Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Fermentasi terhadap Karkas dan Lemak Abdominal Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak
Kelapa (Cocos nucifera Lin) adalah komoditas sosial yang mudah tumbuh
di daerah tropis dan merupakan tanaman yang penting dan melibatkan jutaan
masyarakat tani di negara - negara Asia Pasifik. Pertanaman kelapa di Indonesia
mencapai luas 3.759.397 ha. Sekitar 92,40% diantaranya berupa kelapa dalam
yang diusahakan sebagai perkebunan rakyat, sedangkan kelapa hibrida baru
sekitar 4%. Oleh karena itu Indonesia disebut sebagai negara produsen kelapa
kedua setelah Philipina, tentu dilihat dari segi total areal maupun potensi
produksinya (Putri, 2010).
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk dalam genus Cocos dan dapat
tumbuh dengan mudah di daerah tropis. Tanaman kelapa banyak ditemukan di
daerah pantai karena memerlukan kelembaban yang tinggi. Buah kelapa
berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala manusia
(Tekpan, 2006). Komposisi buah kelapa terdiri dari sabut 30%, air 25%, daging
buah 30% dan tempurung 15% (Suhardiman, 1999).

Gambar 1. Komposisi buah kelapa
Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging buah
kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan


Universitas Sumatera Utara

diperoleh hasil samping ampas kelapa (Putri, 2010). Dengan cara perasan,
diperoleh santan sedikit lebih daripada 50% berat daging buah kelapa parutan
mula-mula (Suhardikono, 1995).
Parutan daging buah kelapa

Ditambah air

Diperas hingga keluar santan

Santan

Ampas kelapa

Gambar 2. Alur perolehan ampas kelapa (Putri, 2010)

Gambar 3. Buah kelapa
Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa

diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menghaluskan daging ampas kelapa (Yulvianti et al., 2015).

Universitas Sumatera Utara

Hasil analisa yang dilakukan oleh Miskiyah et al. (2006), menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kadar protein ampas kelapa setelah fermentasi dari
11,35% menjadi 26,09% atau sebesar 130% dan penurunan kadar lemak sebesar
11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat masing-masing
dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82%.
Ampas kelapa mempunyai kandungan protein kasar 4,89% dan serat kasar
28,72%, selulosa, hemiselulosa dan lignin yang merupakan fraksi utama dari
dinding

sel

tanaman

dan


tergolong

ke

dalam

senyawa

polisakarida

(Hidayati, 2011).

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Kelinci mulai dikenal sebagai ternak alternatif penghasil daging karena
keunggulan reproduksi yang tinggi, pertumbuhan yang baik dan mampu
beradaptasi dengan pakan lokal. Selain itu, kualitas daging yang dicerminkan
dengan kandungan nutrisi seperti protein yang tinggi dengan kandungan lemak
dan kolesterol rendah menjadikan daging kelinci sebagai daging sehat. Hal ini
mendorong perkembangan ternak kelinci menjadi ternak penghasil daging di

beberapa daerah sentra kelinci seperti Berastagi Medan, Lembang Bandung dan
Batu Malang serta daerah lainnya (Brahmantyo et al., 2014).
Ada beberapa keuntungan bila kelinci digunakan sebagai penghasil
daging. Pertama kemampuan kelinci baik sekali dalam mengubah pakan menjadi
daging dan tiap kilogram berat hidup kelinci akan menghasilkan daging yang
lebih banyak dibandingkan dengan jenis hewan lainnya. Kedua, kelinci mudah
dipelihara

tanpa

modal

atau

peralatan

yang

besar


nilainya

(Blakely and Blade, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar
20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2% dibandingkan dengan ternak lain
seperti yang tertera dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Jenis Ternak

Protein (%)

Lemak (%)

Kadar Air (%)

Kalori (%)


20,8
20,0
18,8
20,1
16,3
15,7
11,9

10,2
11,0
14,0
28,0
22,0
27,7
40,0

67,9
76,6
66,0
58,3

55,0
55,8
42,0

7,3
7,5
8,4
10,9
13,3
13,1
18,9

Kelinci
Ayam
Anak sapi
Kalkun
Sapi
Domba
Babi
Sumber : Sarwono (2001)


