sebelumnya, mereka belajar di kuttab, di mesjid atau di
rumah-rumah yang mereka sediakan sendiri atau ke rumah gurunya.
Demikian sarana dan wahana pendidikan pada masa Usman bin Affan, ia melanjutkan
apa yang telah ada. Dia sendiri lebih sibuk menghadapi masalah pemerintahannya.
4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H/ 656-661 M)

Masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib diisi dengan kekacauan dikalangan umat Islam sendiri.
Sampai-sampai Prof Dr Ahmad Shalabi mengatakan “sebetulnya tidak pernah ada barang satu
hari pun, keadaan stabil selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Karena itu dapat diduga
bahwa kegiatan pendidikan pun saat itu mendapat gangguan dan hambatan, terhambat karena
adanya perang saudara. Stabilitas dan keamanan sosial merupakan syarat mutlak bagi
terwujudnya perkembangan dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan masyarakat itu
sendiri baik ekonomi, politik, sosial budaya maupun pengembangan intelektual dan agama.
Ali sendiri pada saat itu, tidak sempat memikirkan masalah pendidikan, karena seluruh
perhatiannya ditumpahkan pada masalah yang lebih penting dan mendesak, yaitu keamanan dan
ketentraman dalam segala kegiatan kehidupan, yakni mempersatukan kembali umat Islam. Akan
tetapi sayang, Ali belum sempat meraihnya.
C. Pendidikan Islam Masa Umayyah (41-132 H / 661-750 M).
Tewasnya Khalifah Ali bin Abi Thalib memberi kesempatan dan peluang yang baik bagi
naiknya Muawiyah menduduki jabatan khalifah, yang telah menjadi idamannya semenjak
Usman bin Affan menjabat khalifah.
Naiknya Muawiyah menjadi kholifah berarti sistem baru dalam ke-kholifahan dimulai.
Penggantian kholifah tidak dipilih seperti kholifah-kholifah sebelumnya, akan tetapi diwariskan
kepada keturunannya.
Dalam mengendalikan pemerintahannya Muawiyah hampir seluruh perhatiannya ditujukan
kepada masalah politik dan keamanan. Percaturan politik dan gerakan-gerakan militer yang
terjadi pada masa ini, baik dalam usaha perluasan wilayah Islam maupun dalam menghadapi
pemberontakan-pemberontakan, menimbulkan pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang
alam pikiran.
1. Tempat dan Lembaga Pendidikan

Awal kegiatan intelektual kaum muslimin lebih menonjol dalam bidang hukum daripada teologi.
Dalam periode Daulah Umayyah terdapat dua jenis pendidikan yang berbeda sistem dan
kurikulumnya, yaitu:
1- Pendidikan khusus, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan bagi anakanak khalifah dan anak-anak para pembesarnya. Kurikulumnya diarahkan untuk
memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan.
2- Pendidikan umum, Pendidikan diperuntukkan bagi rakyat biasa. Pendidikan ini
merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi masih
hidup, ia merupakan sarana yang sangat penting bagi kehidupan agama.
Adapun bentuk-bentuk pendidikan pada masa ini adalah :
a. Pendidikan keluarga
Pendidikan Islam mengenal paham pendidikan seumur hidup. Kurikulum pertama bagi anak
adalah pengalaman-pengalaman yang dialami dan disaksikan sendiri dalam lingkunagn
rumahnya.
b. Kuttab
Kuttab ini adalah lanjutan dari pendidikan keluarga. Sebagai lembaga pendidikan dasar, kuttab
telah tersebar di seluruh wilayah Islam, tumbuh dan berkembang tanpa campur tangan dari
pemerintahan.
c. Mesjid
Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi
setiap orang yang merasa dirinya cakap dan mampu mengajarkan ilmunya kepada orang yang
haus ilmu pengetahuan.
Dalam mesjid ada dua tingkatan sekolah, yaitu

