Penerapan Prinsip Kehati-Hatian dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi PT. Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

A.

Istilah Kredit Bank dan Pengertian Perjanjian Kredit
Dalam masyarakat umum istilah kredit sudah tidak asing lagi dan bahkan

dapat dikatakan populer (dan merakyat), sehingga dalam bahasa sehari-hari sudah
dicampur baurkan begitu saja dengan istilah utang.
Istilah kredit berasal dari bahasa Latin “credere” yang artinya
kepercayaan. Dalam bahasa Inggris “faith” dan “trust”, dalam bahasa Belanda
“vertrouwen”. Dapat dikatakan dalam hubungan ini berarti bahwa kreditor (yang
memberi kredit,lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitor
(nasabah, penerima kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitor dalam waktu
dan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar
kembali) kredit yang bersangkutan.16
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.17

16

Rachmadi Usman. 2001,Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama., hlm.236
17
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

28
Universitas Sumatera Utara

29

Di dalam perpustakaan Hukum Perdata terdapat beberapa pendapat
mengenai pengertian kredit, antara lain:
Sevelberg, menyatakan bahwa kredit mempunyai arti antara lain: 1) Sebagai dasar
dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari
orang lain , 2) Sebagai jaminan dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada

orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.
Levy, merumuskan arti kredit antara lain, menyerahkan secara sukarela sejumlah
uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit . Penerima kredit
berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban
mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.
M.Jakile, mengemukakan bahwa kredit adalah suatu ukuran kemampuan dari
seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang bernilai ekonomis sebagai ganti dari
janjinya untuk membayar kembali hutangnya pada tanggal tertentu.18
Secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa kredit adalah kepercayaan
atau saling percaya antara kreditur dan debitur. Jadi apa yang disepakati wajib
ditatati.19
Undang-undang perbankan yang telah diubah menggunakan dua istilah
yang berbeda, namun mengandung makna yang sama untuk pengertian kredit .
Kedua istilah pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah. Penggunaan istilah
tersebut tergantung pada kegiatan usahanya secara konvensional menggunakan
istilah kredit, sedangkan bank yang menjalankan usahanya berdasarkan syariah
18

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, 1991, Medan: PT Citra Aditya


19

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, 2000 : CV. Mandar Maju., hlm. 51

Bakti

Universitas Sumatera Utara

30

menggunakan istilah pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah merupakan perjanjian pinjam-meminjam
(uang) yang dilakukan antara bank dan pihak lain, nasabah peminjam dana.
Perjanjian pinjam meminjam (uang) itu dibuat atas dasar kepercayaan bahwa
peminjam dalam tenggang waktu yang telah ditentukan akan melunasi atau
mengembalikan pinjaman uang atau tagihan tersebut kepada bank disertai
pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan sebagai
imbal jasanya.20
Hasanuddin Rahman mengemukakan empat unsur kredit sebagai berikut:21
1. Kepercayaan, bahwa setiap pemberian kredit dilandasi oleh keyakinan

bank bahwa kredit tersebut akan dibayar kembali oleh debitur sesuai
dengan jangka waktu yang sudah diperjanjikan.
2. Waktu, bahwa antara pemberian kredit oleh bank dengan pembayaran
kembali oleh debitur tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan,
melainkan dipisahkan oleh tenggang waktu.
3. Risiko, bahwa setiap pemberian kredit jenis apapun akan terkandung risiko
dalam jangka waktu antara pemberian kredit dan pembayaran kembali. Ini
berarti makin panjang jangka waktu kredit, makin tinggi risiko kredit
tersebut.

20

Rachmadi Usman, 2001,Op.cit., hlm.238
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal 25
21

Universitas Sumatera Utara

31


4. Prestasi, bahwa setiap kesepakatan yang terjadi antara bank dan debitur
mengenai pemberian kredit, maka pada saat itu pula akan terjadi suatu
prestasi dan kontra prestasi.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau dua pihak saling
berjanji untuk melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessornya. Ada
dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil
ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh
bank kepada nasabah debitor. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan
pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard contract).
Berkaitan dengan itu memang dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah
disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor sedangkan debitor hanya mempelajari
dan memahaminya dengan baik. Perjanjian yang demikian itu biasa disebut
dengan perjanjian baku (standard contract, dimana dalam perjanjian tersebut pihak
debitor hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk
melakukan negosiasi atau tawar-menawar. Apabila debitor menerima semua

ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban

Universitas Sumatera Utara

32

untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut, tetapi apabila debitur menolak ia
tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut.22
Dalam pembuatan perjanjian sekurang-kurangnya harus memperhatikan:
keabsahan dan persyaratan secara hukum, juga harus memuat secara jelas tentang
jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata cara pembayaran kredit serta
persyaratan lainnya yang harus diperhatikan dalam perjanjian kredit.
Dalam UU Perbankan tidak dicantumkan secara tegas apa dasar hukum
perjanjian kredit. Namun demikian dari pengertian kredit, dapat disimpulkan
bahwa dasar hukum perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam-meminjam yang
didasarkan kepada kesepakatan antara bank dengan nasabah (kreditor dengan
debitor).23
Menurut Hukum Perdata Indonesia salah satu bentuk dari perjanjian
pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal
1754 sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata. Yang menunjukkan unsur pinjam

meminjam di dalamnya yaitu pinjam-meminjam antara bank dengan pihak
debitur. Menurut Pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa ; “Pinjammeminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena
pemakaian,

dengan

syarat

bahwa pihak

yang belakanganan

ini

akan

mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

22


Hermansyah ,2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada
Media Grup, hlm. 71
23
Sentosa Sembiring, Op.cit. hlm, 67

Universitas Sumatera Utara

33

Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjammeminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu
barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan
barang dalam jumlah dan kualitas yang sama. R. Subekti menyatakan : dalam
bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, dalam semuanya itu pada
hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam-meminjam sebagaimana
diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. Meskipun
perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam
membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan azas atau ajaran
umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua
perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan

suatu nama khusus tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam
KUH Perdata.24
Dalam pasal 1765 KUH Perdata disebutkan, bahwa diperbolehkan
memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang yang habis karena
pemakaian. Dari pengertian itu, terlihat bahwa unsur-unsur perjanjian pinjam
meminjam adalah : 25
1. Adanya persetujuan antara peminjam dengan yang memberi
pinjaman
2. Adanya suatu jumlah barang tertentu habis karena memberi
pinjaman

24

R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesi, 1986,

Bandung : Alumni., hlm. 13.
25

Sentosa Sembiring, Loc.cit


Universitas Sumatera Utara

34

3. Pihak yang menerima pinjaman akan mengganti barang yang sama
4. Peminjam wajib membayar bunga bila diperjanjikan
Perjanjian kredit bank di Indonesia adalah perjanjian yang bernama.
Dalam aspeknya yang konsensual perjanjian ini tunduk pada UU Perbankan dan
bagian umum BUKU III KUH Perdata. Dalam aspek riil perjanjian ini tunduk
pada UU Perbankan dan ketentuan yang terdapat di dalam model-model
perjanjian (standar) kredit yang dipergunakan di lingkungan perbankan, perjanjian
kredit dalam aspeknya yang riil ini tidak tunduk pada Bab XIII Buku III BW
(Mariam Darus Badrulzaman ; 1983, 40) 26
Dalam praktek, bentuk

dan materi perjanjian kredit antara satu bank

dengan bank yang lainnya tidaklah sama disesuaikan dengan kebutuhannya
masing-masing . dengan demikian perjanjian kredit tersebut mempunyai bentuk
yang tertentu, hanya saja dalam praktek ada banyak hal yang biasanya

dicantumkan dalam perjanjian kredit misalnya : berupa defenisi istilah-istilah
yang akan dipakai dalam perjanjian (ini terutamanya dalam perjanjian kredit
dengan pihak asing atau dikenal dengan loan agreement); jumlah dan batas waktu
pinjaman (repayment) juga mengenai apakah sipeminjam berhak mengembalikan
dana pinjaman lebih cepat dari ketentuan yang ada; penetapan bunga pinjaman
dan dendanya bila debitur lalai membayar bunga; terakhir dicantumkan berbagai
klausul seperti hukum yang berlaku untuk perjanjian tersebut. Selain itu pula, si
peminjam diminta memberikan representation, warranties, dan covenants. Yang
dimaksud dengan representation, adalah keterangan-keterangan yang diberikan

26

Sentosa Sembiring, Op.cit., hlm 68

Universitas Sumatera Utara

35

debitur guna pemrosesan pemberian kredit. Warranties, adalah suatu janji,
misalnya janji bahwa si debitur akan melindungi kekayaan perusahaannya atau
asset yang telah dijadikan jaminan untuk mendapatkan kredit tersebut. Sedangkan
covenant, adalah janji untuk tidak melakukan sesuatu, seperti misalnya janji
bahwa si debitur tidak akan mengadakan merger dengan perusahaan lain, atau
menjual atau memindahtanagnkan seluruh atau sebagian besar assetnya tanpa
seizin bank (kreditur) . kesemua materi tentang perjanjian kredit itu haruslah lahir
dari kesepakatan. 27