Kemampuan produksi
pertambahan

berat

badan

dan reproduksi yang tinggi
yang

tinggi,

cepat

ditandai dengan

berkembang

biak


(litter size 6 - 7 ekor) interval kelahiran yang pendek (40 -60 hari), prolifikasi
yang sangat tinggi (6 kali kelahiran per tahun)

dan cepat dewasa kelamin

(5 - 6 bulan ), lama bunting 30 hari, conception rate 70 %, persentase karkas
50-55 %, meat edible (70-80 % dari berat karkas), sex ratio 1:1 dan bila semua
anak betina dijadikan induk, maka dari 100 induk betina pada akhir tahun kedua,
dapat dihasilkan 90.000 ekor kelinci pada berbagai tingkat umur, dan lebih dari 60
persen berumur kurang dari 1 bulan (Yurmiaty, 2005).
Rex (ermine rex) merupakan jenis kelinci baru. Rex mulai dikenal di
Amerika Serikat sejak tahun 1980-an, sebagai binatang kontes. Awalnya, kelinci
ini adalah jenis kelinci hias karena memiliki bulu yang sangat halus seperti
beludru, apalagi jika dipelihara di lingkungan yang bersuhu sekitar 5-15oC. Warna
bulu bervariasi, mulai dari putih (white rex), biru (blue rex), hitam (black rex) dan
bertotol (dalmatian rex). Belakangan, rex mulai diminati sebagai kelinci tipe

Universitas Sumatera Utara


pedaging karena rasa dagingnya sangat lezat. Kelinci ini mempunyai postur
tubuh

yang

bongsor.

Bobot

hidupnya

rata-rata

mencapai

5

kg

(Masanto dan Agus, 2010). Selain penghasil fur kelinci rex dapat juga

dimanfaatkan sebagai penghasil daging dengan berat potong 2,5 – 3 kg
(Yurmiaty, 2005).
Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Data
Lama penyapihan
Umur dewasa kelamin
Umur dewasa tubuh
Lama bunting
Lama produksi
Bobot dewasa

Keterangan
6-8 minggu
2 bulan
4 bulan
29-32 hari
1-3 tahun
2,7-3,6 kg

Sumber : Kartadisastra (1997)

Gambar 4. Kelinci Rex
Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Ternak Kelinci
Semua makhluk hidup termasuk kelinci mengalami pertumbuhan fisik.
Untuk menunjang pertumbuhan tersebut, diperlukan asupan gizi yang seimbang.
Zat gizi yang diperlukan kelinci di antaranya protein, karbohidrat, lemak, vitamin,
serat kasar, mineral dan air. Zat-zat tersebut terdapat di dalam berbagai jenis
pakan kelinci seperti hijauan atau sayuran, rumput, konsentrat dan pelet
(Priyatna, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Pakan kelinci pada umumnya berupa umbi-umbian dan sayur-mayur serta
tumbuhan lain. Kelinci merupakan hewan herbivora yang rakus. Hewan yang satu
ini tidak mengenal kata kenyang. Pasalnya, setiap makanan yang diberikan seperti
sayuran, rumput, umbi, biji-bijian, dan pelet pasti segera dilahapnya. Meskipun
demikian, tetap harus memberi makanan kelinci secara teratur sesuai pola
pemberian pakan. Pakan yang diberikan pun harus dipilih dan diperhitungkan agar
kelinci tidak mengalami gangguan pencernaan (Priyatna, 2011).
Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan
seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan konsentrat. Pada peternakan
kelinci intensif hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga yang
memberikan 60% konsentrat dan sisanya hijauan ( Sarwono, 2007).
Tabel 3. Kebutuhan zat gizi pakan pada kelinci
Status
Bunting
Menyusui
Dewasa
Muda

Protein
15-17
24-26
12-15
16-18

Kebutuhan gizi (%)
Lemak
3-6
3-6
2-4
3-6

Serat kasar
12-16
12-16
16-22
12-16

Sumber : Ensminger (1991)

