Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Fermentasi terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih Chapter III IV

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jl. Udara Gg. Rukun (Peternakan Kelinci
Rukun Farm) Berastagi. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari
bulan Juli 2016 sampai dengan September 2016.

Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan adalah kelinci rex jantan lepas sapih sebanyak 24
ekor dengan bobot badan awal 1012,14±126,67 g, bahan penyusun ransum/pelet
yang terdiri dari ampas kelapa fermentasi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak
padi, tepung ikan, mineral mix dan molases. Air minum yang diberikan secara
ad libitum dan rodalon sebagai desinfektan serta obat-obatan seperti obat cacing
(Wormectin) dan Permenthyl untuk obat kembung.
Alat
Alat yang digunakan adalah kandang individu ukuran 50 x 50 x 50 cm
sebanyak 24 petak, mesin pencetak pelet, timbangan kapasitas 5 kg untuk
menimbang kelinci, pakan dan sisa pakan, tempat pakan pada tiap kandang
masing-masing sebanyak 24 unit, mesin grinder untuk membuat tepung, lampu,
thermometer, sapu lidi, terpal plastik sebagai alas untuk meramu pelet, kantung

plastik sebagai tempat penyimpanan bahan pakan dan pelet.

Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara
experimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan
dan 4 ulangan. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut :
P0a : Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa tanpa fermentasi
P0b : Ransum dengan 20% tepung ampas kelapa tanpa fermentasi
P1 : Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi Aspergillus niger
P2 : Ransum dengan 20% tepung ampas kelapa fermentasi Aspergillus niger
P3 : Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi Ragi Tape
P4 : Ransum dengan 20% tepung ampas kelapa fermentasi Rage Tape
Dengan susunan penelitian sebagai berikut :
Tabel 5. Kombinasi Unit Perlakuan dan Ulangan
P4 U3

P3 U1


P2 U2

P1 U4

P3 U4

P4 U4

P2 U1

P1 U1

P2 U4

P3 U3

P4 U2

P1 U3


P3 U2

P2 U3

P0B U1

P0B U4

P0A U3

P0B U3

P0A U2

P4 U1

P1 U2

P0A U4


P0B U2

P0A U1

Model matematik percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + σi + Ʃij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j
μ = nilai tengah umum
σi = efek dari perlakuan ke-i
Ʃij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Universitas Sumatera Utara

Peubah yang Diamati
1. Bobot Potong (g/ekor)
Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah
dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih.
2. Bobot Karkas (g/ekor)

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang
kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari
kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit.
3. Persentase Karkas (%)
Persentase karkas yaitu bobot karkas dibandingkan dengan bobot potong
dikali 100%.
Persentase karkas = Bobot karkas x 100%
Bobot potong
4. Persentase Lemak Abdomen (%)
Persentase lemak abdomen yaitu bobot lemak abdomen dibandingkan dengan
bobot hidup dikali 100%.
Persentase lemak abdomen = Bobot lemak abdomen x 100%
Bobot potong
Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran
50 x 50 x 50 cm sebanyak 24 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum
kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang
beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan
dengan menggunakan rodalon.


Universitas Sumatera Utara

2. Pemilihan Ternak
Kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian diseleksi terlebih
dahulu dengan syarat seleksi sebagai berikut : kelinci dalam keadaan sehat, tidak
cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung ke atas
lurus merapat ke bagian luar mengikuti tulang punggung, telinga lurus ke atas,
mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam kandang,
dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing
kelinci kemudian dilakukan random (pengacakan) yang bertujuan untuk
memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan ke dalam kandang
sebanyak 1 ekor per unit penelitian.
3. Pengolahan Tepung Ampas Kelapa Fermentasi dengan Ragi Tape
Pengolahan ampas kelapa hingga menjadi ampas kelapa fermentasi
dijelaskan pada skema berikut :
1 kg tepung ampas kelapa
Diautoclave selama 15 menit dengan suhu 1210C
Ditambahkan air 800 ml
Ditaburkan ragi tape sebanyak 18 g

