Tinjauan Yuridis terhadap Diversi dalam Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Penetapan No. 05 Pid.Sus-Anak 2016 PN.Bnj)

BAB II
PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA
PENCABULAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

A. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)
Hubungan antara Undang-Undang Pengadilan Anak sebagaimana telah
diubah menjadi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)
dengan KUHAP (UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana) dan
KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), merupakan hubungan hukum
khusus dan hukum umum. Undang-undang Pengadilan Anak sebagaimana telah
diubah menjadi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)
sebagai hukum khusus tentang hukum acara dari tingkat penyidikan sampai
dengan bagaimana cara pemeriksaan di muka pengadilan. Selain itu, Undangundang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang
Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) juga mengatur secara khusus tentang
ketentuan pidana materiil. 66
Ketentuan pidana materiil tersebut dalam Undang-undang Pengadilan
Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Sistem Peradilan
Pidana Anak (UU SPPA) ternyata telah mencabut ketentuan Pasal 45 KUHP,
sehingga sekarang ketentuan-ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi.

Pasal 45 KUHP: Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena

perbuatan yang dikerjakannya ketika umurnya belum enam belas tahun, hakim
66

Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal. 13

Universitas Sumatera Utara

boleh memerintahkan supaya si tersalah itu dikembalikan kepada orang tuanya,
walinya, atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan suatu hukuman; atau
memerintahkan supaya si tersalah diserahkan kepada pemerintah dengan tidak
dikenakan suatu hukuman; yakni jika perbuatan itu masuk bagian kejahatan atau
salah satu pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 497, 503-505,
514, 517, 519, 526, 536, dan 540 dan perbuatan itu dilakukan sebelum lalu dua
tahun sesudah keputusan terdahulu tang menyalahkan dia melakukan salah satu
pelanggaran itu atau suatu kejahatan, atau menghukum anak yang bersalah itu.
Mencabut ketentuan-ketentuan dalam KUHP diatas, maka diberlakukan
ketentuan-ketentuan pidana dalam Undang-undang Pengadilan Anak sebagaimana
telah diubah menjadi Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA).
Jadi Undang-undang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) merupakan Lex

spesialis derogat lex generalis dari KUHAP dan KUHP. Mengadili perkara anak
penggunaan Undang-Undang Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) didahulukan dari
peraturan KUHAP dan KUHP. Namun jika tidak diatur dalam Undang-undang
Pengadilan Anak sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Sistem
Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), baru digunakan KUHAP dan KUHP yang
merupakan ketentuan hukum umumnya. 67

Kualifikasi perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan atau juga
disebut dengan perkosaan berbuat cabul dirumuskan dalam Pasal 289 yang
berbunyi:
67

Ibid., hal. 14-15

Universitas Sumatera Utara

“Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang
untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam
karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan,

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Apabila rumusan Pasal 289 tersebut dirinci, akan terlihat unsur-unsur
berikut:

1. Perbuatannya: memaksa;
2. Caranya: dengan: kekerasan dan ancaman kekerasan;
3. Objeknya: seseorang untuk: melakukan atau membiarkan dilakukan

Pengertian perbuatan cabul (ontuchtige handelingen) adalah segala macam
wujud perbuatan, baik yang dilakukan pada diri sendiri maupun dilakukan pada
orang lain mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin atau bagian
tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu seksual. Misalnya mengelus-elus atau
menggosok-gosok penis atau vagina, memegang buah dada, mencium mulut
seorang perempuan dan sebagainya. 68

Ancaman pidana di atas berlaku bagi mereka yang sudah dewasa.
Sedangkan ancaman pidana penjara bagi anak yang melakukan tindak pidana
adalah paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang
dewasa. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa pada prakteknya anak yang

melakukan tindak pidana pencabulan dengan anak lain bisa juga dijerat dengan
pasal mengenai perbuatan cabul yang terdapat dalam peraturan perundang68

