Analisis Pengalihan (Oper Kredit) Hak Pada Kredit Pemilikan Rumah: Studi Di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan

(1)

ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT

PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA

(BTN) CABANG MEDAN

TESIS

Oleh

ISDIANA SYAFITRI

077005078/HK

FAKULTAS HUKUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT

PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA

(BTN) CABANG MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ISDIANA SYAFITRI

077005078/HK

FAKULTAS HUKUM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) CABANG MEDAN

Nama Mahasiswa : Isdiana Syafitri Nomor Pokok : 077005078 Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum) Ketua

(Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH) (Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Hukum

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH) (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 26 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH

2. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum 3. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum 4. Prof. Dr. Tan Kamelo, SH, M.Hum


(5)

ABSTRAK

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.

Salah satu cara yang dilakukan debitur dalam hal kredit pemilikan rumah untuk menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran adalah dengan mengalihkan hak kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.

Tapi ada juga pengalihan hak kredit yang dilakukan di depan notaris, yang dalam perjanjian jual beli disebutkan juga kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank.

Bank dalam pengalihan hak kredit yang dilakukan nasabah secara diam-diam terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak kredit mengharapkan agar masyarakat tetap melakukan proses alih debitur tetap melalui bank agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak


(6)

ABSTRACT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time.

One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak.

But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank. Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis untuk menyelesaikan program Magister Ilmu Hukum dengan Judul "ANALISIS PENGALIHAN (OPER KREDIT) HAK PADA KREDIT PEMILIKAN RUMAH: STUDI DI BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) CABANG MEDAN".

Pada penulisan tesis ini penulis mengambil data berdasarkan pengumpulan data dengan cara wawancara dan tinjauan dari beberapa buku yang sesuai dengan judul tersebut. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah mengantarkan umat manusia dari alam kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister Ilmu Hukum;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, dan Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH. M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum atas kesempatan menjadi Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu


(8)

di Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Prof. Dr. Sunarmi SH, M.Hum, sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu di Program Studi Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

5. Ketua Komisi Pembimbing Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan yang berharga bagi penulisan tesis ini;

6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., sebagai Anggota Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu pengetahuan kepada penulis;

7. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum., sebagai Anggota Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan motivasi dalam membimbing penulisan tesis ini;

8. Para Guru Besar dan Staf Pengajar pada Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

9. Prof. Dr. Zainuddin, M.Pd, sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wil. I yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan tugas belajar;

10. Tarmizi, SH, M.Hum, sebagai Rektor Universitas Amir Hamzah yang telah memberikan izin untuk tugas belajar.

11. Para Staf Administrasi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu;

12. Rekan-rekan satu angkatan dan sependidikan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan, partisipasi dan semangat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(9)

Akhirnya Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada Suami tercinta Ir. Teguh Susan Handoyo, Ayahanda Issanuddin, SH, Ibunda Dra. Saedah Daulay, Kakanda Dr. Isfenti Sadaliah, ME, Ir. Ihdar Saputra, Adinda Ismi Affandi, SE serta kedua buah hati penulis yakni Yasmin Hanasya Handoyo dan Farah Qwinna Handoyo atas semua doa dan perhatian serta limpahan kasih sayang sepenuhnya yang tak akan terlupakan sampai akhir hayat penulis.

Semoga segala bantuan dan dukungan dari semua pihak yang tidak mungkin penulis balas sehingga mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah-Nya. Amin.

Medan, 26 Agustus 2009 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Isdiana Syafitri

NIM : 077005078

Tempat/Tgl. Lahir : Binjai, 26 April 1973

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS), Dosen Kopertis Wilayah I Alamat Rumah : Jl. Pembangunan Komplek Pondok Surya Blok III

No. 106 Helvetia Timur - Medan Program Studi : Ilmu Hukum

Instansi Studi : Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan Alamat Instansi : Jl. Pemuda Medan

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD : Negeri 13 Binjai Tahun 1985

2. SMP : Negeri 1 Binjai Tahun 1988 3. SMA : Negeri 1 Binjai Tahun 1991

4. S1 (Sarjana) : Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Tahun 1997 5. S2 (Pascasarjana) Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Tahun 2009

PENDIDIKAN NON FORMAL


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……… i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP………. vi

DAFTAR ISI……… vii

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah……….. 7

C. Tujuan Penelitian……….. 8

D. Manfaat Penelitian……… 8

E. Keaslian Penelitian………... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi……….. 9

G. Metode Penelitian………. 18

BAB II PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN.. 22 A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah………..

1. Pengertian Kredit………...

2. Jenis-Jenis Kredit………

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah ………... 22 22 23 26


(12)

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian………. 5. Asas-Asas Hukum Perjanjian………... 6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah…………...

29 33 35 B. Pengalihan Hak/Oper Kredit Kredit Pemilikan Rumah...

1. Pengertian Pengalihan Hak/Oper Kredit………. 2. Tujuan Pengalihan Hak/Oper Kredit……….……….. 3. Faktor-faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit….…...

42 42 43 44 C. Prosedur Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah yang

Sesuai dengan KUH Perdata……….

1. Syarat-Syarat Yuridis dari Novasi………….………

2. Akibat Hukum dari Novasi………….………….………….. 46 52 52 BAB III HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM

PERJANJIAN PENGALIHAN HAK MILIK ATAS RUMAH YANG DIBELI DENGAN MENGGUNAKAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK

TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN... 55 A. Hak dan Kewajiban Bank (Kreditur)...

1. Hak Bank………

2. Kewajiban Bank.……….

55 55 56

B. Hak dan Kewajiban Debitur..………

1. Hak Debitur...………

2. Kewajiban Debitur..……….

57 58 58 C. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada

Pihak Lain... 1. Pengalihan Hak/Oper Kredit Menurut Ketentuan Bank


(13)

Tabungan Negara Cabang Medan……….. 2. Pengalihan Hak/Oper Kredit yang Dibuat Dihadapan

Notaris... 60

66

D. Pengalihan Hak Kredit Pemilikan Rumah dari Debitur pada

Pihak Lain Tanpa Sepengetahuan Bank... 68

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR (PT. BANK TABUNGAN NEGARA) JIKA DEBITUR WANPRESTASI... 74

A. Perlindungan Hukum terhadap Kreditur (Bank) Jika Debitur Wanprestasi……….. 74

B. Pengertian Hak Tanggungan……… 1. Asas-asas Hak Tanggungan..………..………..………..…… 2. Subjek dan Objek Hak Tanggungan.……….…………. 3. Hak Tanggungan Tidak Dapat Dibagi-Bagi …..………. 76 79 84 86 C. Peralihan Hak Tanggungan.……….. 88

D. Permasalahan yang Dihadapi Debitur……….. 1. Terjadinya Wanprestasi pada Debitur. ……… 2. Kerugian-kerugian yang Diderita Oleh Debitur..…………. 92 92 97 E. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga yang Beritikad Baik.... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 110

A. Kesimpulan...…….………….………….………. 110

B. Saran...………….………….………….………….………113


(14)

ABSTRAK

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat dalam bentuk kredit. Perjanjian kredit dilakukan antara nasabah peminjam dana sebagai debitur dan bank sebagai kreditur, dengan dasar kepercayaan dari kreditur bahwa debitur akan mengembalikan prestasi pada satu waktu tertentu.

Salah satu cara yang dilakukan debitur dalam hal kredit pemilikan rumah untuk menghindari wanprestasi dalam pembayaran angsuran adalah dengan mengalihkan hak kreditnya kepada debitur yang baru. Menurut ketentuan bank pengalihan kredit seharusnya dilakukan dengan cara alih debitur yaitu memproses ulang kembali sisa pinjaman kredit pada bank. Tetapi di lapangan banyak terjadi pengalihan hak kredit tanpa sepengetahuan bank, yang menimbulkan banyak masalah baru. Pihak ketiga yang meneruskan cicilan dan pada saat cicilan lunas, pihak ketiga ingin mengambil sertifikat, bank hanya mau berurusan dengan pihak pertama sementara pihak pertama entah di mana keberadaannya. Perjanjian jual beli hanya berdasarkan kwitansi saja membuat kepastian hukum pada pihak ketiga sangatlah lemah.

Tapi ada juga pengalihan hak kredit yang dilakukan di depan notaris, yang dalam perjanjian jual beli disebutkan juga kuasa mengambil sertifikat, sehingga apabila cicilan telah lunas pihak ketiga dapat mengambil sertifikat tersebut ke bank.