- Tingkat menengah, Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah ini dilakukan secara
perorangan. Adapun mata pelajarannya adalah al-Qur’an dan tafsirnya, hadist dan fiqh.
- Tingkat perguruan tinggi. Pada tingkat perguruan tinggi ini dilakukan secara halaqah.
Adapun mata pelajarannya adalah tafsir, hadist, fiqh dan syariat Islam.
d. Majlis sastra
Majlis sastra ini merupakan gelanggang pembahasan situasi politik dan jalannya roda
pemerintahan serta pengembangan ilmu pengetahuan, juga sebagai sarana rekreasi dan
kebanggaan kalangan atas.
2. Semangat Ilmu Pengetahuan
Rasa haus kaum muslimin terhadap ilmu pengetahuan jelas nampak dalam usahanya
mengembangkan ilmu agama dan bahasa, disamping itu perhatian mereka terhadap
perpustakaan telah mulai muncul. Mereka juga dihadapkan pada ilmu-ilmu lama yang telah
dimiliki bangsa-bangsa yang sudah berkebudayaan dan berperadaban tinggi, hal ini
membangkitkan kegiatan usaha menterjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan Yunani, Qibti,
Persia dan India ke dalam bahasa arab.
3. Semangat Ijtihad
Sarana pendidikan menunjukkan kemajuan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya, yakni
zaman khulafaurrasyidin. Materi dan objek ilmu semakin meluas dan bercabang. Disamping itu
rasa haus akan ilmu pengetahuan dan dorongan-dorongan untuk memecahkan persoalanpersoalan baru yang belum ada contohnya dari Rasulullah SAW membangkitkan usaha
pengembangan dari ilmu itu sendiri guna memenuhi kebutuhan mereka pada zamannya. Mereka
terus belajar dan berijtihad.
PELAJARAN III
MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Sosial Politik

Daulah Abbasiyah didirikan pada tahun 130 H (750 M), dengan khalifah pertamanya
adalah Abu Abbas as-Shaffat. Daulah Abbasiyah ini berkuasa sampai tahun 656 H (1258 M)
dengan 37 orang khalifah silih berganti.
Pada priode pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis,
para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama
sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi, karena pada masa alMahdi, perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan hasil pertambangan seperti perak,
emas, tembaga dan besi.
Selain dalam bidang perekonomian, bidang industri pun mengalami peningkatan dengan
pesat yaitu seperti industri kertas sebagaimana yang dibuat oleh China telah dapat diusahakan
pada masa Harun al-Rasyid.
Dengan demikian, kertas yang berlimpah itu telah ikut memacu perkembangan.
Kemantapan dalam bidang politik memungkinkan ekonomi yang berkembang dengan pesat
pembangunan dalam segala bidang, baik pertahanan ataupun industri dan perdagangan
meningkat luar biasa sehingga dana yang meningkat dan melimpah ruah itu menunjang
pengembangan ilmu. Bahan pengetahuan, baik tentang agama atau bukan, yang tersimpan dalam
ingatan ataupun tercatat dalam lembaran telah cukup banyak, hal ini mendorong untuk segera
diadakan penulisan ilmu secara lebih sistematis. Sehingga pada masa Khalifah al-Ma’mun yang
dikenal sebagai khalifah yang cinta ilmu mengadakan penerjemahan buku-buku asing secara
besar-besaran. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah dari Kristen
dan penganut agama lain yang ahli.
Dari pertikasi antara golongan diantara umat Islam dan non Islam telah ikut pula
merangsang kesungguhan para ulama untuk menekuni bidang ilmu. Dan al-Ma’mun juga
banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan
baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar.
B. Berkembangnya Lembaga-lembaga Pendidikan Islam
Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal dengan lembaga pendidikan
formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga yang bersifat
nonformal. Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh

berkembang bentuk-bentuk lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang semakin luas.
Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bercorak nonformal tersebut adalah:
a. Kuttab Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab adalah tempat belajar menulis. Pada mulanya, diawal perkembangan Islam,
kuttab tersebut dilaksanakan di rumah guru-guru yang bersangkutan dan yang diajarkan adalah
semata-mata menulis dan membaca. Sedangkan yang ditulis atau dibaca adalah syair-syair yang
terkenal pada masanya. Kemudian pada akhir abad pertama Hijriyah, mulai timbul jenis kuttab
yang disamping memberikan pelajaran menulis dan membaca, juga mengajarkan membaca alQur’an dan pokok-pokok ajaran agama. Pada mulanya, kuttab jenis ini merupakan pemindahan
dari pengajaran al-Qur’an yang berlangsung di mesjid, yang sifatnya umum (bukan saja bagi
anak-anak, tetapi terutama bagi orang-orang dewasa). Dengan demikian, kuttab tersebut
berkembang menjadi lembaga pendidikan dasar yang bersifat formal.
b. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di kuttab. Pada
umumnya, di istana orang tua murid (para pembesar di istana) adalah yang membuat rencana
pelajaran tersebut selaras dengan anak-anaknya dan tujuan yang dikehendaki orang tuanya (para
pembesar di istana), sesuai dengan kebutuhan anaknya kelak sebagai calon pewaris kerajaan.
c. Toko-toko Kitab
Pada permulaan masa Daulah Bani Abbasiyah, dimana ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam sudah tumbuh dan berkembang dan diikuti oleh penulisan kitab-kitab dan
berbagai cabang ilmu pengetahuan, maka berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko-toko
kitab tersebut berfungsi sebagai tempat berjual-beli kitab-kitab yang telah ditulis dalam berbagai
ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu, tetapi juga merupakan tempat berkumpul
para ulama, pujangga dan ahli-ahli ilmu pengetahuan lain untuk berdiskusi, berdebat, bertukar
pikiran dalam berbagai masalah ilmiah. Jadi, sekaligus berfungsi juga sebagai lembaga
pendidikan dalam rangka pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Islam.