Diaduk sampai homogen
Dimasukkan ke dalam kotak fermentasi, kemudian difermentasi secara aerob
selama 6 hari
Dioven selama 24 jam dengan suhu 600C
Digiling dan disimpan
Sumber : Modifikasi Umiyasih dan Anggraeny (2008)

Universitas Sumatera Utara

4. Pengolahan Tepung Ampas Kelapa Fermentasi dengan Aspergillus niger
Pengolahan ampas kelapa hingga menjadi ampas kelapa fermentasi
dijelaskan pada skema berikut :
Tepung ampas kelapa 1 kg

Ditambahakan 800 ml air

Ditambahkan Zeolit 45 g dan Aspergillus niger 18 g

Diaduk sampai dengan homogen


Dimasukkan ke dalam kotak fermentasi
Fermentasi secara aerob pada suhu kamar (250C) selama 6 hari
Dioven selama 24 jam dengan suhu 600C

Digiling dan disimpan
Sumber : Modifikasi Muhsafaat et al. (2015)

5. Penyusunan Pakan dalam bentuk Pelet
Bahan penyusun konsentrat yang digunakan terdiri atas tepung ampas
kelapa, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak padi, tepung ikan, mineral dan
molases. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan
formulasi pelet yang telah sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari
ketengikan, pencampuran dilakukan satu kali dalam 3 minggu. Berikut susunan
ransum pada pakan pelet kelinci :

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Susunan dan komposisi ransum
No
.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bahan
AK
AKF A.niger

AKF Ragi Tape
T. Jagung
Dedak Padi
B. Kedelai
T. Ikan
Top Mix
Molases
TOTAL
EM (kkal/kg)
PK (%)
SK (%)
LK (%)
Ca (%)
P (%)

Perlakuan
P0A
P0B
P1
P2

10
20
0
0
0
0
10
20
0
0
0
0
35
25
35
25
20
20
20
20
16
16
16
16
7
7
7
7
2
2
2
2
10
10
10
10
100
100
100
100
Kandungan Nutrisi
2695,4
2828
2521,1 2479,4
16,31
15,66
16.66
16,36
6,999
9,43
6,742
8,916
6,999
10,62
4,594
5,811
1,0037 1,0027 1,0037 1,0027
0,757
0.747
0,757
0.747

P3
0
0
10
35
20
16
7
2
10
100

P4
0
0
20
25
20
16
7
2
10
100

2680,6
16,55
6,785
4,821
1,0037
0,757

2798,4
16,15
9,002
6,265
1,0027
0.747

6. Pemeliharaan Kelinci
Pakan dan air minum diberikan secara ad libitum, penggantian air minum
dilakukan pada pagi dan sore hari. Obat-obatan dan vitamin diberikan sesuai
dengan kebutuhan kelinci seperti Wormectin untuk obat cacing dan scabies
dengan dosis 0,02 ml/kg bobot kelinci, pemberiannya dengan cara menyuntikkan
di bagian subkutan, anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan dosis 1
sendok teh untuk 1-3 ekor kelinci, pemberiannya melalui mulut. Pelet diberikan
pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB dan hijauan diberikan 1 jam setelah
pemberian pelet.
7. Pengambilan Data
1. Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah
dipuasakan selama 6-10 jam sebelum disembelih.