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan
oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur/bobot badan kelinci. Pemberian pakan
ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan
bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan dan bobot badan kelinci.
Kebutuhan bahan kering pakan berdasarkan periode pemeliharaan berturut-turut
muda bobot badan 1,8−3,2 kg (112−173 g/ekor/hari), dewasa bobot badan
2,3−6,8 kg (92−204 g/ekor/hari), induk bunting bobot badan 2,3−6,8 kg
(115−251 g/ekor/hari) dan induk menyusui dengan 7 anak bobot badan 4,5 kg
(520 g/ekor/hari) (Ensminger, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Sistem Pencernaan Kelinci
Sistem pencernaan kelinci dapat dibandingkan dengan kuda. Sistem itu
merupakan sistem pencernaan yang sederhana dengan caecum dan usus yang
besar. Hal ini memungkinkan kelinci dapat makan dan memanfaatkan bahanbahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di
saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda
(Blakely and Bade, 1998).
Kelinci termasuk jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak
dapat mencerna serat-serat dengan baik. Binatang ini memfermentasi pakan di
usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum, yaitu bagian pertama dari
usus besar. Kapasitas terbesar (50%) dari saluran pencernaan kelinci berada disini
(Masanto dan Agus, 2010).
Tidak seperti halnya hewan mamalia yang lain, kelinci mempunyai
kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan. Sifat ini disebut coprophagy.
Keadaan ini sangat umum terjadi pada kelinci dan hal ini terjadi berdasar pada
konstruksi saluran pencernaannya. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam
atau pagi hari berikutnya. Feses yang berwarna hijau muda dan konsistensi
lembek itu dimakan lagi oleh kelinci. Feses yang dikeluarkan pada siang hari dan
telah berwarna coklat serta mengeras, tidak dimakan. Hal ini memungkinkan
kelinci itu memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian
bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang
berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat
menjadi energi yang berguna. Jadi sifat coprophagy sebenarnya memang
menguntungkan bagi proses pencernaan (Blakely and Bade, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Sistem pencernaan kelinci
Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi

bahan

pangan

dapat

menghasilkan

perubahan

yang

menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang
merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam
asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010). Selama
proses fermentasi mikroba akan mengeluarkan enzim dimana enzim tersebut
adalah protein dan mikroba itu sendiri juga merupakan sumber protein sel tunggal
(Howard et al., 2003).
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia
dan efisien penggunaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan

Universitas Sumatera Utara

substrat untuk fermentasi adalah tersedia dan mudah didapat, sifat fermentasi,
harga dan faktor harga (Suprihatin, 2010).
Enzim selulase termasuk sistem multienzim yang terdiri dari tiga
komponen yaitu endoglukanase, yang mengurai polimer selulosa secara random
untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi,
eksoglukanase yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non-pereduksi
untuk menghasilkan selulosa ikatan pendek atau selobiosa, dan β-glukosidase
yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram et al., 2005).

Gambar 6. Proses pemecahan selulosa
Lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi dalam
hidrolisis lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghasilkan asam lemak
bebas dan gliserol. Enzim lipase merupakan enzim yang dapat menghidrolisis
rantai panjang trigliserida. Enzim ini memiliki potensi untuk digunakan
memproduksi asam lemak (Dali et al., 2009).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 7. Pemecahan trigliserida oleh enzim lipase
Tabel 4. Kandungan kimiawi ampas kelapa tanpa fermentasi dan dengan
fermentasi kapang Aspergillus niger dan ragi tape
Zat Nutrisi
BK (%)
PK (%)
SK (%)
LK (%)
ME (kkal/kg)

Tanpa Fermentasi
90,12
2,10
26,31
40,12
4696

Kandungan
Fermentasi
A.niger
94,74
5,59
23,74
16,07
2953

Fermentasi
Ragi Tape
94,05
4,54
24,17
18,34
4548

Sumber : Laboratorium Pengujian Mutu Pakan Loka Penelitian Kambing Potong (2016)

Aspergillus niger
Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Arpergillus, family
Eurotiaceae, ordo Eutiales, subclass Plectomycetetidae, kelas ascomycetes,
subdivisi ascomycotina dan divisi amastigmycota. Aspergillus niger dalam
pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti
amylase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase
(Hardjo, et al., 1998). Lehninger (1991) menambahkan Aspergillus niger
menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea menjadi asam amino dan CO2
yang selanjutnya digunakan untuk pembentuk asam amino.
Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara 350C