d. Rumah-rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Rumah-rumah para ulama dan para ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Diantara rumah ulama terkenal yang menjadi tempat belajar
adalah rumah Ibnu Sina, al-Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al-Fashihi, Ya’qub Ibnu Killis, wazir
Khalifah al-Aziz Billah.
e. Majlis atau Saloon Kesusastraan
Dengan majlis saloon kesusastraan, dimaksudkan adalah untuk majlis khusus yang
diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan. Dalam majlis sastra
tersebut, bukan hanya membahas dan mendiskusikan masalah-masalah kesusastraan saja,
melainkan juga berbagai ilmu pengetahuan dan berbagai kesenian. Pada masa Harun al-Rasyid
(170-193 H), majlis sastra ini mengalami kamajuan yang luar biasa, karena khalifah sendiri
adalah ahli ilmu pengetahuan dan juga mempunyai kecerdasan, sehingga khalifah sendiri aktif
didalamnya. Sedangkan negara berada dalam kondisi yang aman, tenang dan dalam zaman
pembangunan. Pada masanya sering diadakan perlombaan antar ahli-ahli syair, perdebatan antar
fuqaha dan diskusi para sarjana berbagai macam ilmu pengetahuan.
f. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)
Sejak berkembang luasnya Islam dan bahasa Arab digunakan sehingga bahasa pengantar
oleh bangsa-bangsa diluar bangsa-bangsa Arab yang beragama Islam. Kalau di kota-kota,
bahasa yang dipakai adalah bahasa pasaran dan campur baur dengan bahasa-bahasa lain.
Ternyata kalau di badiah-badiah atau dusun-dusun tempat tinggal orang-orang Arab tetap
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab. Oleh karena itu, khalifah-khalifah
biasanya mengirimkan anak-anaknya ke badiah-badiah ini untuk mempelajari bahasa Arab yang
fasih lagi murni dan mempelajari pula syair-syair serta sastra Arab dari sumbernya yang asli.
g. Rumah Sakit
Pada masa jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka menyebarkan
kesejahteraan dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah-rumah sakit oleh kahlifah

dan pembesar-pembesar negara. Rumah-rumah sakit tersebut, bukan hanya berfungsi sebagai
tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang
berhubungan dengan perawatan dan pengobatan. Dengan demikian, rumah sakit dalam dunia
Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.
h. Perpustakaan
Pada zaman perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam, buku mempunyai
nilai yang sangat tinggi. Buku adalah merupakan sumber informasi berbagai macam ilmu
pengetahuan yang ada dan telah dikembangkan oleh para ahlinya. Disamping itu, berkembang
pula perpustakaan-perpustakaan yang sifatnya umum, yang diselenggarakan oleh pemerintah
atau merupakan wakaf dari para ulama dan sarjana. Baitul Hikmah di Baghdad yang didirikan
oleh Khalifah Harun al-Rasyid adalah merupakan satu contoh perpustakaan Islam yang lengkap
yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan berbagai buku-buku terjemahan dari bahasa-bahasa
Yunani, Persia, India, Qibty dan Arany. Perpustakaan-pepustakaan dalam dunia Islam pada
masa jayanya dikatakan sudah menjadi aspek budaya yang penting, sekaligus sebagai tempat
belajar dan sumber pengembangan ilmu pengetahuan.
i. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi Muhammad SAW mesjid telah menjadi pusat
kegiatan dan informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin. Ia menjadi tempat
bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama dan
informasi-informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan baik bagi anak-anak dan
orang-orang dewasa.
Kemudian pada masa Khalifah Bani Umayyah berkembang fungsinya sebagai tempat
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama yang bersifat keagamaan. Para ulama mengajarkan
ilmunya di mesjid. Tetapi, majlis khalifah berpindah ke mesjid atau ke tempat tersendiri.
Mesjid-mesjid yang didirikan oleh para penguasa pada umumnya dilengkapi dengan berbagai
macam sarana dan fasilitas untuk pendidikan.
C. Berdirinya Madrasah-madrasah