Bank dalam pengalihan hak kredit yang dilakukan nasabah secara diam-diam terlindungi dengan adanya Hak Tanggungan yang digunakan sebagai jaminan dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah. Tetapi bank dalam pengalihan hak kredit mengharapkan agar masyarakat tetap melakukan proses alih debitur tetap melalui bank agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan di kemudian hari dan tidak merugikan banyak pihak


(15)

ABSTRACT

Bank represent one of functioning financial institution muster fund of society and channeling it return at society in the form of credit. Credit agreement conducted by between client lender of fund as bank and debitor as creditor, under color of trust of creditor that debitor will return achievement at one certain time.

One of the way of which is conducted by debitor in the case of credit ownership of house to avoid wanprestasi in deferred payment by transferring its credit rights to new debitor. According to rule of bank is transfer of credit ought to be done by displacing debitor that is reprocessing again the rest of credit loan at the bank. But in field happened many transfer of credit rights without the knowledge bank, generating many new problem. Third party going on installment and at the time of keel installment, third party wish to take certificate, bank only will deal with first party whereas first party don't know where its existence. Purchasing and selling agreement only pursuant to just receipt make rule of law on the side of third very weak.

But there is also the transfer of conducted credit rights in front of notary, which in purchasing and selling agreement mentioned also have the power to take certificate, so that if third party keel installment have can take the certificate to bank. Bank in transfer of conducted by credit rights is client on the quiet protected with existence of used as Rights Responsibility is guarantee in Agreement Credit Ownership of House. But bank in transfer of credit rights expect society to persist process displace debitor remain to through bank in order not to happened wanted things later on day and harmless many party.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia untuk mendapatkan perumahan dan permukiman yang layak, sehat, aman, serasi dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia seperti yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28 h angka 1 (amandemen kedua tahun 2000) yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada Pasal 5 mempertegas hak atas rumah yang layak dengan menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur.

Perwujudan kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kehidupan yang layak dan bermartabat serta cukupnya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja. Ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, mengelola kebijakan makro dan mikro ekonomi serta terkoordinasi dan sinergis guna menentukan tingkat suku bunga yang wajar, tingkat inflasi yang terkendali, menyediakan kebutuhan perumahan dan pangan rakyat,


(17)

menyediakan fasilitas publik yang memadai dan harga terjangkau, serta memperlancar perizinan yang transparan, mudah, murah dan cepat.

“Pembangunan perumahan dan pemukiman akan terus meningkat seirama dengan pertambahan penduduk, dinamika pendudukan dan tuntutan ekonomi, sosial, budaya yang berkembang”.1 Salah satu sektor yang dikembangkan oleh pemerintah adalah sektor perumahan yang merupakan salah satu sarana kehidupan bagi masyarakat di mana pemerintah memberi bantuan untuk golongan-golongan ekonomi lemah antara lain dengan jalan penyediaan dana perkreditan melalui bank-bank pemerintah ataupun swasta dengan persyaratan-persyaratan yang ringan dan suku bunga rendah untuk tipe-tipe rumah kecil yang suku bunganya disubsidi oleh pemerintah ataupun oleh pihak pengembang (developer).

Pihak pengembang ataupun pihak bank ataupun bank-bank swasta untuk menarik minat konsumen, memberikan subsidi dengan suku bunga yang lebih rendah pada tahun pertama kredit berjalan, selanjutnya diberlakukan suku bunga normal yang berlaku pada bank tersebut sesuai dengan kebijakan Bank Indonesia.

Bisnis Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah bisnis yang mengandalkan jumlah nasabah (customer based) sehingga makin banyak nasabah yang dilayani akan menekan biaya (cost) bank yang bersangkutan. Meskipun KPR begitu menjanjikan, bank tidak akan sembarangan dalam menyalurkan kreditnya. Bank dengan prinsip kehatian-hatiannya (prudential principle) menganalisis para calon pembeli rumah

1 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 1.


(18)

dengan cara Kredit Pemilikan Rumah agar di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.2 Salah satu wujud prinsip ini, bank tidak akan memberikan kredit untuk suatu proyek tanpa didahului studi kelayakan terhadap rencana proyek itu.

Perjanjian jual beli perumahan didasarkan pada suatu perjanjian yaitu perjanjian kredit. Perjanjian merupakan landasan yang penting dalam kepemilikan rumah karena perjanjian itu dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan melindungi kepentingan para pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan perjanjian dalam kepemilikan rumah adalah perjanjian kredit antara bank dengan nasabah atau kreditur dan debitur dengan jangka waktu kredit yang cukup lama sehingga menimbulkan berbagai masalah bagi debiturnya, masalah yang biasanya terjadi adalah masalah keuangan dari pihak debitur jika terjadi wanprestasi.

Mengatasi masalah keuangan dan agar tidak terjadi wanprestasi sehingga akan mengakibatkan objek dari perjanjian kredit tersebut disita oleh pihak bank maka debitur mencari jalan keluar dengan cara menjual kembali atau mengalihkan apa yang menjadi obyek dalam perjanjian kredit tersebut dalam hal ini debitur mengalihkan hak kreditnya atau oper kredit atas tanah dan bangunan tersebut. Pengalihan hak atas tanah tersebut, dilakukan di depan pejabat yang berwenang yaitu pihak bank dan notaris yang ditunjuk.

2 Slamet Ristanto, Mudah Meraih Dana KPR (Kredit Pemilikan Rumah), (Yogyakarta:


(19)

Sistim hukum pertanahan di Indonesia mengenal perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang sengaja dialihkan pada pihak lain.3 Bentuk pemindahan haknya bisa terjadi karena:

1. Jual beli yaitu suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual untuk menyerahkan suatu barang dari pihak lain yang bertindak sebagai pembeli berjanji untuk membayar harga.

2. Tukar menukar yaitu suatu persetujuan di mana kedua belah pihak berjanji untuk saling memberikan benda secara timbal balik.

3. Hibah yaitu suatu persetujuan pemberian suatu barang yang diberikan sewaktu hidup secara cuma-cuma dan tidak dapat dicabut kembali.

4. Pemberian menurut adat yaitu suatu pesetujuan untuk memberikan seseorang sesuatu misalnya dalam pemberian marga oleh masyarakat adat setempat berdasarkan kesepakatan pemuka adat.

5. Pemasukan dalam perusahaan atau inbreng yaitu misalnya dalam penyetoran saham dalam perusahaan dengan tunai yang diberikan dengan benda bergerak atau tidak bergerak sehingga terjadi pemasukan dalam perusahaan.

6. Hibah wasiat yaitu hibah yang dibuat secara tertulis melalui perantaraan seorang notaris, di mana bagian-bagian tertentu dari harta peninggalannya diberikan kepada ahli waris tertentu (bisa juga dihadiahkan pada orang tertentu).

3 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Peraturan Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Jambatan, 1999), hal. 318.


(20)

Lembaga pemilikan kredit perumahan berkembang, antara lain karena kebutuhan rumah meningkat, sementara daya beli lemah sehingga masyarakat membeli dengan sistem kredit pemilikan rumah. Tidak selamanya pembeli rumah dengan sistem kredit pemilikan rumah ini menyelesaikan semua kewajiban secara tuntas. Adakalanya karena hal-hal tertentu mengalihkan haknya kepada pihak lain.

Proses pengalihan hak kredit seperti ini banyak dijumpai dalam praktek tanpa sepengetahuan pihak bank. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi debitur penerima pengalihan hak kredit baik dari segi kepastian hukum maupun dari kewenangan kepemilikan dari pihak penerima pengalihan kredit tersebut, karena selama jangka waktu kredit berjalan dan belum dilunasi maka pihak debitur penerima pengalihan hak kredit tersebut tidak mempunyai kewenangan apapun dengan pihak bank pemberi kredit. Baik sertifikat ataupun perjanjian kredit tersebut masih tetap atas nama pihak pertama yang mengalihkan hak kredit tersebut.

