Strategi Adaptasi Nelayan Tradisional (Panjaring Salam) Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidup di Kelurahan Pandan Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Nelayan
Sesungguhnya tidaklah mudah mendefinisikan nelayan dengan berbagai
keterbatasannya yaitu apakah berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, maupun
status pekerjaan. Nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau komunitas orang
yang secara keseluruhan atau sebahagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan
menangkap ikan. (Widodo,2006:29). Menurut Ensiklopedia Indonesia, 1990
(dalam Mulyadi 2005:171) yang dikatakan nelayan adalah Orang yang secara
aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar
dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu
layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal
penangkap ikan), sebagai mata pencaharian.
Pengertian nelayan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah orang atau masyarakat yang mata pencarian utamanya adalah menangkap
ikan. Sedangkan menurut UU No.45 Tahun 2009 – Perikanan, Nelayan adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.Nelayan (Standar
Statistik Perikanan) adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam
operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.Nelayan (FAO-TGRF)
adalah orang yang turut mengambil bagian dalam penangkapan ikan dari suatu
kapal penangkap ikan, dari anjungan (alat menetap atau alat apung lainnya) atau
dari pantai.
10
Universitas Sumatera Utara
Menurut Imron, 2003 (dalam Mulyadi, 2005:7) Nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,
baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada
umumnya tinggal di pinggiran pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat
dengan lokasi kegiatannya.
Nelayan bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa
kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat di bedakan
menjadi
tiga kelompok , yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap
milik orang lain. Sebaliknya Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat
tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan per-orangan adalah
nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya
tidak melibatkan orang lain. (Mulyadi, 2005:7).
Charles, 2001 (dalam Widodo, 2006 : 29). Membagi kelompok nelayan
dalam empat kelompok yaitu:
a) Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang
menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
b) Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan
yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan
kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan
aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil.
11
Universitas Sumatera Utara
c) Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang
yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya
sekedar untuk kesenangan atau berolah raga.
d) Nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang
menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk
pasar domestic maupun pasar ekspor. Kelompok nelayan ini dibagi
dua, yaitu nelayan skala kecil dan nelayan skala besar.
Di samping pembagian di atas, kita juga menemukan pembagian lainnya
seperti daya jangkau armada perikanan dan juga lokasi penangkapan ikan. Dapat
kita sebutkan misalnya nelayan pantai atau bisa disebut:
a) Perikanan pantai untuk usaha perikanan skala kecil dengan armada
yang didominasi oleh perahu tanpa motor atau kapal motor tempel
b) Perikanan untuk lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas
perahu rata-rata 30 GT
c) Perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100
GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna.
2.2
Nelayan Tradisional
Di lingkungan masyarakat pesisir, nelayan tradisional adalah kelompok
yang paling menderita, miskin dan acapkali merupakan korban proses
marginalisasi akibat kebijakan modernisasi perikanan. Secara umum, yang disebut
nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan
dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi
penangkapan yang relative sederhana. Dalam perkembangannya nelayan telah
12
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan dualisme sesuai dengan perkembangan IPTEK selama ini. Nelayan
tradisional juga di sebut sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan
menggunakan perahu layar tanpa motor (Mulyadi 2005, 173).
Dapat dipahami, jika ketergantungan nelayan terhadap teknologi
penangkapan itu sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan selain kondisi sumber
daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat
ketempat yang lain, juga untuk menangkapnya nelayan perlu sarana bantu untuk
dapat bertahan lama hidup di atas air. Pada umumnya para nelayan masih
mengalami keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang
sederhana, wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya di sekitaran perairan
pantai.
Ketergantungan nelayan terhadap musim sangat tinggi, sehingga tidak
setiap saat nelayan bisa turun melaut, terutama pada musim ombak bahkan badai
yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Akibatnya, selain hasil
tangkapan menjadi terbatas, dengan kesederhanaan alat tangkap yang dimiliki,
pada musim tertentu tidak ada tangkapan yang bisa diperoleh. Kondisi ini
merugikan nelayan karena secara riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih
kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim ikan akan habis
dikonsumsi pada saat paceklik.
Rendahnya teknologi penangkapan yang dimiliki oleh nelayan tradisional,
mengakibatkan minimnya hasil tangkapan dengan alat tangkap sederhana,
Kemampuan untuk meningkatkan peralatan itu sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosial ekonomi nelayan. Kondisi ini mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan
13
Universitas Sumatera Utara
untuk dapat melepaskan diri dari kemiskinan karena kemiskinan yang dialami
oleh nelayan tradisioanl tersebut telah menjadi semacam lingkaran setan.
Produksi hasil laut yang diperoleh nelayan hanya akan memiliki nilai lebih
apabila tidak hanya digunakan untuk dimakan, tetapi juga untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, masalah pemasaran
merupakan aspek penting dalam kehidupan nelayan.Permasalahannya adalah
akses terhadap pasar sering tidak dimiliki oleh para nelayan, terutama nelayan
yang tinggal di pilau-pulau kecil.Sementara itu, kondisi ikan yang mudah
membusuk, merupakan masalah besar yang dihadapi para nelayan tradisional.
(Mulyadi, 2005:49)
2.3
Kemiskinan
2.3.1
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan sebagai suatu kondisi adalah suatu fakta dimana seseorang
atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak
sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.Dalam memaparkannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang
menggambarkan kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini harus benar-benar dipahami karena banyak individu
maupun keluarga yang sesungguhnya tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetapi kondisi kehidupannya justru layak sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat, karena mendapat dukungan dari orang lain, seperti
keluarga luas.
14
Universitas Sumatera Utara
Dalam konteks ini, pihak yang menurut kemampuan sendiri sesungguhnya
dipastikan miskin, namun mereka ternyata berada di dalam lingkaran yang
memiliki mekanisme penanggulangan kemiskinan tersendiri secara internal, yang
juga sering dinamakan dengan mekanisme pertahanan kelompok. Akibatnya,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup tersebut tidak mengakibatkan
mereka jatuh ke jurang kemiskinan.
Sementara
sebagai
suatu
proses,
kemiskinan
merupakan
proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang
sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnyadan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kata
kunci dalam kajian kemiskinan sebagai suatu proses adalah daya dukung. Konsep
daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa
kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk
dari proses dimana dalam proses itu terlibat berbagai unsur. (Siagian, 2012:2-3)
Pendapat beberapa ahli yang mengemukakan defenisi mengenai
kemiskinan yaitu sebagai berikut:
1. Mencher (dalam Siagian, 2012 : 5) mengemukakan, kemiskinan adalah
gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau
wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau
sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata
mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
15
Universitas Sumatera Utara
2. Pearce (dalam Siagian, 2012 : 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan
produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan
sumber daya manusia dan kelembagaan.
3. Castells (dalam Siagian, 2012 : 10) mengemukakan, kemiskinan adalah
suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup
minimum agar manusia dapat bertahan hidup.
Dari keterangan diatas dapat di simpulkan bahwa seseorang dikatakan miskin
apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum, kebutuhan fisik
minimum seseorang akan merata, seimbang hidupnya jika kebutuhan hidupnya
sudah terpenuhi. Menurut Abraham Maslow secara umum kebutuhan manusia
terbagi atas 5 yaitu:
1) Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia. Antara lain ; pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur,
aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan fisik
dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik, meliputi perlindungan
dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti kecelakaan, penyakit,
bahaya lingkungan, dll. Perlindungan psikologis, perlindungan dari
ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.
3) Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan
kekeluargaan.
16
Universitas Sumatera Utara
4) Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya. (Chalouiss,
2013)
2.3.2
Jenis-jenis Kemiskinan
Membicarakan masalah kemiskinan atau pemiskinan, kita akan menemui
beberapa istilah kategoritatif kemiskinan seperti kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif, kemiskinan struktural, kemiskinan situsional (natural) dan kemiskinan
kultural.
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan
minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh
dan efisien.Orang yang dalam kondisi ini dikategorikan dalam jenis
kemiskinan absolut.Kemiskinan ini sangat ditentukan oleh nutrisi yang
ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan
mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan terutama untuk dapat
bekerja. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang
ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per tahun.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan Relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang
dibandingkan dengan kondisi orang lain. Misalnya, seseorang adalah
17
Universitas Sumatera Utara
orang yang sangat kaya di desanya, tetapi setelah dibandingkan dengan
orang-orang di kota ternyata seseorang tersebut tergolong miskin atau
sebaliknya.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok
orang yang telah miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang,
tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah.Mereka tetap miskin atau
menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya
tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada
sistem atau struktur masyarakat yang berlaku.
4. Kemiskinan Situsional atau Kemiskinan Natural
Kemiskinan situsional/natural terjadi bila seseorang atau sekelompok
orang tinggal di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh
karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan itu
terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak menguntungkan seperti
kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen atau bencana alam.
5. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan penduduk terjadi karena kultural masyarakatnya. Masyarakat
rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk
membebaskan diri dari sikap serakah yang pada gilirannya akan membawa
kepada ketamakan. Misalnya, masyarakat yang menganut pietismedualistis mempunyai anggapan bahwa manusia tediri dari dua bagian yang
saling bertentangan, yaitu jiwa (dianggap suci) dan raga (dianggap
hina).Sementara itu, mereka juga beranggapan bahwa keselamatan
18
Universitas Sumatera Utara
manusia sangat ditentukan oleh pietas, yaitu kesalehan yang menolak
kehinaan. (Siagian, 2012 : 45-46).
2.3.3
Faktor-faktor Kemiskinan
1. Kemiskinan karena kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan
yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang
dijajah menjadi tertindas baik ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya
Indonesia yang ditindas Belanda.
2. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa
tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan
suku Dayak di pedalaman Kalimantan.
3. Miskin karena terisolasi; seseorang menjadi miskin karena tempat
tinggalnya jauh dari keramaian sehingga sulit berkembang.
4. Miskin karena kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak
menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang
tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan
komperatif dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan
kompratif (Suyanto, 1995: 23).
2.3.4
Ciri-ciri Kemiskinan
Pemahaman lebih mendalam dan komprehensif tentang kemiskinan oleh
banyak ahli juga sering diupayakan melalui kajian tentang cirri-ciri kemiskinan.
Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasiindikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan
19
Universitas Sumatera Utara
secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin,
sementara orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun demikian, suatu
studi menunjukkan adanya lima cirri-ciri kemiskinan yaitu:
1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang
memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu
aktifitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang
untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat
SD, atau hanya tamat SD. Kondisi seperti ini akan sangat berpengaruh
terhadap wawasan mereka.
4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat
rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sector
formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki
sector-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan
maupun musiman.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi
tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. (Siagian,
2012 : 20-23)
20
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kemiskinan Nelayan dan Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan
2.4.1
Kemiskinan Nelayan
Kemiskinan nelayan cenderung dialami oleh nelayan perorangan
(tradisional) dan buruh nelayan.Karena kedua jenis kelompok jenis itu jumlahnya
mayoritas, citra tentang kemiskinan melekat pada kehidupan nelayan.
Dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan
prasarana dan kemiskinan keluarga.Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan
pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya
masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak
adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga standar.
Kemiskinan prasarana itu secara tidak langsung juga memiliki andil bagi
munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak tersedianya air bersih akan
memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk membeli air bersih, yang
berarti mengurangi pendapatan mereka.
Kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada
pada garis kemiskinan (near poor) bisa merosot ke dalam kelompok keluarga
miskin. Sesungguhnya , ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan,
yaitu kerentanan dan ketidak berdayaan. Dengan kerentaan yang dialami, orang
miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat
dilihat pada nelayan perorangan (tradisional) misalnya, mengalami kesulitan
untuk membeli peralatan untuk melaut berupa jarring dan pancing yang
dibutuhkan nelayan.
21
Universitas Sumatera Utara
Hal ini disebabkan sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual,
dan tidak ada dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang
mendesak. Hal yang sama juga dialami oleh nelayan buruh, mereka merasa tidak
berdaya di hadapan para juragan yang telah memperkerjakannya, meskipun bagi
hasil yang diterimanya dirasakan tidak adil. (Mulyadi, 2005 : 47-49)
2.4.2
Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan
Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-
faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat
dikategorikan ke dalam faktor internal dan eksternal.Faktor internal adalah faktor
yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktifitas
kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi di luar diri dan aktifitas kerja nelayan.
Faktor-faktor internal mencakup masalah:
1. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan
2. Keterbatasan kemampuan modal usaha dan tekhnologi penangkapan
3. Hubungan kerja (pemilik perahu nelayan buruh) dalam organisasi
penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh
4. Kesulitan untuk melakukan divertifikasi usaha penagkapan
5. Ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut
6. Gaya hidup yang dipandang “boros” sehingga kurang berorientasi ke
masa depan.
22
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor kemiskinan yang bersifat eksternal ini mencakup masalah:
1. Kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada
produktifitas untuk menunjang perumbuhan ekonomi nasional, persial, dan
tidak memihak nelayan tradisional
2. System pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang
perantara
3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah
darat, praktek penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu
karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir
4. Penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan
5. Penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan
6. Terbatasnya tekhnologi pengolahan hasil tangkap pascatangkap
7. Terbatasnya peluang-peluang kerja disektor nonperikanan yang tersedia di
desa-desa nelayan
8. Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan
melaut sepanjang tahun
9. Isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa,
modal, dan manusia. (Kusnadi, 2004)
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan nelayan :
1. Masalah yang berkaitan dengan kepemilikan alat tangkap atau lebih
tegasnya perahu bermotor
2. Akses terhadap modal khususnya menyangkut persyaratan kredit
23
Universitas Sumatera Utara
3. Persyaratan pertukaran hasil tangkap yang tidak berpihak pada buruh
nelayan
4. Sarana penyimpanan ikan
5. Hak pengusahaan tangkap
6. Perusakan system organisasi masyarakat pesisir. Menurut (Mulyadi, 2005 :
51-52)
2.5
Kesejahteraan Sosial
2.5.1
Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera”.Sejahtera ini mengandung
pengertian dari bahasa Sansekerta “Catera” yang berarti payung. Dalam konteks
ini, sejahtera ynag terkandung dalam arti “catera” (payung) adalah orang yang
sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan,
ketahutan, atau kekawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun
batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan, teman, dan
kerja sama. Orang yang sosial adalah orang dapat berelasi dengan orang lain dan
lingkungan dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan
lingkungannya secara baik. (Fahrudin, 2012 : 8)
Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial
24
Universitas Sumatera Utara
2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga
kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir
untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2009 : 02).
