Hambatan Kepesertaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) Ketenagakerjaan Bagi Sektor Informal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Hambatan Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

2.1.1 Pengertian Hambatan
Hambatanmenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah halangan atau
rintangan. Hambatan memiliki arti yang sangat penting dalam setiap melaksanakan
suatu tugas atau pekerjaan. Suatu tugas atau pekerjaan tidak akan terlaksana apabila
ada suatu hambatan yang mengganggu pekerjaan tersebut. Hambatan merupakan
keadaan yang dapat menyebabkan pelaksanaan terganggu dan tidak terlaksana
dengan baik. Setiap manusia selalu mempunyai hambatan dalam kehidupan seharihari, baik dari diri manusia itu sendiri ataupun dari luar manusia. Hambatan adalah
usaha yang ada dan berasal dari dalam diri sendiri yang memiliki sifat atau memiliki
tujuan untuk melemahkan danmenghalangi secara tidak konsepsional.
Hambatan cenderung bersifat negatif yaitu memperlambat laju suatu hal yang
dikerjakan oleh seseorang. Dalam melakukan kegiatan seringkali ada beberapa hal
yang menjadi penghambat tercapainya tujuan, baik itu hambatan dalam pelaksanaan
program maupun dalam hal pengembangannya (kamus besar bahasa indonesia,
2002).


2.1.2 Pengetahuan dan Pendidikan
Peranan kaum pekerja dalam menunjang perekonomian nasional tidak dapat
dipungkiri lagi. Oleh karena itu, jaminan atau perlindungan terhadap tenaga kerja dan
keluarganya sangat penting untuk memenuhi kebutuhan minimal (Soewartoyo, etc,
2011). Kebutuhan minimal yaitu menggambarkan status seseorangitu berada di atas
garis kemiskinan, yang mungkin dapat di toleransi oleh kebijakan. Namun dalam

9
Universitas Sumatera Utara

pelaksanaan keputusan upah sampai saat ini masih jauh dari harapan misalnya faktor
jumlah keluarga tidakmenjadi salah satu pertimbangan dalam penerapan batas upah
minimum. Penerapan sistem jaminan sosial dengan skema asuransi akan mengalami
berbagai kendala antara lain: pendidikan, kemiskinan dan akses informasi. Sistem
jaminan sosial yang mewajibkan masyarakat untuk membayariuran, seperti semangat
masyarakatmenabung.
Dalam pelaksanaannya yangperlu di gali lebih dalam apakah sistem inilayak
untuk diterapkan di seluruh Indonesia. Karena tidak dipungkiri bahwamasyarakat
Indonesia yang tersebar dipelosok masih memiliki pengetahuan yang tidak sama.
Sistem iuran ini akan membawa konsekuensi masyarakat untukmembiasakan diri

akrab dengan budaya menabung. Solusi yang mungkin dapatdijalankan adalah pada
tahap awal pemerintah perlu menyuntikkan dana lewat APBNyang dikelola oleh
Badan PenyelenggaraJaminan Sosial Nasional (BPJS), sebagaipelaksanaan sistem
iuran, yang merupakanprogram pancingan untuk dapat diikutidengan cara menabung
oleh tenaga kerja.
Selama ini budaya menabung terkaitdengan lembaga keuangan semisal
bankhanya dapat dinikmati oleh masyarakatperkotaan dan kelas menengah,
sedangkanmasyarakat pelosok negeri belumseluruhnya mampu mengakses pelayanan
publik ini. Untuk itu diperlukan kerja kerasdalam sosialisasi selama kurun waktu
2tahun kedepan mengenai skema jaminansosial yang diterapkan. Terkait dengan
program jaminan sosial banyak masyarakatyang tidak paham dan mengerti
kegunaandan keuntungan program.
Halini memberikan gambaran bahwa pendudukyang ada di perkotaan belum
mengetahuisistem jaminan sosial nasional, termasukprosedur dan bagaimana
pelaksanaannya.Tingkat pendidikan juga berpengaruhterhadap akses komunikasi dan

10
Universitas Sumatera Utara

aksespengetahuan bagi pekerja terhadap jaminansosial nasional. UNDP mencatat

tahunterakhir bahwa rangking pendidikan indonesia di posisi 124 di bawah Filipina
darikondisi dunia, sedang tahun sebelumnya kita di ranking 108. Melihat kondisi
tingkatpendidikan

kita

tampak

belummenggembirakan,

Hal

ini

berpotensi

Sebagaifaktor penghambat suksesnya suatukebijakan termasuk jaminan sosial
nasional.Karena pendidikan seseorang merupakanaspek yang berpengaruh terhadap
tingkatpengetahuan


seseorang,

sedangkanpengetahuan

sebagai

prasyarat

dalammelaksanakan suatu misi program.Pengetahuan sendiri biasa didapat
dariproses pendidikan sekolah, lingkungan maupun bentuk sosialisasi. Untuk itu,
sosialisasi dari berbagai pihak terhadapjaminan sosial perlu dilakukan secaraintensif
terutama bagi penduduk yangberpendidikan rendah termasuk pekerja informal. Oleh
karena itu, sosialisasimemegang peranan penting dalam kebijakanjaminan sosial.

2.1.3 Kemiskinan Ekonomi
Kemiskinan ekonomi pendapatan sangat berpengaruhterhadap keikutsertaan
pekerja dalam jaminan sosial. Hal ini berkaitan dengankemampuan iuran terhadap
program itusendiri, ini adalah faktor langsung.Membicarakan pendapatan pekerja
perlumengetahui standard upah di daerahbersangkutan. Terkait dengan upah itu
dalamkeputusan Surat Keputusan Bersama(SKB) 4 Menteri pada bulan Oktober

2008tentang

“Pemeliharaan

MomentumPertumbuhan

Ekonomi

Nasional

DalamMengantisipasi PerkembanganPerekonomian Global”, yang salah satuisinya
mengatur agar “kenaikan upahminimum kelas pekerja tidak bolehmelebihi dari
angka pertumbuhanekonomi nasional”. Hal lain yang jugadiperhatikan adalah angka
inflasi (terlebihdidalam situasi krisis). Ketentuannyamengisyaratkan bahwa kenaikan
upah kelaspekerja harusdi bawah rata-rata angkainflasi (gsbipusat, 2011).