Dalam prakteknya bila pihak penerima pengalihan hak tersebut masih terus melanjutkan kredit rumah yaitu dengan tetap membayar cicilan kredit pemilikan rumah atas nama pihak pertama yang terikat dengan bank pemberi kredit yang jangka waktu kreditnya masih cukup lama, sehingga timbul permasalahan di kemudian hari dengan pihak bank pemberi kredit. Apabila kredit telah lunas ataupun dilunasi untuk segala administrasi menyangkut kredit tersebut pihak bank masih tetap mensyaratkan pihak pemberi pengalihan hak tersebut harus hadir untuk menyelesaikan masalah administrasi sehingga dengan adanya syarat-syarat tersebut sering kali menyulitkan pihak penerima pengalihan hak kredit tersebut, karena pada saat itu pihak pemberi


(21)

pengalihan kredit tersebut mungkin sudah meninggal dunia atau sudah pindah dan tidak diketahui di mana keberadaannya. Hal ini sangat merugikan dan tidak memberikan kepastian serta perlindungan hukum bagi konsumen dalam hal ini pihak penerima pengalihan kredit. Hal yang demikian terjadi di masyarakat karena kurangnya pengetahuan mengenai seluk beluk oper kredit. Banyak yang menganggap bahwa dengan bukti lunas antara pembeli dan penjual saja urusan jual beli sudah selesai.

Jual beli secara kredit ini tidak hanya melibatkan pemilik rumah saja tetapi juga melibatkan pihak bank sebagai pemilik jaminan atas tanah dan bangunan. Jaminan yang lahir dalam perjanjian jual beli ini menimbulkan jaminan khusus yang berupa jaminan yaitu hak tanggungan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan memberikan pengertian Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria. Hak Tanggungan bersifat accesoir pada piutang tertentu.

Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan mengatakan bahwa pengalihan hak/oper kredit sering terjadi di masyarakat di mana para pihak yang melakukan jual beli tanpa sepengetahuan pihak bank. Perjanjian jual beli yang terjadi antara debitur dan pihak ketiga, di mana cicilan kredit pemilikan rumah tetap dibayar oleh pihak ketiga sampai lunas walaupun masih atas nama pihak pertama (penjual). Pada saat pengambilan sertifikat yang disimpan di bank sebagai agunan, oleh pihak ketiga pengambilan sertifikat tersebut memakai surat kuasa dan diketahui oleh


(22)

pejabat negara yaitu notaris. Pengambilan sertifikat memakai surat kuasa karena antara debitur dan pihak ketiga pada saat perjanjian jual beli atau oper kredit yang dilakukan tanpa sepengetahuan bank hanya berdasarkan kertas bermeterai saja, jadi agar berkekuatan hukum dibuat surat kuasa pengambilan sertifikat oleh notaris dan jual beli tersebut diketahui oleh notaris.4

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan untuk lebih terfokus dalam membahas tulisan ini, sehingga mampu menguraikan pembahasan dengan tepat, maka disusun beberapa permasalahan.

Adapun perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana syarat dan prosedur pengalihan hak/oper kredit pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

2. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengalihan hak milik atas rumah yang beli dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Tabungan Negara.

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak kreditur jika debitur wanprestasi.

4 Wawancara dengan Ternamentha Sitepu, Asisten Manager Bank Tabungan Negara Cabang


(23)

C. Tujuan Penelitian

Setelah mengetahui rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang syarat dan prosedur pengalihan hak/oper kredit pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian pengalihan hak milik atas rumah yang dibeli dengan menggunakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah pada PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur (PT. Bank Tabungan Negara Cabang Medan) jika debitur wanprestasi.

D. Manfaat Penelitian

Harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun secara praktis yang diuraikan sebagai berikut:

a. Penelitian ini dapat bermanfaat menambah masukan bagi ilmu hukum di bidang hukum keperdataan pada umumnya.

b. Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pihak baik itu developer (pengembang), masyarakat maupun pada lembaga perbankan.


(24)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelusuran kepustakaan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum dan Program Studi Magister Kenotariatan bahwa penelitian dengan judul “Analisis Pengalihan/Oper Kredit Hak pada Kredit Pemilikan Rumah di Bank Tabungan Negara (BTN)” belum pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Tesis yang pernah ditulis oleh mahasiswa Magister Kenotariatan atas nama Jannes Donald Vicky Boring dengan judul penelitian “Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Akan Rumah Bagi Masyarakat Kota Medan (Studi Kasus pada Bank Tabungan Negara Cab. Medan)”. Tesis ini meneliti pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN), tetapi tidak mengangkat masalah mengenai oper kredit kepemilikan rumah.

Dari judul dan permasalahan tesis di atas, jelas tidak ada yang mengkaji hal yang sama dengan yang akan diteliti dalam penelitian ini. Walaupun tesis-tesis di atas dapat dipakai sebagai bacaan dan rujukan untuk penelitian ini, tetapi permasalahan yang akan diteliti pada permasalahan ini jelas berbeda. Dengan demikian penelitian ini asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis dan ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, penulis mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan (problem),


(25)

yang menjadi bahan perbandingan, pegangan yang mungkin atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam penelitian ini.5

Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (recht

zekerheit) dalam pergaulan manusia dan hubungan-hubungan dalam pergaulan

kemasyarakatan. Hukum menjamin kepastian pada pihak yang satu terhadap pihak yang lain.6 Van Apeldoorn juga sependapat di mana, dengan adanya kepastian hukum berarti ada perlindungan hukum.

Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian mengenai siapa pemegang hak milik. Kebutuhan masyarakat akan suatu peraturan kepastian hukum terhadap tanah, sehingga setiap pemilik dapat terjamin haknya dalam mempertahankan hak miliknya dari gangguan luar.7

Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum. Pemegang hak melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu diarahkan untuk memuaskan.

Dalam setiap hak terdapat 4 (empat) unsur, yaitu: 1. subjek hukum,

2. objek hukum,

3. hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban, 4. perlindungan hukum.

5

M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju, 1994), hal. 80.

6 M. Solly Lubis, Beberapa Pengertian Umum tentang Hukum, (Program Studi Ilmu Hukum

Sekolah Pascasarjana USU).

7 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, (Jakarta: PT. Intermasa,


(26)

Berdasarkan Pasal 570 KUHPerdata “hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tidak dipergunakan bertentangan undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang mempunyai wewenang untuk itu, semuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-undang”.

Hak milik itu ada subjeknya yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat oleh kewajiban untuk menghormati hubungan antara pemilik dan objeknya yang dimilikinya. Seorang yang membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang telah dibelinya itu, sedangkan penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya, jadi hak pada hakekatnya merupakan hubungan adalah subjek hukum dengan objek hukum atau subjek hukum dengan subjek hukum yang lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria bahwa hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.8 Kata “ turun-temurun” menunjukkan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik masih hidup dan jika dia meninggal dunia maka, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli waris. “Terkuat” menunjukkan kedudukan hak itu paling kuat jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena terdaftar dan pemilik hak diberi tanda bukti hak (sertifikat), sehingga mudah dipertahankan terhadap pihak lain dan jangka

8


(27)

waktu pemilikannya tidak terbatas. “Terpenuh” menunjukkan hak itu memberikan kepada pemiliknya wewenang paling luas, jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya.

Menurut Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, hak milik dapat dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar. Pemberian dengan wasiat, pemberian menurut hukum adat dan lain-lain pemindahan hak yang bermaksud memindahkan hak milik yang pelaksanaannya diatur oleh peraturan perundang-undangan.9

Hak milik atas suatu benda adalah suatu hak terpenting. Hak atas suatu benda atau barang yang dipegang oleh seseorang tidak selamanya ada padanya. Hal ini berlaku pada benda bergerak atau benda tidak bergerak seperti tanah. Benda bergerak dapat beralih atau dialihkan secara langsung dan seketika antara pihak yang menyerahkan hak dan penerima hak. Lain halnya dengan benda tidak bergerak, peralihan hak atas benda tidak bergerak harus dilakukan dengan akte otentik yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang,

Dalam Pasal 584 KUHPerdata dinyatakan cara memperoleh hak milik ialah karena penyerahan berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh orang yang berhak berbuat bebas terhadap benda hidup. Ketentuan ini mengandung yang dalam bahasa latin dikatakan nemo plus iuris in

alium transferre pottest quam ipse habet yang artinya tiada seorangpun dapat

9


(28)

menyerahkan hak-haknya pada orang lain lebih banyak dari hak yang dimilikinya.10 Penyerahan merupakan salah satu cara memperoleh hak kebendaan yang banyak terjadi dalam masyarakat. Penyerahan (Levering) ialah pengalihan suatu benda oleh pemiliknya atau atas namanya kepada orang lain, sehingga orang lain itu memperoleh hak kebendaan atas benda itu.