B. Jenis-Jenis Hukum Perjanjian Kredit
Kredit banyak jenisnya karena itu dapat digolongkan berdasarkan kriteria
yang digunakan : 28
1. Penggolongan berdasarkan jangka waktu
Apabila jangka waktu digunakan sebagai kriteria, maka suatu kredit dapat
dibagi ke dalam:
a. Kredit jangka pendek; yakni kredit yang jangka waktunya tidak melebihi 1
tahun.
b. Kredit jangka menengah; yakni kredit yang mempunyai jangka waktu
antara 1 sampai 3 tahun.
c. Kredit jangka panjang; dalam hal ini merupakan kredit yang mempunyai
jangka waktu diatas 3 tahun.
27

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, 1996, Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti., hlm. 240
28
Rachmadi Usman, 2001,Op.cit., hlm.238

Universitas Sumatera Utara

36

2. Penggolongan berdasarkan dokumentasi, yaitu:
a. Kredit dengan perjanjian kredit tertulis
b. Kredit tanpa surat perjanjian kredit. Untuk itu dapat dibagi kedalam:
1) Kredit lisan (sangat jarang dilakukan)
2) Kredit dengan instrumen surat berharga. Misalnya kredit yang
hanya lewat dokumen promes (promissory note), obligasi (bonds),
kartu kredit, dan sebagainya.
3) Kredit cerukan (overdraft)
Kredit seperti ini timbul karena : 1) penarikan/ pembebanan giro
yang melampaui saldonya., 2) penarikan/ pembebanan R/C yang
melampaui plafonnya.
3. Penggolongan berdasarkan bidang ekonomi
Dalam hal ini suatu kredit dapat dibagi kedalam :
a. Kredit untuk sektor pertanian, perburuhan dan sarana pertanian.
b. Kredit untuk sektor pertambangan
c. Kredit untuk sektor perindustrian
d. Kredit untuk sektor listrik, gas, dan air
e. Kredit untuk sektor konstruksi
f. Kredit untuk sektor perdagangan, restoran, dan hotel
g. Kredit pengangkutan, perdagangan, dan komunikasi
h. Kredit untuk sektor jasa
i. Kredit untuk sektor lain-lain

Universitas Sumatera Utara

37

4. Penggolongan kredit berdasarkan tujuan penggunaannya untuk itu kredit
dibagi ke dalam :
a. Kredit Konsumtif, ini merupakan kredit yang diberikan kepada debitur
untuk keperluan konsumsi seperti kredit yang diberikan kepada debitor
untuk keperluan konsumsi seperti kredit profesi, kredit perumahan,
kredit kendaraan bermotor, pembelian alat-alat rumah tangga, dan lainlain sebagainya.
b. Kredit produktif, yang terdiri dari:
1) Kredit Investasi ; yang dipergunaka untuk membeli barang
modal atau barang-barang tahan lama, seperti tanah, mesin, dan
sebagainya.

Namun

demikian,

sering

juga

kredit

ini

digolongkan ke dalam kredit investasi adlah apa yang disebut
sebagai Kredit Bantuan Proyek.
2) Kredit Modal Kerja ( Working Capital Credit/ Kredit
Eksploitasi); untuk membiayai modal lancar yang habis dalam
pemakaian, seperti untuk barang dagangan, bahan baku,
overhead produksi, dan sebagainya.
3) Kredit Likuiditas; diberikan dengan tujuan untuk membantu
perusahaan yang sedang kesulitan likuiditas. Misalnya, kredit
likuiditas dari Bank Indonesia yang diberikan untuk bank-bank
yang memiliki likuiditas di bawah bentuk.
5. Penggolongan Kredit Berdasarkan Objek yang di transfer. Dapat dibagi ke
dalam :

Universitas Sumatera Utara

38

a. Kredit uang (Money Credit), dimana pemberian dan pengembalian
kredit dilakukan dalam bentuk uang.
b. Kredit Bukan Uang (Non Money Credit, Mercantile Credit, Merchant
Credit), dimana diberikan dalam bentuk barang dan jasa dan
pengembaliannya dilakukan dalam bentuk uang.
6. Penggolongan kredit berdasrkan waktu pencairannya. Dalam hal ini suatu
kredit dapat dibagi lagi ke dalam:
a. Kredit Tunai (Cash Credit), dimana pencairan kredit dilakukan dengan
tunai atau pemindahbukuan ke dalam rekening debitor
b. Kredit tidak tunai (Non Cash Credit), dimana kredit tidak dibayar pada
saat pinjaman dibuat. Termasuk ke dalam penggolongan ini misalnya :
1) Garansi bank atau stand by L/C. Dalam hal ini bank akan
membayar apabila terjadi perbuatan tertentu, misalnya jika pada
suatu