Adami Chazawi, Tindak Pidana Kesopanan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005),

hal. 80

Universitas Sumatera Utara

undangan yang digunakan yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak, sebagai Lex Spesialis (hukum yang lebih khusus)
dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
B. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 mulai efektif berlaku tanggal 18
Oktober 2014 dimana dapat memberikan tanggung jawab dan kewajiban kepada
negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua atau
wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak, serta dinaikannya ketentuan
pidana


minimal

bagi

pelaku

kejahatan

seksual

terhadap

anak,

serta

diperkenalkannya sistem hukum baru yakni adanya hak restitusi. 69
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu

bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan negara, setiap anak perlu
mendapat perlindungan dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu
dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya perlakuan
diskriminatif.
Memberikan jaminan kepada seorang anak agar kehidupannya bisa berjalan
dengan normal, maka negara telah memberikan payung hukum yakni UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun seiring
69

Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014
“http://www.pnpalopo.go.id/index.php/berita/artikel/164-paradigma-baru-hukum-perlindungananak-pasca-perubahan-undang-undang-perlindungan-anak”Diakses pada Tanggal 30 Mei 2017
Pukul: 23.00 WIB

Universitas Sumatera Utara

berjalannya waktu, pada kenyataannya undang-undang tersebut dirasa belum
dapat berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang tindih antar peraturan
perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi anak, di sisi lain maraknya
kejahatan terhadap anak di tengah-tengah masyarakat, salah satunya adalah

kejahatan seksual yang saat ini banyak dilakukan oleh orang-orang dekat sang
anak, serta belum terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak
penyandang disabilitas. Sehingga, berdasarkan paradigma tersebut maka UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang saat ini sudah
berlaku ± (kurang lebih) 12 (dua belas) tahun akhirnya diubah dengan UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang mempertegas tentang perlunya
pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak
terutama kepada kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera,
serta mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik, psikis
dan sosial anak. Hal tersebut perlu dilakukan untuk mengantisipasi anak (korban
kejahatan) dikemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama. 70
Berdasarkan fakta yang terungkap pada saat pelaku kejahatan terhadap anak
(terutama pelaku kejahatan seksual) diperiksa di persidangan, ternyata sang
pelaku dulunya juga pernah mengalami (pelecehan seksual) sewaktu sang pelaku
masih berusia anak, sehingga sang pelaku terobsesi untuk melakukan hal yang
sama sebagaimana yang pernah dialami. 71
Undang-undang Perlindungan Anak ini merupakan suatu aturan hukum
yang bertujuan untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan fisik,
70
71


Ibid
Ibid

Universitas Sumatera Utara

emosional, sosial dan seksual, penelantaran, tindakan membahayakan, ekspolitasi:
ekonomi, seksual, dan diskriminasi karena latar belakang ekonomi, politis, agama,
sosial budaya, dan orangtuanya sehingga hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal, mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi agar terwujud anak Indonesia yang berkualitas,
berakhlak, dan sejahtera 72 termasuk tindak pidana pencabulan yang dilakukan
oleh anak.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. 73 Tindak Pidana Pencabulan yang
dilakukan oleh Anak dijerat dengan Pasal 76D dan 76E Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang diuraikan sebagai berikut:
Pasal 76D Undang-Undang Perlindungan Anak: 74
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan
memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang

lain.”
Pasal 76E Undang-Undang Perlindungan Anak: 75
“Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan,
memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan,
atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan
perbuatan cabul.”
72

Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2015), hal. 25-26
73
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
74
Lihat Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
75
Lihat Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak


Universitas Sumatera Utara

Hukuman atas perbuatannya sesuai pasal di atas dijerat dengan sanksi
pidana yaitu Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak yang diuraikan sebagai berikut:
Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak: 76
1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi
Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian
kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.
3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua,Wali,pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 82 Undang-Undang Perlindungan Anak:

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua,Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Orangtua yang anaknya korban tindak pidana pencabulan tersebut segera
mendapatkan pertolongan medis. Selain itu, tindakan medis ini perlu untuk
mendapatkan Visum et Repertum.Hukum acara pidana menjelaskan bahwa visum
dapat dimasukkan sebagai salah satu alat bukti (tertulis) bahwa telah terjadi
peristiwa pencabulan terhadap korban tersebut. 77