Hak milik baru beralih kepada pembeli bila penyerahan bendanya diserahkan oleh penjual kepada pembeli. Jadi, penyerahan adalah perbuatan yuridis yang memindahkan hak milik (transfer of ownership).11

Menurut Paul Scholten dalam ajaran causal penyerahan sah apabila alas hak sah, penyerahan tidak sah apabila alas hak tidak sah. Yang dimaksud dengan alas hak ialah hubungan hukum yang menjadi dasar dilakukannya penyerahan karena perjanjian seperti jual beli, tukar-menukar pemberian hadiah dan dapat timbul karena undang-undang, misalnya pewarisan. Jadi, sah tidaknya penyerahan tergantung pada sah tidaknya alas hak. Ajaran Causal mengabaikan pihak yang jujur, tetapi hukum tetap memberikan perlindungan. Untuk memindahkan hak milik perlu ada perjanjian yang bersifat kebendaan (Zakelijk) dan harus orang yang berhak atau mempunyai kewenangan yang sah yaitu orang yang memiliki benda itu sendiri.12

Hak Tanggungan beralih apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beralih pada pihak ketiga. Peralihan piutang dapat terjadi karena

10

Mariam Darus Badrulzaman, Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan

Perbankan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 43.

11 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,

2000), hal. 155.

12


(29)

cessie, subrogasi, pewarisan atau sebab-sebab lain seperti peralihan kredit pemilikan

rumah (yang dijamin dengan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan rumah yang dibiayai dengan KPR itu) dari bank kepada pihak ketiga. Dengan kata lain, hak tanggungan beralih karena hukum kepada kreditur yang baru apabila piutang yang dijamin dengan hak tanggungan itu beralih kepada kreditur yang baru. Keabsahan pengalihan hak kepada pihak ketiga diatur menurut Pasal 16 Undang-Undang Hak Tanggungan karena beralihnya hak tanggungan yang diatur dalam ketentuan ini terjadi karena hukum, hal tersebut tidak perlu dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT.13

Untuk memenuhi kebutuhan perbankan agar Hak Tanggungan dapat tetap melekat pada kredit (yang bermasalah) yang dialihkan oleh bank kepada pihak lain sebagai debitur baru yang menggantikan debitur yang lama, haruslah penggantian debitur itu melalui perjanjian yang khusus antara para pihak.

Perjanjian kredit pemilikan rumah adalah perjanjian yang diikuti dengan perjanjian yang diikuti dengan perjanjian jaminan. Perjanjian kredit berlaku sejak ditandatangani kedua pihak, kreditur dan debitur. Perjanjian kredit perumahan yang dibuat oleh pihak bank disiapkan dalam bentuk standard (standard form). Dalam pemberian kredit, bank tetap meminta agunan/jaminan dari pemohon kredit. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai untuk diuangkan yang diikat

13 St. Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, (Bandung: Penerbit Alumni, 1999), hal. 128.


(30)

dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.

Bank sebagai pihak pemberi kredit pemilikan rumah selalu memegang aspek-aspek hukum kredit, yaitu:14

a. Kontrak kredit.

b. Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang tentang Jaminan Hutang (termasuk Undang-Undang Hak Tanggungan).

c. Peraturan Perundang-undangan lainnya. d. Yurisprudensi tentang perkreditan.

e. Kebiasaan terutama kebiasaan perbankan.

Cara peralihan banyak terjadi di daerah perkotaan, terutama di bidang perumahan karena kebutuhan perumahan di Indonesia mencapai lebih dari 1 (satu) juta rumah pertahun. Dengan jumlah yang sedemikian besar yang pemenuhannya akan melibatkan peran berbagai pihak yaitu: pemerintah, masyarakat, investor dalam hal ini pengembang dan lembaga-lembaga pembiayaan seperti perbankan.15

2. Kerangka Konsepsi

Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat keyakinan akan konsepnya sendiri mengenai suatu permasalahan.16

14 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabeta, 2003), hal. 10. 15 Slamet Ristanto, op.cit, hal. 20.

16


(31)

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.17

b. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah perjanjian yang lahir sejak adanya kata sepakat antara kedua belah pihak yaitu pihak bank dan pihak debitur/konsumen mengenai pembiayaan perumahan.

c. Pengalihan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu pergantian atau pertukaran mengenai suatu kepemilikan atau kepunyaan atas sesuatu benda dalam hal ini adalah rumah.

d. Debitur adalah pihak yang berhutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.

e. Kreditur adalah pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.18

f. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

17 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), hal.

6.

18


(32)

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.19

g. Bank, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dana menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.20 Dalam hal ini bank (Bank Tabungan Negara) berperan sebagai pemberi kredit kepada debitur.

h. Pihak Ketiga adalah pihak yang menerima pengalihan kredit pemilikan rumah dari debitur.

i. Keabsahan perjanjian adalah pernyataan benar dengan jalan memberi pengesahan oleh pejabat yang berwenang atas akta di bawah tangan meliputi tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya perjanjian dan isi perjanjian. j. Perlindungan Hukum adalah suatu perbuatan yaitu untuk melindungi

seseorang dalam hukum yang merupakan suatu peraturan yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat dan berlaku untuk orang banyak.

k. Oper Kredit yaitu menggantikan pekerjaan orang lain atau mengambil alih tugas orang lain dalam hal ini membeli barang di mana barang tersebut dibeli dengan cara kredit, atau menggantikan orang untuk melanjutkan kredit.

19 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 20


(33)

G. Metode Penelitian

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis. Adapun maksud deskriptif di sini yang bertujuan untuk mengambil data secara sistematis, faktual dan akurat terhadap terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai sifat atau faktor tertentu.21

Dalam penelitian normatif digunakan beberapa pendekatan berikut Pendekatan Perundang-undangan (Statute Aproach) dan Pendekatan Analitis.22

Penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan perundang-undangan akan lebih akurat bila digunakan penelitian yang menggambarkan tentang bagaimana dikatakan pengalihan hak yang diketahui pihak bank menurut ketentuan undang-undang ataupun peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh bank pemberi kredit maupun realitas dalam praktek objek penelitian.

2. Sumber Data

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan 3 (tiga) sumber data yaitu:

a. Bahan Hukum Primer, berupa perundang-undangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan peraturan-peraturan lainnya seperti KUH

21Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977),

hal. 36.

22 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: Bayumedia,


(34)

Perdata, Undang-Undang No. 4 Tahun 1996, Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.

b. Bahan Hukum Sekunder, baik yang bersumber dari buku-buku, dokumen-dokumen kredit, hasil tulisan berupa tesis dan bahan-bahan yang terkait mengenai perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dan pengalihan hak/oper kredit yang dapat digunakan sebagai acuan dan membantu dalam penelitian.

c. Bahan Hukum Tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder seperti kamus umum, kamus hukum, majalah serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu untuk mendapatkan data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang dapat berupa peraturan perundangan-undangan, buku-buku dan karya ilmiah lainnya maupun bahan hukum tersier yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah. b. Penelitian Lapangan (Field Research), yaitu metode pengumpulan data

berdasarkan atas penelitian di lapangan berdasarkan wawancara langsung dengan informan yang berhubungan erat dengan permasalahan yang diteliti antara lain


(35)

wawancara mengenai pengalihan hak/oper kredit pada kredit pemilikan rumah di Bank Tabungan Negara (BTN) Cabang Medan.

4. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data dapat dilakukan dengan cara: a. Studi dokumen

Untuk memperoleh data sekunder, maka perlu dilakukan studi dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-teori, buku-buku, buletin-buletin, formulir/blanko perjanjian dan dokumen lain yang berhubungan dengan permasalahan yang hendak diteliti.23

b. Wawancara dengan dibantu pedoman wawancara

Wawancara adalah pecakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.24 Instrumen pengumpul data dengan menggunakan pedoman wawancara. Sumber-sumber informasi dalam wawancara ini adalah:

1. Informan, yaitu:

a. Unsur pimpinan Bank Tabungan Negara Cabang Medan.

b. 3 (tiga) staf Bank Tabungan Negara yang bertugas menganalisis hal-hal yang berkaitan dengan kredit perumahan.

23 M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:

Ghalia, 2002), hal. 87.

24


(36)

2. Notaris.

3. 1 (satu) orang staf Legal Officer Bank X. 5. Analisis Data

Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis kualitatif, sehingga hasil analisis ditentukan berdasarkan uraian-uraian fakta di lapangan untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir induktif-deduktif.

Sebagaimana layaknya pelaksanaan jenis deskriptif, penelitian ini pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data yang dikumpulkan.

Analisis untuk data kualitatif dengan cara menganalisis proses pengalihan hak pada kredit pemilikan rumah yang sering terjadi di masyarakat dengan cara di bawah tangan/tanpa sepengetahuan pihak bank yang selanjutnya dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kredit pemilikan rumah dan perlindungan hukum kepada pihak ketiga.