Universitas Sumatera Utara

2. Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari daging
bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal
leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah,
ekor dan kulit.
3. Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas
dengan bobot potong dikali 100%.
4. Persentase lemak abdomen diperoleh dari bobot lemak abdomen dibandingkan
dengan bobot potong dikali 100%.
Analisis Data
Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis
dengan perbandingan linear ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi
perlakuan terbaik. Dari 6 perlakuan dapat disusun 5 perbandingan linear ortogonal
kontras sebagai berikut :
Tabel 7. Perbandingan linear ortogonal kontras antar perlakuan penelitian
Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4

Keterangan
Ransum dengan ampas kelapa non fermentasi
dibandingkan dengan ransum dengan ampas kelapa
fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape
Ransum dengan 10% ampas kelapa tanpa fermentasi
dibandingkan dengan 20% ampas kelapa tanpa
fermentasi
Ransum dengan ampas kelapa fermentasi Aspergillus
niger dibandingkan dengan ampas kelapa fermentasi
ragi tape
Ransum dengan 10% ampas kelapa fermentasi
Aspergillus niger dibandingkan dengan 20% ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger
Ransum dengan 10% ampas kelapa fermentasi
Saccharomyces cerevisiae dibandingkan dengan 20%
ampas kelapa fermentasi ragi tape

Universitas Sumatera Utara

Pembanding linear ortognal kontras menggunakan persyaratan sebagai
berikut :
1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (Ʃki=0)
2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (Ʃki ki=0)
3. Jumlah kuadrat
Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding sama dengan total tiap perlakuan
R = Ulangan
Ʃki= Kuadrat koefisien pembanding
Tabel 8. Sidik ragam
SK
Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4
Galat

Db
t-1
1
1
1
1
1
Rt-t

JK
JKP
JK1
JK4
JK5
JK6
JK7
JKG

KT
JKP/db
JK1
JK4
JK5
JK6
JK7
KTG

Fhit
KTP/KTG
JK1/KTG
JK4/KTG
JK5/KTG
JK6/KTG
JK7/KTG

F 5%

F 1%

Kaidah Keputusan
-

Bila F hit < F 0,05 : perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1)

-

Bila F hit ≥ F 0,05 : perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1)

-

Bila F hit ≥ F 0,01 : perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1)

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong
Bobot potong diperoleh dari hasil penimbangan bobot akhir kelinci setelah
dipuasakan selama 7 jam. Data rataan bobot potong kelinci Rex jantan hasil
penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9. Rataan bobot potong kelinci Rex jantan (g/ekor)
Perlakuan
P0A
P0B
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

1
1.725
2.108
1.886
1.660
2.060
1.819
11.258
1.876,33

Ulangan
2
3
4
1.843
2.075
2.032
1.942
2.231
1.994
1.916
1.943
1.955
1.662
1.626
1.758
2.033
2.070
2.256
1.795
1.972
1.973
11.191
11.917
11.968
1.865,17 1.986,17 1.994,67

Total

Rataan

7.675
8.275
7.700
6.706
8.419
7.559
46.334
7.722,33

1.918,75
2.068,75
1.925,00
1.676,50
2.104,75
1.889,75
11.583.50
1.930,58

Dari Tabel 9 di atas dapat dilihat data rataan bobot potong tertinggi adalah
2.104,75g (P3), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P0B (2.068,75 g),
perlakuan

P0A

(1.918,75

g),

perlakuan

P1

(1.925,00

g),

perlakuan

P4 (1889,75 g) dan rataan terendah yaitu perlakuan P2 (1676,50 g). Tabel 9 di atas
juga menunjukkan rataan umum bobot potong adalah sebesar 1.930,58 g. Angka
tersebut

hampir

sama

dengan

penelitian

yang

dilakukan

oleh

Setiawan (2009) yaitu 1943,33 g. Hal ini disebabkan karena bobot potong yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan kisaran bobot potong yang sama.
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa penggunaan ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape berpengaruh berbeda sangat
nyata terhadap bobot potong kelinci Rex jantan, hal ini disebabkan pertambahan
bobot badan yang terus meningkat karena tingkat konsumsi yang tinggi dan