Universitas Sumatera Utara

– 370C. Kisaran pH antara 2,0-8,5 dengan pH optimum antara 5,0-0,7 dan
membutuhkan kadar air media antara 65-70%. Aspergillus niger mempunyai cirri
yaitu berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan benangbenang padat menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai
klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembang biak secara vegetative dan
generative (Fardiaz, 1989).
Pada proses fermentasi terjadi reaksi dimana senyawa komplek diubah
menjadi

senyawa

yang

lebih

sederhana

dengan

bantuan

enzim

dari

mikroorganisme. Miskiyah et al. (2006) melakukan penelitian ampas kelapa
dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein sebanyak 130% lemak
turun 11,39%.
Hasil penelitian Muhsafaat et al. (2015) menunjukkan bahwa ampas sagu
yang difermentasi Aspergillus niger dengan penambahan urea dan zeolit
mengalami peningkatan protein dari 1,39% menjadi 15,49% dengan penambahan
urea dan zeolit masing-masing 5% dari bahan kering ampas sagu.
Semakin tinggi populasi Aspergillus niger akan menghasilkan besaran
enzim selulase yang semakin tinggi pula sehingga kuantitas serat kasar yang
dirombak oleh enzim selulase semakin tinggi (Laskin dan Hubert, 1973). Enzim
selulase yang akan mengubah serat kasar (selulosa) menjadi molekul yang lebih
sederhana sehingga tidak lagi sebagai polisakarida (Wardani, 2014).
Enzim lipase yang dihasilkan A.niger dapat memecah lemak menjadi asam
lemak dan gliserol, kemudian asam lemak dan gliserol digunakan oleh A.niger
sebagai sumber energi untuk proses pertumbuhannya (Kurniawan, 2016).

Universitas Sumatera Utara

Ragi Tape
Ragi tape adalah produksi rumah tangga berbentuk bolus dengan diameter
1,5 sampai 2,5 cm. Penggunaan ragi tape menyebabkan bakteri dan
mikroorganisme yang bersifat toksik akan kalah dengan berkembangnya
mikroorganisme pada ragi tape (Dradjat et al., 2013).
Ragi tape adalah suatu bahan yang dapat berperan sebagai probiotik yang
terdiri dari inokulum padat yang mengandung berbagai jenis kapang, khamir dan
bakteri. Walaupun telah terisolasi berbagai mikroba di dalam ragi tape tetapi telah
diketahui jenis yang dominan adalah Aspergillus niger dari jenis kapang dan
Sacharomyces cereviceae dari jenis khamir. Dalam proses fermentasi Aspergillus
niger dapat mensekresi enzim selulase yang berfungsi mencerna serat kasar,
sedangkan Sacharomyces cereviceae berperan menfermentasi glukosa menjadi
alkohol (Filawati, 2008).
Ragi tape terdiri dari kapang (Rhizopus oryzae, Mucor), khamir
(Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni, Candida utilis) dan bakteri
(Pediococcus sp.dan Bacillus sp.) (Gandjar, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al. (2013), memperoleh bahwa
kadar protein meningkat selama proses fermentasi oleh ragi tape yaitu dari 3,99%
menjadi 4,95% yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme optimal
melakukan pemecahan karbohidrat pada kulit singkong.

Teknologi Pakan Berbentuk Pelet
Ransum bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan ternak,
mengurangi jumlah pakan yang terbuang, membuat pakan lebih homogen, dapat
memusnahkan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, memperpanjang

Universitas Sumatera Utara

penyimpanan, mempermudah pengangkutan dan menjamin keseimbangan zat
nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan (Suryanagara, 2006).
Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1) pengolahan
pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2) pembuatan
pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3) perlakuan akhir
meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam
bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah
dalam

proses

pemindahan,

dan

menurunkan

biaya

pengangkutan

(Tjokroadikoesoemo, 1986).
Semakin halus ukuran partikel bahan yang akan dicetak, semakin kuat
pelet yang akan dihasilkan. Semakin halus ukuran partikel tersebut, semakin luas
juga permukaan kontak antar partikel sehingga ikatan yang terbentuk semakin
kuat (Suryanagara, 2006).

