PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN PELAKU ANAK Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Pelaku Anak (Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt).

(1)

1

PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN PELAKU ANAK

(Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt)

NASKAH PUBLIKASI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Disusun Oleh: TITO ARIF PRASETYA

C 100.110.165

FAKULTAS HUKUM

UNIVRSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015


(2)

2

HALAMAN PERSETUJUAN

Naskah Publikasi ini telah di terima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta Pada

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

(Dr. Natangsa Surbakti, S.H., M.Hum.) (Bambang Sukoco, S.H., M.H.)

Mengesahkan Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta


(3)

1

PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN DENGAN PELAKU ANAK

(Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt) Tito Arief Prasetya

C.100.110.165 Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta titoap@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan proses aparat penegak hukum dalam melakukan suatu penetapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan dan hambatan apa saja yang timbul. Penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara. Sumber data terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder berupa bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder. Teknik analisis data secara deskriptif yang bersifat deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur yang dipakai atau diberlakukan yaitu Undang-Undang No 12 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan PERMA No 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak yaitu upaya diversi dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan, baik di tingkat penyidikan, kejaksaan maupun pada tingkat pengadilan. Sedangkan proses penerapan diversi dilakukan oleh penyidik dengan musyawarah atau mediasi terhadap para pihak sampai terbentuknya suatu kesepakatan diversi yang disetujui oleh para pihak, pada tingkat Pengadilan Negeri, hasil kesepakatan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan, kemudian hasil penetapan disampaikan kepada para pihak untuk dilaksanakan. Adapun hambatan yang timbul dalam melakukan penelitian kasus dapat dibagi menjadi lima faktor: faktor undang-undang, faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, dan faktor budaya.

Kata kunci: penerapan diversi, tindak pidana pencabulan, pelaku anak ABSTRACT

The purpose of study aims to determine how the procedures and process of law enforcement officers in performing a determination of diversion for children as perpetrators of criminal acts of sexual abuse and any obstacles that arise. This study includes a normative juridical research. Data collection techniques to the study of literature and interviews. The data source consists of the primary data and secondary data in the form of interview materials both primary and secondary law. Descriptive data analysis technique that is deductive. The results showed that the procedure used or applied that Act No. 12 of 2012 on the Criminal Justice System Child and PERMA No. 4 Year 2014 on Guidelines for Diversion in the Criminal Justice System Child is an attempt of diversion is done at every level of scrutiny, both at the level of investigation, the prosecutor or the court level. While the process of applying the diversion conducted by investigators with the consultation or mediation to the parties to the formation of an agreement diversion agreed by the parties, at the district court level, the result of the agreement submitted to the Chairman of the District Court to obtain a determination, then the result of the determination was delivered to the parties to be implemented , As for the obstacles that arise in conducting the case study can be divided into five factors: factor of legislation, law enforcement apparatus, means or facility of factors, community factors, and cultural factors.


(4)

2 PENDAHULUAN

Pokok dari tujuan sistem peradilan pidana anak, yaitu memajukan kesejahteraan anak (the promotion of the well being of the juvenile). Tujuan memajukan kesejahteraan anak merupakan fokus utama (the main focus), berarti menghindari penggunaan sanksi pidana yang semata-mata bersifat menghukum

(avoidance of mereley punitive sanctions).1 Membicarakan hukum pidana berarti

tidak dapat dilepaskan bukanlah mengenai perbuatan secara individual, melainkan dari permasalahan pokok dalam hukum pidana itu sendiri. Hukum pidana apabila dipandang secara dalam, ada tiga permasalahan pokok yaitu perbuatan yang dilarang, orang (korporasi) yang melakukan perbuatan yang dilarang itu, pidana yang diancamkan dan dikenakan kepada orang (korporasi) yang melanggar larangan itu.2

Mengenai batas usia bagi pemidanaan anak dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Pasal 1 angka 3, 4, 5 pada dasarnya mengatur bahwa anak adalah anak yang belum mencapai umur 18 tahun. Namun, khusus usia anak yang dapat diajukan atau diproses melalui sistem peradilan pidana adalah orang yang usianya telah mencapai 12 tahun tetapi belum berusia 18 tahun.3

Bentuk antisipasi untuk menghindari adanya dampak negatif dari proses peradilan pidana terhadap anak, dapat dilakukan suatu tindakan atau kebijakan dalam menangani atau menyelesaikan masalah tentang anak dengan tidak melalui

1

Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing, hal. 2

2

Sudaryono & Natangsa Surbakti, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: Universitas Muhamadiyah Surakarta, Hal. 4.