Universitas Sumatera Utara

ransum yang palatabel. Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat
konsumsi pakan (Kartadisastra, 1997). Ransum dengan ampas kelapa yang
difermentasi dengan ragi tape lebih disukai kelinci karena aromanya yang lebih
wangi dibandingkan dengan ampas kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus
niger. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lase (2016), konsumsi tertinggi
terdapat pada perlakuan yang menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa
fermentasi ragi tape 10% dan terendah pada perlakuan yang menggunakan ransum
dengan tepung ampas kelapa fermentasi Aspergillus niger 20%.
Tabel 10. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot potong
SK

dB

Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4
Galat
Total

5
1
1
1
1
1
18
23

JK
463.283,83
47.880,33
45.000,00
154.449,00
123.504,50
92.450,00
201.450,00
664.733,83

KT
92.656,77
47.880,33
45.000,00
154.449,00
123.504,50
92.450,00
11.191,67

F Hit
8,28**
6,25*
5,87*
20,16**
16,12**
12,07**

F Tabel
0,05 0,01
2,77 4,25
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28

Ket : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata

Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa perlakuan yang
menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan tepung ampas kelapa tanpa
fermentasi terhadap bobot potong kelinci. Diantara perlakuan yang menggunakan
ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi, tepung ampas kelapa yang
difermentasi ragi tape menunjukkan pengaruh yang lebih baik terhadap bobot
potong kelinci dibandingkan dengan fermentasi Aspergillus niger. Hal tersebut
bisa dilihat dari data rataan bobot potong pada perlakuan yang menggunakan
ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape menunjukkan angka
yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang menggunakan tepung ampas

Universitas Sumatera Utara

kelapa fermentasi Aspergillus niger, terutama pada perlakuan P3 yaitu ransum
dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape. Jadi perlakuan P3 lebih
baik dibandingkan perlakuan lainnya.
Pada perlakuan yang menggunakan ransum dengan 10% tepung ampas
kelapa fermentasi ragi tape memiliki tingkat konsumsi tertinggi dibandingkan
perlakuan lainnya sehingga konsumsi protein juga lebih banyak dan dapat
meningkatkan bobot potong. Scott et al. (1982), menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang erat antara pertumbuhan dengan konsumsi pakan. Konsumsi
pakan yang semakin tinggi akan mengakibatkan kenaikan konsumsi protein
sehingga pertumbuhan ternak semakin baik dan akan meningkatkan bobot potong
yang dihasilkan.
Tepung ampas kelapa yang difermentasi memiliki kandungan protein yang
lebih tinggi dibandingkan tepung ampas kelapa yang tidak difermentasi. Protein
memiliki peranan penting dalam proses metabolisme tubuh yang akan
meningkatkan bobot potong. Selama proses fermentasi berlangsung akan
meningkatkan

kadar

protein

yang

disebabkan

karena

adanya

aktivitas

mikroorganisme yang memecah karbohidrat pada substrat. Hidayati et al. (2013),
menyatakan bahwa kadar protein meningkat selama proses fermentasi disebabkan
adanya aktivitas mikroorganisme optimal melakukan pemecahan karbohidrat.
Tillman et al. (1991), menyatakan bahwa ransum yang dikonsumsi oleh ternak
diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan baru atau produksi daging.
Bobot potong yang tinggi pada perlakuan yang menggunakan ransum
dengan tepung ampas kelapa tanpa fermentasi disebabkan karena adanya indikasi
kegemukan pada ternak tersebut yang dikarenakan kandungan lemak pada tepung

Universitas Sumatera Utara

ampas kelapa yang tidak difermentasi tinggi yang dapat menyebabkan
pembentukan lemak pada tubuh ternak meningkat. Subekti (2007), menyatakan
bahwa pada peningkatan bobot berat terdapat indikasi kegemukan, persentase
lemak, lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat.

