Determinan Pemanfaatan Ulang Klinik Diabetes Mellitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung Tahun 2015

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat (Depkes RI, 2009).

Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini ditentukan oleh :

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.

2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya.

Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu :

1. Pelayanan kedokteran

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama dalam satu organisasi. Tujuan utamanya untuk menyembuhkan penyakit


(2)

dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.

2. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.

2.1.1 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan yang baik harus memiliki berbagai persyaratan pokok. Syarat pokok yang dimaksud adalah :

Tersedia dan berkesinambungan

1. Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. 2. Dapat diterima dan wajar

Pelayanan kesehatan harus dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat serta bersifat wajar (appropriate). Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.


(3)

3. Mudah dicapai

Pelayanan kesehatan harus mudah dicapai (accesible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksud di sini terutama dari sudut lokasi. Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. 4. Mudah dijangkau

Pelayanan kesehatan harus mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan dimaksud disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. 5. Bermutu

Pelayanan kesehatan harus bermutu (quality), pengertian mutu yang dimaksud di sini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dimana di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditentukan.

2.1.2 Stratifikasi Pelayanan Kesehatan

Strata pelayanan kesehatan yang dianut oleh tiap negara tidaklah sama, namun secara umum dikelompokkan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama (primary health services)

Pelayanan kesehatan jenis ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka


(4)

(promosi kesehatan). Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok (basic health services), yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pada umunya pelayanan kesehatan tingkat pertama ini bersifat pelayanan rawat jalan (ambulatory/ out patient services). Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Puskesmas, Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan Balkesmas.

2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services)

Yang dimaksud pelayanan kesehatan tingkat kedua adalah pelayanan kesehatan yang lebih lanjut yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan rawat inap (in patient services) yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit kelas C dan D.

3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services)

Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat ketiga adalah pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat atau pasien yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder, bersifat lebih komplek dan umumnya diselenggarakan oleh tenaga-tenaga superspesialis. Bentuk pelayanan ini di Indonesia adalah Rumah Sakit kelas A dan B (Azwar, 1996).


(5)

2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan proses pendayafungsian layanan kesehatan oleh masyarakat. Menurut Levey dan Loomba (1973), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok dan masyarakat (Ilyas, 2003). Menurut Notoatmodjo (2003), respons seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: 1. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action).

Dengan alasan antara lain; (a) Bahwa kondisi yang demikian tidak akan mengganggu kegiatan atau kerja mereka sehari-hari. (b) Bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. (c) Fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tempatnya sangat jauh, petugasnya tidak simpatik, judes dan tidak ramah. (d) Takut dokter, takut disuntik jarum dan karena biaya mahal.

2. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan yang sama seperti telah diuraikan. Alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya dengan diri sendiri, dan merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu usaha pengobatan


(6)

sendiri sudah dpat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian obat keluar tidak diperlukan.

3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (traditional remedy), seperti dukun.

4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk tukang-tukang jamu.

5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, dan rumah sakit.

6. Mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarkan oleh dokter praktek (private medicine). (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Alan Dever dalam “Determinants of HealthyService Utilization”,

faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah :

a. Faktor Sosiokultural yang terdiri dari : (1) norma dan nilai social yang ada di masyarakat, dan (2) teknologi yang digunakan dalam pelayanan kesehatan.

b. Faktor Organisasi yang terdiri dari : (1) ketersediaan sumber daya. Yaitu sumber daya yang mencakupi baik dari segi kuantitas dan kualitas, sangat mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan. (2) keterjangkauan lokasi. Keterjangkauan lokasi berkaitan dengan keterjangkauan tempat dan waktu. Keterjangkauan tempat diukur dengan jarak tempuh, waktu tempuh dan biaya perjalanan. (3)keterjangkauan social. Dimana konsumen


(7)

memperhitungkan sikap petugas kesehatan terhadap konsumen. (4) karakteristik struktur organisasi formal dan cara pemberian pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ada yang mempunyai struktur organisasi yang formal misalnya rumah sakit.

c. Faktor Interaksi Konsumen-Petugas Kesehatan 1. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh konsumen berhubungan langsung dengan penggunaan atau permintaan pelayanan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh : (1)fator sosiodemografi,yaitu umur, sex, ras, bangsa, status perkawinan, jumlah keluarga dan status sosial ekonomi, (2) faktor sosio psikologis, yaitu presepsi sakit, gejala sakit, dan keyakinan terhadap perawatan medis atau dokter, (3) faktor epidemiologis, yaitu mortalitas, mordibitas, dan faktor resiko.