(37)

BAB II

PENGALIHAN HAK/OPER KREDIT PEMILIKAN RUMAH PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA CABANG MEDAN

A. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah 1. Pengertian Kredit

Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu “Credere”25 yang berarti kepercayaan. Sehingga dasar dari kredit adalah kepercayaan atau keyakinan dari kreditur dalam hal ini adalah lembaga keuangan atau bank yang membiayai, bahwa pihak lain pada masa yang akan datang sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan. Perkataan kredit tidak ditemukan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau BW tetapi diatur oleh undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, Pasal 1 butir 11, pengertian kredit

disebutkan sebagai berikut:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak yang meminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.26

25 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1989), hal. 19. 26 Indonesia, Undang-Undang Tentang Pokok Perbankan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, LN, No. 182. TLN No. 3790, Pasal 1 butir 11


(38)

Dari pengertian Pasal 1 butir 11 tersebut diatas dapat diketahui bahwa kredit itu merupakan perjanjian meminjam uang antara bank sebagai lembaga keuangan dan bertidak sebagai kreditur dengan nasabah atau debitur. Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya, bahwa dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan atau dibayar lunas.

Menurut Mgs. Edy Putra Tje’Aman, 27 tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi ini merupakan suatu hal yang abstrak, yang sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalin dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula berjalan beberapa tahun.

Sementara menurut kamus ekonomi, kredit berarti sebuah perjanjian

pembayaran di kemudian hari berupa uang, barang atau jasa-jasa, untuk uang barang atau jasa-jasa yang diterima pada masa sekarang.28

2. Jenis-Jenis Kredit

Kredit Dapat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu: 1. Sifat Penggunaan Kredit

2. Keperluan Kredit 3. Jangka Waktu Kredit 4. Cara Pemakaian Kredit 5. Jaminan Kredit29

27 Mgs. Edy Putra TjeAman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, (Yogyakarta:

Liberty, 1989), hal. 10.

28


(39)

Kredit menurut sifat penggunaannya, kredit dipergunakan untuk: a. Kredit Konsumtif

Yaitu kredit yang ditujuksn untuk keperluan konsumsi (kebutuhan hidup) debiturnya.

b. Kredit Produktif

Yaitu kredit yang ditujukan untuk kegiatan usaha debitur, baik untuk

meningkatkan produksi maupun peningkatan likuiditas dan kondisi keuangan debitur. Kredit inilah yang paling sering diadakan oleh bank, karena selain mempunyai tingkta resiko pengembalian yang lebih kecil dibanding dengan kredit konsumtif, juga kredit produktif dapat menigkatkan taraf hidup dan perkembangan perekonomian nasional.

Kredit menurut keperluannya, menurut keperluannya, kredit dapat dibedakan atas: a. Kredit Investasi

Yaitu kredit yang diberikan kepada debitur untuk melakukan investasi, misalnya penambahan modal dan sebagainya maupun untuk ekspansi perusahaan.

b. Kredit Eksploitasi

Yaitu kredit yang diberikan untuk keperluan menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas, baik untuk pembelian bahan baku, bahan penolong mapun biaya produksi lainnya.

29


(40)

c. Kredit perdagangan

Kredit perdagangan ini pergunakan untuk keperluan perdagangan pada umumnya.

Kredit menurut cara pemakaiannya:

a. Kredit dengan uang muka (persekot), yaitu kredit yang diberikan sekaligus kepada debitur. Pemberian kredit tidak dilakukan secara bertahap.

b. Kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan menurut besarnya kebutuhan hidup debitur pada waktu-waktu tertentu, akan tetapi maksimum kredit yang boleh dipergunakan oleh debitur adalah tertentu jumlahnya (tidak boleh melewati batas kredit).

Kredit menurut jaminannya

a. Kredit tanpa jaminan, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak adanya jaminan dari debitur. Maksudnya debitur dalam hal ini tidak memberikan jaminan (misalnya: jaminan kebendaan, jaminan piutang, jaminan perorangan dan lain-lain). Akan tetapi pemberian kredit tanpa jaminan tidak berarti tidak ada jaminan sama sekali, melainkan jaminan yang berbentuk bonafiditas dan prospek usaha nasabah tetap diperhatikan dan ditekankan dengan sungguh-sunguh dalam pertimbangan kreditnya. Jaminan perkreditan dalam perkembangannya belakangan ini tidaklah merupakan faktor mutlak lagi dalam pemberian kredit. Hal ini dipertegas oleh R. Jiptoadinugroho yang menyatakan: "Last but not least suatu pikiran yang menyatakan bahwa pinjaman harus diukur dari besanya jaminan adalah tidak dapat dibenarkan


(41)

dilihat dari segi falsafah perkreditan. Seharusnya urutan pertanyaan yang tepat adalah berupa kebutuhan dan berapa kesanggupan peminta kredit untuk memberikan jaminan dan tidak sebaliknya”.30 Jaminan sebenarnya ditujukan bagi perlindungan kepentingan kreditur semata-mata dalam pengembalian pinjaman dan untuk membatasi pemberian pinjaman yang terlalu besar.

b. Kredit dengan jaminan, yaitu kredit yang diberikan di mana debitur memberikan jaminan atas perluasan kreditnya.

3. Tujuan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

Pembangunan ekonomi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dalam rangka memelihara kesinambungan pembangunan tersebut, para pelakunya baik pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan hukum, sangat memerlukan dana dalam jumlah yang besar. Hal ini berakibat meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat juga keperluan akan ketersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan. Mengingat pentingnya dana perkreditan tersebut dalam proses pembangunan, sudah semestinya jika pemberi dan penerima kredit serta pihak lain yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga hak jaminan yang kuat

30 R. Tjiptoadinugroho, Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan Penuntun, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994), hal. 46.


(42)

dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.31

Sandang, pangan dan papan sudah menjadi bagian dari kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Sandang dan pangan merupakan suatu kebutuhan yang selalu berulang dibutuhkan dalam jangka panjang, namun dapat diperoleh dalam waktu yang relatif singkat serta mudah diperoleh setiap saat. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan akan papan masih dirasakan berat oleh sebagian besar masyarakat. Secara umum, ada 2 (dua) pola dalam upaya pemenuhan akan kebutuhan perurnahan, yakni dalam bentuk kredit kepemilikan rumah atau melalui sewa.

Pada saat sekarang ini, banyak sekali para pengembang (penjual) mendirikan bangunan perumahan segala jenis tipe untuk ditawarkan kepada masyarakat. namun yang menjadi persoalan adalah tidak semua masyarakat sanggup untuk membeli rumah secara kontan. Hal itu dikarenakan keterbatasan keuangan sebagai penyebab utamanya. Oleh karena itu, diadakanlah fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebagai alternatif menarik untuk memiliki rumah bagi mereka yang tidak memiliki dana tunai.

Sampai sekarang, kredit perumahan masih tetap dibutuhkan. Negara AS yan g n o t ab en e ad al ah negara k a ya d an m ak m u r s ek ali p un juga t et ap membutuhkan kredit perumahan, apalagi dengan masyarakat Indonesia yang daya belinya lebih rendah.Hal itu mengindikasikan secara jelas bahwa yang

31 Sri Turatmiyah, Studi SKMHT dalam Perjanjian KPR-BTN, telah dipresentasikan dalam


(43)

namanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap harus dimiliki oleh sektor properti. Tanpa adanya KPR, konsumen Indonesia akan sangat sulit membeli.

Dalam industri properti nasional Indonesia, KPR memang mutlak harus ada, karena konsumen Indonesia sebagian besar masih mengandalkan KPR. Bahkan negara maju sekalipun, masyarakatnya tetap menggunakan kredit dalam pendanaan perumahannya.

KPR masih sangat dibutuhkan, karena hanya sedikit yang mampu membeli secara cash. Mayoritas masyarakat masih menggunakan fasilitas kredit untuk

membeli rumah. Sebanyak 74,7% konsumen memanfaatkan fasilitas KPR untuk membeli properti. Tingginya kebutuhan rumah tinggal merupakan salah satu pemicu meningkatnya permintaan kredit yang satu ini.