Bobot Karkas
Bobot karkas adalah bobot dari hasil penimbangan bagian tubuh yang
sudah disembelih dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor,
jeroan (usus, jantung, hati dan ginjal) (Kartadisastra, 1998). Data rataan bobot
karkas kelinci Rex jantan hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 11 berikut :
Tabel 11. Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan (g/ekor)
Perlakuan
P0A
P0B
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

1
832
1.073
895
742
1.052
871
5.465
910,83

Ulangan
2
915
958
898
719
1.049
841
5.380
896,67

3
1.017
1.143
938
649
1.044
948
5.739
956,50

4
967
1.027
921
793
1.207
941
5.856
976,00

Total

Rataan

3.731
4.201
3.652
2.903
4.352
3.601
22.440
3.740,00

932,75
1050,25
913,00
725,75
1.088,00
900,25
5.610,00
935,00

Dari Tabel 11 di atas dapat dilihat data rataan bobot karkas tertinggi
adalah 1.088,00 g (P3), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan
P0b (1.025,75 g), perlakuan P4 (961,25 g), perlakuan P0A (932,75 g), perlakuan
P1 (913,00 g) dan rataan terendah yaitu perlakuan P2 (725,75 g). Tabel 11 di atas
juga menunjukkan rataan umum bobot karkas adalah sebesar 941,42 g. Angka
tersebut lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Setiawan (2009), yaitu
sebesar 1.000,16 g. Hal ini dipengaruhi oleh genetik, asupan nutrisi dan
lingkungan. Asupan nutrisi akan mempengaruhi pertambahan bobot badan yang

Universitas Sumatera Utara

dilanjutkan berpengaruh ke bobot potong. Selain itu lingkungan juga sangat
mempengaruhi bobot potong. Jika lingkungan mendukung bagi keamanan dan
kenyamanan ternak maka bobot hidup ternak akan meningkat secara optimal,
sebaliknya jika keadaan lingkungan kurang mendukung bagi ternak, maka
pertumbuhan ternak akan kurang optimal sebab kelinci merupakan salah satu
ternak yang sangat mudah mengalami stress.
Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa pemberian ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape memberikan pengaruh yang
berbeda sangat nyata terhadap bobot karkas kelinci Rex jantan, hal ini disebabkan
karena bobot potong yang tinggi pada kelinci sehingga bobot karkas yang
dihasilkan juga tinggi. Muryanto dan Prawirodigdo (1993), menyatakan bahwa
bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula.
Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya.
Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan
bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh.
Tabel 12. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot karkas
SK

dB

JK

KT

F Hit

Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4
Galat
Total

5
1
1
1
1
1
18
23

32.8695,00
38.307,00
27.612,50
122.150,25
70.125,1250
70.500,1250
76.089,00
404.784,00

65.739,00
38.307,00
27.612,50
122.150,25
70.125,1250
70.500,1250
4.227,17

15,56**
11,29**
8,14*
35,99**
20,66**
20,77**

F Tabel
0,05 0,01
2,77 4,25
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28

Ket : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata

Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa perlakuan yang
menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi lebih baik
dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan ransum dengan tepung ampas

Universitas Sumatera Utara

kelapa yang tidak difermentasi. Dan diantara kedua ransum yang menggunakan
tepung ampas kelapa fermentasi, ransum yang menggunakan tepung ampas kelapa
fermentasi ragi tape yang terbaik karena bobot karkas yang dihasilkan lebih tinggi
daripada perlakuan yang menggunakan tepung ampas kelapa fermentasi
Aspergillus niger.
Perbedaan bobot karkas pada setiap perlakuan disebabkan oleh kandungan
zat makanan yang terdapat dalam ransum yang berbeda, seperti lemak dan protein.
Tepung ampas kelapa fermentasi memiliki kandungan protein tinggi dan lemak
rendah dibandingkan tepung ampas kelapa tanpa fermentasi. Hal ini dikarenakan
pada saat fermentasi, terjadi peningkatan kadar protein dan penurunan kadar
lemak. Howard et al. (2003), menyatakan bahwa selama proses fermentasi
mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut adalah protein dan
mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein sel tunggal. Selain itu, pada
proses fermentasi akan menghasilkan enzim lipase yang berperan memecah
lemak. Enzim lipase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis rantai panjang
trigliserida (Dali et al., 2009). Peningkatan jumlah enzim dan populasi mikroba
akan meningkatkan kadar protein kasar dan menurunkan kadar lemak ampas
kelapa. Protein akan dimanfaatkan ternak dalam proses metabolisme tubuh untuk
meningkatkan proporsi daging. Lemak juga mempengaruhi bobot karkas, apabila
kandungan lemak meningkat maka bobot karkas yang dihasilkan juga akan
meningkat. Seebeck dan Tulloh (1968), menyatakan bahwa distribusi lemak
sangat mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas sebab proporsi daging dan
tulang akan berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan
meningkatnya bobot karkas.