Madrasah adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan Islam. Dan model madrasah itu tidak
sama dengan mesjid atau lembaga pendidikan Islam lainnya.
Antara madrasah dengan lembaga-lembaga pendidikan sebelumnya mempunyai perbedaan,
dimana lembaga-lembaga pendidikan sebelum madrasah tidak diatur secara administratif,
sedangkan madrasah memiliki administrasi yang terarur dan rapi sehingga pelaksanaan
pendidikan mengikuti aturan yang diterapkan oleh pengelola madrasah.
D. Sarjana-sarjana Muslim
1. Al-Kindi
Al-Kindi atau nama lengkapnya ialah Abu Yusup Ya’qub Ibn Ishak Ibn al-Shaban Ibn Imran
Ismail Ibn Muhammad Ibn al-Asyats Ibn Qais al-Kindi. Ia dilahirkan pada tahun 185 H atau 801
M di Kufah pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid dan wafat tahun 873 M. Al-Kindi
dipandang sebagai salah seorang filosof muslim pertama yang lahir di dunia Islam dan dikenal
sebagai filosof Islam yang bergelar “Filosof Arab”.
2. Al-Farabi
Nama lengkapnya adalah Abu Nashir Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tharkam Ibnu Auzalagh
al-Farabi, ia dilahirkan pada tahun 870 M (257 H) di desa Wasit, suatu daerah kota Farab, yaitu
wilayah kekuasaan Turki.
Al-Farabi adalah seorang filosof muslim yang telah meninggalkan sejumlah tulisan yang
penting, yang pada umumnya berupa risalah-risalah pendek dan kebanyakan karyanya
merupakan terjemahan, komentar dan ulasan-ulasan dari karya Plato dan Aristoteles.
3. Ibnu Miskawaih
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Khazin Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ya’kub Miskawaih, Ia
dilahirkan di Ray (sekarang Taheran) pada tahun 320 H / 532 M. Ia wafat pada tahun 421 H /
1030 M.

Perhatiannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan kesustraan amat besar. Pada
masa inilah Ibn Miskawaih memperoleh kepercayaan untuk menjadi bendaharawan ahdud aldaulah, dan pada masa ini juga terkenal sebagai filosof, thabib, ilmuwan dan pujangga.
4. Ibnu Sina
Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Husain Ibnu Abdillah Ibn Hasan Ibn Ali Ibn Sina. Di
Eropa dikenal dengan nama Avi Cenna, ia lahir pada tahun 370 H / 980 H disuatu tempat yang
bernama Afsyana di Bukhara. Dalam usia 10 tahun, ia banyak mempelajari ilmu agama Islam
dan menghafal al-Qur’an seluruhnya.
Menjelang usia 17 tahun ia dikenal sebagai seorang ahli kedokteran, ia berhasil mengobati
Pangeran Nuh Ibnu Manshur sehingga ia diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
berkunjung ke perpustakaan pangeran. Kesempatan itu digunakannya dengan sebaik-baiknya
mengembangkan ilmu pengetahuannya / kemampuannya. Ibnu Sina banyak mengarang buku
yang menurut catatan telah menulis 276, baik berupa buku maupun manuskrip.
E. Pendidikan Wanita
K. Hitti menandaskan bahwa anak-anak perempuan diperbolehkan mengikuti sekolah tingkat
dasar. Fayyaz Mahmud juga menjelaskan bahwa pada masa Dinasti abbasiyah anak-anak
perempuan juga mempunyai kesempatan untuk belajar di maktab-maktab.
Syalabi menyatakan bahwa wanita biasanya menerima pelajaran di rumah dari salah satu
anggota keluarga yang khusus didatangkan untuk mereka. Adapun ilmu yang penting bagi kaum
wanita adalah ilmu tentang akhlak, hubungan dengan sosial, atau muamalah dan kesehatan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa wanita telah diberi kesempatan untuk mengikuti
kelas-kelas terbuka, tetapi wanita yang dapat merasakan kesempatan ini jumlahnya relatif
sedikit.
PELAJARAN IV
PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMUNDURAN
A. Latar Belakang