3

Widodo, 2013, Prisonisasi Anak Nakal: Fenomena dan Penanggulangannya, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, hal. 2.


(5)

3

proses pidana. Proses peradilan menimbulkan dampak psikologi yang merugikan bagi anak. Mereka akan mengalami tekanan dan stigmatisasi selama menjalani proses peradilan, maka berdasarkan hal tersebut segala aktifitas yang dilakukan dalam rangka peradilan anak apakah itu oleh polisi, jaksa, hakim atau pejabat lain, harus didasarkan pada suatu prinsip ialah demi kesejahteraan anak dan kepentingan anak.4 Gagasan mengenai diversi itu sendiri, sudah diatur didalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang masih berlaku saat ini, membahas mengenai pengertian diversi sampai tujuan

diversi itu sendiri. Di dalam Perma No 4 Tahun 2014 menjelaskan tentang

Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak, yang isinya menjelaskan bagimana pelaksanaan diversi itu dilakukan oleh aparat hukum yang berwenang.

Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt mengenai kasus pencabulan yang dilakukan oleh R (inisial) yang berumur 14 tahun, berjenis kelamin laki-laki, yanng melakukan perbuatan cabul pada hari Senin tanggal 22 September 2014 sekitar pukul 15.00 wib melakukan tindak pidana asusila yaitu perbuatan cabul terhadap korban yaitu RKH (inisial) jenis kelamin laki-laki dirumah si korban. Kejadian tersebut diketahui oleh ibu korban saat sampai ke rumah setelah selesai bekerja, lalu ibu korban melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi dan pelaku diancam dengan pasal 290 ayat (2) tentang Pencabulan.

Mengenai sanksi terhadap anak dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2012, yaitu ditentukan berdasarkan perbedaan umur anak dalam hal tindak pidana yang dilakukan oleh anak masih berumur 12 tahun atau 12 tahun kebawah hanya


(6)

4

dikenakan tindakan, sedangkan terhadap anak yang berumur 12 sampai 18 tahun perkara tindak pidana anak tetap diajukan ke sidang anak atau dapat dijatuhkan pidana.5 Oleh karena itu upaya diversi sungguhlah tepat digunakan untuk anak yang terjerat masalah hukum khususnya pidana pemidanaan, agar hak-hak sebagai anak tidak terampas akibat proses pidana dan tidak menimbulkan efek negatif bagi si anak.

Kasus kejahatan seksual terhadap anak sangat mengkhawatirkan. Sebanyak 21 anak dibawah umur di Solo menjadi korban kekerasan seksual selama kurun waktu lima bulan terakhir. Demikian disampaikan Kasatreskim Polresta Solo, Kompol Guntur Saputro saat jumpa wartawan di Mapolresta Solo, Jumat (13/6/2014). Menurur dia, kasus kekerasan seksual terhadap anak di Solo terbilang tinggi. Dia mencatat pihaknya menangani 15 kasus kekerasan terhadap anak sejak Januari hingga hingga awal Juni. Dia menyebutkan telah menangkap 16 tersangka. Seluruh tersangka menurut Guntur mengakui telah menyetubuhi, menyodomi, dan melecehkan anak di bawah umur. Mantan Kabagops Polres Banyumas itu mengatakan sebanyak 21 anak telah menjadi korban kebejatan para tersangka. Kebanyakan mereka perempuan berusia berkisar antara 14-17 tahun dan berstatus pelajar. Berdasarkan analisis kasus, pelaku kejahatan kekerasan terhadap anak merupakan orang dekat atau setidaknya orang yang telah dikenal cukup baik.6

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan proses aparat penegak hukum

5

Ibid. hal. 30.