Universitas Sumatera Utara

Persentase Karkas
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot
hidup dikali 100% (Soeparno, 1994). Data rataan persentase karkas dapat dilihat
pada Tabel 13 di bawah ini :
Tabel 13. Rataan persentase karkas kelinci Rex jantan (%)
Perlakuan
P0A
P0B
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

1
48,23
50,90
47,45
44,70
51,07
47,88
290,23
48,37

Ulangan
2
3
49,65
49,01
49,33
51,23
46,87
48,28
43,26
39,91
51,60
50,43
46,85
48,07
287,56
286,93
47,93
47,82

Total
4
47,59
194,48
51,50
202,96
47,11
189,71
45,11
172,98
53,50
206,60
47,69
190,49
292,50 1.157,22
48,75
192,87

Rataan
48,62
50,74
47,43
43,25
51,65
47,62
289,31
48,22

Dari Tabel 13 di atas dapat dilihat data rataan persentase karkas tertinggi
adalah

51,65%

(P3),

kemudian

disusul

berturut-turut

oleh

perlakuan

P0B (50,42%), perlakuan P4 (48,95%), perlakuan P0A (48,62%), perlakuan
P1 (47,43%) dan rataan terendah yaitu perlakuan P2 (43,25%). Gambar 10 di atas
juga menunjukkan rataan umum persentase karkas adalah sebesar 48,39%. Angka
ini sesuai dengan pernyataan Farel dan Raharjo (1984), yang menyatakan bahwa
kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52% dan betina 50-59%
dari berat hidupnya.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap persentase karkas kelinci Rex jantan, hal ini disebabkan
karena bobot karkas yang tinggi akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi
pula. Hal ini didukung oleh pendapat Soeparno (1994), yang menyatakan bahwa
persentase karkas dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan

Universitas Sumatera Utara

akan diikuti dengan peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu
persentase karkas juga dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin.
Tabel 14. Pembandingan ortogonal kontras terhadap persentase karkas
SK

dB

Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4
Galat
Total

5
1
1
1
1
1
18
23

JK
176,0438
25,66688
8,98880
73,96000
34,98661
32,44151
29,23165
205,2755

KT
35,20876
25,66688
8,98880
73,96000
34,98661
32,44151
1,623981

F Hit
21,68**
14,84**
5,20*
42,77**
20,23**
18,76**

F Tabel
0,05 0,01
2,77 4,25
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28

Ket : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata

Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa perlakuan yang
menggunakan tepung ampas kelapa fermentasi lebih baik terhadap persentase
karkas dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan ransum dengan tepung
ampas kelapa tanpa fermentasi. Dilihat dari data rataan persentase karkas,
persentase karkas yang menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa
fermentasi ragi tape memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan
perlakuan yang menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi
Aspergillus niger.
Perlakuan yang menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa
fermentasi terbaik terdapat pada level pemberian 10% terhadap persentase karkas.
Hal ini disebabkan karena kandungan nutrisi pada ransum dengan level 10% lebih
baik dibandingkan 20%, selain itu persentase karkas pada perlakuan 10% juga
lebih tinggi dibandingkan 20%. Selain dipengaruhi oleh kandungan nutrisi pada
ransum, persentase karkas juga dipengaruhi oleh bobot potong dan bobot karkas.
Soeparo (1994), menyatakan bahwa persentase karkas adalah perbandingan antara
bobot karkas dan bobot hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi

Universitas Sumatera Utara

ternak potong sebenarnya, karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran
pencernaan dan organ dalam yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda.