11
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Kelembagaan

Dalam pelaksanaan jaminan sosial masih mengalami kendala, kendala
ketigaadalah birokrasi. Birokrasi yang masih rumitdan tidak efisien telah
memperlambatpelayanan jaminan sosial nasional. Hal ini, seperti yang ditemukan
dalam jamkesmas:berbagai persyaratan administrasi sehinggamasyarakat cenderung
enggan untukmemanfaatkan jamkesmas (Suparjan,2010). Karena dalam berbagai
kebijakanpemerintah tidak mampu memutus sekatbirokrasi rumit menjadi yang
praktis dancepat. Oleh karena itu dalam sistem jaminansosial nasional, yang
diperlukan adalah sistem yang praktis. Misalnya dalampelayanan jaminan sosial
nasional harusmampu menembus lintas sektoral danpropinsi. Untuk mendukung
langkahtersebut maka sistem “online” diperlukan,sehingga ketika masyarakat
mengakses bisadilakukan dengan mudah.
Peserta BPJS ketenagakerjaan hingga kini masihterkesan mengalami kendala
dalammengurus asuransi terkait dengan programkesehatannya apalagi masyarakat
awam yang masih memakai Jamkeskin maupun Jamkesmas. Dengan demikian
dibutuhkaninstrument yang jelas dalam melaksanakan sistem jaminan sosial nasional
dan bukan hanya menjadi konsumsi masyarakatperkotaan khususnya kelas menengah
keatas. Karena sistem ini ditujukan untukseluruh penduduk di seluruh wilayah
indonesia. Selain itu dalam melihatpermasalahan sosial harus dari berbagaidimensi
yang terkait serta dari berbagai sudut pandang (Soetomo 2008). (Triyono &
Soewartoyo,2013).


2.2. Jaminan Sosial
Jaminan sosial adalah suatu program yang didanai atau diberikan oleh
pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar orang tanpa sumber daya. Pada

12
Universitas Sumatera Utara

umumnya hal itu diarahkan pada mereka yang hidup dalam kemiskinan, penyandang
cacat, keluarga kurang mampu dan sebagainya.
ILO Convension no 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai: perlindungan
yang

diberikan

oleh

masyarakat

untuk


masyarakat

melalui

seperangkat

kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh
hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai resiko yang diakibatkan
oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran,
pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama pendapatan, perawatan medis
termasuk pemberian santunan kepada anggota keluarga termasuk anak-anak.
Kertonegoro mengatakan bahwa Jaminan sosial merupakan konsepsi
kesejahteraan yang melindungi resiko baik sosial maupun ekonomi masyarakat dan
membantu perekonomian nasional dalam rangka mengoreksi ketidakadilan distribusi
penghasilan dengan memberikan bantuan kepada golongan ekonomi rendah. Jelas
bahwa jaminan sosial menjamin santunan sehingga tenaga kerja terlindungi terhadap
ketidakmampuan bekerja dalam penghasilan dan menjamin kebutuhan dasar bagi
keluarganya


sehingga

memiliki

sifatmenjaga

nilai-nilai

manusia

terhadap

ketidakpastian dan keputusasaan.
Jaminan sosial adalah sistem atau skema pemberian tunjangan yang
menyangkut pemeliharaan penghasilan (Suharto, 2009:15). Sebagai pelayanan sosial
publik, jaminan sosial merupakan perangkat negara yang didesain untuk menjamin
bahwa setiap orang sekurang-kurangnya memiliki pendapatan minimum yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Jaminan sosial merupakan sektor kunci dari sistem negara kesejahteraan
berdasarkan bahwa prinsip negara harus berusaha menjamin adanya jaring pengaman


13
Universitas Sumatera Utara

pendapatan atau pemeliharaan pendapatan bagi mereka yang tidak memiliki sumber
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya(suharto, 2009:16).
Undang-undang No.40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional
pasca putusan mahkamah konstitusi Republik Indonesia ditegaskan, jaminan sosial
merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup layak.Penyelenggaraan sistem Jaminan
Sosial, ada beberapa hal yang sangat menentukan keberhasilan program itu, yaitu:
a) Apakah manfaat program itu cukup menarik atau tidak? Benarkah akan
memberi rasa aman kepada para pesertanya? Hal ini perlu dikemukakan
karena sering ada manfaat yang tidak cukup memberi rasa aman, terlalu kecil
sehingga tidak populer dan sulit berkembang.
b) Bagaimana

manfaat/santunan

itu


diberikan?

Sulit

atau

mudahkah

memperoleh manfaat yang dijanjikan? Kecukupan sarana untuk memberikan
pelayanan harus menjadi pertimbangan. Misalnya, dalam penyelenggaraan
program jaminan kesehatan, tersedianya sarana kesehatan yang memadai
sangat penting sebagai pertimbangan kelayakan program jaminan sosial.
c) Kemampuan badan penyelenggara jaminan sosial terkait kredibilitas dan
kepercayaan publik sehingga mampu menjamin rasa aman pesertanya. Hal ini
terkait dengan profesionalisme dan integritas sumber daya manusia badan
penyelenggara serta kebijakan penyelenggara program jaminan sosial, baik
dari aspek akuntabilitas, transparansi, kejujuran terkait pemanfaatan dana,
serta investasi dalam upaya memperoleh nilai tambah dana yang ada.
d) Peran pemerintah, pemberi dan penerima kerja serta para decision makers
lainnya, didalam memahami prinsip-prinsip penyelenggara jaminan sosial

14
Universitas Sumatera Utara

UU NO.40 Tahun 2004, jenis program jaminan sosial yang hendak
diselenggarakan meliputi:
1. Jaminan kesehatan
2. Jaminan kecelakaan kerja
3. Jaminan hari tua
4. Jaminan pensiun
5. Jaminan kematian

2.3

Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS)

2.3.1 Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

(BPJS)merupakan

lembaga

penyelenggaraan jaminan sosial, sehingga dengan adanya jaminan sosial, resiko
keuangan yang dihadapi oleh seseorang, baik itu karena memasuki usia tidak
produktif, mengalami sakit, mengalami kecelakan dan bahkan kematian, akan
diambil aliholeh lembaga yang menyelenggarakan jaminan sosial. Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS),
secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan
hukum publik.BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan (BPJS ketenagakerjaan, 2014).