6 Rudi Hartono, Kejahatan Seksual 5 Bulan, 21 Anak di Solo Jadi Korban Pencabulan, Senin, 16

Juni 2014, http://www.solopos.com/2014/06/16/kejahatan-seksual-5-bulan-21-anak-di-solo-jadi-korban-pencabulan-513524, di unggah 24 Juni 2015, pukul 08:36


(7)

5

dalam melakukan suatu penetapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan, serta mengetahui hambatan apa saja yang timbul dalam melakukan penetapan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencabulan. Metode penelitian ini termasuk penelitian yuridis normatif. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara. Sumber data terdiri dari data primer yakni wawancara dan data sekunder berupa bahan-bahan hukum baik primer maupun sekunder. Teknik analisis data secara deskriptif yang bersifat deduktif.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Prosedur Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Anak Berdasarkan Undang-Undang Yang Berlaku

a. Prosedur Penerapan Diversi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Berdasarkan Pasal 7 menjelaskan bahwa setiap perkara anak wajib diupayakan diversi baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara. Pengertian penyidikan dapat kita uraikan atau jelasakan pada pembahasan ketentuan umum, Pasal 1 butir 1 dan 2 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), merumuskan pengertian penyidikan yang menyatakan penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Penyidikan berarti serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.7

7Yahya Harahap, 2005, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidik dan


(8)

6

Skema proses Diversi dalam UUSPPA (Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak):8

Bagan 1

Bagan 2

8

Dewi, 2012, Tinjauan Pelaksanaan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam Prespektif Pengadilan, dalam http://www.pn-stabat.go.id/userfiles/file/Bahan%20Presntasi/SPPA%20ICJS.pdf diunduh Rabu, 30 September 2015 19:35.

Forum musyawarah / mediasi penal

RESTORATIF JUSTICE

Penyidik Anak, PK BAPAS, ANAK, PH/Pendamping, korban/ORTU, TOMAS/PEKSOS Laporan Masyarakat UP2A Penyidik DIVERSI (30 hari) PS 29.2 Berhasil Kesepakatan Laporan Penyidik Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Penetapan Penghentian Penyididkan Tidak Berhasil ,Berkas dilimpahkan ke Penuntut Umum Pemulihan Berkas diterima KEJARI KAJARI menunjuk Jaksa Anak Diversi (30 hari) PS 42.2 Forum Musyawarah/ Mediasi Penal RESTORATIVE JUSTICE Penuntut Umum, BAPAS, Ortu, PH /

Pendamping, Korban / ortu,

Tokoh Masy Berhasil Kesepakatan Laporan JPU Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (DIVERSI) Penetapan Penghentian Penuntutan Tidak Berhasil Berkas dilimpahkan ke Pengadilan


(9)

7 Bagan 3

Bagan 4

Berdasarkan bagan di atas terdapat 4 tahapan dalam proses penerapan

diversi. Pada bagan 1 dijelaskan, adanya laporan masyarakat terjadinya tindak

pidana ke kantor polisi setempat. Oleh polisi perkara tersebut diterima dan ditangani atau ditindak lanjuti oleh penyidik. Sejak dalam tahap masuknya perkara anak, penyidik telah dapat melakukan diversi, baik penyidik sebagai penegak (law enforcement), maupun penyidik bertugas sebagai penjaga ketertiban, penganyoman masyarakat (non law enforcement sources).9 Penyidik wajib mengupayakan diversi selama 7 hari setelah penyidikan dimulai. Apabila

9 Setya Wahyudi, Op.Cit., hal. 74.

SIDANG (UU SPPA)

REQUISITOR PLEDOI

PUTUSAN Berkas diterima Pengadilan Negeri Ketua Pengadilan Negeri menunjuk Hakim Anak DIVERSI (30 HARI) PS 52.3 Forum Musyawarah /Mediasi RESTIRATIVE JUSTICE (HA,PK BAPAS,ANAK,P H/Pendamping, Korban/Ortu, Tokoh Masy) Berhasil Kesepakatan Laporan Hakim Anak Penetapan Ketua Pengadilan Negeri (DIVERSI) Penetapan Penghentian Ketua Pengadilan Negeri Tidak Berhasil Sidang Dilanjutkan (KUHAP UU 97)


(10)

8

diversi dapat dilakukan oleh para pihak maka dilakukan proses diversi selama 30

hari sesuai dengan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak No. 11 tahun 2012. Dalam tingkat penyidikan proses diversi dilakukan suatu musyawarah atau forum mediasi penal.