Menurut M.M. Syarif, sebagaimana dikutip oleh Zuhairimi menjelaskan bahwa gejala
kemunduran pendidikan Islam mulai tampak setelah abad ke-13 M yang ditandai dengan terus
melemahnya pemikiran Islam sampai pada abad ke-18M. Selama masa ini pendidikan Islam
lewat lembaga madrasahnya sangat terbatas dalam bidang pendidikan Naqliyah dan Lisaniyah.
Tidak lagi secemerlang zaman Abbasiyah dimana pendidikan meliputi Naqliyah, Aqliyah dan
Lisaniyah berkembang secara seimbang. Walaupun demikian masih ada juga madrasahmadrasah yang mempelajari kedokteran, filsafat, ilmu musik tapi jumlahnya sangat sedikit.
Singkatnya, pendidikan dan pengajaran Islam pada masa itu jauh menurun.
Setelah Mesir jatuh dibawah kekuasaan Sultan Salim Dinasti Usmaniyah Turki, Sultan Salim
memerintahkan supaya kitab-kitab di perpustakaan dan barang-barang berharga di Mesir
dipindahkan ke Istanbul. Keturunan Sultan Mameluk, ulama-ulama dan para pembesar yang
berpengaruh di Mesir dibuang ke Istanbul. Berpindahnya ulama-ulama dan kitab-kitab
perpustakaan Mesir ke Istanbul, maka Mesir sebagai pusat ilmu pengetahuan pada masa
Mameluk menjadi tidak berarti sama sekali.
Masa Usmaniyah merupakan zaman yang paling suram dalam sejarah pendidikan Islam, pada
masa itu hampir tidak ada lagi ulama yang lahir dan tidak ada lagi pemikir yang menemukan
buah pikirnya yang original. Memang Sultan-sultan Usmaniyah tampil juga mendirikan
lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah, namun tidak lebih baik daripada yang pernah
diselenggarakan oleh Sultan-sultan Mameluk.
Al-Azhar yang pernah populer pada masa Mameluk, maka pada masa Usmaniyah al-Azhar
hanya lembaga pendidikan yang tidak terhitung. Bidang studi yang diajarkan tidak lebih dari
ilmu-ilmu Naqliyah dan Lisaniyah, sedangkan ilmu-ilmu Aqliyah seperti; filsafat, ilmu pasti dan
sebagainya dianggap haram mempelajarinya. Ini dikarenakan meluasnya perkembangan paham
sufistik.
B. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran
M.M. Syarif mengungkapkan bahwa pikiran Islam menurun setelah abad ke-13 M dan terus
melemah sampai abad ke-18 M. Diantara sebab-sebab melemahnya pikiran Islam tersebut antara
lain adalah sebagai berikut:

1. Telah berlebihannya filsafat Islam (yang bercorak sufistik) yang dimasukkan oleh imam alGhazali dalam alam Islami di Timur dan berlebihannya pula Ibnu Rusyd dalam
memasukkan filsafat islamnya (yang bercorak rasionalistik) ke dunia Islam di Barat.
2. Kehidupan sufi berkembang dengan pesat. Madrasah-madrasah yang ada dan berkembang
diwarnai dengan kegiatan-kegiatan sufi.
3. Umat Islam, terutama para pemerintahnya (khalifah, sultan, amir-amir) melalaikan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan dan tidak memberikan kesempatan untuk berkembang.
4. Terjadinya pemberontakan-pemberontakan yang dibarengi dengan serangan dari luar,
sehingga menimbulkan kehancuran-kehancuran yang mengakibat-kan terhentinya kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.
Dengan semakin ditinggalkannya pendidikan intelektual, maka semakin statis
perkembangan kebudayaan Islam, karena daya intelektual generasi penerus tidak mampu
mengadakan kreasi-kreasi budaya baru, bahkan tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan
baru yang dihadapi sebagai akibat perubahan dan perkembangan zaman. Ketidakmampuan
intelektual tersebut merealisasi dalam “pernyataan” bahwa pintu ijtihad telah tertutup, maka
terjadilah kebekuan intelektual secara total.
Kehancuran total yang dialami oleh kota Baghdad dan Granada sebagai pusat-pusat
pendidikan dan kebudayaan Islam, menandai runtuhnya sendi-sendi pendidikan dan kebudayaan
Islam. Musnahnya lembaga-lembaga pendidikan dan semua buku-buku ilmu pengetahuan dari
kedua pusat pendidikan di bagian Timur dan Barat dunia Islam tersebut, menyebabkan pula
kemunduran pendidikan di seluruh dunia Islam.
Kemunduran dan kemerosotan mutu pendidikan Islam dan pengajaran pada masa ini,
nampak jelas dalam sangat sedikitnya materi kurikulum dan mata pelajaran pada umumnya
madrasah-madrasah yang ada. Pada masa ini madrasah-madrasah tidak lagi mengajarkan ilmuilmu Aqliyah, kalaupun ada sangat sedikit sekali.
C. Profil Pendidikan Islam Pada Masa Kemunduran
Adapun profil pendidikan pada masa kemunduran pendidikan Islam dapat kita tampilkan secara
garis besarnya. Sistem pengajaran pada masa Mameluk sudah mengarah kepada metode