Menurut Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial
menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Berdasarkan pasal 3 UU nomor 11 tahun 2009 tentang penyelenggaraaan
kesejahteraan sosial bertujuan untuk :
a) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup.
b) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
c) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan sosial.
d) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia
usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan.
e) Meningkatkan
kemampuan
penyelenggaraan
dan
kesejahteraan
kepedulian
sosial
secara
masyarakat
melembaga
dalam
dan
berkelanjutan.
f) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial
(Kemensos, 2009)
25
Universitas Sumatera Utara
2.5.2
Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan sosial
Kesejahteran sosial mempunyai tujuan yaitu
1) Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar
kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan
relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.
2) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat
di lingkungan, mislanya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan,
dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
sosio-ekonomi, menghindari terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang
negative akibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu
mendorong pengingkatan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain :
1) Fungsi pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.Dalam
masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan
untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta
lembaga-lembaga sosial baru.
26
Universitas Sumatera Utara
2) Fungsi penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidak mampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami
masalah
tersebut
dapat
berfungsi
kembali
secara
wajar
dalam
masyarakat.Dalam fugsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3) Fungsi pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
atau tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan
dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4) Fungsi penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan
sector atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain. (Fahrudin, 2012 :
10-12).
2.6
Strategi Adaptasi Nelayan dalam Mempertahankan Kehidupan
Pada awalnya istilah strategi digunakan oleh kalangan militer.Penggunaan
istilah tersbut dikaitkan dengan kondisi perang.Suatu usaha atau kegiatan
membutuhkan strategi jika usaha dan kegiatan itu sulit dilakukan untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan target.Oleh karena itu dibutuhkanlah strategi yang di
dalamnya terdapat perhitungan kekuatan dan kelemahan sendiri, serta kekuatan
dan kelemahan musuh, perkiraan peluang, maupun tantangan (Lund, 2001: 56).
27
Universitas Sumatera Utara
Pengertian strategi secara harfiah menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Selain itu Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu strategi dapat diartikan sebagai suatu “cara atau
siasat perang.”Dengan demikian dapat dipahami bahwa strategi merupakan siasat,
teknik, cara maupun metode dalam melaksanakan sesuatu demi tercapainya suatu
tujuan yang telah disusun sebelumnya.
Menurut Effendy (2000 : 47) strategi pada hakekatnya adalah perencanaan
dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Menurutnya, strategi juga dapat
diartikan sebagai suatu “ cara atau siasat perang ”. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa strategi merupakan siasat, teknik cara maupun metode yang
dilakukan seseorang dalam melaksanakan segala sesuatu hal demi tercapainya
suatu tujuan untuk mempertahankan eksistensi diri yang telah disusun dan
dirancang sebelumnya.
Konsep yang identik dengan strategi adalah adaptasi.Adaptasi merupakan
tingkah lakup penyesuai (behavioral adaptation) yang menunjukkan pada
tindakan. Dalam hal, adaptasi dikatakan sebagai tingkah laku trategis dalam upaya
memaksimalkan kesempatan hidup. Oleh karena itu, pada suatu kelompok,
adaptasi dapat member kesempatan untuk bertahan hidup. Adaptasi terhadap
lingkungan tersebut merupakan tingkah laku yang diulang-ulang, hal ini akan
menimbulkan terjadinya dua kemungkinan. Pertama, adalah tingkah laku meniru
(coping) yang berhasil sebagaimana yang diharapkan.Kedua, adalah mereka tidak
melakukan peniruan karena yang terjadi dianggap tidak sesuai dengan harapan.
Keberhasilan dalam tingkah laku meniru ini menimbulkan terjadinya penyesuaian
28
Universitas Sumatera Utara
individu terhadap lingkungannya (adaptation) atau terjadi penyesuaian dengan
keadaan lingkungan pada diri individu.
Proses adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi
kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk
menyesuaikan diri atau memberikan respons terhadap perubahan lingkungan fisik
maupun sosial yang terjadi secara temporal, Perubahan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang
berupa bencana, yaitu kejadian yang menjadi ancaman terhadap kelangsungan
hidup organisme termasuk disini adalah manusia. Dalam menghadapi perubahanperubahan tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk polapola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi mata pencaharian.
(Mulyadi, 2005 : 11)
Suhartono menyatakan bahwa defenisi dari strategi bertahan hidup (coping
strategi ) adalah kemampuan seorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks
keluarga miskin, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan
kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang
dimilikinya.Bisa juga disamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam
menanggapi goncangan dan tekanan shock and stress (Suhartono, 2007)
Moser (dalam Rahman, 2005: 34) membuat kerangka analisis yang disebut
“The Aset Vurnerability”. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asset yang
digunakan untuk melakukan penyesuaian dan pengembangan strategi tertentu
dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti :
29
Universitas Sumatera Utara
a) Aset Tenaga Kerja (Labour Asets)
Misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam keluarga
untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga.
b) Aset Modal Manusia (Human Capital Asets)
Misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan
kapasitas orang atau bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang
menentukan umpan balik atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang
dikeluarkannya.
c) Aset Produktif (Productive Asets)
Misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
hidupnya.
d) Aset Relasi Rumah Tangga atau Keluarga (Household Relation Asets)
Misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari system keluarga
besar, kelompok etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme “uang
kiriman” (remittance)
e) Aset Modal Sosial (Social Capital Asets)
Misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga lokal, arisan dan pemberi
kredit informasi dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (cooping
strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu:
a) Strategi aktif yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk (misalnya melakukan akivitasnya sendiri, memperpanjang jam
30
Universitas Sumatera Utara
kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya
dan sebagainya).
b) Strategi
pasif
yaitu
mengurangi
pengeluaran
keluarga
(misanya
pengeluaran sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).
c) Strategi jaringan misalnya menjalin relasi, baik secara informal maupun
formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan
(misalnya
meminjam
uang
tetangga,
mengutang
ke
warung,
memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke renenir atau bank
dan sebagainya). (Suhartono, 2007)
Pada masyarakat nelayan, pola adaptasinya menyesuaikan dengan lingkungan
fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya. Bagi masyarakat yang bekerja di
tengah-tengah lautan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya.
Dalam banyak hal bekerja di lingkungan laut sarat dengan resiko. Karena
pekerjaan nelayan adalah memburu ikan, hasilnya tidak dapat ditentukan
kepastiannya,
semuanya
hampir
serba
spekulatif.Masalah
resiko
dan
ketidakpastian (rise and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang
dianggap bebas untuk dieksploitasi (open-access).
Pekerjaan sebagai nelayan secara mendasar banyak mengandung risiko dan
ketidakpastian.Adanya risiko dan ketidak pastian ini disarankan untuk disiasati
dengan mengembangkan pola-pola adaptasi berupa perilaku ekonomi yang
spesifik yang selanjutnya berpengaruh pada pranata ekonominya.Pola-pola
adaptasi yang menonjol adalah pembagian risiko dalam bentuk pola bagi hasil
pendapatan dan kepemilikan kolektif serta mengutamakan hubungan patronage
dalam aktivitas kerja.