2. Faktor yang berhubungan dengan petugas kesehatan yang terdiri dari : (1) faktor ekonomi, yaitu adanya barang substitusi, serta adanya keterbatasan pengetahuan konsumen tentang penyakit yang di deritanya, (2) karakteristik dari petugas kesehatan yaitu tipe pelayanan kesehatan, sikap petugas, keahlian petugas dan fasilitas yang dipunyai pelayanan kesehatan tersebut.

Menurut Anderson (2009), ada tiga faktor-faktor penting dalam mencari pelayanan kesehatan yaitu:


(8)

2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada.

3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan.

2.2.1 Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Andersen (1975) mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behaviour model of health service utilization). Andersen mengelompokkan faktor determinan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan ke dalam tiga kategori utama, yaitu :

1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam tiga kelompok :

a. Ciri-ciri demografi, seperti : jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.

b. Struktur sosial, seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya.

c. Kepercayaan kesehatan (health belief), seperti keyakinan penyembuhan penyakit.

2. Karakteristik kemampuan (Enabling Characteristics

Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi


(9)

kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Andersen (1975) membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu :

a. Sumber daya keluarga, seperti : penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk. Menurut Andersen semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.

3. Kebutuhan (Need Characteristics)

Karakteristik kebutuhan merupakan komponen yang paling langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Andersen (1975) menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu :

a. Individu (perceived need), merupakan penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.


(10)

b. Penilaian klinik (Evaluated need), merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter (Ilyas, 2003)

2.2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Telah dilakukan beberapa penelitian yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan antara lain sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Di dalam menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang dipengaruhi oleh perilakunya yang terbentuk dari pengetahuannya. Seseorang cenderung untuk bersikap tidak menggunakan jasa pelayanan kesehatan disebabkan karena adanya kepercayaan dan keyakinan bahwa jasa pelayanan kesehatan tidak dapat menyembuhkan penyakitnya, demikian juga sebaliknya. Wibowo juga menyebutkan bahwa pengetahuan ibu tentang pelayanan antenatal berhubungan dengan pemanfaatan antenatal pada bidan (Silitonga, 2001).

2. Jarak

Andersen berasumsi bahwa semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan, semakin kecil jarak jangkau masyarakat terhadap tempat pelayanan kesehatan seharusnya tingkat penggunaan pelayanan kesehatan akan bertambah. Smith (1983) membuktikan bahwa menempatkan fasilitas pelayanan kesehatan lebih dekat kepada masyarakat golongan sosial


(11)

ekonomi rendah secara langsung menyebabkan pelayanan tersebut diterima oleh masyarakat. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa masyarakat segan berpergian jauh ke sarana pengobatan hanya untuk pengobatan ringan. Lama berpergian dan jarak juga mempengaruhi pencarian pengobatan (Hediyati, 2001). Hal serupa juga dijelaskan oleh Mechanic (1996) bahwa dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan faktor. 3. Persepsi Sakit

Rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang lain juga disebabkan persepsi dan konsep masyarakat sendiri tentang sakit (Notoatmodjo, 2003). Persepsi sakit merupakan pengalaman yang dihasilkan melalui pancaindra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama. Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa persepsi berhubungan dengan motivasi individu untuk melakukan kegiatan, bila persepsi seseorang telah benar tentang sakit maka ia cenderung memanfaatkan pelayanan kesehtan bila mengalami sakit. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (1992) menunjukkan bahwa makin banyak ibu yang mempunyai keluhan/gangguan kesehatan sebelum hamil akan makin sering memanfaatkan pelayanan antenatal. (Hediyati, 2001).

4. Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan akan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Fachran (1998)


(12)

tentang pemanfaatan laboratorium di RSUD Budhi Asih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kualitas fisik, kualitas pelayanan, dan kualitas informasi yang diberikan oleh petugas laboratorium berhubungan dengan pemanfaatan laboratorium tersebut. Hasil penelitian Bintang (1989) menyebutkan bahwa sikap petugas berpengaruh terhadap pemanfaatan poliklinik Depkeu RI (Hediyati, 2001).