2.3.2 Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan(BPJS Ketenagakerjaan)
adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi
menyelenggarakan program jaminan hari tua, jaminan pensiun, jaminan kematian
dan jaminan kecelakaan kerja bagi seluruh pekerja Indonesia termasuk orang asing

15
Universitas Sumatera Utara

yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia. (Sumber:UU No. 24 Tahun
2011 Tentang BPJS, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (2) dan UU No. 40
Tahun 2011 Tentang SJSN, Pasal 1 angka 8, Pasal 4 dan Pasal 5 ayat (1).
BPJS

Ketenagakerjaan

(Badan

Penyelenggara

Jaminan

Sosial

Ketenagakerjaan)merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi
tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraannya
menggunakan mekanisme asuransisosial.Sebagai lembaga negara yang bergerak
dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT
Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana undang-undang jaminan sosialtenaga
kerja. BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga
kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero),namun sesuai UU No. 24 Tahun
2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaansejak
tanggal 1 Januari2014.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau
berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh
tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal
dunia. jaminan sosial tenaga kerja merupakan jaminan yang diadakan dengan
sukarelah oleh pengusaha atau karena kewajiban untuk keperluan atau kepentingan
buruh yang ditujukan terhadap kebutuhan pada umunya yang tidak dapat dicukupi
upah serta tidak mempunyai hubungan kerja. BPJS Ketenagakerjaan terbentuk
setelah mengalami proses yang cukup panjang, dimulai dari:
1. Pembentukan Undang-Undang Nomor 33 tahun 1947 danUndang-Undang
Nomor 2 Tahun 1951 tentang kecelakaan kerja.

16
Universitas Sumatera Utara

2. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-Pokok
Tenaga Kerja.
3. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1997 tentang pembentukan
wadah penyelenggara Asuransi Tenaga Keraja (ASTEK) yaitu Perum Astek.
4. Pada tahun 1992 lahirlah Undang-Undang Nomor 3 tahun 1992 tentang
jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek).
5. Peraturan PemerintahNomor 36 tahun 1995 maka PT. Jamsostek ditetapkan
sebagai badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Program
Jamsostek ini memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti
sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang akibat resiko sosial.
6. Pada tahun 2011 ditetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dan sesuai amanat UndangUndang tersebut pada tanggal 1 januari 2014 PT. Jamsostek akan berubah
menjadi BPJS ketenagakerjaan.
7. Pada tanggal 1 juli 2015 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan hari tua, dimana pada
peraturan ini dana JHT berubah dan dapat dicairkan dari 5 tahun kepesertaan
menjadi 10 tahun dan pencairannya dibatasi 10 persen untuk kebutuhan
sehari-hari, 30 persen untuk kebutuhan membayar atau membeli rumah, dan
tidak

dapat

dicairkan

keduanya.

Jika

buruh

atau

peserta

BPJS

Ketenagakerjaan ingin mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) sepenuhnya
maka peserta harus menunggu hingga usia 56 tahun, meninggal dunia, atau

17
Universitas Sumatera Utara

mengalami cacat total tetapdari masa kerja 5 (lima) tahun menjadi 10
(sepuluh) tahun .
8. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 dan mulai berjalan pada tanggal
1 September 2015, dimana prosedur pencairan uang JHT yang dibatasi hanya
10 persen untuk persiapan pensiun, 30 persen untuk biaya perumahan, dan
100 persen ketika sudah berumur 56 tahun, itu nantinya hanya berlaku bagi
peserta-peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif bekerja. Sementara
yang sudah berhenti bekerja, baik itu di PHK, dan mengundurkan diri, JHT
bisa diambil sepenuhnya setelah menunggu satu bulan masa berhenti
(bpjsketenagakerjaan, 2014).
Maka Dapat disimpulkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai berikut:
1. BPJS Ketenagakerjaan adalah pengganti PT Jamsostek.
2. BPJS Ketenagakerjaan adalah program SJSN yang dikhususkan untuk
pelayanan bagi tenaga kerja atau karyawan dalam bentuk jaminan asuransi
untuk hari tua. Jadi intinya BPJS Ketenagakerjaan fokus untuk jaminan
pensiunan bagi para karyawan.
3. BPJS Ketenagakerjaan dalah program khusus untuk tenaga kerja dan
pegawai, baik negeri maupun swasta.
4. Untuk jenis jenisnya serta nominal iurannya masih belum ditentukan karena
baru akan diumumkan di awal tahun 2015.

18
Universitas Sumatera Utara

2.4

Kemiskinan

2.4.1 Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu, langkah pertama
penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu
masalah. Untuk memahami masalah kemiskinan, maka kita perlu memahami
kemiskinan dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan
sebagai suatu proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana
seseorang atau sekelompok orang hidup layak sebagai manusia yang disebabkan oleh
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. sebagai suatu proses,
kemiskinan adalah suatu proses menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang
atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya dia atau kelompok orang tersebut
tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf
hidup yang di anggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia.
Cara berfikir digunakan dalam mengkaji kemiskinan sebagai suatu proses yang
sering dinamakan dengan cara berpikir secara sistematik, yang di dasarkan pada
suatu kerangka berpikir, bahwa kehidupan manusia merupakan suatu sistem.
bagaimana pun juga, keadaan yang di jalani oleh manusia bukan hanya di tentukan
oleh diri sendiri, melainkan di tentukan oleh banyak faktor, baik internal maupun
eksternal (siagian,2012:2-4).
Pengertian kemiskinan menurut para ahli :
a. Pearce (1994)
Kemiskinan merupakan produk dari interaksi tekonologi, sumber daya alam,
dengan sumber daya manusia serta kelembagaan.