31
Universitas Sumatera Utara
Pemerataan risiko juga akan terjadi melalui pemberian upah secara bagi hasil,
ini memungkinkan kelompok kerja nelayan dapat menikmati keuntungan ataupun
kerugian secara bersama-sama. Pada masyarakat nelayan yang mengembangkan
pola pemilikan individu, system bagi hasil, pada kenyataannya dapat mendorong
terjadinya akumulasi modal hanya pada kelompok kecil tertentu.Sebaliknya
masyarakat nelayan yang mengembang pemilikan kolektif, memungkinkan lebih
besarnya perolehan pendapatan. Meskipun demikian, pola pembagian risiko ini
akan tetap tumbuh dan berkembang dalam organisasi kenelayanan, terutama
ketika pendapatan ekonomi nelayan masih tidak teratur. (Mulyadi, 205 : 12-14).
2.7
Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian yang diteliti oleh Tri Joko Sri Haryono mahasiswa
UNAIR dalam penelitiannya yang berjudul STRATEGI ADAPTASI NELAYAN
(Studi tentang diversitifikasi
pekerjaan keluarga nelayan sebagai salah satu
strategi adaptasi dalam mempertahankan kelangsungan hidup) pada tahun 2010.
Salah satu strategi adaptasi yang dilakukan nelayan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup adalah melakukan penghematan, berhutang kepada tetangga
atau toke, dan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik yang terkait dengan
kegiatan kenelayanan maupun di luarnya seperti, buruh tani, tukang becak, buruh
bangunan, berdagang, pekerja serabutan. Upaya untuk melakukan diversifikasi
pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan dalam
menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Bahkan nelayan tradisional
terkadabg ikut melibatkan anak-anak mereka dalam berbagai kegiatan mencari
nafkah
32
Universitas Sumatera Utara
2.8
Kerangka Pemikiran
Kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan bersifat
multi dimensional. Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam
kemiskinan yaitu: kerentanan dan ketidakberdayaan. Dengan kerentanan yang
dialami, orang miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi
darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan tradisional (panjaring salam) yang ada di
kelurahan Pandan kabupaten Tapanuli Tengah, misalnya mengalami kesulitan
ketika mengadapi musim badai yang mengakibatkan nelayan tidak bisa melaut,
biasanya kondisi seperti ini bisa terjadi selama satu bulan.
Ini mengakibatkan nelayan mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, Terlebih lagi alat yang digunakan nelayan tradisional adalah
jaring dan pancing berbeda dengan nelayan modern lainnya sehingga pendapatan
mereka pun lebih rendah dibandingkan dengan nelayan modern.
Kelurahan pandan sendiri jumlah nelayan tradisional yang ada saat
sekarang ini berjumlah 30 orang/nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor.
Kondisi ini mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan untuk dapat melepaskan
diri dari kemiskinan karena kemiskinan yang dialami oleh nelayan tradisioanl
tersebut telah menjadi semacam lingkaran setan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dibuat skema yang menggambarkan kerangka pemikiran yaitu sebagai
berikut:
33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Bagan Alur Pemikiran
Nelayan Tradisional
Kemiskinan
Alat tradisional
Strategi Bertahan Hidup :
1. Strategi Aktif
2.9
2. Strategi Pasif
Defenisi Konsep
3. Strategi Jaringan
Defenisi Konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Defenisi konsep
adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu
penelitian (Siagian, 2011: 38).
34
Universitas Sumatera Utara
Adapun batasan konsep yang dibuat peneliti :
1. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai
manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2. Nelayan Tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya
perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil,
dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.
3. Strategi Adaptasi (coping strategi ) adalah kemampuan seorang dalam
menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan
yang melingkupi kehidupannya.
35
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Nelayan
Sesungguhnya tidaklah mudah mendefinisikan nelayan dengan berbagai
keterbatasannya yaitu apakah berdasarkan pekerjaan, tempat tinggal, maupun
status pekerjaan. Nelayan dapat didefinisikan sebagai orang atau komunitas orang
yang secara keseluruhan atau sebahagian dari hidupnya tergantung dari kegiatan
menangkap ikan. (Widodo,2006:29). Menurut Ensiklopedia Indonesia, 1990
(dalam Mulyadi 2005:171) yang dikatakan nelayan adalah Orang yang secara
aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar
dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu
layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal
penangkap ikan), sebagai mata pencaharian.
Pengertian nelayan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
adalah orang atau masyarakat yang mata pencarian utamanya adalah menangkap
ikan. Sedangkan menurut UU No.45 Tahun 2009 – Perikanan, Nelayan adalah
orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.Nelayan (Standar
Statistik Perikanan) adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam
operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air.Nelayan (FAO-TGRF)
adalah orang yang turut mengambil bagian dalam penangkapan ikan dari suatu
kapal penangkap ikan, dari anjungan (alat menetap atau alat apung lainnya) atau
dari pantai.
10
Universitas Sumatera Utara
Menurut Imron, 2003 (dalam Mulyadi, 2005:7) Nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut,
baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Mereka pada
umumnya tinggal di pinggiran pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat
dengan lokasi kegiatannya.
Nelayan bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa
kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat di bedakan
menjadi
tiga kelompok , yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap
milik orang lain. Sebaliknya Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat
tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan per-orangan adalah
nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya
tidak melibatkan orang lain. (Mulyadi, 2005:7).
Charles, 2001 (dalam Widodo, 2006 : 29). Membagi kelompok nelayan
dalam empat kelompok yaitu:
a) Nelayan subsisten (subsistence fishers), yaitu nelayan yang
menangkap ikan hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
b) Nelayan asli (native/indigenous/aboriginal fishers), yaitu nelayan
yang sedikit banyak memiliki karakter yang sama dengan
kelompok pertama, namun memiliki juga hak untuk melakukan
aktivitas secara komersial walaupun dalam skala yang sangat kecil.
11
Universitas Sumatera Utara
c) Nelayan rekreasi (recreational/sport fishers), yaitu orang-orang
yang secara prinsip melakukan kegiatan penangkapan hanya
sekedar untuk kesenangan atau berolah raga.
d) Nelayan komersial (commercial fishers), yaitu mereka yang
menangkap ikan untuk tujuan komersial atau dipasarkan baik untuk
pasar domestic maupun pasar ekspor. Kelompok nelayan ini dibagi
dua, yaitu nelayan skala kecil dan nelayan skala besar.
Di samping pembagian di atas, kita juga menemukan pembagian lainnya
seperti daya jangkau armada perikanan dan juga lokasi penangkapan ikan. Dapat
kita sebutkan misalnya nelayan pantai atau bisa disebut:
a) Perikanan pantai untuk usaha perikanan skala kecil dengan armada
yang didominasi oleh perahu tanpa motor atau kapal motor tempel
b) Perikanan untuk lepas pantai untuk perikanan dengan kapasitas
perahu rata-rata 30 GT
c) Perikanan samudera untuk kapal-kapal ukuran besar misalnya 100
GT dengan target perikanan tunggal seperti tuna.