2.3 Diabetes Mellitus

2.3.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Diabetes melitus (DM) atau kencing manis, yang sering kali juga disapa

dengan “Penyakit Gula” merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang

ada di dunia. Dikatakan “Penyakit Gula” karena memang jumlah atau konsentrasi glukosa atau gula di dalam darah melebihi keadaan normal. Dikatakan kencing manis karena di dalam urin atau air seni yang dalam keadaan normal tidak ada atau negative, maka pada penyakit ini akan mengandung glukosa atau gula pada urin tersebut. Agar tidak terjadi kesimpang siuran perlu diketahui bahwa glukosa atau gula yang dimaksud tidak sama dengan gula yang kita gunakan sehari-hari. Konsentrasi glukosa normal bila pada keadaan puasa pagi hari tidak melebihi 100 mg/dL. Dan seorang dikatakan mengidap diabetes mellitus, bila dalam pemeriksaan laboratorium kimia darah, konsentrasi glukosa darah dalam keadaan puasa pagi hari lebih atau sama dengan 126 mg/dL atau 2 jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dL. Daibetes merupakan suatu penyakit atau kelainan yang memengaruhi kemampuan tubuh untuk mengubah makanan menjadi energi (Soegondo, 2008).


(13)

Menurut American Diabetes Association (ADA) diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia) dengan diagnosa kadar gula darah sewaktu >> 200 mg/dl atau kadar gula darah puasa >> 120 mg/dl, yang terjadi oleh karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Glukosa secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengendalikan kadar kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada penderita diabetes kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurunkan atau pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Oleh karena itu terjadi gangguan jumlah insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi tidak stabil.

2.3.2 Jenis-jenis Diabetes Mellitus

Menurut soegondo (2008) diabetes dibagi menjadi 4 yaitu : 1) Diabetes mellitus tipe I

Kebanyakan diabetes tipe I adalah anak-anak dan remaja yang pada umumnya tidak gemuk. Setelah penyakit diketahui mereka harus langsung menggunakan insulin. Pankreas sangat sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin. Bila insulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tergantung insulin.


(14)

2) Diabetes mellitus tipe II

Diabetes ini sering terjadi pada orang dewasa atau berusia lanjut, walaupun akhir-akhir ini sudah mulai banyak ditemukan pada anak dan remaja. Seorang baru saja terkena diabetes tipe II masih dapat diatasi dengan makan teratur karena pada tahap awal insulin yang dihasilkan masih cukup banyak untuk mencukupi kebutuhan. Pada diabetes tipe II dengan berat badan lebih atau obesitas penurunan berat badan masih dapat mengendalikan diabetes tanpa harus menggunakan obat atau insulin.

Pada penderita diabetes yang tidak gemuk peningkatan konsentrasi glukosa darah disebabkan oleh produksi insulin yang relative terlalu sedikit untuk dapat mempertahankan konsentrasi glukosa dalam darahdalam batas-batas normal., sehingga kadar glukosa darah akan meningkat.

Dalam perjalanan penyakit diabetes tipe II tubuh pada mulanya tidak dapat menggunakan insulin secara efektif dan kemudian terjadi gangguanj kemampuan sel ”beta” pancreas untuk menghasilkan hormone insulin atau terdapat gangguan terhadap kedua-duanya. Ketika insulin tidak cukup atau tidak dapat berfungsi dengan bebar, glukosa akan menetap dalam darah. Setelah cukup lama, glukosa akan bertambah banyak di dalam darah dan bila konsentrasi glukosa darah naik melebihi 160-180 mg/dL maka sebagian glukosa dikeluarkan melalui air seni (urin) dan terjadilah peningkatan glukosa didalamnya.


(15)

3) Diabetes Gestasional (kehamilan)

Diabetes ini hanya terjadi pada saat kehamilan dan menjadi normal kembali setelah persalinan.

4) Diabetes mellitus tipe lain

Kelainan pada diabetes tipe lain adalah akibat kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pancreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.

Perbedaan DM tipe I dengan DM tipe II menurut Soegondo (2008) adalah sebagai berikut:

1. DM tipe I

a. Penderita menghasilkan sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin.

b. Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu anak-anak dan remaja.

c. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan (berupa infeksi virus atau faktor gizi pada asa kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pancreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik.

d. 90 % sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanent. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur.


(16)

2. DM tipe II

a. Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi kekurangan insulin relatif.

b. Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi biasanya terjadi setelah usia 30 tahun.

c. Faktor resiko untuk diabetes tipe II adalah obesitas, dimana sekitar 80-90 % penderita mengalami obesitas.

d. Diabetes mellitus tipe II juga cenderung diturunkan secara genetik dalam keluarga.