penghafalan, maka pada masa Mameluk metode menghafal berbagai matan merupakan sistem
pengajaran yang sudah melembaga seperti menghafal Matan al-Jurumiyah, Matan Taqrib,
Matan Alfiyah, Matan Sullan, dan lain-lain. Sistem diskusi, simposium yang pernah berkembang
pada masa kejayaan pendidikan Islam tidak terdengar lagi penyelenggaraan. Disamping itu, ilmu
tasawuf merupakan satu-satunya ilmu yang berkembang sangat pesat.
Kenyataan diatas memang dapat dibuktikan karena ulama-ulama pada masa Mameluk boleh
dikatakan tidak ada mencipta lagi, lebih-lebih pada masa Usmaniyah. Mereka hanya
mengunyah-ngunyah kitab-kitab para ulama terdahulu dengan meringkas kitab-kitab lama yang
panjang.
Biasanya, kurikulum dilaksanakan atas metode urutan mata pelajaran. Jadi, sebagai contoh
urutan tersebut; Bahasa dan Tata Bahasa Arab, Kesusastraan, Ilmu Hitung, Filsafat, Hukum,
Yurisprudensi, Teologi, Tafsir al-Qur’an dan Hadits. Si murid melewati kelas demi kelas dengan
menyelesaikan satu mata pelajaran dan memulai lagi satu mata pelajaran yang lebih tinggi.
Dengan sendirinya sistem ini tidak memberikan banyak waktu untuk setiap mata pelajaran.
Tetapi metode ini bukanlah satu-satunya metode yang dipakai. Seringkali seorang murid mulai
dengan suatu ringkasan dalam sebuah mata pelajaran dan di kelas selanjutnya ia mempelajari
pelajaran yang sama secara terperinci dengan disertai komentar-komentar.
Tugas guru pada masa ini adalah mengajarkan komentar-komentar orang lain disamping
teks aslinya dan biasanya tanpa menyertakan komentarnya sendiri dan bahkan tidak ada
persesuaian pendapat tentang mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lainnya.
Begitulah gambaran keadaan pendidikan pada masa Mameluk dan Usmaniyah ini, para pelajar
banyak yang melarikan diri dari belajar filsafat, eksakta dan ilmu-ilmu Aqliyah lainnya ke dunia
pembahasan Naqliyah semata. Apalagi al-Azhar telah mengharamkan filsafat sehingga
pengetahuan yang dirintis pada masa kebangkitan pendidikan Islam dan maju pesat pada masa
kejayaan pendidikan Islam menjadi ilmu pengetahuan yang menjijikkan. Sebagai gantinya
tasawuf berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya berbagai macam thariqat dan
memberikan pengaruh yang sangat besar pada masa itu.
D. Beberapa Ulama Terkenal Pada Masa Kemunduran

Meskipun keterpurukan dan kemunduran terjadi dalam pendidikan Islam, namun pada masa
Mameluk dan Usmaniyah masih terdapat ulama-ulama mujtahid, tetapi tidak dapat
dikategorikan kepada imam mujtahid mutlak seperti imam mujtahid pada masa kejayaan
pendidikan Islam. Adapun imam mujtahid dimaksud adalah seperti:
1. Izuddin bin Abdus Salam (wafat 660 H).
2. Ibnu Hajar al-Asqalny (774-852 H).
3. Imam Nawawi as-Syafi’e (631-676 H).
4. Syekh Zakaria al-Anshary (wafat 924 H).
5. Syekh Samsuddin Ramaly (wafat 1004 H).
6. Dan masih banyak lagi ulama yang tidak terkoper dalam makalah ini.
PELAJARAN V
MASA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM
A. Latar Belakang Pembaharuan Pendidikan Islam
Pembaharuan pendidikan Islam adalah upaya dasar untuk memperbaiki aspek-aspek pendidikan
Islam dalam praktek (termasuk pengajaran). Timbulnya pembaharuan pendidikan Islam diawali
oleh pembaharuan pemikiran Islam yang timbul di Mesir yang dimulai sejak kedatangan
Napoleon ke Mesir. Pendidikan oleh Napoleon Bonaparte 1998 M adalah merupakan tonggak
sejarah bagi umat Islam.
Untuk mendapatkan kesadaran tentang kelemahan dan keterbelakangan umat Islam, ekspedisi
Napoleon tersebut bukan hanya menunjukan akan kelemahan umat Islam, tetapi juga sekaligus
menunjukkan kebodohan mereka. Ekspedisi Napoleon tersebut disamping membawa sepasukan
tentara yang kuat, juga membawa seperangkat peralatan ilmiah untuk mengadakan penelitian di
Mesir. Inilah yang membuka mata kaum muslimin akan kelemahan dan keterbelakangannya.
Sehingga akhirnya timbul berbagai macam usaha pembaharuan dalam segala bidang kehidupan
untuk mengejar ketertinggalan dan keterbelakangan mereka termasuk usaha-usaha di bidang
pendidikan.
B. Pemikiran Pembaharuan dalam Islam