saat

pihak

pemohon

garansi

tidak

melaksanakan

kewajibannya kepada pihak lain, maka dalam hal seperti ini
banklah yang akan membayarnya.
2) Letter of Credit, yang merupakan jaminan kepada penjual/
pengirim barang dimana bank akan membayar sejumlah uang jika
dokumen-dokumen

tertentu

dipenuhi

oleh

penjual/pengirim

barang.
7. Penggolongan kredit menurut cara penarikannya. Apabila dilihat dari segi
penarikannya, maka suatu kredit dapat dibagi kedalam:

Universitas Sumatera Utara

39

a. Kredit sekali jadi (Alfopend). Yakni kredit yang pencairan dananya
dilakukan

sekaligus,

misalnya

secara

tunai

ataupun

secara

pemindahbukuan.
b. Kredit rekening koran. Dalam hal ini, baik penyediaan dana maupun
penarikan dana tidak dilakukan sekaligus, melainkan secara tidak
teratur kapan saja dan berulang kali. Penarikan dana oleh nasabah
dilakukan selama plafon kredit masih tersedia, dilakukan dengan
melalui pemindahbukuan, penarikan cek, bilyet, giro, atau perintah
pemindahbukuan lainnya.
c. Kredit berulang-ulang (Revolving Loan). Kredit semacam ini biasanya
diberikan terhadap debitor yang tidak memerlukan kredit sekaligus,
melainkan secara berulang-ulang sesuai kebutuhan, asalkan masih
dalam batas maksimum dan masih dalam jangka waktu yang
diperjanjikan. Berbeda dengan rekening kredit koran, maka kredit
berulang-ulang ini lebih dibatasi (tidak dalam arti seluas-luasnya),
terutama dalam hal penarikan dan penyetorannya.
d. Kredit bertahap. Kredit berharap ini merupakan kredit yang pencairan
dananya dilakukan secara bertahap dalam beberapa termin, misalnya
tranche I, II, III, dan IV.
e. Kredit tiap transaksi (self-liquidating atau eenmalige transactiecrediet).
Merupakan kredit yang diberikan untuk satu transaksi tertentu, dimana
pengembalian kredit diambil dari hasil transaksi yang bersangkutan.
Berbeda dengan revolving credit, maka kredit eenmalige ini tidak

Universitas Sumatera Utara

40

ditarik dananya secara berulang-ulang melainkan sekaligus saja, yakni
untuk tiap transaksi saja.
8. Penggolongan kredit dilihat dilihat dari pihak kreditornya . Apabila dilihat
dari segi pihak pemberi kredit, maka suatu kredit dapat digolonggolongkan kedalam:
a. Kredit terorganisasi (Organized Credit), yakni kredit yangdiberikan
oleh badan-badan yang terorganisir secara legal dan memang
berwenang memberikan kredit. Misalnya bank, koperasi, dan
sebagainya.
b. Kredit tidak terorganisasi (Unorganized Credit). Merupakan kredit
yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun badan
yang tidak resmi untuk memberikan kredit. Kredit tidak terorganisasi
ini dapat dipilah-pilah ke dalam kategori sebagai berikut :
1) Kredit rentenir, yakni kredit yang diberikan oleh perorangan
atau badan tidak resmi untuk memberikan kredit, yang sering
dijuluki lintah darat.
2) Kredit penjual, merupakan kredit yang diberikan oleh penjual
kepada pembeli dalam suatu jual-beli, dimana barang segera
diserahkan sementara harga barang dibayar kemudian secara
kredit.
3) Kredit pembeli, yang dimaksudkan adalah kredit yang juga
terbit dari jual-beli, diamana uang pembelian segera diserahkan
sementara barangnya diserahkan di kemudian hari. Misalnya

Universitas Sumatera Utara

41

seperti yang sering dipraktekkan dalam pembelian bahan
bangunan, dan lain-lain.
9. Penggolongan kredit berdasarkan berdasarkan negara asal kreditor.
Apabila ditinjau dari segi asal negara dari mana kreditor berada maka
suatu kredit dapat digolong-golongkan sebagai berikut:
a. Kredit domestik (Domestik/ Onshore Credit). Ini merupakan kredit
yang debitornya kreditor utamanya berasal dari dalam negeri.
b. Kredit luar negeri (Foreign/ Offshore Credit). Merupakan kredit
dengan kreditor atau kreditor utamanya berasal dari luar negeri.
10. Penggolongan kreditor berdasarkan jumlah kreditor
Berdasarkan berapa banyaknya jumlah kreditor, maka suatu kredit dapat
dibagi kedalam:
a. Kredit dengan kreditor tunggal. Yakni : kredit yang kreditornya hanya
satu orang/ satu badan hukum saja. Ini yang sering disebut dengan
Single loan.
b. Kredit Sindikasi (Syndicate Credit). Ini merupakan kredit dimana
pihak kreditornya terdiri dari beberapa badan hukum, dimana biasanya
salah satu di antara kreditor tersebut bertindak sebagaiLead Creditor/
Lead Bank