19
Universitas Sumatera Utara

b. Castells (1998)
Kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah
standar kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup.
c. Mencher (2001)
Kemiskinan merupakan gelaja penurunan kemampuan seseorang atau
sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup
seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu
secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
d. world bank (2002)
kemiskinan merupakan suatu kondisi terjadinya kekurangan pada taraf hidup
manusia baik fisik atau sosial sebagai akibat dari tidak tercapainya kehidupan
yang layak karena penghasilannya tidak mencapai 1,00 dolar AS perhari
(siagian,2012: 5).

2.4.2 Ciri-Ciri Kemiskinan
Sulit untuk memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan
indikasi-indikasi seperti apa yang digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan
secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin,
sementara orang-orang sepert itu disebut tidak miskin. namun demikian, suatu studi
menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yakni sebagai berikut :
1. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai,
ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas
ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.

20
Universitas Sumatera Utara

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang untuk
memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat SD,
atau hanya tamat SD.
4. Pada umumnya mereka masuk dalam ke dalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak
memiliki

keterampilan

atau

pendidikan

yang

tidak

memadai

(Siagian,2012:20).

2.4.3 Aspek-Aspek Kemiskinan
Banyak pihak merasa telah memahami kemiskinan itu, namun sesungguhnya
belumlah memahaminya secara holistik. hal inilah yang menyebabkan kemiskinan
merupakan suatu masalah yang sangat sulit dicari dan diaplikasikan langkah-langkah
penyelesaiannya. langkah pertama yang tepat dilakukan dalam upaya memahami
kemiskinan secara holistik adalah dengan melakukan kajian tentang aspek-aspek
kemiskinan itu sendiri, yaitu :
1. Kemiskinan itu multi dimensi
Sifat kemiskinan sebagai suatu konsep yang multi dimensi berakar dari kondisi
kebutuhan manusia yang beraneka ragam. akibatnya, jika kita mengemukkan
seseorang atau sekelompok orang itu miskin, masih akan menimbulkkan pertanyaan :
apanya yang miskin atau miskin apa? Hal ini dapat ditinjau dari segi kebijakan
umum yang meliputi aspek primer dan aspek skunder. dalam aspek primer, seperti
miskin akan aset-aset, organisasi-organisasi sosial, kelembagaan-kelembagaan sosial,
berbagai pengetahuan serta berbagai keterampilan yang dianggap dapat mendukung

21
Universitas Sumatera Utara

kehidupan manusia. Dalam aspek skunder, seperti miskinnya informasi, jaringan
sosial, dan sumber-sumber keuangan yang keseluruhan merupakan faktor-faktor
yang dapat digunakan sebagai jembatan untuk memperoleh suatu fasilitas yang dapat
mendukung dalam meningkatkan kualitas hidup.
2. Aspek-aspek kemiskinan saling berkaitan, baik secara langsung maupun tidak
langsung.Pemahaman tentang kemiskinan hanya dapat diperoleh jika kita
menganalisis kemiskinan secara menyeluruh. menganalisis kemiskinan secara
parsial akan membawa kita pada pemahaman yang salah tentang kemiskinan itu
sendiri. Bahkan, kemiskinan hanya dapat dipahami melalui pendekatan
interdsiplinier.
3. Kemiskinan itu adalah fakta yang terukur.Kemiskinan itu benar-benar dikatakan
fakta yang terukur, sehingga dapat diklarifikasikan kedalam beberapa tingkatan,
seperti :
a. Miskin
b. Sangat miskin
c. Sangat miskin sekali
Demikian halnya dengan BKKBN sering mengklarifikasikan kondisi
kehidupan masyarakat kedalam berbagai tingkatan seperti :
a. Prasejahterah
b. Sejahterah I
c. Sejahterah II
Berbagai klarifikasi telah dikemukakan menunjukkan bahwa kemiskinan itu
merupakan fakta yang terukur.
4. Bahwa yang miskin adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.

22
Universitas Sumatera Utara

Kondisi kemiskinan pedesaan (rural proverty) dan kemiskinan perkotaan
(urban property), merupakan penyebab kemiskinan bagi manusia. Dengan demikian,
pihak yang menderita miskin hanyalah manusianya, baik secara individual maupun
kelompok, dan bukan wilayahnya (Siagian,2012:12-14).

4.4.3 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Secara umum, faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan
menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar, yakni :
1. Faktor internal, yang dalam hal ini bersal dari dalam diri individu yang
mengalami kemiskinan itu secara substansial adalah dalam bentuk
kekurangmampuan, yang meliputi :
a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b. Intelektual, seperti kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya
informasi.
c. Mental emosional atau tempramental, seperti malas, mudah menyerah dan
putus asa.
d. Spritual, seperti tidak jujur, penipu, serakah, dan tidak disiplin.
e. Sosial psikologis, seperti kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi,
stress, kurangnya relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f. Keterampilan, seperti tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan
tuntutan lapangan pekerjaan.
g. Asset, seperti tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah,
tabungan, kendaraan dan modal kerja.

23
Universitas Sumatera Utara

2. Faktor eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang
mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu
menjadikannya miskin, meliputi :
a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar
b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat
memenuhi kebutuhan hidup.
c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usahausaha sektor informal.
d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga
yang tidak mendukung sektor usaha mikro.
e. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural
adjusment program).
f. Budaya yang kurang mendukung kemajuan kesejahteraan.
g. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana.
h. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.
i.

Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin (Siagian,
2012: 144-166).