Bobot Potong
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir seekor ternak sebelum
dipotong/disembelih. Semakin tinggi bobot sapih pada seekor ternak maka
semakin tinggi pula bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan
bobot karkas yang tinggi pula. Semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi
persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh
yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh
(Muryanto dan Prawirodigdo, 1993).
Bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakan
(Kartadisastra, 1997). Scott et al. (1982) menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang erat antara pertumbuhan dengan konsumsi pakan. Konsumsi pakan yang

Universitas Sumatera Utara

semakin tinggi akan mengakibatkan kenaikan konsumsi protein sehingga
pertumbuhan ternak semakin baik dan akan meningkatkan bobot potong yang
dihasilkan. Pada peningkatan bobot berat terdapat indikasi kegemukan, persentase
lemak, lemak ginjal dan lemak pelvis meningkat (Subekti, 2007).
Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan starving yaitu
perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10
jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan
menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah
tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang
cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyembelihan pada kelinci prinsipnya
adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah balik (Vena
jugularis) pada bagian antara kepala dan leher untuk menghasilkan daging dan
kulit yang berkualitas tinggi (Kartadisastra, 1997).

Karkas dan Persentase Bobot Karkas
Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh yang sudah disembelih
dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor, jeroan (usus, jantung,
hati dan ginjal) (Kartadisastra, 1998). Karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu
tulang, daging, dan lemak (Soeparno, 1994). Distribusi lemak sangat
mempengaruhi proporsi jaringan otot karkas sebab proporsi daging dan tulang
akan berkurang sedangkan komponen lemak bertambah dengan meningkatnya
bobot karkas (Seebeck dan Tulloh, 1968). Ransum yang dikonsumsi oleh ternak
diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan baru atau produksi daging
(Tillman et al., 1991).

Universitas Sumatera Utara

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot
hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya,
karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam
yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas
dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan
peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga
dipengaruhi oleh umur potong dan jenis kelamin (Soeparno, 1994).
Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur potong dan
jenis kelamin. Kelinci jantan umur 5 bulan menghasilkan karkas sebesar 46% dan
betina 44%. Kelinci jantan umur 8 bulan menghasilkan karkas sebesar 50% dan
betina 55%. Seekor kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52%
dan betina 50-59% dari berat hidupnya (Farel dan Raharjo, 1984).

Lemak Abdominal
Komposisi pakan merupakan faktor yang mempengaruhi kandungan lemak
tubuh. Pembentukan lemak abdominal terjadi karena adanya kelebihan energi
yang dikonsumsi. Energi yang digunakan tubuh umumnya berasal dari
karbohidrat dalam tubuh mampu memproduksi lemak tubuh yang disimpan di
sekeliling organ dalam dan di bawah kulit (Setiawan dan Sujana, 2009). Lemak
abdominal merupakan kombinasi lemak abdomen dan lemak yang melekat pada
ampela. Lemak abdomen ini merupakan indikasi tidak efisien dalam pemanfaatan
ransum (Soeparno, 1994).
Pengukuran bobot lemak abdomen dilakukan dengan cara menimbang
lemak yang didapat dari lemak yang berada pada sekeliling gizzard dan lapisan
yang menempel antara otot abdomen serta usus dan selanjutnya ditimbang.

Universitas Sumatera Utara

Persentase lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan bobot lemak
abdomen dengan bobot hidup dikalikan 100 (Witantra, 2011). Perlemakan
subkutan dan abdomen kelinci akan tinggi dengan bobot potong yang tinggi
(Brahmantiyo dan Raharjo (2009).
Lemak

abdominal

sangat

berpengaruh

terhadap

pertumbuhan,

perkembangan dan kelebihan lemak akan menyebabkan kelebihan energi di dalam
tubuh yang tidak bisa dimanfaatkan dengan sempurna. Kelebihan lemak ini bisa
disebabkan beberapa faktor diantaranya pemberian pakan yang mengandung
energi yang berlebih dan aktivitas/gerak yang sedikit (Noviana et al., 2015).

Universitas Sumatera Utara