Lemak Abdominal
Persentase lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan bobot
lemak abdomen dengan bobot hidup dikalikan 100 (Witantra, 2011). Data rataan
persentase lemak abdominal dapat dilihat pada Tabel 15. berikut :
Tabel 15. Rataan persentase lemak abdominal kelinci Rex jantan (%)
Perlakuan
P0A
P0B
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

Ulangan
2
3
1,47
1,40
2,47
2,47
0,99
1,08
0,90
0,98
0,98
1,01
1,11
0,91
7,92
7,85
1,32
1,31

1
1,39
2,47
1,06
1,02
1,02
1,21
8,17
1,36

4
1,38
2,51
1,13
1,02
1,15
1,06
8,25
1,38

Total

Rataan

5,64
9,92
4,26
3,92
4,16
4,29
32,19
5,37

1,41
2,48
1,06
0,98
1,04
1,07
8,05
1,34

Dari Gambar 11 di atas dapat dilihat data rataan persentase lemak
abdominal tertinggi adalah 2,52% (P0B), kemudian disusul berturut-turut oleh
perlakuan P0A (1,41%), perlakuan P4 (1,10%), perlakuan P3 (1,07%), perlakuan
P1 (1,05%) dan rataan terendah yaitu perlakuan P2 (0,98%). Tabel di atas juga
menunjukkan rataan umum persentase lemak abdominal adalah sebesar 1,35%.
Angka

tersebut

lebih

rendah

dibandingkan

dengan

pernyataan

Brahmantiyo dan Raharjo (2009), yang menyatakan bahwa persentase lemak
abdominal pada kelinci Rex jantan yaitu 3,13% dengan bobot potong 2.711,44 g.
Hal ini dipengaruhi oleh bobot potong kelinci tersebut. Pada penelitian ini rataan
bobot potong yang digunakan yaitu 1.930,58 g.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa pemberian ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape memberikan pengaruh yang
sangat nyata terhadap persentase lemak abdominal kelinci Rex jantan, hal ini
disebabkan

karena kandungan

lemak

yang

tinggi

pada

ransum yang

mengakibatkan kelebihan energi sehingga tidak bisa dimanfaatkan secara optimal
oleh tubuh. Hal ini didukung dengan pernyataan Noviana et al. (2015), yang
menyatakan bahwa lemak abdominal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan,
perkembangan dan kelebihan lemak akan menyebabkan kelebihan energi di dalam
tubuh yang tidak bisa dimanfaatkan dengan sempurna. Kelebihan lemak ini bisa
disebabkan beberapa faktor diantaranya pemberian pakan yang mengandung
energi yang berlebih dan aktivitas/gerak yang sedikit.
Tabel 16. Pembandingan ortogonal kontras terhadap lemak abdominal
SK

dB

JK

KT

F Hit

Perlakuan
P0AP0B vs P1P2P3P4
P0A vs P0B
P1P2 vs P3P4
P1 vs P2
P3 vs P4
Galat
Total

5
1
1
1
1
1
18
23

6,685088
4,37416875
2,28980000
0,00455625
0,01445000
0,00211250
0,089775
6,774863

1,337018
4,37416875
2,28980000
0,00455625
0,01445000
0,00211250
0,004988

268,07**
921,15**
482,20**
0,96tn
3,04tn
0,44tn

F Tabel
0,05 0,01
2,77 4,25
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28
4,41 8,28