2.5

Sektor Informal

2.5.1 Pengertian Sektor Informal
Menurut Mulyadi (2006: 95) sektor informal diartikan sebagai unit-unit usaha
yang tidak atau sedikit sekali menerima proteksi ekonomi secara resmi dari
pemerintah “maka apabila suatu usaha mendapatkan proteksi ekonomi dari
pemerintah disebut sebagai sektor formal, seperti perusahaan atau instansi yang

24
Universitas Sumatera Utara

memiliki pegawai, karyawan, staf, profesi, dan sebagainya yang terdaftar dalam
sistem ekonomi pemerintah secara resmi.
Kegiatan sektor informal biasanya banyak terjadi pada areal yang padat
penduduknya. Lemahnya pendidikan dan kedaan sosial ekonomi masyarakat
mengakibatkan banyak bermunculan sektor-sektor informal.Kondisi geografis juga
turut mempengaruhi munculnya sektor-sektor informal seperti daerah pinggiran
perkotaan. Contoh dari pekerjaan sektor informal itu sendiri seperti buruh atau buruh
harian lepas, tukang becak, buruh angkut, nelayan, sopir lepas dan sebagainya
(Mulyadi 2006: 95).
Menurut (Alma 2001: 63) memberikan pengertian bahwa, istilah sektor
informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatanekonomi yang
berskala kecil. Tetapi akan menyesatkan bila disebutkanperusahaan berskala kecil,
karena sektor informal dianggap sebagai suatumanifestasi situasi pertumbuhan
kesempatan kerja di negara sedangberkembang, karena itu mereka yang memasuki
kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan
kerja danpendapatan dari pada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat
dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil
dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa merekabukanlah kapitalis yang mencari
investasi yang menguntungkan danjugabukan pengusaha seperti yang dikenal pada
umumnya.
Konsep sektor informal pertama kali di pergunakan oleh Keirt Hard dari
University of Manchester pada tahun 1973 yang menggambarkan bahwa sektor
informal adalah bagian angkatan kerja di kota yang berada di luar pasar tenaga kerja
yang terorganisir. Kemudian konsep informal di kembangkan oleh ILO dalam
berbagai penelitian di Dunia Ketiga. Konsep itu digunakan sebagai salah satu

25
Universitas Sumatera Utara

alternatif dalam menangani masalah kemiskinan di Dunia Ketiga dalam
hubungannya dengan pengangguran, migrasi dan urbanisasi. (Maruli DMK, 2015).
Sejak Hart memperkenalkan konsep sektor informal, konsep itu sering
digunakan

untuk

menjelaskan

bahwa

sektor

informal

dapat

mengurangi

pengangguran di kota Negara sedang berkembang. Bahkan beberapa pengamat
pembangunan di negara sedang berkembang memandang sektor informal sebagai
strategi alternatif pemecahan masalah keterbatasan peluang kerja. Sektor informal
berfungsi sebagai “katup pengaman” yang dapat meredam ledakan sosial akibat
meningkatnya pencari kerja, baik dalam kota maupun pendatang dari desa.
Breman (1991) menyatakan bahwa sektor informal meliputi massa pekerja
kaum miskin yang tingkat produktifitasnya jauh lebih rendah dari pada pekerja di
sektor modern di kota yang tertutup bagi kaum miskin. sedangkan menurut hidayat
(1979), sektor informal adalah lawan dari sektor formal yang yang diartikan sebagai
suatu sektor yang terdiri dari unit usaha yang telah memperoleh proteksi ekonomi di
pemerintah, sedangkan sektor informal adalah unit usaha yang tidak memperoleh
proteksi ekonomi dari pemerintah. Sementara itu Breman (dalam Manning, 1991)
menyatakan bahwa:
“sektor informal adalah kumpulan pedagang dan penjual jasa kecil yang dan
segi produksi secara ekonomi telah begitu menguntungkan, meskipun mereka
menunjang kehidupan bagi penduduk yang terbelenggu kemiskinan”
Mengenai struktur informal ini Breman (1991) menambahkan bahwa sektor
informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah “usaha sendiri”,
merupakan jenis kesempatan kerja yan kurang terorganisir, sulit di cacah, sering
dilupakan dalam sensus resmi, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturanaturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat dan

26
Universitas Sumatera Utara

tidak terampil, serta golongan-golongan lain dengan pendapatan rendah dan tidak
tetap, hidupnya serba susah dan semi kriminal dalam batas-batas perekonomian
kota.
Terwujudnya kehidupan sosial ekonomi seseorang tidak terlepas dari usahausaha manusia itu sendiri dengan segala daya dan upaya yang ada serta dipengaruhi
oleh beberapa faktor pendorong antara lain dorongan untuk mempertahankan diri
dalam hidupnya dari berbagai pengaruh akan dorongan untuk mengembangan diri
dari kelompok. Semuanya terlihat dalam bentuk hasrat, kehendak, kemauan, baik
secara pribadi maupun yang sifatnya kelompok sosial.
Kehidupan sosial ekonomi dalam pengertian umum menyangkut beberapa
aspek yaitu pendidikan, kepercayaan, status perkawinan, keadaan perumahan,
kesehatan, status pekerjaan dan penghasilan. Sedangkan Melly G. Tang
mengemukakan bahwa kehidupan sosial ekonomi dalam ilmu kemasyarakatan sudah
lazim mencakup tiga unsur, yaitu pekerjaan, pendidikan, dan kesehatan.
Aktivitas ekonomi secara sosial didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang
dipengaruhi oleh interaksi sosial dan sebaliknya mereka mempengaruhinya.
Prespektif ini digunakan oleh Ibnu Khaldun dalam menganalisis nilai pekerja
manusia, dalam arti mata pencaharian dan stratifikasi ekonomi sosial. Pendapat dari
Soeratmo mengemukakan bahwa aspek kehidupan sosial ekonomi meliputi antara
lain:
1. Aspek sosial demografi meliputi antara lain: pembaharuan sosial, tingkah
laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan migrasi.
2. Aspek ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat pendapatan
dan pemilikan barang.