Bagan 2 merupakan kelanjutan atau tindak lanjut dari tabel nomor 1, setelah kesepakatan diversi tidak berhasil dan berkas dilimpahkan ke kejaksaan. Kejaksaan menerima pelimpahan perkara dari polisi atau penyidik, dilakukan penuntutan lebih lanjut untuk diperiksa secara formal di pengadilan. Pihak penuntut umum masih berwenang untuk menentukan seleksi apakah anak tersebut dapat dilakukan diversi atau tidak. Apabila penuntut umum memutuskan untuk dimasukkan pada seleksi program diversi,10 kejaksaan menunjuk jaksa anak untuk dilakukannya proses diversi paling lama 7 hari sejak menerima berkas dari pe nyidik. Proses diversi dilakukan selama 30 hari sesuai yang tercantum pada Pasal 42 ayat 2.

Bagan 3 merupakan kelanjutan dari tabel 2, setelah kesepakatan diversi tidak berhasil maka berkas perkara dari kejaksaan atau penuntut umum dilimpahkan ke Pengadilan Negeri. Berkas perkara yang sudah diterima Pengadilan Negeri, maka Ketua Pengadilan Negeri wajib menetapkan hakim atau mejelis hakim untuk menangai perkara anak paling lama 3 hari setelah menerima berkas perkara dari penuntut umum,sesuai dengan Pasal 52 ayat (1). Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri wajib mengupayakan diversi paling lama 7 hari sejak ditetapkan sebagai hakim (Pasal 52 ayat (2)). Apabila hakim menyutujui untuk dilakukan diversi dan para pihak sepakat dengan terlebih dahulu

10 Satya Wahyudi, Op.Cit., hal. 76.


(11)

9

melakukan seleksi (Juvenile Court Intake),11 maka proses diversi dapat dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 hari (Pasal 52 ayat (3)). Proses mediasi atau musyawarah dapat dilakukan di ruang mediasi yang telah disediakan Pengadilan negeri. Para pihak yang terlibat dalam mediasi yaitu hakim anak, penuntut umum, dan pembimbing kemasyarakatan BAPAS (sebagai mediator), anak sebagai pelaku, orangtua pelaku, korban, orangtua korban, penasehat hukum /pendamping, dan tokoh masyarakat. Apabila dalam mediasi para pihak sepakat dan menyetujui proses diversi, maka akan dibuat hasil kesepakatan diversi oleh hakim sesuai dengan Pasal 11.

Hakim membuat laporan atau berita acara hasil kesepakatan diversi untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan sesuai dengan Pasal 12 ayat (2). Ketua Pengadilan Negeri menyampaikan penetapan diversi kepada penuntut umum, hakim anak, dan pembimbing kemasyarakatan BAPAS sebagai mediator paling lama 3 hari sejak ditetapkan. Ketua Pengadilan negeri membuat berita acara penetapan penghentian perkara tersebut. Apabila dalam proses diversi tidak berhasil, maka dilanjutkan dengan sidang di peradilan.

Bagan 4 menjelaskan proses sidang di peradilan, anak disidangkan pada ruang persidangan khusus anak dan persidangan tersebut tertutup untuk umum. Dalam persidangan anak wajib didampingi oleh pendamping baik itu dari orangtua atau pembimbing kemasyarakatan. Hakim membacakan surat dakwaan setelah itu jaksa penuntu umum membacakan penuntutan. Hakim memberikan kesempatan kepada terdakwa untuk melakukan pembelaan. Setelah itu hakim menjatuhkan putusan atau membacakan putusan. Perkara tersebut bisa diputus

11


(12)

10

bebas (release) ataupun diputus dilakukan pembinaan dalam lembaga atau diluar lembaga (residental placement, probation or other nonresidential).12

b. Prosedur Penerapan Diversi Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang–Undang No 11 tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 15 disebutkan bahwa mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi diatur dalam peraturan lain. Penjelasan yang dimaksud dalam Pasal 15 adalah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sitem Peradilan Pidana Anak. Dalam UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak belum mengatur secara jelas tentang tata cara dan tahapan proses diversi, maka dibuatlah PERMA tersebut untuk mengatur proses diversi secara jelas mengenai tata cara dan tahapan dilakukannya diversi.