2.2
Nelayan Tradisional
Di lingkungan masyarakat pesisir, nelayan tradisional adalah kelompok
yang paling menderita, miskin dan acapkali merupakan korban proses
marginalisasi akibat kebijakan modernisasi perikanan. Secara umum, yang disebut
nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan
dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi
penangkapan yang relative sederhana. Dalam perkembangannya nelayan telah
12
Universitas Sumatera Utara
terkait dengan dualisme sesuai dengan perkembangan IPTEK selama ini. Nelayan
tradisional juga di sebut sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan
menggunakan perahu layar tanpa motor (Mulyadi 2005, 173).
Dapat dipahami, jika ketergantungan nelayan terhadap teknologi
penangkapan itu sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan selain kondisi sumber
daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu mudah berpindah dari satu tempat
ketempat yang lain, juga untuk menangkapnya nelayan perlu sarana bantu untuk
dapat bertahan lama hidup di atas air. Pada umumnya para nelayan masih
mengalami keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang
sederhana, wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya di sekitaran perairan
pantai.
Ketergantungan nelayan terhadap musim sangat tinggi, sehingga tidak
setiap saat nelayan bisa turun melaut, terutama pada musim ombak bahkan badai
yang bisa berlangsung sampai lebih dari satu bulan. Akibatnya, selain hasil
tangkapan menjadi terbatas, dengan kesederhanaan alat tangkap yang dimiliki,
pada musim tertentu tidak ada tangkapan yang bisa diperoleh. Kondisi ini
merugikan nelayan karena secara riil rata-rata pendapatan perbulan menjadi lebih
kecil, dan pendapatan yang diperoleh pada saat musim ikan akan habis
dikonsumsi pada saat paceklik.
Rendahnya teknologi penangkapan yang dimiliki oleh nelayan tradisional,
mengakibatkan minimnya hasil tangkapan dengan alat tangkap sederhana,
Kemampuan untuk meningkatkan peralatan itu sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosial ekonomi nelayan. Kondisi ini mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan
13
Universitas Sumatera Utara
untuk dapat melepaskan diri dari kemiskinan karena kemiskinan yang dialami
oleh nelayan tradisioanl tersebut telah menjadi semacam lingkaran setan.
Produksi hasil laut yang diperoleh nelayan hanya akan memiliki nilai lebih
apabila tidak hanya digunakan untuk dimakan, tetapi juga untuk memenuhi
berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu, masalah pemasaran
merupakan aspek penting dalam kehidupan nelayan.Permasalahannya adalah
akses terhadap pasar sering tidak dimiliki oleh para nelayan, terutama nelayan
yang tinggal di pilau-pulau kecil.Sementara itu, kondisi ikan yang mudah
membusuk, merupakan masalah besar yang dihadapi para nelayan tradisional.
(Mulyadi, 2005:49)
2.3
Kemiskinan
2.3.1
Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan sebagai suatu kondisi adalah suatu fakta dimana seseorang
atau sekelompok orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak
sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.Dalam memaparkannya kita harus lebih dahulu menyatakan fakta yang
menggambarkan kondisi kehidupannya, bukan ketidakmampuan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini harus benar-benar dipahami karena banyak individu
maupun keluarga yang sesungguhnya tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya, tetapi kondisi kehidupannya justru layak sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat, karena mendapat dukungan dari orang lain, seperti
keluarga luas.
14
Universitas Sumatera Utara
Dalam konteks ini, pihak yang menurut kemampuan sendiri sesungguhnya
dipastikan miskin, namun mereka ternyata berada di dalam lingkaran yang
memiliki mekanisme penanggulangan kemiskinan tersendiri secara internal, yang
juga sering dinamakan dengan mekanisme pertahanan kelompok. Akibatnya,
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan hidup tersebut tidak mengakibatkan
mereka jatuh ke jurang kemiskinan.
Sementara
sebagai
suatu
proses,
kemiskinan
merupakan
proses
menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang
sehingga pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidupnyadan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang
dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kata
kunci dalam kajian kemiskinan sebagai suatu proses adalah daya dukung. Konsep
daya dukung dalam kaitannya dengan kehidupan manusia menunjukkan bahwa
kondisi kehidupan yang dihadapi dan sedang dijalani manusia merupakan produk
dari proses dimana dalam proses itu terlibat berbagai unsur. (Siagian, 2012:2-3)
Pendapat beberapa ahli yang mengemukakan defenisi mengenai
kemiskinan yaitu sebagai berikut:
1. Mencher (dalam Siagian, 2012 : 5) mengemukakan, kemiskinan adalah
gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau
wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau
sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata
mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
15
Universitas Sumatera Utara
2. Pearce (dalam Siagian, 2012 : 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan
produk dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan
sumber daya manusia dan kelembagaan.
3. Castells (dalam Siagian, 2012 : 10) mengemukakan, kemiskinan adalah
suatu tingkat kehidupan yang berada dibawah standar kebutuhan hidup
minimum agar manusia dapat bertahan hidup.
Dari keterangan diatas dapat di simpulkan bahwa seseorang dikatakan miskin
apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum, kebutuhan fisik
minimum seseorang akan merata, seimbang hidupnya jika kebutuhan hidupnya
sudah terpenuhi. Menurut Abraham Maslow secara umum kebutuhan manusia
terbagi atas 5 yaitu:
1) Kebutuhan Fisiologis, yang merupakan kebutuhan paling dasar pada
manusia. Antara lain ; pemenuhan kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi, istirahat dan tidur,
aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2) Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi menjadi perlindungan fisik
dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik, meliputi perlindungan
dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti kecelakaan, penyakit,
bahaya lingkungan, dll. Perlindungan psikologis, perlindungan dari
ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.
3) Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dimiliki,
memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan, persahabatan, dan
kekeluargaan.
16
Universitas Sumatera Utara
4) Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai oleh orang lain serta
pengakuan dari orang lain.
5) Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang
lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya. (Chalouiss,
2013)
2.3.2
Jenis-jenis Kemiskinan
Membicarakan masalah kemiskinan atau pemiskinan, kita akan menemui
beberapa istilah kategoritatif kemiskinan seperti kemiskinan absolut, kemiskinan
relatif, kemiskinan struktural, kemiskinan situsional (natural) dan kemiskinan
kultural.
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan
minimum hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh
dan efisien.Orang yang dalam kondisi ini dikategorikan dalam jenis
kemiskinan absolut.Kemiskinan ini sangat ditentukan oleh nutrisi yang
ditentukan oleh nutrisi yang dibutuhkan setiap orang. Nutrisi tersebut akan
mempengaruhi jumlah kalori yang dibutuhkan terutama untuk dapat
bekerja. Di Indonesia garis batas minimum kebutuhan hidup yang
ditentukan BPS sebesar 2.100 kalori per tahun.
2. Kemiskinan Relatif
Kemiskinan Relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang
dibandingkan dengan kondisi orang lain. Misalnya, seseorang adalah
17
Universitas Sumatera Utara
orang yang sangat kaya di desanya, tetapi setelah dibandingkan dengan
orang-orang di kota ternyata seseorang tersebut tergolong miskin atau
sebaliknya.
3. Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural lebih menunjuk kepada orang atau sekelompok
orang yang telah miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang,
tidak menguntungkan bagi golongan yang lemah.Mereka tetap miskin atau
menjadi miskin bukan karena tidak mau berusaha memperbaiki nasibnya
tetapi karena usaha yang mereka lakukan selalu kandas dan terbentur pada
sistem atau struktur masyarakat yang berlaku.
4. Kemiskinan Situsional atau Kemiskinan Natural
Kemiskinan situsional/natural terjadi bila seseorang atau sekelompok
orang tinggal di daerah-daerah yang kurang menguntungkan dan oleh
karenanya mereka menjadi miskin. Dengan kata lain, kemiskinan itu
terjadi sebagai akibat dari situasi yang tidak menguntungkan seperti
kemarau panjang, tanah tandus, gagal panen atau bencana alam.
5. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan penduduk terjadi karena kultural masyarakatnya. Masyarakat
rela dengan keadaan miskinnya karena diyakini sebagai upaya untuk
membebaskan diri dari sikap serakah yang pada gilirannya akan membawa
kepada ketamakan. Misalnya, masyarakat yang menganut pietismedualistis mempunyai anggapan bahwa manusia tediri dari dua bagian yang
saling bertentangan, yaitu jiwa (dianggap suci) dan raga (dianggap
hina).Sementara itu, mereka juga beranggapan bahwa keselamatan
18
Universitas Sumatera Utara
manusia sangat ditentukan oleh pietas, yaitu kesalehan yang menolak
kehinaan. (Siagian, 2012 : 45-46).
2.3.3
Faktor-faktor Kemiskinan
1. Kemiskinan karena kolonialisme; kemiskinan ini terjadi karena penjajahan
yang dilakukan oleh suatu bangsa terhadap bangsa lain, sehingga bangsa yang
dijajah menjadi tertindas baik ekonomi, politik dan sebagainya. Misalnya
Indonesia yang ditindas Belanda.
2. Miskin karena tradisi sosio-kultural; hal ini berkaitan dengan suku bangsa
tertentu yang kental kebudayaannya seperti suku kubu di Sumatera dan
suku Dayak di pedalaman Kalimantan.
3. Miskin karena terisolasi; seseorang menjadi miskin karena tempat
tinggalnya jauh dari keramaian sehingga sulit berkembang.
4. Miskin karena kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tidak
menguntungkan. Kemiskinan ini juga disebabkan oleh persaingan yang
tidak seimbang antar negara atau daerah yang mempunyai keunggulan
komperatif dengan daerah sekitarnya yang tidak mempunyai keunggulan
kompratif (Suyanto, 1995: 23).
2.3.4
Ciri-ciri Kemiskinan
Pemahaman lebih mendalam dan komprehensif tentang kemiskinan oleh
banyak ahli juga sering diupayakan melalui kajian tentang cirri-ciri kemiskinan.
Sulit memperoleh informasi secara jelas dan akurat berkaitan dengan indikasiindikasi seperti apa yang dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyatakan
19
Universitas Sumatera Utara
secara akurat, bahwa orang-orang seperti inilah yang disebut orang miskin,
sementara orang-orang seperti itu disebut tidak miskin. Namun demikian, suatu
studi menunjukkan adanya lima cirri-ciri kemiskinan yaitu:
1. Mereka yang hidup di bawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki
faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang
memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu
aktifitas ekonomi sesuai dengan mata pencahariannya.
2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan atau peluang
untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
3. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak sampai tamat
SD, atau hanya tamat SD. Kondisi seperti ini akan sangat berpengaruh
terhadap wawasan mereka.
4. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan
kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat
rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin ke dalam berbagai sector
formal bagaikan tertutup rapat. Akibatnya mereka terpaksa memasuki
sector-sektor informal. Bahkan pada umumnya mereka bekerja serabutan
maupun musiman.
5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi
tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai. (Siagian,
2012 : 20-23)
20
Universitas Sumatera Utara
2.4
Kemiskinan Nelayan dan Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan
2.4.1
Kemiskinan Nelayan
Kemiskinan nelayan cenderung dialami oleh nelayan perorangan
(tradisional) dan buruh nelayan.Karena kedua jenis kelompok jenis itu jumlahnya
mayoritas, citra tentang kemiskinan melekat pada kehidupan nelayan.
Dilihat dari lingkupnya, kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan
prasarana dan kemiskinan keluarga.Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan
pada ketersediaan prasarana fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya
masih sangat minim, seperti tidak tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak
adanya akses untuk mendapatkan bahan bakar yang sesuai dengan harga standar.
Kemiskinan prasarana itu secara tidak langsung juga memiliki andil bagi
munculnya kemiskinan keluarga. Misalnya, tidak tersedianya air bersih akan
memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang untuk membeli air bersih, yang
berarti mengurangi pendapatan mereka.
Kemiskinan prasarana juga dapat mengakibatkan keluarga yang berada
pada garis kemiskinan (near poor) bisa merosot ke dalam kelompok keluarga
miskin. Sesungguhnya , ada dua hal utama yang terkandung dalam kemiskinan,
yaitu kerentanan dan ketidak berdayaan. Dengan kerentaan yang dialami, orang
miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi darurat. Ini dapat
dilihat pada nelayan perorangan (tradisional) misalnya, mengalami kesulitan
untuk membeli peralatan untuk melaut berupa jarring dan pancing yang
dibutuhkan nelayan.
21
Universitas Sumatera Utara
Hal ini disebabkan sebelumnya tidak ada hasil tangkapan yang bisa dijual,
dan tidak ada dana cadangan yang dapat digunakan untuk keperluan yang
mendesak. Hal yang sama juga dialami oleh nelayan buruh, mereka merasa tidak
berdaya di hadapan para juragan yang telah memperkerjakannya, meskipun bagi
hasil yang diterimanya dirasakan tidak adil. (Mulyadi, 2005 : 47-49)
2.4.2
Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan
Jika diamati secara seksama, kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-
faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat
dikategorikan ke dalam faktor internal dan eksternal.Faktor internal adalah faktor
yang berkaitan dengan kondisi internal sumberdaya manusia nelayan dan aktifitas
kerja mereka. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
kondisi di luar diri dan aktifitas kerja nelayan.
Faktor-faktor internal mencakup masalah:
1. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia nelayan
2. Keterbatasan kemampuan modal usaha dan tekhnologi penangkapan
3. Hubungan kerja (pemilik perahu nelayan buruh) dalam organisasi
penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh
4. Kesulitan untuk melakukan divertifikasi usaha penagkapan
5. Ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut
6. Gaya hidup yang dipandang “boros” sehingga kurang berorientasi ke
masa depan.