27
Universitas Sumatera Utara

3. Aspek pelayanan sosial meliputi antara lain: sarana pendidikan, sarana
kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi.
Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial dapat dirujuk
pada konsep tindakan sosial yang di ajukan oleh Weber (dalam Damsar, 2009:31),
tindakan ekonomi dapat dipandang sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan
tersebut memperhatikan tingkah laku orang lain. Memberi perhatian ini dilakukan
secara sosial dalam berbagai cara misalnya memperhatikan orang lain, berbicara
dengan mereka, dan memberi senyuman kepada mereka.
Lebih jauh Weber menjelaskan bahwa aktor selalu mengarahkan tindakannya
kepada perilaku orang lain melalui makna-makna yang terstruktur. Ini berarti bahwa
aktor menginterpretasikan (verstehen) kebiasaan kebiasaan, adat dan norma-norma
yang dimiliki dalam sistem hubungan sosial yang sedang berlangsung. Unsur
kehidupan sosial yang dikemukakan oleh Koelle, yaitu aspek kesejahteraan sosial.
Dimana ukuran-ukuran yang di nyatakan bahwa adanya kesejahteraan sosial
adalah sebagai berikut:
1. Dengan melihat kualitas hidup dari segi materi seperti: keadaan rumah, bahan
rumah tangga, bahan pangan, dan sebagainya.
2. Dengan melihat kualitas hidup dari segi fisik seperti: kesehatan tubuh,
lingkungan alam, dan sebagainya.
3. Dengan melihat kualitas hidup dari segi spiritual seperti: moral, etika,
keserasian, penyesuaian, dan sebagainya.
Dalam Undang-undang No.6 Tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial bahwa: “Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan
dari penghidupan sosial materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan, dan keterampilan lahir batin yang memungkinkan bagi

28
Universitas Sumatera Utara

setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmani, rohaniah dan sosialnya yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia sesuai dengan
pancasila.”
Sektor informal sering di pandang secara negatif seperti yang dikemukaan oleh
thomas (dalam safari,2003: 7) yakni :
1.

sektor informal di pandang sebagai hal negatif dari negara-negara
berkembang, sebagai aktivitas bertahan hidup secara tradisional atau
bahkan primitif dan merupakan metode-metode produksi yang dapat
menghilangkan proses peningkatan indrustrialisasi dan modernisasi.

2.

Sektor informal di pandang sebagai kolam bakat kewirausahaan yang
potensial yang harus di dorong perkembangannya yang artinya harus di
formalkan.

3.

Sektor informal di pandang sebagai bagian dari sistem pasca-kolonial
kapitalis internasional yang telah dipersilahkan hidup karena telah berjasa
dalam memasok barang-baranng bagi kaum prolentar.

2.5.2 Ciri-ciri sektor usaha informal
Ciri–ciri sektor informal menurut Santos (dalam Safari, 2003 : 8), adalah
jumlah barang sedikit dengan mutu rendah, modal sangat terbatas, teknik operasinya
masih tradisional, kesempatan kerja yang elastis, terdapat banyak tenaga kerja yang
tidak diberi upah, pemberian kredit terjadi secara pribadi, serta ketergantungannya
terhadap faktor– faktor eksternal relatif rendah.
Wirosardjono (dalam Budi, 2006 : 33), mendefenisikan sektor informal sebagai
sektor kegiatan ekonomi kecil – kecilan yang mempunyai ciri sebagai berikut : Pola

29
Universitas Sumatera Utara

kegiatan tidak teratur baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaannya;
tidak tersentuh oleh ketentuan atau peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah;
Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omset – omsetnya biasanya kecil dan
atas dasar hitungan harian; umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang
permanen; tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar; umumnya
dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah; tidak
membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga dapat menyerap
bermacam – macam tingkat tenaga; tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan,
dan lain sebagainya; Umumnya tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga kerja yang
sedikit dan berasal dari lingkungan keluarga, kenalan, atau dari daerah yang
sama.Dari pengertian dan ciri – ciri sektor informal yang telah dijelaskan
sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ciri – ciri sektor informal adalah
sebagai berikut :
a. Tidak memiliki ijin tempat usaha (biasanya hanya ijin dari RW setempat)
b. Modal tidak terlalu besar, relatif kecil.
c. Jumlah pekerja tidak terlalu banyak.
d. Dalam menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal,keahlian
khusus namun hanya berdasarkan pengalaman.
e. Teknologi yang digunakan sangat sederhana.
f. Kurang terorganisir.
g. Jam usaha tidak teratur.
h. Ruang lingkup usahanya keci.l
i.

Umumnya hanya dilakukkan oleh anggota keluarga.

j.

Jenis usaha yang di kerjakan biasanya dalam bentuk :pengrajinan,
perdagangan dan jasa.

30
Universitas Sumatera Utara

Hasil produksi cenderung untuk segmen menengah ke bawah biaya pungutan
yang di keluarkan cukup banyak. (Aushaf fahri abdurasyad, 2014).
Sektor informal dapat dilihat sebagai bentuk kegiatan perekonomian atau
sebagai wadah penampung angkatan kerja, meskipun pendapatan yang diperoleh
pekerja tidak menentu dan pada umumnya relatif kecil, namun sektor informal dapat
berperan sebagai katup pengamanmasalah ketenagakerjaan di indonesia maupun
negara-negara yang sedang berkembang lainnya.

2.5.3 Kelebihan dan Kelemahan Sektor Informal
Sektor informal tentunya memiliki kelebihan dan kelemahan, adapun beberapa
kelebihan yang dimiliki sektor informal adalah sebagai berikut:
a. Padat Karya,dibanding sektor formal, khususnya usaha skala besar, sektor
informal yang pada umumnya adalah usaha kecil bersifat padat karya.
Sementara itu persediaan tenaga kerja di Indonesia sangat banyak, sehingga
upahnya relatif lebih murah jika dibandingkan di negara – negara lain dengan
jumlah penduduk yang kurang dari indonesia. Dengan asumsi faktor –faktor
lain yang mendukung (seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat
efisiensi usaha serta produktivitas pekerja tinggi), maka upah murah
merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki usaha kecil di
Indonesia.
b. Daya Tahan,selama krisis terbukti sektor informal tidak hanya dapat
bertahan, bahkan berkembang pesat. Hal ini disebabkan faktor permintaan
(pasar output) dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, akibat krisis
ekonomi pendapatan riil rata – rata masyarakat menurun drastis dan terjadi
pergeseran permintaan masyarakat, dari barang – barang sektor formal atau