Secara garis besar dalam bukunya Musyrifah Sunanto disebutkan bahwa ada beberapa
macam gerakan pembaharuan di dunia Islam, yaitu:
a. Wahabiyah atau salafiyah, pembinanya adalah Muhammad Abdul Wahab yang tumbuh di
Hizaz (Arab). Gerakan ini timbul sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang telah
dirusak oleh ajaran-ajaran yang menyimpang. Untuk melepaskan umat Islam dari
kesesatan ini, maka umat Islam harus kembali kepada Islam yang murni.
b. Pembaharuan dalam Islam (modernisasi Islam), pembinanya adalah Jamaluddin al-Afgani,
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho. Gerakan ini tumbuh di Mesir sebagai intelektual
Islam. Gerakan ini berupaya untuk menyaring kemajuan Barat dan menyesuaikan dengan
perikehidupan umat.
c. Westernisasi dalam Islam, maksudnya gerakan ini mengajak umat untuk menerima
pengetahuan Barat.
C. Pola Pembaharuan Pendidikan Islam
Dengan memperhatikan berbagai macam sebab-sebab kemunduran umat Islam dan dengan
memperhatikan sebab-sebab kemajuan dan kekuatan yang dimiliki oleh orang Eropa, maka pada
garis besarnya terjadi tiga pola pemikiran pembaharuan pendidikan Islam, yaitu:
1- Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pendidikan modern
Eropa.
Golongan ini berpandangan bahwa sumber kesejahteraan yang dialami oleh orang Barat
adalah hasil dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mereka capai.
2- Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi pada tujuan pemurnian kembali
ajaran Islam.
Golongan ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam sendiri adalah sumber dari
kemajuan dan perkembangan peradaban modern. Islam sendiri sudah penuh dengan
ajaran-ajaran dan pada hakikatnya mengandung potensi untuk membawa kemajuan dan
kesejahteraan umat manusia.
3- Pola pembaharuan pendidikan Islam yang berorientasi kepada kekayaan dan sumber
budaya bangsa masing-masing dan bersifat nasionalisme.

Golongan ini berpandangan bahwa bangsa Barat mengalami kemajuan rasa nasionalisme
yang kemudian menimbulkan kekuasaan-kekuasaan politik yang berdiri sendiri.
Keadaan tersebut mendorong pada umumnya bangsa timur bangsa terjajah lainnya untuk
mengembangkan nasionalisme masing-masing.
PELAJARAN VI
PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA
A. Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru
agama (da’i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah pertama itu tidak
bertendensi apa pun selain bertanggungjawab menunaikan kewajiban tanpa pamrih, sehingga
nama mereka berlalu begitu saja. Tidak ada catatan sejarah atau prasasti pribadi yang sengaja
dibuat mereka untuk mengabadikan peran mereka, ditambah lagi wilayah Indonesia yang sangat
luas dengan perbedaan kondisi dan situasi. Namun, secara garis besar perbedaan pendapat itu
dapat dibagi menjadi sebagai berikut :
a. Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana orientalis Belanda, diantaranya Snouck
Hurgronce yang berpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari
Gujarat (bukan dari Arab langsung), dengan bukti ditemukannya makam sultan yang
beragama Islam pertama Malik as-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudra Pasai yang
dikatakan berasal dari Gujarat.
b. Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, diantaranya Hamka, yang
mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963.
Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada
abad pertama Hijriyah (+ abad 7 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran
yang ramai dan bersifat Internasional sudah dimulai jauh sebelum abad 13 melalui selat
Malaka.
c. Sarjana Muslim kontemporer Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat
tersebut. Menurut pendapatnya memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak
abad pertama Hijriyah, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di

pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-basaran dan mempunyai
kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai.
Bersamaan dengan para pedagang datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi.
Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan para pedagang, hal itu
memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan
masyarakat Muslim.
Tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut :
a. Perdagangan, yang mempergunakan sarana pelayaran.
b. Dakwah, yang dilakukan oleh muballig yang berdatangan bersama para pedagang.
c. Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, muballig dengan anak
bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosial, yaitu keluarga
Muslim dan masyarakat Muslim.
d. Pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap, mereka menguasai kekuatan
ekonomi di bandar-bandar. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat
pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Tasawuf dan tarekat. Bersamaan dengan pedagang,datang pula para ulama, da’i dan sufi
pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang diangkat menjadi penasihat dan atau
pejabat agama di kerajaan. Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
Dengan membentuk kader muballig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan
agama Islam di daerah asalnya.
Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat.
f. Kesenian. Saluran yang banyak sekali untuk dipakai penyebaran Islam terutama di Jawa
adalah seni. Wali Songo, banyak mempergunakan cabang seni untuk islamisasi, seni
arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
B. Pendidikan Islam di masa permulaan
1. Sistem pendidikan langgar
Pada awalnya berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan
secara informal. Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim, sambil