22
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor kemiskinan yang bersifat eksternal ini mencakup masalah:
1. Kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada
produktifitas untuk menunjang perumbuhan ekonomi nasional, persial, dan
tidak memihak nelayan tradisional
2. System pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang
perantara
3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah
darat, praktek penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu
karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir
4. Penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan
5. Penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan
6. Terbatasnya tekhnologi pengolahan hasil tangkap pascatangkap
7. Terbatasnya peluang-peluang kerja disektor nonperikanan yang tersedia di
desa-desa nelayan
8. Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan
melaut sepanjang tahun
9. Isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa,
modal, dan manusia. (Kusnadi, 2004)
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan nelayan :
1. Masalah yang berkaitan dengan kepemilikan alat tangkap atau lebih
tegasnya perahu bermotor
2. Akses terhadap modal khususnya menyangkut persyaratan kredit
23
Universitas Sumatera Utara
3. Persyaratan pertukaran hasil tangkap yang tidak berpihak pada buruh
nelayan
4. Sarana penyimpanan ikan
5. Hak pengusahaan tangkap
6. Perusakan system organisasi masyarakat pesisir. Menurut (Mulyadi, 2005 :
51-52)
2.5
Kesejahteraan Sosial
2.5.1
Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan berasal dari kata “sejahtera”.Sejahtera ini mengandung
pengertian dari bahasa Sansekerta “Catera” yang berarti payung. Dalam konteks
ini, sejahtera ynag terkandung dalam arti “catera” (payung) adalah orang yang
sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan, kebodohan,
ketahutan, atau kekawatiran sehingga hidupnya aman tentram, baik lahir maupun
batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “Socius” yang berarti kawan, teman, dan
kerja sama. Orang yang sosial adalah orang dapat berelasi dengan orang lain dan
lingkungan dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu
kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan
lingkungannya secara baik. (Fahrudin, 2012 : 8)
Kesejahteraan sosial pada intinya mencakup tiga konsepsi, yaitu:
1. Kondisi kehidupan atau keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial
24
Universitas Sumatera Utara
2. Institusi, arena atau bidang kegiatan yang melibatkan lembaga
kesejahteraan sosial dan berbagai profesi kemanusiaan yang
menyelenggarakan usaha kesejahteraan sosial dan pelayanan sosial
3. Aktivitas, yakni suatu kegiatan-kegiatan atau usaha yang terorganisir
untuk mencapai kondisi sejahtera (Suharto, 2009 : 02).
Menurut Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial
menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Berdasarkan pasal 3 UU nomor 11 tahun 2009 tentang penyelenggaraaan
kesejahteraan sosial bertujuan untuk :
a) Meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup.
b) Memulihkan fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian.
c) Meningkatkan ketahanan sosial masyarakat dalam mencegah dan
menangani masalah kesejahteraan sosial.
d) Meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia
usaha dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan
berkelanjutan.
e) Meningkatkan
kemampuan
penyelenggaraan
dan
kesejahteraan
kepedulian
sosial
secara
masyarakat
melembaga
dalam
dan
berkelanjutan.
f) Meningkatkan kualitas manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial
(Kemensos, 2009)
25
Universitas Sumatera Utara
2.5.2
Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan sosial
Kesejahteran sosial mempunyai tujuan yaitu
1) Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar
kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan
relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.
2) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat
di lingkungan, mislanya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan,
dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya perubahan-perubahan
sosio-ekonomi, menghindari terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial yang
negative akibat pembangunan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu
mendorong pengingkatan kesejahteraan masyarakat.
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain :
1) Fungsi pencegahan (Preventive)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan
masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.Dalam
masyarakat transisi, upaya pencegahan ditekankan pada kegiatan-kegiatan
untuk membantu menciptakan pola-pola baru dalam hubungan sosial serta
lembaga-lembaga sosial baru.
26
Universitas Sumatera Utara
2) Fungsi penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
ketidak mampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang yang mengalami
masalah
tersebut
dapat
berfungsi
kembali
secara
wajar
dalam
masyarakat.Dalam fugsi ini tercakup juga fungsi pemulihan (rehabilitasi).
3) Fungsi pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung
atau tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan
dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.
4) Fungsi penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu mencapai tujuan
sector atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain. (Fahrudin, 2012 :
10-12).
2.6
Strategi Adaptasi Nelayan dalam Mempertahankan Kehidupan
Pada awalnya istilah strategi digunakan oleh kalangan militer.Penggunaan
istilah tersbut dikaitkan dengan kondisi perang.Suatu usaha atau kegiatan
membutuhkan strategi jika usaha dan kegiatan itu sulit dilakukan untuk mencapai
tujuan atau mewujudkan target.Oleh karena itu dibutuhkanlah strategi yang di
dalamnya terdapat perhitungan kekuatan dan kelemahan sendiri, serta kekuatan
dan kelemahan musuh, perkiraan peluang, maupun tantangan (Lund, 2001: 56).
27
Universitas Sumatera Utara
Pengertian strategi secara harfiah menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.
Selain itu Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk
mencapai suatu tujuan. Selain itu strategi dapat diartikan sebagai suatu “cara atau
siasat perang.”Dengan demikian dapat dipahami bahwa strategi merupakan siasat,
teknik, cara maupun metode dalam melaksanakan sesuatu demi tercapainya suatu
tujuan yang telah disusun sebelumnya.
Menurut Effendy (2000 : 47) strategi pada hakekatnya adalah perencanaan
dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Menurutnya, strategi juga dapat
diartikan sebagai suatu “ cara atau siasat perang ”. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa strategi merupakan siasat, teknik cara maupun metode yang
dilakukan seseorang dalam melaksanakan segala sesuatu hal demi tercapainya
suatu tujuan untuk mempertahankan eksistensi diri yang telah disusun dan
dirancang sebelumnya.
Konsep yang identik dengan strategi adalah adaptasi.Adaptasi merupakan
tingkah lakup penyesuai (behavioral adaptation) yang menunjukkan pada
tindakan. Dalam hal, adaptasi dikatakan sebagai tingkah laku trategis dalam upaya
memaksimalkan kesempatan hidup. Oleh karena itu, pada suatu kelompok,
adaptasi dapat member kesempatan untuk bertahan hidup. Adaptasi terhadap
lingkungan tersebut merupakan tingkah laku yang diulang-ulang, hal ini akan
menimbulkan terjadinya dua kemungkinan. Pertama, adalah tingkah laku meniru
(coping) yang berhasil sebagaimana yang diharapkan.Kedua, adalah mereka tidak
melakukan peniruan karena yang terjadi dianggap tidak sesuai dengan harapan.
Keberhasilan dalam tingkah laku meniru ini menimbulkan terjadinya penyesuaian
28
Universitas Sumatera Utara
individu terhadap lingkungannya (adaptation) atau terjadi penyesuaian dengan
keadaan lingkungan pada diri individu.
Proses adaptasi merupakan salah satu bagian dari proses evolusi
kebudayaan, yakni proses yang mencakup rangkaian usaha-usaha manusia untuk
menyesuaikan diri atau memberikan respons terhadap perubahan lingkungan fisik
maupun sosial yang terjadi secara temporal, Perubahan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap sistem adaptasi manusia adalah perubahan lingkungan yang
berupa bencana, yaitu kejadian yang menjadi ancaman terhadap kelangsungan
hidup organisme termasuk disini adalah manusia. Dalam menghadapi perubahanperubahan tersebut, manusia mengembangkan pola adaptasi yang berbentuk polapola tingkah laku yang salah satunya adalah perubahan strategi mata pencaharian.