31
Universitas Sumatera Utara

impor (harganya relatif murah) ke barang – barang sederhana buatan sektor
informal (harganya relatif murah).
c. Keahlian Khusus (Tradisional), bila dilihat dari jenis – jenis produk yang
dibuat di industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia, dapat
dikatakan bahwa produk – produk yang mereka buat umumnya sederhana dan
tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal, tetapi membutuhkan keahlian
khusus (traditional skill). Di sinilah keunggulan lain sektor informal, yang
selama ini terbukti dapat membuat mereka bertahan walaupun persaingan dari
sektor formal, termasuk impor sangat tinggi. Keahlian khusus tersebut
biasanya dimiliki pekerja atau pengusaha secara turun temurun,dari generasi
ke generasi.
d. Permodalan, kebanyakan pengusaha di sektor informal menggantungkan diri
pada uang (tabungan) sendiri, atau dana pinjaman dari sumber – sumber
informal (diluar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja
dan investasi mereka. Walaupun banyak juga pengusaha – pengusaha kecil
yang memiliki fasilitas – fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Selain itu,
investasi di sektor informal rata – rata jauh lebih rendah daripada investasi
yang dibutuhkan sektor informal. Tentu, besarnya investasi bervariasi
menurut jenis kegiatan dan skala usaha. Disamping kelebihan yang
dimilikinya,

sektor

informal

juga

memiliki

kelemahan–kelemahan

menyebabkan sektor informal akan mengalami kesulitan.
Kelemahan yang dimiliki adalah bagi sebagian orang menganggap bahwa
sektor informal sebagai beban yang mencemari keindahan dan ketertiban kota, masih
lemah bersaing baik dalam pasar domestik maupun ekspor, selain itu sektor informal

32
Universitas Sumatera Utara

juga kurang memiliki diversifikasi produk. Hal ini akan menjadi kendala serius bagi
perkembangan dan pertumbuhannya sektor informal.

2.6

Bukan Penerima Upah (BPU)

2.6.1 Pengertian Bukan Penerima Upah
Pekerja Bukan Penerima Upah (BPU) adalah pekerja yang melakukan kegiatan
atau usaha ekonomi secara mandiri untuk memperoleh penghasilan dari kegiatan atau
usahanya tersebut yang meliputi: pemberi kerja,pekerja di luar hubungan kerja atau
pekerja mandiri dan pekerja yang tidak termasuk pekerja di luar hubungan kerja yang
bukan menerima upah, contoh tukang ojek, supir angkot, pedagang keliling, artis,
dan lain-lain.

2.6.2 Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja
Tenaga Kerja yang melakukan pekerjaan di Luar Hubungan Kerja (LHK)
adalah orang yang berusaha sendiri yang pada umumnya bekerja pada usaha-usaha
ekonomi informal. Memberikan perlindungan jaminan sosial bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja pada saat tenaga kerja tersebut
kehilangan sebagian atau seluruh penghasilannya sebagai akibat terjadinya risikorisiko antara lain kecelakaan kerja, hari tua dan meninggal dunia. keputusan Menteri
Tenaga Kerja No. KEP-150/MEN/1999 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.Bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, Borongan dan Perjanjian
Kerja Waktu Tertentu, mengatur kepesertaan maupun upah sebagai dasar penetapan
iuran, sbb:
1. Bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu
yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan wajib diikutsertakan dalam program

33
Universitas Sumatera Utara

jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian, lebih dari 3 (tiga) bulan
wajib diikutsertakan untuk seluruh program jaminan sosial tenaga kerja.
2. Untuk tenaga kerja harian lepas dalam menetapkan upah sebulan adalah upah
sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (satu) bulan kalender. Apabila
upah dibayar secara bulanan untuk menghitung upah sehari bagi yang bekerja
6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu adalah upah sebulan dibagi 25 (dua
puluh lima), sedangkan yang bekerja 5 (lima) hari dalam 1 (satu) minggu
adalah upah sebulan dibagi 21 (dua puluh satu).
3. Untuk tenaga kerja borongan yang bekerja kurang dari 3 (tiga) bulan
penetapan upah sebulan adalah 1 (satu) hari dikalikan jumlah hari kerja dalam
1 (satu) bulan kalender. Bagi yang bekerja lebih dari 3 (tiga) bulan, upah
sebulan dihitung dari upah rata- rata 3 (tiga) bulan terakhir. Jika pekerjaan
tergantung cuaca upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12 (dua) belas
bulan terakhir.
4. Untuk tenaga kerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu,
penetapan upah sebulan adalah sebesar upah sebulan yang tercantum dalam
perjanjian kerja.

2.6.3 Kepesertaan
Kepesertaan pekerja bukan penerima upah meliputi:
a) Dapat mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan secara bertahap dengan
memilih program sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan peserta.
b) Dapat mendaftar sendiri langsung ke Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan
atau

mendaftar

melalui

wadah

atau

kelompok/mitra/payment

34
Universitas Sumatera Utara

poin(aggregator/perbankan) yang telah melakukan Ikatan Kerja Sama (IKS)
dengan BPJS Ketenagakerjaan.

2.6.4 Cara Mendaftar Menjadi Peserta
Tata cara mendaftar menjadi peserta yaitu:
a) Mempunyai NIK (Nomor Induk Kependudukan).
b) Mengisi formulir F1 BPU untuk pendaftaran wadah/Kelompok/Mitra Baru.
Cara menghubunginya melalui :
a. Kantor Cabang BPJS Ketenagakerjaan terdekat.
b. Wadah.
c. Mitra/Payment Point (Aggregator/Perbankan) yang bekerjasama dengan
BPJS Ketenagakerjaan.
d. Pembayaran iuran dapat dilakukan oleh peserta sendiri atau melalui
Wadah/Mitra/Payment Point (Aggregator atau Perbankan) selama bulanan/3
bulan/6 bulan/1 tahun sekaligus.