C. Pengertian Kredit Pemilikan Rumah
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan suatu pembiayaan dalam bentuk
pinjaman yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk dapat memiliki rumah.

Universitas Sumatera Utara

42

Atau dengan kata lain, Kredit Pemilikan Rumah adalah (KPR) adalah kredit yang
diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli rumah dan/atau
berikut tanah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri.29
Kredit Pemilikan Rumah dalam hal ini tergolong dalam kredit konsumtif di
mana pengertian kredit pemilikan rumah adalah kredit yang diberikan oleh suatu
lembaga keuangan atau bank yang bertindak sebagai kreditur kepada debitur yang
tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli rumah beserta tanah secara
tunai.30
Maksud dan tujuan diberikannya layanan kredit pemilikan rumah sudah jelas
artinya membantu para nasabah yang ingin memiliki rumah tetapi tidak
mempunyai uang secara cash /tunai dalam jumlah banyak. Tujuan tersebut agar
lebih ditekankan pada kebutuhan primer karena rumah merupakan tempat untuk
tinggal dan untuk melakukan kegiatan lain. KPR merupakan sarana fasilitator
untuk mendapatkan suatu kredit khususnya rumah.31
Ada beberapa pihak yang saling terkait dalam pemberian Kredit Pemilikan
Rumah (KPR), yaitu :
1.

Penjual, yaitu pihak yang memiliki rumah baik itu perorangan maupun
pengembang yang menyediakan perumahan dan bermaksud menjual
rumah tersebut kepada yang membutuhkan.

2. Pembeli yaitu pihak yang dalam hal ini membutuhkan rumah berikut

29

Hasil wawancara dengan Consumer Loan Analyst Staff BTN K.C Medan, pada
tanggal 9 November 2015
30
Sunaryo Basuki, Hukum Real Estate Indonesia, 1991, Djambatan: Jakarta, hlm. 49
31
Hasil wawancara dengan Consumer Loan Analyst Staff BTN K.C Medan, pada
tanggal 9 November 2015

Universitas Sumatera Utara

43

tanahnya, tetapi tidak cukup dananya untuk membeli rumah tersebut
secara tunai.
3. Bank, dalam hal ini pihak yang bersedia menyediakan/ menyalurkan
dananya

D. Asas Hukum Perjanjian
Dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas , yaitu asas konsualisme, asas
kebebasan berkontrak dan asas kepribadian.32
Asas konsensualisme, sesuai dengan artinya, bahwa konsensualisme adalah
kesepakatan, maka asas ini menetapkan terjadinya suatu perjanjian setelah
tercapainya kata sepakat oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian.
Sebagaimana telah diketahui, kata sepakat diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata
yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian. Dengan tercapainya kata
sepakat, telah menunjukkan pada saat itu suatu perjanjian mulai berlaku dan
mengikat para pihak.
Asas kebebasan berkontrak , menurut asas ini semua orang mempunyai
kebebasan untuk mengadakan suatu perjanjian yang berisi apa saja dan macam
apa saja, asalkan perjanjian itu tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan,
dan undang-undang .Dalam KUH Perdata asas kebebasan berkontrak terdapat
dalam pasal 1339 . Asas tersebut sebenarnya malah membatasi kebebasan
seseorang, karena tidak dapat menikmati kebebasan yang sebebas-bebasnya.