PERMA Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak terdiri dari 5 (lima) sub bab, yaitu: Ketentuan Umum, Kewajiban Diversi, Pelaksanaan Diversi Di Pengadilan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Dalam perkara yang diteliti oleh penulis yaitu Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt. Dalam Penetapan perkara tersebut Hakim dalam melakukan petimbangan sudah sesuai dengan prosedur, yaitu menggunakan dasar peraturan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah

12 Ibid.


(13)

11

Agung (PERMA) Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Proses Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Anak Sebagai Pelaku Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Diversi/2014/PN.Skt

Pada tingkat penyidikan proses diversi diupayakan karena pelaku masih di bawah umur atau masih anak-anak diketahui telapor masih duduk di bangku SMP kelas II dan korban masih anak-anak, walupun pelaku sudah melakukan tindak pidana pencabulan yang memenuhi unsur atau kriteria pasal 290 KUHP. Proses upaya diversi dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan baik pada tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Apabila dalam tingkat kepolisian (penyidikan) proses diversi gagal mencapai kesepakatan maka perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan.

Dalam tingkat kejaksaan seorang jaksa wajib mengupayakan diversi kepada para pihak sampai batas waktu yang ditentukan. Apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilimpahkan ke pengadilan negeri dan oleh hakim juga diupayakan diversi sampai terjadi kesepakatan. Apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilanjutkan ke proses persidangan sesuai dengan hukum sistem peradilan pidana anak. Pada perkara ini proses diversi dilakukan pada tingkat penyidikan dan kesepakatan diversipun tercapai oleh para pihak.

Hambatan Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Pelaku Anak (Nomor Perkara: 02/Pen.Pid.Diversi./2014/PN.Skt)

Dikaitkan dengan teori efektifitas hukum dengan hasil wawancara dengan nara sumber terdapat beberapa poin yang dapat diuraikan:

Pertama, dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur


(14)

12

dipakai saat ini UU No 12 Tahun 2012 dan pedoman pelaksanaan diversi PERMA No 4 Tahun 2014.

Kedua, dilihat dari penegak hukumnya tidak terdapat kendala dalam

penanganan kasus ini, karena di tingkat kepolisian sudah terdapat unit PPA (Penanganan Perkara Anak) yang menangani kasus anak yang berisikan para penyidik untuk menangani kasus anak.

Ketiga, terkait faktor sarana atau fasilitas di Pengadilan Negeri Surakarta

terdapat ruang diversi dan ruang telekonfren. Ruang diversi digunankan untuk proses musyawarah atau mediasi terhadap para pihak yang berperkara sedangkan ruang telekonfren digunakan apabila dalam melakukan pemeriksaan diperlukan pemisahan biasanya terkait pemeriksaan saksi. Di tingkat kepolisisan terdapat ruang pelayanan khusus, salah satunya digunakan untuk melakukan musyawarah dalam melakukan diversi.

Keempat, dilihat dari faktor masyarakat, dalam kasus ini yaitu para pihak

yang berperkara, baik dari pihak korban maupun pihak tersangka atau pelaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber yang menjadi faktor penghambat adalah kurang pahamnya dari pihak korban mengenai upaya diversi bagi anak atau minimnya informasi bagi pihak korban mengenai upaya diversi bagi anak yang terjerat masalah hukum.

Kelima, dilihat dari faktor kebudayaan, masyarakat beranggapan bahwa,

apabila melakukan suatu perbutan yang merugikan atau dipandang buruk maka harus di hukum tetapi dalam kasus ini berdasarkan hasil penelitian BAPAS dan data yang diperoleh penulis, tanggapan dari masyarakat mengenai saudara R cukup positif dan mendukung untuk dilakukan diversi.


(15)

13 PENUTUP

Kesimpulan

Pertama, ditinjau dari peraturan yang dipakai atau diberlakukan dalam

kasus yang diteliti oleh penulis yaitu dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 upaya diversi dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan, baik ditingkat pentyidikan, kejaksaan maupun pada tingkat pengadilan. PERMA No 4 Tahun 2014 menjelaskan tengtang tatacara untuk dilakukakannya diversi oleh para pihak.

Kedua, penerapan diversi dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/

PN.Skt yang diteliti oleh penulis diselesaikan pada tingkat penyidikan. Proses diversi dilakukan oleh penyidik dengan musyawarah atau mediasi terhadap para pihak sampai terbentuknya suatu kesepakatan diversi yang disetujui oleh para pihak. Pada tingkat Pengadilan Negeri, hasil kesepakatan tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan. Hasil dari penetapan tersebut disampaikan kepada para pihak untuk dilaksanakan.