2.6.5 JenisProgram dan Manfaat BPJS Ketenagakerjaan
program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan bukan
penerima upah adalah:
1) Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
Jaminan Kecelakaan Kerja adalah jaminan yang memberikan kompensasi dan
rehabilitasi bagi pekerja yang mengalamikecelakaan dalam hubungan kerja termasuk
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau
sebaliknya dan penyakit yang di sebabkan oleh lingkungan kerja.

35
Universitas Sumatera Utara

Manfaat jaminan kecelakaan kerja yaitu mendapatkan santunan berupa uang
sebagai pengganti biaya pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan atau
perawatan, biaya rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu bekerja,
santunan cacat baik, fisik maupun mental, santunan kematian sebagai akibat
peristiwa berupa kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja
berhak menerima Jaminan Kecelakan Kerja (JKK).
Kecelakaan kerja termasuk penyakit akibat kerja merupakan resiko yang harus
dihadapi oleh tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Untuk menanggulangi
hilangnya sebagian atau seluruh penghasilan yang diakibatkan oleh adanya resikoresiko sosial seperti kematian atau cacat karena kecelakaan kerja baik fisik maupun
mental, maka diperlukan adanya jaminan kecelakaan kerja. Kesehatan dan
keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung jawab pengusaha sehingga pengusaha
memiliki kewajiban untuk membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar
antara 0,24 persen sampai dengan 1,74 persen sesuai kelompok jenis usaha.
Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja ke rumah
sakit dan kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan kerja :
1. Angkutan darat/sungai/danau di ganti maksimal Rp.1.000.000
2. Angkutan laut di ganti maksimal Rp 1.500.000
3. Angkutan udara di ganti maksimal Rp 2.500.000
Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan
adanya masa kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat. Masa kadaluarsa klaim
selama selama 2 (dua) tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan
harus tertib melaporkan baik secara lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian
kecelakaan kepada BPJS Ketenagakerjaan selambatnya 2 kali 24 jam setelah
kejadian kecelakaan, dan perusahaan segera menindaklanjuti laporan yang telah

36
Universitas Sumatera Utara

dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir kecelakaan kerja tahap I yang telah
dilengkapi dengan dokumen pendukung.
2) Program Jaminan Kematian (JKM)
Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan kematian berupa uang tunai dan
santunan berupa uang pengganti biaya pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa
atau retribusi), peti jenazah, kain kafan, transportasi, dan lain-lain yang berkaitan
dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing dan tenaga kerja
yang bersangkutan. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan
kerja, keluarganya berhak atas jaminan kematian (JKM).
Jaminan kematian diperuntukkan bagi ahli waris dari peserta BPJS
Ketenagakerjaan yang meninggal buka karena kecelakaan kerja. Jaminan kematian
(JKM) diperlukan sebagai upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk
biaya pemakaman maupun santunan berupa uang. Wajib menanggu iuran Program
Jaminan Kematian (JKM) bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol
koma tiga puluh persen) dari gaji atau upah sebulan. Iuran JKM bagi peserta bukan
penerima upah sebesar Rp 6.800,00 (enam ribu delapan ratus Rupiah) setiap bulan.
Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila
peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan 6 bulan tidak
berlaku lagi), terdiri atas:
a. Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah).
b. Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta delapan
ratus ribu rupiah) yang dibayar sekaligus.
c. Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).

37
Universitas Sumatera Utara

d. Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal
dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan telah memiliki masa iuran paling
singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua belas
juta rupiah) untuk setiap peserta.Besarnya iuran dan manfaat program JKM
bagi peserta dilakukan evaluasi secara berkala paling lama setiap 2 (dua)
tahun.
3) Program Jaminan Hari Tua (JHT)
Jaminan hari tua (JHT) adalah programpenghimpunan dana yang di
tunjukkan sebagai simpanan yang dapat di pergunakan oleh peserta, terutama
bila penghasilan yang bersangkutan terhenti karena berbagai sebab, seperti
cacat total tetap, telah mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia atau berhenti
bekerja (PHK,mengundurkan diri, atau meninggalkan indonesia untuk
selama-lamanya)santunan yang diberikan berupa uang yang dibayarkan
secara sekaligus atau berkala.Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang
besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya,
yang dibayarkan secara sekaligus apabila :
a) Peserta mencapai usia 56 tahun.
b) Meninggal dunia.
c) Cacat total tetap Yang dimaksud usia pensiun termasuk peserta yang berhenti
bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK dan sedangtidak aktif
bekerja; atau peserta yang meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya.
Hasil pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito
counter rate bank pemerintah.
Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika
mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

38
Universitas Sumatera Utara

a) Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pension.
b) Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan
Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi
peserta, apabila:
a) Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan memilih untuk
menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat yang bersangkutan
berhenti bekerja.
b) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai
besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu) kali dalam
setahun.
c) Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak atas manfaat
JHT sebagai berikut:
a. Janda/duda
b. Anak
c. Orang tua dan cucu
d. Saudara Kandung
e. Mertua
f. Pihak yang ditunjuk dalam wasiat
g. Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai
Harta Peninggalan
h. Jika terjadi JHT kurang bayar akibat pelaporan upah yang tidak sesuai,
menjadi tanggungjawab perusahaan.

39
Universitas Sumatera Utara

2.7

Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial berasal dari kata ”Sejahtera”.Sejahtera ini mengandung

pengertian dari sansekerta “Cetera”yang berarti payung. Dalam konteks ini,
kesejahteraan yang terkandung arti “Cetera” (payung) adalah orang yang sejahtera
yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan, ketakutan ,
atau kekhawatiran sehingga hidupnya aman dan tentra, baik lahir maupun batin.
Sedangkan sosial berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan, teman, dan kerja
sama. Orang yang sosial adalah orang yang dapat berelasi dengan orang lain dan
lingkungannya dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu
kondisi yang mana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan
lingkungan secara baik.
Friedlander

mendefinisikan Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang

terorganisasi dari pelayanan-pelayanan sosial dan instusi-instusi yang dirancang
mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi persoalan dan
sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan
kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan
masyarakatnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial merupakan suatu
kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membangun penyesuaian timbal balik
bersama individu-individu dengan lingkungan sosial mereka.
Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan
bahwa masalah ketenagaker