76

Lihat Pasal 81 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
77
Ismantoro Dwi Yuwono, Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan Seksual
terhadap Anak, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2015), hal. 119

Universitas Sumatera Utara

Visum et Repertum termasuk salah satu 5 alat bukti yang sah diatur dalam
Pasal 184 ayat (1) juncto Pasal 187 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana), yaitu alat bukti surat. Terkait dengan pencabulan yang terjadi pada
anak, hasil visum dari dokter penting peranannya karena surat ini menunjukkan
bahwa memang benar-benar terbukti secara medis anak tersebut mengalami
pencabulan. 78

C. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak(“UU

SPPA”)

mulai

diberlakukan

dua

tahun

setelah

tanggal

pengundangannya, yaitu 30 Juli 2012 sebagaimana disebut dalam Ketentuan
Penutupnya (Pasal 108 UU SPPA). Artinya UU SPPA ini mulai berlaku sejak 31
Juli 2014.
UU SPPA ini merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Pengadilan Anak”) yang bertujuan agar
dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin perlindungan kepentingan
terbaik terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. UU Pengadilan Anak
dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dalam masyarakat dan
belum secara komprehensif memberikan perlindungan khusus kepada anak yang
berhadapan dengan hukum. 79

78

Ibid
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
“http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt53f55d0f46878/hal-hal-penting-yang-diatur-dalamuu-sistem-peradilan-pidana-anak“. Diakses pada Tanggal 30 Mei 2017 Pukul: 23.10 WIB
79

Universitas Sumatera Utara

UU SPPA mengubah wajah peradilan pidana anak di Indonesia dengan
pengaturan beberapa substansi penting, salah satunya mengenai keadilan
restoratif. Merujuk pada Penjelasan Umum UU SPPA, keadilan restoratif akan
dihasilkan dari suatu proses diversi.
Diversi secara umum diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 UU
SPPA. Secara lebih rinci berdasarkan perintah Pasal 15 UU SPPA, pedoman
pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi akan
diatur melalui peraturan pelaksana berupa Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
dan Peraturan Pemerintah (PP).
Diversi merupakan bagian terpenting dalam UU SPPA. Berdasarkan
Penjelasan Umum UU SPPA, disebutkan bahwa substansi yang paling mendasar
dalam UU SPPA adalah pengaturan secara tegas mengenai keadilan restoratif dan
diversi, yang dimaksudkan untuk menghindarkan dan menjauhkan anak dari
proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar.
Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak menyebutkan 80:
1. Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan
ketentuan dalam Undang-Undang ini.
2. Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun hanya dapat dikenai
tindakan.

80

Lihat Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak

Universitas Sumatera Utara

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain: 81
1. Perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
2. Penyerahan kembali kepada orangtua/wali;
3. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau
LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
4. Pelayanan masyarakat.
D. Peraturan Pemerintah Pelaksana Undang-Undang Nomor 65 Tahun
2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak
Yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2015 mengatur secara khusus tentang
pedoman pelaksanaan diversi guna melaksanakan ketentuan Pasal 15 dan Pasal 21
ayat (6) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak,

Presiden

Joko

Widodo

pada

tanggal

19

Agustus

2015

telah

menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman
Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun. 82
Pasal 91 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pelaksana Undang-Undang Nomor
65 Tahun 2015 menyebutkan: 83
“Anak yang belum berumur 14 (empat belas) tahun yang diduga melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau
lebih yang sedang ditahan pada tahap penyidikan, penuntutan, atau

81

Lihat Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak
82
Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 “http://setkab.go.id/pemerintah-terbitkanaturan-penanganan-hukum-anak-yang-belum-berumur-12-tahun/” Diakses pada Tanggal 30 Mei
2017 Pukul: 23.20 WIB
83
Lihat Pasal 91 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pelaksana Undang-Undang Nomor 65
Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur
12 (Dua Belas) Tahun

Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan di sidang pengadilan, dikeluarkan dari tahanan dan diserahkan
kepada orangtua/wali.”

E. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Penyelesaian Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2014 mengatur secara
khusus tentang pedoman pelaksanaan diversi dalam SPPA.
Pasal 2 PERMA No. 4 Tahun 2014 menyebutkan:
“Diversi diberlakukan terhadap anak yang telah berumur 12 (dua belas)
tahun tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah berumur 12
(dua belas) tahun meskipun pernah kawin tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun, yang diduga melakukan tindak pidana.”
Pasal 3 PERMA No. 4 Tahun 2014 menyebutkan:
“Hakim Anak wajib mengupayakan Diversi dalam hal anak didakwa
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7
(tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk surat dakwaan
subsidaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan).”
Tindak pidana pencabulam dalam Pasal 289 KUHP (Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana) menyebutkan bahwa: 84
“Barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan memaksa
seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan padanya perbuatan
dihukum karena salahnya melakukan perbuatan melanggar kesopanan
dengan hukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.”

84

Lihat Pasal 289 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

Universitas Sumatera Utara

F. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 59 Tahun 2015 tentang Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA)
ditandatangani oleh Presiden RI pada tanggal 18 Mei 2015 dan mulai berlaku
sejak 25 Mei 2015, sama dengan beberapa Perpres tentang Kementerian/Lembaga
yang lain. Kementerian PPPA mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk
membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Pelaksanaan tugas dan kewenangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dalam penanganan anak yang
berhadapan dengan hukum, meliputi 85:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Merumuskan kebijakan penanganan anak yang berhadapan dengan
hukum;
Melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan instansi/lembaga terkait;
Melakukan sosialisasi, advokasi, dan fasilitas;
Mendorong serta merta masyarakat;
Mengandalkan pelatihan-pelatihan;
Membentuk Kelompok Kerja Penanganan Anak yang Berhadapan
dengan Hukum;
Mengembangkan panduan atau pedoman, standar dan prosedur
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum;
Melakukan sosialisasi internal; dan
Melakukan pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan.

Kementerian

Pemberdayaan

Perempuan

dan

Perlindungan

Anak

menyelenggarakan fungsi: 86
1. Perumusan dan penetapan kebijakan di bidang kesetaraan gender,
perlindungan hak perempuan, perlindungan anak, tumbuh kembang anak,
dan partisipasi masyarakat;
85

Lihat Pasal 11 mengenai Keputusan Bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum No. 2/Men.PP dan PA/XII/2009
86
Lihat Pasal 3Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

2. Penetapan sistem data gender dan anak;
3. Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kesetaraan
gender, perlindungan hak perempuan, perlindungan anak, tumbuh
kembang anak, dan partisipasi masyarakat;
4. Koordinasi pelaksanaan penanganan perlindungan perempuan dan anak
berbasis gender;
5. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi di lingkungan kementerian pemberdayaan perempuan dan
perlindungan anak;
6. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawab
kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; dan
7. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian
pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pasal 14 Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2015 menyebutkan: 87
(1) Deputi Bidang Perlindungan Anak berada di bawah danbertanggung
jawab kepada Menteri;
(2) Deputi Bidang Perlindungan Anak dipimpin oleh Deputi.
Pasal 15 Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2015 menyebutkan: 88
“Deputi Bidang Perlindungan Anak mempunyai tugasmenyelenggarakan
perumusan

kebijakan

serta

koordinasidan

sinkronisasi

pelaksanaan

kebijakan di bidangperlindungan anak.”
Pasal 16 Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2015 menyebutkan: 89
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalamPasal 15, Deputi
Bidang Perlindungan Anakmenyelenggarakan fungsi:
1. perumusan kebijakan di bidang perlindungan anak;
2. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang
perlindungan anak;
3. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
perlindungan anak;
4. penyusunan data gender di bidang perlindungan anak;
87

Lihat Pasal 14 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
88
Lihat Pasal 15 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
89
Lihat Pasal 16 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2015 Tentang
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

5. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan
anak;
6. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan kebijakan
di bidang perlindungan anak;
7. pelaksanaan administrasi Deputi Bidang Perlindungan Anak; dan
8. pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Instansi atau lembaga perlindungan anak salah satunya Unit Pelayanan
Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat unit PPAadalah unit yang
bertugas memberikan pelayanan, dalam bentuk perlindungan terhadap perempuan
dan anak yang menjadi korban kejahatan dan penegakan hukum terhadap
pelakunya. 90
G. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002
UU Nomor 17 Tahun 2016 disahkan Presiden RI Joko Widodo pada
tanggal 9 November 2016, dan juga telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan
HAM RI Yasonna H. Laoly pada tanggal yang sama yakni 09 November 2016.
Anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam
pembangunan nasional wajib mendapatkan perlindungan dari negara sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang menyatakan bahwa anak berhak atas perlindungan dari kekerasan.
Pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan di bidang
teknologi informasi dan komunikasi, memunculkan fenomena baru kekerasan
seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan
kejahatan serius (serious crime) yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan
secara signifikan mengancam dan membahayakan jiwa anak, merusak kehidupan

90

Lihat Pasal 1 angka 8 mengenai Keputusan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia Tentang Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan
Hukum No. 02/Men.PP dan PA/XII/2009

Universitas Sumatera Utara

pribadi dan tumbuh kembang anak, serta mengganggu rasa kenyamanan,
ketentraman, keamanan, dan ketertiban masyarakat. 91
Undang-Undang

Dasar

Negara

Republik

Indonesia

Tahun

1945

mencantumkan bahwa Negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, serta perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Seiring dengan pesatnya arus globalisasi dan dampak negatif dari perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi, kekerasan terhadap anak khususnya yang
berkaitan dengan kekerasan seksual semakin meningkat tajam.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah
diubah melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang salah
satu perubahannya menitikberatkan pada pemberatan sanksi pidana terhadap
pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Perubahan Undang-Undang tersebut
belum menurunkan tingkat kekerasan seksual terhadap anak secara signifikan.
Negara perlu mengambil langkah-langkah yang optimal dan komprehensif
dengan tidak hanya memberikan pemberatan sanksi pidana, juga menerapkan
bentuk pencegahan (preventif) dengan memberikan tindakan berupa kebiri kimia,
pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak. Untuk menyikapi fenomena kekerasan seksual terhadap
anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan
seksual terhadap anak, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal
91

Lihat Ketentuan Umum Mengenai Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

25 Mei 2016. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2016 tersebut telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat untuk
kemudian disahkan menjadi Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menjadi Undang-Undang berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (2) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 92
Anak-anak yang melakukan tindak pidana kesusilaan tidak dijatuhi pidana
tambahan berupa pidana mati, seumur hidup, atau penjara, dan tindakan berupa
kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. 93

92

Lihat Ketentuan Umum Mengenai Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002
93
Lihat Pasal 1 (Ketentuan Pasal 81 angka (9) dan 82 angka (8)) Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/Pid.Sus/2011/Pn-Bi)

5 92 87

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Tindak Pidana Pemerkosaan Seorang Ayah Kepada Anak Kandung Ditinjau Dari Psikologi Kriminil (Studi Kasus Putusan NO.166/PID.B/2009/PN-KIS)

1 60 142

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pelaku Tindak Pidana Perusakan dan Pencemaran Lingkungan (Studi Putusan MA RI No. 755K/PID.SUS/2007)

1 50 100

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN PELAKU ANAK Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Pelaku Anak (Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt).

0 6 17

Tinjauan Yuridis terhadap Diversi dalam Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Penetapan No. 05 Pid.Sus-Anak 2016 PN.Bnj)

0 3 5

Tinjauan Yuridis terhadap Diversi dalam Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Penetapan No. 05 Pid.Sus-Anak 2016 PN.Bnj)

0 0 42

Tinjauan Yuridis terhadap Diversi dalam Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Penetapan No. 05 Pid.Sus-Anak 2016 PN.Bnj)

0 0 1

Tinjauan Yuridis terhadap Diversi dalam Perkara Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Penetapan No. 05 Pid.Sus-Anak 2016 PN.Bnj)

0 0 15