Ketiga, hambatan yang didapat oleh penulis dalam melakukan penelitian

kasus dengan Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt yang dilakukan oleh saudara R, menurut penulis yang menjadi kendala adalah faktor masyarakat dan budaya. Yang dimaksud faktor masayarakat adalah para pihak khususnya pihak korban yang menjadi pihak yang dirugikan akibat perbuatan pelaku. Kurangnya pemahaman terhadap pihak korban yaitu dari keluarga RKH mengenai upaya diversi, pihak korban inginnya tindakan tersebut diproses melalui jalur hukum. Yang dimaksud faktor kebudayaan adalah asumsi masyarakat mengenai baik buruknya suatu perbuatan.


(16)

14 Saran

Pertama, untuk pemerintah sebaiknya dalam membuat kebijakan atau

undang-undang kususnya tentang anak harus mementingkan kepentingan anak. Karena anak merupakan generasi muda penerus bangsa. Pemerintah seharusnya lebih selektif dalam mengontrol perkembangan teknologi atau media komunikasi sosial khususnya bagi anak agar tidak terkena dampak negatif dari perkembangan teknologi dan komunikasi sekarang dengan membuat suatu kebijakan atau peraturan-peraturan tertentu yang melindungi tumbuh kembang si anak.

Kedua, untuk aparat penegak hukum harus memberikan sosialisasi dengan

turun ke lapangan atau turun ke tengah masyarakat memberikan penyuluhan dan antisipasi terkait anak yang berhadapan dengan masalah hukum atau anak nakal.

Ketiga, untuk para orangtua agar mendidik dan mengawasi anaknya dari

pergaulan bebas dan menanamkan ilmu agama sejak dini kepada si anak agar kelak kalau dewasa dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Serta memberi batasan kepada anak yang suka bermain game virtual atau online, yangsekiranya patut untuk dimainkan dan tidak boleh dimainkan.


(17)

15

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bakhri, ed, Syaiful. 2014, Hukum Pidana Masa Kini, Yogyakarta: Total Media. Harahap, Yahya. 2005. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidik dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

Surbakti, Natangsa dan Sudaryono, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum UMS

Wahyudi, Setya. 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem

Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing.

Widodo, 2013, Prisonisasi Anak Nakal: Fenomena dan Penggulangannya, Yogyakarta: Aswaja pressindo

Aturan Perundang-undangan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Web/Internet

Dewi, 2013, Proses Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Indonesia, dalam https://srsg.violenceagainstchildern.org/sites/default/

files/consultations//restorative_justice/presentations/dyah_dewi/Diversi%2 0dalam%20SPPA%20Indonesia-rev.pdf diakses Rabu, 30 September 2015, 19:45 WIB.

Dewi. 2012. Tinjauan Pelaksanaan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam Prespektif Pengadilan, dalam

http://www.pn-stabat.go.id/userfiles/file/Bahan%20Presntasi/SPPA%20IC JS.pdf diunduh Rabu, 30 September 2015 19:35.

Hartono, Rudi. Kejahatan Seksual 5 Bulan, 21 Anak di Solo Jadi Korban Pencabulan, Senin, 16 Juni 2014, http://www.solopos.com/2014/06/16/


(1)

10

bebas (release) ataupun diputus dilakukan pembinaan dalam lembaga atau diluar lembaga (residental placement, probation or other nonresidential).12

b. Prosedur Penerapan Diversi Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung

(PERMA) Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi

Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang–Undang No 11 tahun 2012 tentang Sitem Peradilan Pidana Anak pada Pasal 15 disebutkan bahwa mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi diatur dalam peraturan lain. Penjelasan yang dimaksud dalam Pasal 15 adalah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sitem Peradilan Pidana Anak. Dalam UU No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak belum mengatur secara jelas tentang tata cara dan tahapan proses diversi, maka dibuatlah PERMA tersebut untuk mengatur proses diversi secara jelas mengenai tata cara dan tahapan dilakukannya diversi.

PERMA Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak terdiri dari 5 (lima) sub bab, yaitu: Ketentuan Umum, Kewajiban Diversi, Pelaksanaan Diversi Di Pengadilan, Ketentuan Peralihan, Ketentuan Penutup. Dalam perkara yang diteliti oleh penulis yaitu Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt. Dalam Penetapan perkara tersebut Hakim dalam melakukan petimbangan sudah sesuai dengan prosedur, yaitu menggunakan dasar peraturan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Mahkamah


(2)

11

Agung (PERMA) Nomor 4 tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.