KPR merupakan salah satu kebutuhan pokok untuk masyarakat, dan

demand untuk KPR sendiri juga masih tinggi. KPR (Kredit Kepemilikan Rumah)

adalah kredit yang digunakan untuk membeli rumah. Walaupun penggunaannya mirip, tetapi KPR berbeda dengan kredit konstruksi dan renovasi. Agunan yang diperlukan untuk KPR adalah rumah yang akan dibeli itu sendiri. tetapi untuk hal KPR sekalipun, pihak bank tentunya sesuai dengan praktek perbankan yang lazim, tetap akan mengadakan studi kelayakan terlebih dahulu sebelum mencairkan kredit dimaksud.

Tujuan kredit pada umumnya adalah didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.


(44)

Keuntungan itu terjelma dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank selaku kreditur baik bunga kredit ataupun tunggakan sementara bagi konsumen khususnya untuk konsumen yang memerlukan rumah atau tempat tinggal dengan adanya Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sudah membantu mengatasi masalah pembiayaan/dana dalam pembelian rumah karena dengan adanya perjanjian kredit antara konsumen dengan bank, secara tidak langsung konsumen tersebut membeli tunai kepada pihak

developer di mana pihak developer akan memperoleh pembayaran sesuai dengan

harga yang telah disepakai sebelumnya dan konsumen tersebut langsung dapat menikmati rumah sendiri karena setelah selesainya akad kredit dapat langsung serah terima dari pihak developer.

4. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Perjanjian adalah terjemahan dari kons overenkomst, yang dari segi bahasa dapat pula diterjemahkan dengan persetujuan. Subekti mengartikannya sebagai perbuatan hukum, sebagaimana terlihat dari terjemahan yang dilakukannya terhadap isi Pasal 1313 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut:

“Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.32

32 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, KUH Perdata, terjemahan dari Burgelijk Wetboek,


(45)

Pengertian yang sama diberikan beliau dalam bukunya Hukum Perjanjian, yang diartikan sebagai peristiwa hukum sebagaimana terdapat dalam rumusan yang beliau kemukakan sebagai berikut:

Supaya perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh para pihak yang membuatnya, menyangkut para pihak yang bersangkutan maka perjanjian itu harus dibuat secara sah. Mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

a. Kata Sepakat

Kata sepakat dalam suatu perjanjian merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kehendak kedua belah pihak, saling menerima satu dengan lainnya. Dengan adanya kata sepakat, maka perjanjian itu telah ada dan telah lahir dan sejak saat itu perjanjian mengikat kedua belah pihak dan dapat dilaksanakan. Prinsip Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kekuatan mengikat setelah tercapainya kata sepakat sangat kuat sekali, karena perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak. Atau karena alasan-alasan yang diperbolehkan oleh Undang-Undang.33

b. Kecakapan

Yang dimaksud dengan kecakapan adalah kemampuan membuat perjanjian. Pada prinsipnya semua orang mampu membuat perjanjian, namun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah menetapkan mengenai siapa-siapa yang tidak cakap

33


(46)

membuat perjanjian. Pasal 1330 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah: 1. Orang-orang yang belum dewasa.

2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.

3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.34

Ketentuan undang-undang yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan orang-orang yang belum dewasa, yaitu:

1. Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, yaitu tentang Kesejahteraan Anak menyebutkan bahwa anak adalah sesorang yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin.35

2. Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa “untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin dari kedua orang tuanya.36 Dari kedua ketentuan diatas dapat dapat disimpulkan bahwa orang yang berumur 21 tahun keatas disebut dewasa, kecuali di bawah umur tersebut yang bersangkutan pernah kawin.

c. Hal Tertentu

34

R. Subekti, op.cit, Pasal 1330.

35 Indonesia, Undang-Undang Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang No. 3 Tahun

1979, LN No. 4 Tahun 1979, Pasal 1 butir 2.

36 Indonesia, Undang-Undang Tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, LN


(47)

Yaitu apa-apa yang diperjanjikan harus jelas baik mengenai obyek perjanjian maupun hak dan kewajiban kedua belah pihak. Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberi petunjuk bahwa mengenai perjanjian yang menyangkut tentang barang paling sedikit ditentukan jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya kemudian.37 Ketentuan terebut menunjukkan dalam perjanjian harus jelas apa yang menjadi obyeknya, supaya perjanjian dapat dilaksanakan dengan baik, suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat yang ketiga ini berakibat batal demi hukum, perjanjian dianggap tidak pernah ada (terjadi).38

d. Sebab yang Halal

Tujuan dari perjanjian adalah merupakan sebab dari adanya perjanjian, dan sebab yang disyaratkan undang-undang harus halal. Dalam Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, didalamnya merinci adanya perjanjian tanpa sebab, perjanjian yang dibuat karena sebab yang terlarang. Sehingga semua perjanjian yang tidak memenuhi sebab yang halal akibatnya perjanjian menjadi batal demi hukum.

5. Asas- Asas Hukum Perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan terdapat beberapa asas dalam hukum perjanjian, antara lain:

37 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, op.cit., Pasal 1333.

38 Gatot Supramono, Perbankan Dan Permasalahanya, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal.


(48)

1. Asas Terbuka

Asas Terbuka disebut juga asas kebebasan berkontrak. Asas ini terdapat dalam pasal 1338 KUH Perdata ayat 1 yang berbunyi:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang memuatnya”.

2. Asas Konsensualitas

Asas konsensualitas mempunyai arti penting yaitu untuk melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian itu (dan perikatan yang timbul karenanya) sudah dilahirkan pada saat atau detik tercapainya konsensus atau kesepakatan. Asas ini ditemukan pada Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata.

3. Asas Kepercayaan

Kepercayaan merupakan salah satu dasar dalam suatu perjanjian sebelum para pihak membuat perjanjian sehingga menciptakan hubungan hukum yang dilandasi itikad baik. Gunanya untuk melindungi para pihak dalam suatu perjanjian dari gangguan pihak ketiga yang tidak terikat dalam perjanjian.

4. Asas Kekuatan mengikat

Perjanjian yang dibuat sah oleh para pihak mengikat mereka yang membuat seperti Undang-Undang. Terikatnya para pihak tidak terbatas pada apa yang diperjanjikan tapi juga beberapa unsur lainsepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan keputusan secara moral. Tujuan asas ini untuk mendapatkan perlindungan dan


(49)

kepastian hukum bahwa para pihak tidak perlu khawatir akan hak-haknya karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya. 5. Asas Persamaan Hukum

Asas ini menempatkan para pihak dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan dan jabatan.

6. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunsan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.

7. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian merupakan suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari persetujuan itu tidak dapat ditarik kembalikecuali atas persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Asas ini bersumber pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata. 8. Asas Moral

Asas ini memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum berdasarkan "moral" sebagai panggilan hati nurani.

9. Asas Kepatutan

Asas ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Asas Kekuatan mengikat.


(50)

6. Prosedur Permohonan Kredit Pemilikan Rumah

Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada konsumen khususnya dalam jual beli rumah. Pelayanan kredit ini diberikan hampir semua bank yang mempunyai fasilitas Kredit Pemilikan Rumah baik bank-bank swasta ataupun bank Pemerintah. Khusus untuk bank pemerintah ditangani Bank Tabungan Negara (BTN) dimana Bank Tabungan Negara pada saat ini memberikan suku bunga yang berbeda khususnya untuk rumah-rumah sangat sederhana yang suku bunganya disubsidi oleh Pemerintah hanya pada

developer-developer tertentu yang dapat diberikan fasilitas ini yaitu untuk pengembang yang

menyediakan rumah sederhana untuk masyarakat menengah kebawah.