(Mulyadi, 2005 : 11)
Suhartono menyatakan bahwa defenisi dari strategi bertahan hidup (coping
strategi ) adalah kemampuan seorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam konteks
keluarga miskin, strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan
kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang
dimilikinya.Bisa juga disamakan dengan kapabilitas keluarga miskin dalam
menanggapi goncangan dan tekanan shock and stress (Suhartono, 2007)
Moser (dalam Rahman, 2005: 34) membuat kerangka analisis yang disebut
“The Aset Vurnerability”. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan asset yang
digunakan untuk melakukan penyesuaian dan pengembangan strategi tertentu
dalam mempertahankan kelangsungan hidup seperti :
29
Universitas Sumatera Utara
a) Aset Tenaga Kerja (Labour Asets)
Misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam keluarga
untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga.
b) Aset Modal Manusia (Human Capital Asets)
Misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan
kapasitas orang atau bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang
menentukan umpan balik atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang
dikeluarkannya.
c) Aset Produktif (Productive Asets)
Misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan
hidupnya.
d) Aset Relasi Rumah Tangga atau Keluarga (Household Relation Asets)
Misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari system keluarga
besar, kelompok etnis, migrasi tenaga kerja dan mekanisme “uang
kiriman” (remittance)
e) Aset Modal Sosial (Social Capital Asets)
Misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga lokal, arisan dan pemberi
kredit informasi dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.
Selanjutnya Edi Suhartono menyatakan strategi bertahan hidup (cooping
strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang dapat dikelompokkan menjadi 3 cara yaitu:
a) Strategi aktif yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga
untuk (misalnya melakukan akivitasnya sendiri, memperpanjang jam
30
Universitas Sumatera Utara
kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya
dan sebagainya).
b) Strategi
pasif
yaitu
mengurangi
pengeluaran
keluarga
(misanya
pengeluaran sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).
c) Strategi jaringan misalnya menjalin relasi, baik secara informal maupun
formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan
(misalnya
meminjam
uang
tetangga,
mengutang
ke
warung,
memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke renenir atau bank
dan sebagainya). (Suhartono, 2007)
Pada masyarakat nelayan, pola adaptasinya menyesuaikan dengan lingkungan
fisik laut dan lingkungan sosial di sekitarnya. Bagi masyarakat yang bekerja di
tengah-tengah lautan, lingkungan fisik laut sangatlah mengandung banyak bahaya.
Dalam banyak hal bekerja di lingkungan laut sarat dengan resiko. Karena
pekerjaan nelayan adalah memburu ikan, hasilnya tidak dapat ditentukan
kepastiannya,
semuanya
hampir
serba
spekulatif.Masalah
resiko
dan
ketidakpastian (rise and uncertainty) terjadi karena laut adalah wilayah yang
dianggap bebas untuk dieksploitasi (open-access).
Pekerjaan sebagai nelayan secara mendasar banyak mengandung risiko dan
ketidakpastian.Adanya risiko dan ketidak pastian ini disarankan untuk disiasati
dengan mengembangkan pola-pola adaptasi berupa perilaku ekonomi yang
spesifik yang selanjutnya berpengaruh pada pranata ekonominya.Pola-pola
adaptasi yang menonjol adalah pembagian risiko dalam bentuk pola bagi hasil
pendapatan dan kepemilikan kolektif serta mengutamakan hubungan patronage
dalam aktivitas kerja.
31
Universitas Sumatera Utara
Pemerataan risiko juga akan terjadi melalui pemberian upah secara bagi hasil,
ini memungkinkan kelompok kerja nelayan dapat menikmati keuntungan ataupun
kerugian secara bersama-sama. Pada masyarakat nelayan yang mengembangkan
pola pemilikan individu, system bagi hasil, pada kenyataannya dapat mendorong
terjadinya akumulasi modal hanya pada kelompok kecil tertentu.Sebaliknya
masyarakat nelayan yang mengembang pemilikan kolektif, memungkinkan lebih
besarnya perolehan pendapatan. Meskipun demikian, pola pembagian risiko ini
akan tetap tumbuh dan berkembang dalam organisasi kenelayanan, terutama
ketika pendapatan ekonomi nelayan masih tidak teratur. (Mulyadi, 205 : 12-14).
2.7
Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian yang diteliti oleh Tri Joko Sri Haryono mahasiswa
UNAIR dalam penelitiannya yang berjudul STRATEGI ADAPTASI NELAYAN
(Studi tentang diversitifikasi
pekerjaan keluarga nelayan sebagai salah satu
strategi adaptasi dalam mempertahankan kelangsungan hidup) pada tahun 2010.
Salah satu strategi adaptasi yang dilakukan nelayan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup adalah melakukan penghematan, berhutang kepada tetangga
atau toke, dan melakukan diversifikasi pekerjaan, baik yang terkait dengan
kegiatan kenelayanan maupun di luarnya seperti, buruh tani, tukang becak, buruh
bangunan, berdagang, pekerja serabutan. Upaya untuk melakukan diversifikasi
pekerjaan amat ditentukan oleh kemampuan nelayan yang bersangkutan dalam
menghadapi berbagai tekanan dalam kehidupannya. Bahkan nelayan tradisional
terkadabg ikut melibatkan anak-anak mereka dalam berbagai kegiatan mencari
nafkah
32
Universitas Sumatera Utara
2.8
Kerangka Pemikiran
Kemiskinan adalah suatu konsep yang cair, serba tidak pasti dan bersifat
multi dimensional. Sesungguhnya, ada dua hal utama yang terkandung dalam
kemiskinan yaitu: kerentanan dan ketidakberdayaan. Dengan kerentanan yang
dialami, orang miskin akan mengalami kesulitan untuk menghadapi situasi
darurat. Ini dapat dilihat pada nelayan tradisional (panjaring salam) yang ada di
kelurahan Pandan kabupaten Tapanuli Tengah, misalnya mengalami kesulitan
ketika mengadapi musim badai yang mengakibatkan nelayan tidak bisa melaut,
biasanya kondisi seperti ini bisa terjadi selama satu bulan.
Ini mengakibatkan nelayan mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, Terlebih lagi alat yang digunakan nelayan tradisional adalah
jaring dan pancing berbeda dengan nelayan modern lainnya sehingga pendapatan
mereka pun lebih rendah dibandingkan dengan nelayan modern.
Kelurahan pandan sendiri jumlah nelayan tradisional yang ada saat
sekarang ini berjumlah 30 orang/nelayan yang menggunakan perahu tanpa motor.
Kondisi ini mengakibatkan nelayan mengalami kesulitan untuk dapat melepaskan
diri dari kemiskinan karena kemiskinan yang dialami oleh nelayan tradisioanl
tersebut telah menjadi semacam lingkaran setan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat dibuat skema yang menggambarkan kerangka pemikiran yaitu sebagai
berikut:
33
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.8 Bagan Alur Pemikiran
Nelayan Tradisional
Kemiskinan
Alat tradisional
Strategi Bertahan Hidup :
1. Strategi Aktif
2.9
2. Strategi Pasif
Defenisi Konsep
3. Strategi Jaringan
Defenisi Konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Defenisi konsep
adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu
penelitian (Siagian, 2011: 38).
34
Universitas Sumatera Utara
Adapun batasan konsep yang dibuat peneliti :
1. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang atau sekelompok
orang hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai
manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2. Nelayan Tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya
perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil,
dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.
3. Strategi Adaptasi (coping strategi ) adalah kemampuan seorang dalam
menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan
yang melingkupi kehidupannya.
35
Universitas Sumatera Utara