Proses Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan Anak

Sebagai Pelaku Dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Diversi/2014/PN.Skt

Pada tingkat penyidikan proses diversi diupayakan karena pelaku masih di bawah umur atau masih anak-anak diketahui telapor masih duduk di bangku SMP kelas II dan korban masih anak-anak, walupun pelaku sudah melakukan tindak pidana pencabulan yang memenuhi unsur atau kriteria pasal 290 KUHP. Proses upaya diversi dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan baik pada tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Apabila dalam tingkat kepolisian (penyidikan) proses diversi gagal mencapai kesepakatan maka perkara akan dilimpahkan ke Kejaksaan.

Dalam tingkat kejaksaan seorang jaksa wajib mengupayakan diversi kepada para pihak sampai batas waktu yang ditentukan. Apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilimpahkan ke pengadilan negeri dan oleh hakim juga diupayakan diversi sampai terjadi kesepakatan. Apabila tidak terjadi kesepakatan maka dilanjutkan ke proses persidangan sesuai dengan hukum sistem peradilan pidana anak. Pada perkara ini proses diversi dilakukan pada tingkat penyidikan dan kesepakatan diversipun tercapai oleh para pihak.

Hambatan Penerapan Diversi Dalam Tindak Pidana Pencabulan Dengan

Pelaku Anak (Nomor Perkara: 02/Pen.Pid.Diversi./2014/PN.Skt)

Dikaitkan dengan teori efektifitas hukum dengan hasil wawancara dengan nara sumber terdapat beberapa poin yang dapat diuraikan:

Pertama, dilihat dari peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang anak, menurut Bapak Hendra Bayu mengenai perkara anak aturan yang


(3)

12

dipakai saat ini UU No 12 Tahun 2012 dan pedoman pelaksanaan diversi PERMA No 4 Tahun 2014.

Kedua, dilihat dari penegak hukumnya tidak terdapat kendala dalam penanganan kasus ini, karena di tingkat kepolisian sudah terdapat unit PPA (Penanganan Perkara Anak) yang menangani kasus anak yang berisikan para penyidik untuk menangani kasus anak.

Ketiga, terkait faktor sarana atau fasilitas di Pengadilan Negeri Surakarta terdapat ruang diversi dan ruang telekonfren. Ruang diversi digunankan untuk proses musyawarah atau mediasi terhadap para pihak yang berperkara sedangkan ruang telekonfren digunakan apabila dalam melakukan pemeriksaan diperlukan pemisahan biasanya terkait pemeriksaan saksi. Di tingkat kepolisisan terdapat ruang pelayanan khusus, salah satunya digunakan untuk melakukan musyawarah dalam melakukan diversi.

Keempat, dilihat dari faktor masyarakat, dalam kasus ini yaitu para pihak yang berperkara, baik dari pihak korban maupun pihak tersangka atau pelaku. Berdasarkan hasil wawancara dengan nara sumber yang menjadi faktor penghambat adalah kurang pahamnya dari pihak korban mengenai upaya diversi bagi anak atau minimnya informasi bagi pihak korban mengenai upaya diversi bagi anak yang terjerat masalah hukum.

Kelima, dilihat dari faktor kebudayaan, masyarakat beranggapan bahwa, apabila melakukan suatu perbutan yang merugikan atau dipandang buruk maka harus di hukum tetapi dalam kasus ini berdasarkan hasil penelitian BAPAS dan data yang diperoleh penulis, tanggapan dari masyarakat mengenai saudara R cukup positif dan mendukung untuk dilakukan diversi.


(4)

13 PENUTUP

Kesimpulan

Pertama, ditinjau dari peraturan yang dipakai atau diberlakukan dalam kasus yang diteliti oleh penulis yaitu dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2012 upaya diversi dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan, baik ditingkat pentyidikan, kejaksaan maupun pada tingkat pengadilan. PERMA No 4 Tahun 2014 menjelaskan tengtang tatacara untuk dilakukakannya diversi oleh para pihak. Kedua, penerapan diversi dalam Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/ PN.Skt yang diteliti oleh penulis diselesaikan pada tingkat penyidikan. Proses diversi dilakukan oleh penyidik dengan musyawarah atau mediasi terhadap para pihak sampai terbentuknya suatu kesepakatan diversi yang disetujui oleh para pihak. Pada tingkat Pengadilan Negeri, hasil kesepakatan tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk memperoleh penetapan. Hasil dari penetapan tersebut disampaikan kepada para pihak untuk dilaksanakan.