Ket : tn = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata

Hasil uji ortogonal kontras menunjukkan bahwa perlakuan yang
menggunakan ransum dengan tepung ampas kelapa fermentasi lebih baik
dibandingkan dengan tepung ampas kelapa tanpa fermentasi. Hal ini disebabkan
karena pada tepung ampas kelapa tanpa fermentasi masih memiliki kandungan
lemak yang cukup tinggi karena belum mengalami pemecahan susunan lemak.
Sedangkan pada tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan Aspergillus niger
dan ragi tape sudah mengalami pemecahan struktur lemak oleh enzim lipase pada

Universitas Sumatera Utara

saat proses fermentasi terjadi sehingga kandungan lemaknya menurun.
Dali et al. (2009), menyatakan bahwa lipase merupakan kelompok enzim yang
secara umum berfungsi dalam hidrolosis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk
menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Hal inilah yang menyebabkan
kandungan lemak abdominal pada perlakuan yang menggunakan tepung ampas
kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape lebih rendah dibandingkan
perlakuan dengan tepung ampas kelapa tanpa fermentasi.
Selain kandungan lemak dalam ransum, kandungan energi dalam ransum
juga akan mempengaruhi terjadinya pembentukan lemak abdominal. Pada ransum
yang menggunakan tepung ampas kelapa tanpa fermentasi memiliki kandungan
energi tertinggi, sehingga menyebabkan persentase lemak abdominal pada
perlakuan

ini

menjadi

lebih

tinggi

dibandingkan

perlakuan

lainnya.

Setiawan dan Sujana (2009), menyatakan bahwa pembentukan lemak abdominal
terjadi karena adanya kelebihan energi yang dikonsumsi. Energi yang digunakan
tubuh umumnya berasal dari karbohidrat dalam tubuh mampu memproduksi
lemak tubuh yang tersimpan di sekeliling organ dalam dan di bawah kulit.
Dilanjutkan dengan pernyataan Brahmantiyo dan Raharjo (2009), perlemakan
subkutan dan abdomen kelinci akan tinggi dengan bobot potong yang tinggi.

Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian terhadap bobot
potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal kelinci
Rex maka dilakukan rekapitulasi hasil penelitian dan dapat dilihat pada
Gambar 8 berikut :

Universitas Sumatera Utara

2500,00
2000,00

1918,75

2104,75

2068.75

1925,00

1889,75
1676,50

1500,00
1000,00
500,00

932,75

1050,25

1088,00
913,00

900,25
725,75

48,62
1,41

50,74
2,48

47,43
1,06

43,25
0,98

51,65
1,04

47,62
1,07

0,00
P0A

Bobot Potong

P0B

Bobot Karkas

P1

P2

Persentase Karkas

P3

P4

Lemak Abdominal

P0A: Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa tanpa fermentasi; P0B: Ransum dengan 20%
tepung ampas kelapa tanpa fermentasi; P1: Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi
Aspergillus niger; P2: Ransum dengan 20% tepung ampas kelapa fermentasi Aspergillus niger;
P3: Ransum dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape; P4: Ransum dengan 20%
tepung ampas kelapa fermentasi ragi tape.

Gambar 8. Histogram rekapitulasi hasil penelitian
Pada Gambar 8 di atas menunjukkan perlakuan P3 terbaik pada bobot
potong, bobot karkas, persentase karkas dan lemak abdominal. Data terendah
untuk masing-masing peubah penelitian terdapat pada perlakuan P2.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Penggunaan tepung ampas kelapa yang difermentasi dengan ragi tape
dapat meningkatkan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas serta dapat
menurunkan persentase lemak abdominal pada level pemakaian 10% pada kelinci
Rex jantan.

Saran
Tepung ampas kelapa fermentasi Aspergillus niger dan ragi tape dapat
digunakan sampai level 20% pada ransum.

Universitas Sumatera Utara