32

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, 1995, Jakarta : Djambatan., hlm. 41

Universitas Sumatera Utara

44

Meskipun demikian, asas ini dimaksudkan agar setiap orang selalu dapat
membuat perjanjian demi kebaikan dan tidak merugikan pihak lain.
Asas kepribadian, menurut asas ini seseorang hanya diperbolehkan
mengikatkan diri untuk kepentingan dirinya sendiri dalam suatu perjanjian. Asas
tersebut terdapat dalam pasal 1315 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa pada
umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri. Pihak ketiga tidak dapat
diperjanjikan oleh pihak yang mengadakan perjanjian, karena salah satu syarat
sahnya perjanjian harus ada kata sepakat, yang berarti dalam perjanjian itu pihak
ketiga tidak memberikan kata sepakat. Logikanya, kalau dalam suatu perjanjian
ditetapkan suatu janji untuk pihak ketiga, maka akan merugikan pihak ketiga yang
tidak tau apa-apa dan tidak mengikatkan dirinya. Namun demikian, undangundang memberikan kekecualian terhadap asas ini sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 1316 KUH Perdata. Pihak yang mengadakan perjanjian, diperbolehkan
menetapkan janji untuk pihak ketiga sebagai penanggung akan berbuat sesuatu.
Jadi kekecualian itu hanya terbatas kepada masalah penanggungan saja,
dimaksudkan pihak ketiga akan berbuat sesuatu untuk memenuhi perjanjian
tersebut. KUH Perdata menghendaki setelah perjanjian tersebut dibuat, pihak
ketiga mengikatkan diri kepada kreditur, untuk memenuhi kewajiban debitur
apabila pihak ini tidak menepati janjinya. Dasarnya adalah Pasal 1821 KUH
Perdata, bahwa tiada penanggungan apabila tidak ada suatu perikatan pokok.
Asas itikad baik, Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus
dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik dalam pengertian subyektif dapat

Universitas Sumatera Utara

45

diartikan sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seseorang pada
waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam pengertian
obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum harus didasrkan pada
norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai dengan dengan yang patut
dalam masyarakat.33
Asas Pacta Sun Servanda, Merupakan asas dalam perjanjian yang
berhubungan dengan mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara
sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuatnya dan perjanjian tersebut
berlaku seperti Undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak mendapat
kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat keuntungan darinya,
kecuali kalau perjanjian perjanjian tersebut dimaksudkan untuk pihak ketiga.
Maksud dari asas ini dalam perjanjian tidak lain untuk mendapatkan kepastian
hukum bagi para pihak yang telah membuat perjanjian itu.34

E. Syarat Sahnya Perjanjian
Dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, terdapat empat syarat untuk
menentukan sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu, dan
sebab yang halal.35
Kata Sepakat, dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang
menunjukkan kehendak kedua belah pihak saling diterima satu sama lain. Kedua
belah pihak sama-sama tidak menolak apa yang diinginkan pihak lawannya.

33

Edwyn Agung, 2008, Op.cit., hlm. 14
Ibid.,hlm. 14, 15
35
Gatot Supramono, 1995, Op.cit , hlm. 37
34

Universitas Sumatera Utara

46

Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada. Sejak saat itu pula
perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Meskipun
perjanjiaannya tidak dilakukan secara tertulis, tetap dapat dilaksanakan. Prinsip
pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, kekuatan mengikat setelah tercapainya kata
sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara
sepihak, atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Terdapat beberapa teori untuk mengetahui kapan terjadinya kata sepakat
dalam ilmu pengetahuan, yaitu sebagai berikut :36
1. Teori kehendak (wilstheorie) : Dalam teori ini kata sepakat dianggap telah
terjadi manakala para pihak menyatakan kehendaknya untuk mengadakan
suatu perjanjian.
2. Teori kepercayaan (vetrouwenstheorie) : Berdasarkan teori kepercayaan,
kata sepakat dalam suatu perjanjian dianggap telah terjadi pada saat
pernyataan salah satu pihak dapat dipercaya secara objektif oleh pihak
yang lainnya.
3. Teori ucapan (uitingstheorie) : Dalam teori ini yang dilihat adalah ucapan
(jawaban) debitur. Kata sepakat diangggap telah terjadi pada saat debitur
mengucapkan persetujuannya terhadap penawaran yang dilakukan
kreditur. Kalau dilakukan dengan surat, maka kata sepakat terjadi pada
saat menulis surat jawabannya.
4. Teori pengiriman (verzendingtheorie). Dalam teori ini kata sepakat
dianggap telah terjadi pada saat debitur mengirimkan surat jawaban