Ketiga, hambatan yang didapat oleh penulis dalam melakukan penelitian kasus dengan Perkara Nomor: 02/Pen.Pid.Diversi/2014/PN.Skt yang dilakukan oleh saudara R, menurut penulis yang menjadi kendala adalah faktor masyarakat dan budaya. Yang dimaksud faktor masayarakat adalah para pihak khususnya pihak korban yang menjadi pihak yang dirugikan akibat perbuatan pelaku. Kurangnya pemahaman terhadap pihak korban yaitu dari keluarga RKH mengenai upaya diversi, pihak korban inginnya tindakan tersebut diproses melalui jalur hukum. Yang dimaksud faktor kebudayaan adalah asumsi masyarakat mengenai baik buruknya suatu perbuatan.


(5)

14 Saran

Pertama, untuk pemerintah sebaiknya dalam membuat kebijakan atau undang-undang kususnya tentang anak harus mementingkan kepentingan anak. Karena anak merupakan generasi muda penerus bangsa. Pemerintah seharusnya lebih selektif dalam mengontrol perkembangan teknologi atau media komunikasi sosial khususnya bagi anak agar tidak terkena dampak negatif dari perkembangan teknologi dan komunikasi sekarang dengan membuat suatu kebijakan atau peraturan-peraturan tertentu yang melindungi tumbuh kembang si anak.

Kedua, untuk aparat penegak hukum harus memberikan sosialisasi dengan turun ke lapangan atau turun ke tengah masyarakat memberikan penyuluhan dan antisipasi terkait anak yang berhadapan dengan masalah hukum atau anak nakal.

Ketiga, untuk para orangtua agar mendidik dan mengawasi anaknya dari pergaulan bebas dan menanamkan ilmu agama sejak dini kepada si anak agar kelak kalau dewasa dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Serta memberi batasan kepada anak yang suka bermain game virtual atau online, yangsekiranya patut untuk dimainkan dan tidak boleh dimainkan.


(6)

15

DAFTAR PUSTAKA Buku

Bakhri, ed, Syaiful. 2014, Hukum Pidana Masa Kini, Yogyakarta: Total Media. Harahap, Yahya. 2005. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidik dan Penuntutan, Jakarta: Sinar Grafika.

Surbakti, Natangsa dan Sudaryono, 2005, Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum UMS

Wahyudi, Setya. 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Yogyakarta: Genta Publishing. Widodo, 2013, Prisonisasi Anak Nakal: Fenomena dan Penggulangannya,

Yogyakarta: Aswaja pressindo

Aturan Perundang-undangan

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Web/Internet

Dewi, 2013, Proses Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, dalam https://srsg.violenceagainstchildern.org/sites/default/ files/consultations//restorative_justice/presentations/dyah_dewi/Diversi%2 0dalam%20SPPA%20Indonesia-rev.pdf diakses Rabu, 30 September 2015, 19:45 WIB.

Dewi. 2012. Tinjauan Pelaksanaan Undang-Undang No 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam Prespektif Pengadilan, dalam http://www.pn-stabat.go.id/userfiles/file/Bahan%20Presntasi/SPPA%20IC JS.pdf diunduh Rabu, 30 September 2015 19:35.

Hartono, Rudi. Kejahatan Seksual 5 Bulan, 21 Anak di Solo Jadi Korban Pencabulan, Senin, 16 Juni 2014, http://www.solopos.com/2014/06/16/


Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Penerapan Diversi Di Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Anak

2 86 106

Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

1 56 13

Analisis Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencabulan Anak Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak

1 15 58

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53

PENERAPAN UPAYA DIVERSI TERHADAP ANAK PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Surat Keputusan Diversi Nomor: 03/SKD/X/2014/Reskrim Polsek Kedaton)

0 0 11

BAB II PENGATURAN HUKUM DI INDONESIA MENGENAI ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengaturan Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putus

0 0 13

BAB II DIVERSI SEBAGAI SUATU KEWAJIBAN DI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA ANAK A. Konsep Diversi dan Restorative Justice Pada Sistem Pengadilan Anak - Penerapan Diversi Di Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Anak

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Penerapan Diversi Di Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Anak

0 0 20

BAB II PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Ketentuan Pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Negeri Boyolali No. 142/P

0 9 21