2.3.3 Gejala Diabetes Mellitus

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut (Mirza, 2008). Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) 2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) 3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia) 4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)


(17)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki 7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

2.3.4 Determinan Diabetes Mellitus

Banyak orang mempunyai gaya hidup seperti jarang melakukan aktifitas fisik atau latihan jasmani, makan terlalu banyak makanan yang mengandung lemak dan gula, serta terlalu sedikit makanan yang mengandung serat dan tepung-tepungan. Gaya hidup seperti tadi dapat menjadi penyebab utama tercetusnya diabetes (soegondo, 2008).

Resiko yang lebih besar mendapatkan diabetes adalah apabila :

 Faktor keturunan jika mempunyai saudara, orangtua atau kakek dan nenek dengan diabetes

 Berumur 45 tahun atau lebih

 Berat badan lebih atau obesitas

 Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas-batas normal (prediabetes atau toleransi glukosa terganggu)

 Tekanan darah tinggi yaitu lebih besar dari 130/85

 Kolestrol tinggi jika LDL kolestrol >130 mg/dL atau kolestrol total > 200 mg/dL

 Pernah mengalami diabetes gestasional


(18)

2.3.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Menurut Santoso (2008) penatalaksanaan diabetes mellitus merupakan usaha untuk menurunkan gula darah pada penderita diabetes mellitus, adapun cara dilakukan secara terafi farmakologis atau menggunakan obat-obatan dan terapi non farmakologis atau tanpa obat-obatan. Adapun di jelaskan sebagai berikut : 1. Edukasi

Adalah pengelolahan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan partisipasi aktif penderita dalam merubah prilaku yang tidak sehat. Tim kesehatan harus mendampingi penderita dalam perubahan prilaku tersebut, dan berlangsung seumur hidup. Kenberhasilan dalam pencapaian perubahan prilaku membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan upaya peningkatan motivasi.

2. Pengobatan dengan insulin

Jika anda seorang dengan DM tipe I, maka insulinlah penyelamat anda. Jika anda penderita DM tipe II maka tahap akhir anda akan membutuhkannya. Insulin merupakan obat yang baik namun saat ini penggunaannya masih menggunakan suntikan. Beberapa tahun lalu insulin di ekstrak dari pancreas sapi, babi, salmon dan binatang lain. Pada tahun 1978, para peneliti menemukan cara memaksa bakreti E.coli untuk membuat insulin manusia. Kini hampir semua insulin telah murni seperti insulin manusia (soegondo, 2008). Pada tubuh manusia insulin secara merespons secara konstan merespon naik-turunnya glukosa darah. Saat ini belum ada alat sederhana


(19)

yang dapat mengukur kadar glukosa darah dan memberi insulin sebagaimana dilakukan pancreas. Berbagai bentuk insulin telah ditemukan dan bekerja pada waktu yang berbeda yaitu :

a. Insulin kerja cepat merupakan sedian terbaru dan paling cepat waktu kerjanya. Insulin mulai menurunkan gula darah dalam waktu 5 menit setelah diberikan, waktu puncak sekitar 1 jam. Insulin kerja-cepat merupakan kemajuan yang mutakhir karena membebaskan orang dengan diabetes untuk menyuntikan insuli sesaat sebelum makan. b. Insulin regular kerja pendek merupakan insulin regular yang

membutuhkan 30 menit untuk mulai menurunkan glukosa darah, puncaknya 3 jam dan hilang efeknya setelah 6-8 jam.

c. Insulin kerja menengah merupakan insulin yang menurunkan gula darah setelah waktu 2 jam setelah pemberian dan melanjutkan kerjanya selama 10-12 jam. Insulin ini aktif seampai 24 jam.

d. Insulin kerja panjang merupakan insulin yang mulai bekerja 6 jam dan mulai menyediakan insulin intensitas ringan selama 24 jam. e. Insulin premix merupakan insulin yang mengandung NPH insulin

70% dan regular 30%, insulin ini membantu sangat membantu bagi orang yang memiliki kesulitan mencampur insulin dan mempunyai penglihatan yang buruk.

Pada usia anak-anak dan remaja sebaiknya segera memulai menyunyikan insulin untuk menghindari komplikasi kronis walaupun


(20)

belum terjadi gejala-gejala yang disebabkan oleh konsentrasi glukosa darah yang tinggi.