36

Ibid ., hlm 37, 38

Universitas Sumatera Utara

47

kepada kreditur. Jika dilakukan pengirimannya melalui pos, maka kata
sepakat dianggap telah terjadi pada saat surat jawaban tersebut di stempel
(cap) oleh kantor pos.
5. Teori penerimaan (ontvangstheorie). Menurut teori ini kata sepakat
dianggaptelah terjadi pada saat kreditur menerima surat jawaban dari
debitur. Tepatnya pada saat kreditur membaca surat jawaban tersebut,
karena saat itu ia mengetahui kehendak debitur.
6. Teori Pengetahuan (vornemingstheorie). Menurut teori ini kata sepakat
dianggap telah terjadipada saat kreditur mengetahui bahwa debitur telah
menyatakan menerima penawarannya. Tampak teori pengetahuan lebih
luas dari teori penerimaan karena dalam teori ini memandang kreditur
mengetahui kehendak debitur baik melalui surat maupun secara lisan.
Dalam pasal 1321 KUH Perdata ditetapkan, kata sepakat dianggap tidak
sah karena proses terbentuknya dipengaruhi oleh suatu keadaan yang
membuat pelaku perjanjian itu tidak memberikan kehendak yang
sesungguhnya. Keadaan dimaksud adalah karena adanya kehilafan,
paksaan atau penipuan.
Kecakapan, yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat
perjanjian. Pada prinsipnya semuaorang mampu membuat perjanjian, namun
KUH Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap membuat
hal tersebut. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan, bahwa orang-orang tidak
cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian adalah37 :

37

Ibid ., hlm 39

Universitas Sumatera Utara

48

1. Orang-orang yang belum dewasa.
2. Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan.
3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undangundang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Siapa saja yang termasuk orang-orang yang belum dewasa, KUH Perdata
sendiri tidak memberikan perincian. Karena itu untuk mengetahui hal tersebut,
perlu melihat beberapa ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman,
yaitu :
Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
menyebutkan, bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun
dan belum pernah kawin. Pasal 6 ayat (2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan menyebutkan, bahwa untuk melangsungkan perkawinan
seseorangyang belum mencapai 21 tahun harus mendapat izin dari orangtuanya.
Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur 21 tahun
keatas disebut dewasa, kecuali dibawah umur tersebut yang bersangkutan pernah
kawin.38
Mengenai orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, dalam Pasal
433 KUH Perdata disebutkan, setiap orang dewasa yang selalu berada dalam
keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap. Selain itu juga orang yang karena
keborosannya dapat ditaruh di bawah pengampuan. KUH Perdata mengatur orang
perempuan tidak cakap melakukan perjanjian, hal ini merupakan suatu pengaturan

38

Ibid

Universitas Sumatera Utara

49

yang ketinggalan zaman. Dalam perkembangan hukum, wanita telah sama
kedudukannya dengan kaum pria. Pasal 31 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan
menetapkan, bahwa suami ataupun isteri berhak melakukan perbuatan hukum.
Hal tertentu, syarat ketiga sahnya perjanjian adalah hal tertentu , disini
yang dibicarakan objek perjanjian harus tertentu. Pasal 1333 KUH Perdata
memberi petunjuk, bahwa dalam perjanjian yang menyangkut tentang barang
paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya dapat
ditentukan kemudian. Ketentuan tersebut menunjukkan, dalam perjanjian harus
jelas apa yang menjadi objeknya, supaya perjanjian dilaksanakan dengan baik.
Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga ini berakibat batal demi
hukum. Perjanjiannya diangggap tidak pernah ada (terjadi).
Sebab yang halal, dalam membicarakan sebab yang halal, disini melihat
tujuannya untuk apa suatu perjanjian itu diadakan. Tujuan merupakan sebab
adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus yang halal.
Melihat ketentuan pasal 1335 KUH Perdata, di dalamnya merinci adanya
perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang palsu atau
perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Suatu sebab disebut terlarang,
apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
(Pasal 1337 KUH Perdata). Semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang
halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum.
Mengenai ketentuan dan persyaratan umum dalam pemberian kredit oleh
perbankan terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan sebagai berikut :39

39

Chatamarrasjid, Ais, 2008, Op.cit. hlm. 61

Universitas Sumatera Utara

50

1. Mempunyai feasibility study, yang dalam penyusunannya melibatkan
konsultan yang terkait.
2. Mempunyai dokumen administrasi dan izin-izin usaha, misalnya akta
perusahaan, NPWP, SIUP, dan lain-lain.
3. Maksimum jangka waktu kredit adalah 15 tahun dan masa tenggang waktu
(grace period) maksimum 4 tahun .
4. Agunan utama adalah usaha yang dibiayai. Debitor menyerahakan agunan
tambahan jika menurut penilaian bank diperlukan. Dalam hal ini akan
melibatkan pejabat penilai (appreiser) independen untuk menentukan nilai
agunan.
5. Maksimum pembiayaan bank adalah 65 % (enam puluh lima persen) dan
self financing adalah sebesar 35 % (tiga puluh lima persen).
6. Penarikan atau pencairan kredit biasanya didasarkan atas prestasi proyek.
Dalam hal ini biasanya melibatkan konsultan pengawas independen untuk
menentukan progres proyek.
7. Pencairan biasanya dipindahkanbukukan ke rekening giro.
8. Rencana angsuran ditetapkan atas dasar cash flow yang disusun
berdasarkan analisis dalam feasibility study.
9. Pelunasan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan

F. Akibat Hukum Suatu Perjanjian Kredit
Perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang memiliki
akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya

Universitas Sumatera Utara

51

perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang
dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya,
adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian
mengikat

para

pihak

sebagaimana

mengikatnya

suatu

undang-undang.

Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara
sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan
pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati
dalam perjanjian.40
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak
(perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan
berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya
memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum
yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain
dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undangundang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk halhal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu
yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak
ketiga.41

40

http://llymelly.blogspot.co.id/2013/04/hukum-perjanjian.html diakses pada tanggal
17 Oktober 2015
41
http://desinaya.blogspot.co.id/2011/03/blog-post.html diakses pada tanggal 17
Oktober 2015

Universitas Sumatera Utara

52

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah
pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang
dirawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan
yang ditawarkan oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud
perjanjian dan dengan demikian berlaku asas pacta sunt servanda, yaitu perjanjian
tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang.42
Kebebasan berkontrak para pihak tidak berarti para pihak bebas untuk
melakukan perjanjian apa saja menurut kepentingan dan kehendak para pihak
tersebut. Kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan yang terdapat dalam pasal
1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :43
1. sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal
Syarat sahnya perjanjian diatas, berkaitan dan dijelaskan oleh pasal-pasal
lainnya, misalnya berkaitan dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan
diatur lebih lanjut dalam pasal 1329 KUH Perdata, berkaitan dengan suatu hal
tertentu diatur didalam pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH Perdata dan berkaitan
dengan suatu sebab yang halal diatur dalam pasal 1335, 1334, dan 1337 KUH
Perdata.44

42

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Produk Perbankan di Indonesia, 2006,
Bogor : Ghalia Indonesia, hlm. 283
43
Ibid
44
Ibid. Hlm. 284

Universitas Sumatera Utara

53

G. Hapusnya Perjanjian Kredit
Umumnya perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal
dibawah ini :45
1. Pembayaran. Pembayaran lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari
debitor, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya
lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitor. Pembayaran lunas ini, baik
karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitor melunasi
kreditnya secara seketika dan sekaligus (opelbaarheid clause)
2. Subrogasi (subrogatie). Pasal 1382 KUH Perdata menyebutkan kemungkinan
pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada berpiutang
(kreditor), sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditor oleh
pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini
terjadi karena adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditor lama oleh
kreditor baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi,
maka segala kedudukan atau hak yang dipunyaioleh kreditur lama beralih
kepada pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata, terjadinya
subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang, diatur lebih lanjut
dalampasal 1401 dan pasal 1402 KUH Perdata.
3. Pembaruan utang (novasi). Pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti
utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru, dan kreditor
lama dengan kreditor baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan utang
baru terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut “ novasi objektif”.

45

Rachmadi, Usman, 2001, Op.cit.,hlm. 279, 280

Universitas Sumatera Utara

54

Disini utang lama lenyap . dalam hal terjadinya penggantian orangnya
(subjeknya), maka jika diganti debitornya, pembaruan ini disebut “novasi
subjektif pasif”. Jika yang diganti itu kreditornya, pembaruan ini disebut
“novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.
4. Pada umumnya pembaruan utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah
dengan mengganti atau memperbarui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam
hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit
yang baru. Dengan terjadinya penggantian atau pembaruan perjanjian kredit,
otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi.
Pasal 1431 KUH Perdata menyebutkan tiga cara untuk melakukan novasi,
yaitu:
a. Dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan perikatan
utang lama yang dihapuskan karenanya
b. Dengan cara expromisse, yakni mengganti debitor lama dengan debitor baru
c. Mengganti debitor lama dengan debitor baru

sebagai

akibat suatu

perjanjian baru yang diadakan.
5. Perjumpaan utang (kompensasi). Kompensasi adalah perjumpaan dua utang,
yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken),
yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masingmasing pihak berkedudukan baik sebagai kreditor maupun debitor terhadap
orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut.
Dasar kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 KUH Perdata. Dikatakan
jika dua orang saling berhutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara

Universitas Sumatera Utara

55

mereka suatu perjumpaan utang-piutang, dengan mana utang-utang antara
kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi demikian ini dijalankan oleh bank
dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitor dengan utangnya
kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebutyang diambil alih tersebut.

Universitas Sumatera Utara