berdagang mereka menyiarkan agama Islam. Setiap ada kesempatan mereka memberikan
pendidikan dan ajaran agama Islam. Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan
berupa contoh dan suri teladan. Mereka berlaku sopan, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan
kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta menghormati adat
istiadat yang ada, yang menyebabkan masyarakat Nusantara tertarik untuk memeluk agama
Islam.
Pendidikan agama Islam di langgar bersifat elementer, dimulai dengan mempelajari
abjad huruf Arab (Hijaiyah) atau kadang-kadang langsung mengikuti guru dengan menirukan
apa yang telah dibaca dari kitab suci alqur’an. Pengajian
Alqur’an pada pendidikan langgar dibedakan kepada dua macam, yaitu:
Tingkatan rendah, merupakan tingkatan pemula, yaitu mulainya mengenal huruf
alqur’an sampai bisa membacanya, diadakan pada tiap-tiap kampung, dan anak-anak
hanya belajar pada malam hari dan pagi hari sesudah salat subuh.
Tingkatan atas, pelajarannya selain diatas tersebut ditambah lagi dengan pelajaran lagu,
kasidah, barzanji dan tajwid.
2. Sistem pendidikan pesantren.
Adapun sistem pendidikan di pesantren dapat digambarkan sebagai berikut.
Pada pagi hari setelah salat subuh, para santri melakukan pekerjaan kerumah-tanggaan untuk
guru, seperti membersihkan halaman, mengerjakan sawah dan sebagainya. Setelah itu, baru
diberikan pelajaran. Pelajaran utama dengan dielingi belajar sendiri. Pada siang hari murid
beristirahat dan pada sore harinya belajar lagi. Dalam melakukan semua kegiatan waktu salat
berjamaah selalu diperhatikan.
Adapun metode yang dilakukan:
Metode wetonan atau halaqah.
Metode sorogan.
C. Islam di Masa Kerajaan Islam Sumatera.

Seminar masuknya Islam di Indonesia yang diselenggarakan di Medan pada tahun 1963
menyimpulkan sebagai berikut :
Menurut sumber bukti yang terbaru, Islam pertama kali datang di Indonesia pada abad
ke-7 M/ 1 H dibawa oleh pedagang dan muballig dari negeri Arab.
Daerah yang pertama dimasuki ialah pantai barat pulau Sumatra yaitu di daerah Barus.
D. Masuknya Islam ke Pulau Jawa
Islam untuk pertama kali masuk di Jawa pada abad ke-14, (tahun 1399 M) dibawa oleh Maulana
Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdem Ishak yang menetap di Gresik. Pada
zaman itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit
bernama Sri Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam bernama puteri Cempa. Kejadian
tersebut sangat berpaedah bagi dakwah Islam. Dan puteri Cempa melahirkan putra bernama
Raden Fatah yang menjadi raja Islam yang pertama di Jawa. Raden Fatah bergelar Sultan
Almsyah Akbar.
E. Walisongo
Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih mantap dengan adanya pimpinan
yang disebut Walosongo (sembilan tokoh pemimpin dakwah Islam di Jawa). Ada hubungan
timbal balik antara peranan walisongo dengan kerajaan Demak di bidang dakwah Islam, yakni
berdirinya kerajaan para wali. Raden Fatah menjadi raja adalah atas keputusan para wali juga.
Pada tahun 1476 Raden Fatah mendirikan pesantren.
Para walisongo ditinjau dari kepribadian dan perjuangan dakwahnya termasuk kekasih Allah.
Dan ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka adalah penguasa
pemerintahan. Dengan demikian maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat
umum dan kalangan pemerintah. Jadi Walisongo adalah orang-orang saleh yang tingkat
takwanya kepada Allah sangat tinggi, pejuang dakwah Islam dengan keahlian yang berbeda.
Ada yang ilmu tasawufnya, ada seni budayanya, ada yang memegang pemerintahan dan militer
secara langsung. Semuanya diabdikan untuk pendidikan dan dakwah Islam.
F. Kerajaan Islam di Kalimantan

Islam masuk di Kalimantan pada abad ke-15 M dengan cara damai dibawa oleh muballig dari
Jawa. Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama besar bernama Syekh Arsyad AlBanjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pe