Pada saat ini konsumen diberikan banyak pilihan untuk mengajukan permohonan Kredit Pemilikan Rumah, karena hampir semua bank swasta (Bank Lippo, Bank Central Asia/BCA, OCBC NISP, BII, Danamon, CIMB Niaga, Bank Mega), menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah, hanya berbeda dalam hal suku bunga yang diberikan antara masing-masing bank, yaitu antara 14% PA (Pertahun Anuitas) sampai dengan 17% PA, dan hal ini merupakan subsidi tersendiri dari pihak bank yang bersangkutan untuk menarik konsumen, besarnya suku bunga tersebut berlaku hanya pada 1 (satu) tahun pertama kredit berjalan, sementara pada beberapa bank menentukan jangka waktu 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dengan ketentuan suku bunga tersendiri yang telah disepakati kedua belah pihak (debitur dan kreditur), sementara untuk tahun berikutnya atau tahun kedua mengikuti kebijakan


(51)

suku bunga dari Bank Indonesia.39 Sementara untuk bank Pemerintah dalam hal ini Bank Tabungan Negara (BTN) suku bunga 14%. Untuk jangka waktu sampai dengan 15 (lima belas) tahun masa kredit dengan suku bunga 16% PA.40

Adapun prosedur Kredit Pemilikan Rumah yang diajukan kepada bank oleh pemohon baik itu bank-bank Swasta ataupun bank pemerintah memiliki tahapan-tahapan yang hampir sama dalam menentukan pemberian kreditnya kepada calon debitur, tahapan-tahapan tersebut meliputi:

a. Tahap Permohonan Kredit

Permohonan kredit diajukan oleh calon debitur (orang perseorangan, atau Badan Hukum Perdata) secara tertulis, yaitu dengan mengisi formulir aplikasi yang telah disediakan oleh bank yang bersangkutan yang isinya: identitas calon debitur, pekerjaan/bidang usaha calon debitur, jumlah kredit yang dimohonkan, tujuan pemakaian kredit dan agunan yang diberikan guna jaminan pelunasan kreditnya. Dalam permohonan itu wajib dilampirkan surat-surat pendukung, seperti:

I. Persyaratan Umum

1. Debitur atas nama perseorangan 2. Warga Negara Indonesia.

3. Berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah pada saat pengajuan kredit, dan maksimal 60 tahun pada saat kredit berakhir.

4. Penghasilan minimal 2-3 kali angsuran.

39 Hasil Wawancara dengan Bapak Ternamentha Sitepu, Asisten Manager Bank Tabungan

Negara Cabang Medan Tanggal 08 Maret 2009.

40


(52)

5. Pengalaman kerja/usaha minimal 2 tahun. 6. Jaminan berupa sertifikat SHGB/SHM.

7. Jaminan harus marketable dan dokumen jaminan lengkap (Sertifikat, AJB, IMB, PBB tahun terakhir, denah bangunan dan advis planning) atau surat pemesanan dari developer.

8. Uang muka minimal 20% dari nilai transaksi. 9. Jangka waktu kredit maksimal 20 tahun.

10. Saat berakhirnya kredit paling lambat 1 tahun sebelum sertifikat berakhir. II. Dokumen Untuk Karyawan

1. Kartu Tanda Penduduk Suami/Istri/Pejamin yang masih berlaku. 2. Kartu Keluarga.

3. Akte Nikah/Cerai.

4. SKBRI, ganti nama dan Akte Kelahiran.

5. Asli Surat Referensi Kerja dan SPT PPH Pasal 21. 6. Rekening Koran/Tabungan, minimal 3 bulan terakhir. 7. Pasphoto 3 x 4 sebanyak 2 lembar.

III. Dokumen untuk Pengusaha

1. Akte Pendirian Perusahaan serta perubahannya. 2. Neraca rugi dan laba perusahaan (bila ada). 3. SIUP, NPWP, TDP.

4. Proporma pengurus perusahaan, dan 5. Curriculum Vitae.


(53)

IV. Dokumen Untuk Profesional Izin praktek + SK Pengangkatan

Syarat-syarat diatas merupakan persyaratan umum yang dibuat oleh BTN dalam mengajukan permohonan KPR, selanjutnya pihak bank melanjutkan dengan penilaian atas beberapa tahap yaitu:

b. Tahap Analisa Kredit

Setelah pihak bank menerima surat permohonan kredit atau daftra isian yang merupakan bahan pertimbangan bagi bank untuk menerima atau menolak permohonan kredit tersebut, yaitu pihak bank melakukan penilaian yang seksama terhadap hal-hak pada point pertama yang pada umumnya dikenal dengan formulasi 5 C (The five C’S Credit of credit analysis)41:

1. Character (Watak)

Aspek ini berhubungan dengan watak, karakter, keperibadian, moral dan kejujuran dari calon nasabah. Nasabah yang tidak beritikad baik, yang dapat dilihat pada waktu pengajuan permohonan kredit, misalnya pemberian data palsu 2. Capacity (Kemampuan)

Adalah kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan mengendalikan usaha serta kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan. Kemampuan nasabah dapat dilihat dari pengetahuan dan penguasaan debitur terhadap usahanya, pengalaman dan rencana dimasa mendatang.

41 Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia


(54)

3. Capital (Modal)

Adalah besarnya modal usaha dari calon nasabah yang telah tersedia atau tertanam dalam usahanya sebelum mendapatkan fasilitas kredit. Keadaan, struktur permodalan turut menentukan kelangsungan hidup usaha calon nasabah.

4. Condition of Economic (Kondisi Ekonomi)

Adalah kondisi perekonomian secara keseluruhan. Jika kondisi perekonomian berada dalam keadaan resesi secara nasional, maka perkembangan dunia usaha dalam perekonomian resesi ini tentulah tidak dapat berkembang pesat sehingga kemungkinan menghadapi masalah akan lebih besar di masa yang akan datang. 5. Collateral (Agunan)

Adalah jaminan yang diberikan oleh calon nasabah. Jaminan ini dapat berupa benda tetap atau benda tidak tetap (benda bergerak), yang secara yuridis dapat diikat dengan hak tanggungan dan secara ekonomi mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah kreditnya, serta diharapkan tidak akan menghadapi masalah bila diuangkan dalam hal debitur (calon nasabah) wanprestasi.

Apabila semua keterangan secara umum datanya telah lengkap, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut dan melakukan penilaian data tersebut dan melakukan penilaian secara umum atau terhadap jaminan atau agunan dengan melakukan appraisal oleh pihak bank atau perusahaan penilai yang telah bekerja sama dengan pihak bank tersebut, yang kemudian dilakukan pemeriksaan langsung dilapangan (Inspection on the spot) baik terhadap calon debitur itu sendiri juga


(55)

terhadap agunan atau proyek perumahan yang dibeli oleh calon debitur yang akan dibiayai oleh kredit. Analisa yang dilakukan adalah analisa yuridis dan analisa ekonomis. Dalam tahap analisa ini disamping pemeriksaan langsung dilapangan juga diadakan interview langsung dari pihak bank dalam hal ini bagian kredit dengan calon nasabah yang mengajukan permohonan kredit.

c. Tahap Persetujuan

Setelah semua acara interview, analisa dokumen dan pemeriksaan dapat diselesaikan dan dianggap layak dengan pihak bank, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan pemberian kredit serta pengaturan administrasinya, maka pihak bank mengeluarkan Surat Keputusan Kredit (SPK) yang berisi nomor Surat Pemohon Kredit. Batas maksimum kredit yang disetujui oleh bank atau plafon kredit, jangka waktu kredit, keperluan kredit, bunga/profisi, cara penarikan dan pelunasan, akte jual beli dan balik nama. Surat Keputusan Kredit ini ditanda tangani oleh phak bank yang berwenang dalam hal ini adalah kelompok pemutus kredit, dan diserahkan kepada calon debitur. Jika debitur menyetujui dan melanjutkan kredit, maka calon debitur dapat menandatangani surat persetujuan kredit itu sebagai surat persetujuannya, sehingga pihak bank hanya tinggal menentukan jadwal untuk penanda tanganan akad kredit dan pengikatan dengan bank, akan tetapi apabila analisa dianggap tidak layak oleh bank maka permohonan kredit tersebut akan ditolak.

d. Tahap Penandatanganan Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit atau biasanya disebut akad kredit di mana di dalamnya dicantumkan segala hak dan kewajiban masing-masing pihak juga berisi syarat-syarat


(56)

atau klausul-klausul yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak dan kemudian ditanda tangani oleh kedua belah pihak.

e. Tahap Pengikatan Perjanjian Kredit

Dalam perjanjian kredit pihak bank tidak mau menanggung resiko hilangnya pinjaman yang diberikan tanpa ada jaminan, sehingga biasanya diberikan tanggungan sesuai dengan agunan yang telah disepakati untuk diserahkan kepada bank, guna untuk menjamin pengembalian kreditnya.

f. Tahap Pencairan Dana/Kredit

Setelah semua proses diselesaikan maka pihak bank akan mencairkan dana sebesar nilai yang dipinjamkan atau plafon kredit kepada pihak pengembang atau

developer atau dengan mentransfer atau pemindahan rekening kepada pihak

pengembang atau orang perseorangan.

B. Pengalihan Hak/Oper Kredit Pemilikan Rumah 1. Pengertian Pengalihan Hak /Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan tindakan aktif dari debitur dalam hal ini debitur yang memiliki hak Kredit Pemilikan Rumah umtuk mengalihkan hak kreditnya. Tindakan aktif ini dapat berupa menjual kembali dengan pengalihan kewajiban dari (delegasi) yaitu merupakan kebalikan dari Cessie sebab dengan delegasi yang beralih bukan piutang melainkan adalah “hutang”.42 Sehingga

42 Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Buku Kedua


(57)

setelah terjadinya delegasi, maka yang berganti bukan kreditur seperti yang terjadi dalam cessie melainkan yang terjadi pergantian debitur sehingga delegasi kewajiban yang dilakukan secara penuh juga merupakan sejenis novasi, yakni novasi subyektif pasif.

Sementara pengertian cessie menurut Pasal 613 ayat (1 dan 2) BW adalah: Penyerahan akan piutang-piutang atas nama dan kebendaan tak bertubuh lainnya dilakukan dengan membuat sebuah akte otentik atau di bawah tangan, dengan mana hak-hak atas kebendaan itu dilimpahkan kepada orang lain.

Penyerahan hak demikian bagi pihak yang berhutang tiada akibatnya melainkan setalah penyerahan itu diberitahukan kepadanya secara tertulis, disetujui dan diakuinya.43

Sehingga dengan pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengalihan hak/oper kredit adalah merupakan kebalikan dari cessie di mana bila

cessie yang berganti adalah krediturnya dalam hal ini bank akan tetapi bila

pengalihan hak/oper kredit yang berganti adalah debiturnya yaitu yang berhutang baik itu dengan sepengetahuan pihak kreditur atau tidak, hutangnya tetap dialihkan oleh debitur tersebut.

2. Tujuan Pengalihan Hak/Oper Kredit

Pengalihan hak/oper kredit yang sering dilakukan oleh debitur adalah untuk mengalihkan hutangnya, dalam hal ini hutang yang berupa angsuran/cicilan kredit

43


(58)

pembayaran rumah yang telah diambilnya dari bank, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kredit macet. Suatu kredit digolongkan kredit macet sejak tidak ditepatinya atau dipenuhinya ketentuan yang tercantum dalam perjanjian kredit, yaitu apabila debitur selama tiga kali berturut-turut tidak membayar angsuran dan bunga.44

Sebelum batas akhir pengembalian pinjaman terlihat tanda-tanda sebagai berikut:

1. Sebelum jatuh tempo, rekening tidak menunjukan mutasi debit dan kredit. 2. Kredit mengalami operdraf secara terus-menerus.

3. Adanya tanda-tanda bahwa debitur tidak sanggup lagi membayar bunga atas kredit yang diberikan oleh bank.45

Sebelum semua hal tersebut diatas terjadi biasanya debitur akan berusaha menyelamatkan uang yang telah dibayarkan kepada pihak bank dan agunan rumah tersebut dengan jalan menjual kembali atau mengalihkan kredit tersebut kepada pihak lain, dalam hal ini debitur baru, sehingga angsuran tersebut akan diteruskan oleh debitur baru tersebut dan pembayaran yang diterima diperhitungkan dengan uang yang telah dibayarkan kepada bank.

3. Faktor-Faktor Terjadinya Pengalihan Hak/Oper Kredit

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pengalihan hak/oper kredit dalam Kredit Pemilikan Rumah, yaitu:

44 Eugenia Liliawati Mulyono dan Amin Tunggal, Eksekusi Grosse Akta Hipotik oleh Bank,

Cet, 1, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hal. 50.

45


(1)

diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan (asas Droit de Preference, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) UUHT), Hak Tanggungan mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek Hak Tanggungan itu berada (asas Droit de Suite, Pasal 7 UUHT), Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu dan wajib didaftarkan (asas Spesialitas dan asas Publisitas, Pasal 8 dan Pasal 11 ayat (1) huruf e UUHT) dan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti (Pasal 6 UUHT). Perlindungan hukum pada pihak ketiga yang beritikad baik saat ini belum ada dibuat sehingga bila terjadi pengalihan secara diam-diam, bank hanya akan memberikan sertifikat pada debitur yang pertama kecuali bila pihak ketiga membawa pihak pertama ke bank untuk mengambil sertifikat atas nama pihak pertama.

B. Saran

1. Diharapkan bank dapat mencari jalan keluar mengapa para pihak yang terlibat dalam perjanjian kredit melakukan pengalihan hak tanpa sepengetahuan bank. Karena peraturan bank yang begitu ketat membuat pihak-pihak yang ingin mengalihkan kredit melakukan diam-diam tanpa sepengetahuan bank. Padahal bank telah membuat syarat-syarat yang dapat dipakai bila debitur ingin mengalihkan haknya dengan mengadakan oper kredit yang sesuai dengan undang-undang yaitu novasi subjektif pasif dan mengajukan Surat Permohonan Alih Debitur.


(2)

2. Diharapkan dengan jelasnya mengenai hak dan kewajiban para pihak, baik debitur dan kreditur benar-benar mengetahui di mana posisinya berada dan tidak mengabaikan kewajiban masing-masing. Dan agar masyarakat lebih berhati-hati apabila ada tawaran pengalihan hak/oper kredit KPR karena minimnya pengetahuan masyarakat akan hal tersebut dan pihak bank diharapkan mensosialisasikan mengenai tata cara oper kredit pemilikan rumah yang benar yang sesuai dengan peraturan perbankan. Karena yang kita sering lihat bank pada saat memberi informasi tentang Kredit Pemilikan Rumah hanya bercerita yang manis-manisnya saja, tidak ada informasi seandainya oper kredit apa yang harus dilakukan debitur.

3. Sebaiknya lebih diperhatikan lagi perlindungan hukum bagi pihak kreditur (bank) dan bagi pihak ketiga dalam masalah oper kredit, Hal ini untuk memberikan kepastian hukum pada pihak ketiga yang beritikad baik dalam meneruskan pembayaran kredit dari pihak pertama sampai lunas. Dan bank juga tidak terkena kredit bermasalah akibat tindakan pengalihan kredit yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengerti peraturan bank dalam hal oper kredit.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994. Badrulzaman, Mariam Darus, Perjanjian Kredit Bank, Bandung: Alumni, 1989. ________, Persiapan Pelaksanaan Hukum Tanggungan di Lingkungan Perbankan,

Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1996.

________, Bab-Bab Tentang Hypotheek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991. ________, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983.

________, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hypoteek serta Hambatannya dalam Praktek di Medan, Bandung: Alumni, 1978.

Fuady, Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Hasan, M. Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalia, 2002.

Harahap, M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986.

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Peraturan Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Jambatan, 1999.

Ibrahim, Johnny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia, 2007.

Lubis, M. Solly, Beberapa Pengertian Umum Tentang Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

________, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: CV Mandar Maju, 1994.

Martokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2003.


(4)

Moleong, Lexy J., Metodology Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

Mulyadi Kartini, Widjaya Gunawan, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Mulyono, Eugenia Liliawati, Eksekusi Groose Akta Hipotik oleh Bank, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.

Nasution, Bismar dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah Teori Hukum, Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU.

Pitlo, A., Pembuktian dan Daluwarsa Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Alih Bahasa oleh M. Isa Arief, Jakarta: PT Intermasa, 1986. Putra, Edy Mgs Tje Aman, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Yogyakarta:

Liberty, 1989.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata tentang Hak Atas Benda, Jakarta: PT. Intermasa, 1980.

Ristanto, Slamet, Mudah Meraih Dana KPR Kredit Pemilikan Rumah, Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2008.

Satrio, J., Cessie, Subrogasi, Kompensatie dan Percampuran Hutang, Bandung: Alumni, 1999.

Sjahdeini, Remy St., Hak Tanggungan Asas-asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung: Alumni, 1999.

________, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta: IBI.

Soejendro, J. Kartini, Perjanjian Pengalihan Hak Atas Tanah yang Berpotensi Konflik, Jakarta: Kanisius, 2001.


(5)

Suharnoko & Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi dan Cessie, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1977.

Supramono, Gatot, Perbankan dan Permasalahannya, Jakarta: Djambatan, 1996. Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta: Alfabeta, 2003.

Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Medan: Pustaka Bahasa Press, 2003.

Tjiptoadinugroho, R., Perbankan Masalah Perkreditan, Penghayatan, Analisis dan Penuntun, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994.

Usman Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Diterjemahkan Oleh R. Subekti dan R. Tjitro Soedibio. Cet. 21, Jakarta: Pradnya Paramita, 1991.

Undang-Undang tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan


(6)

C. Artikel-Artikel

Turatmiyah Sri, Studi SKMHT dalam Perjanjian KPR-BTN, telah dipresentasikan dalam seminar terbatas di Bagian Perdata Fakultas Hukum UGM tanggal 2 September 2004.