3. Pengobatan dengan obat oral

Pada kenyataan tidak semua orang menyukai suntikan. Tetapi sebenarnya suatu saat penderita diabetes membutuhkannya. Sampai saat ini masih ada obat berbentuk tablet yang digunakan. Macam-macam obat diabetes yang dilakukan dengan oral.

a. Obat insulin sekretagok b. Obat insulin biguanid c. Obat golongan glitazone

d. Obat golongan alpha glukosidae e. Obat golongan inkretin

Pada beberapa penelitian, penderita diabetes mendapat 4-5 obat termasuk obat diabetes sering kali berintraksi dan dapat menimbulkan keracunan obat. Kadangk ala dokter memahami tidak memahami adanya intraksi obat tersebut.

4. Diet Diabetes

Bagi penderita diabetes diet diabetes merupakan perencanaan makan sesuai gizi masing-masing orang. Pada penderita diabetes sangat perlu ditekankan keteraturan makan dalam hal ini jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.Sebenarnya bagi penderita diabetes tidak cocok disebut diet diabetes melainkan meal planning (soegondo, 2008). Perencanaan makan menggambarkan apa yang dimakan, berapa banyak, dan kapan makan.


(21)

Dietesan atau rang yang ahli dibidangnya dapat membantu perencanaan makan yang cocok. Perencanaan yang baik dibuat berdasarkan makanan dan minuman apa yang anda sukai, kapan anda ingin makan dan minum, berapa kebutuhan kalori, apa aktivitas yang anda lakukan, apa latihan jasmani yang dilakukan, kondisi kesehatan, obat apa yang diminum dan kebiasaan keluarga. Anjuran makan hendaknya sejauh mungkin mengikuti kebiasaan makan masing-msing penderita diabetes dalam arti kebiasaan yang baik di teruskan dan yang kurang baik atau tidak seimbang perlu diseimbangkan. Makanan sehari-hari hendaknya cukup karbohidrat, serat, protein, rendah lemak jenuh, kolestrol, sedangkan natrium dan gula secukupnya.

5. Kegiatan fisik dan Olah raga

Kegiatan fisik dan olah raga teratur sangatlah penting selain untuk menghindari kegemukan, juga untuk mencegah dan mengobati diabetes. Olah raga dapat membantu penurunan berat badan, karena dengan berolag raga penggunaan tenaga (energy/kalori) bertambah. Pada waktu bergerak otot-otot memakai lebih banyak glukosa (gula) daripada pada waktu tidak bergerak, dengan demikian konsentrasi glukosa darah akan turun. Mulai olah raga atau aktivitas fisik insulin akan bekerja lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam otot untuk dibakar (soegondo, 2008).

Hal yang penting dalam olah raga adalah mencari jenis olah raga yang disenangi. Sebab hanya dengan demikian penderita diabetes akana bertahan melakukan aktivitas tersebut. Pilih olah rag yang mudah memasukannya ke dalam


(22)

jadwal rutin sehari-hari dan sedikit persiapannya, pilih olah raga yang tidak mahal biaya dalam hal peralatannya, baju dan biaya.

Mulailah berolahraga sesudah lama tidak aktif dengan memulai secara bertahap. Melakukan sesuatu terlalu banyak dibandingkan kemampuan dapat menyebabkan cedera sehingga tidak dapat berolah raga lagi. Biasakan berolah raga selama 30-60 menit. Jika tidak melakukan olah raga paling sedikit usahakan lebih aktif. Usahakan selalu bergerak. Apabila bergerak akan digunakan 2 sampai 3 kali lebih banyak energy daripada bila duduk dan tidur (soegondo, 2008).

2.4. Klinik Diabetes Mellitus

2.4.1 Sejarah Klinik Diabetes Mellitus

Menghadapi jumlah pasien diabetes mellitus yang semakin meningkat, diperlukan peran semua tingkat pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat primer perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih baik sehingga mampu berperan dalam pelayanan pasien diabetes mellitus. Untuk menciptakan terciptanya pelayanan diabetes melitus yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan holistik dan kekeluargaan di wilayah kerja Puskesmas Sering, maka dibentuklah sebuah sarana yang khusus menangani pasien diabetes melitus yaitu klinik diabetes melitus. Klinik diabetes mellitus Puskesmas Sering ini didirikan pada tanggal 30 Mei 2008 yang beralamat di Jalan Sering No. 20 Kecamatan Medan Tembung dan memberikan pelayanan setiap hari Kamis mulai jam 09.00-12.00 WIB (Profil Puskesmas Sering, 2013).


(23)

2.4.2 Pengertian Klinik Diabetes Mellitus

Klinik diabetes melitus merupakan bagian dari satuan organisasi sosial fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat. Upaya kesehatan ini diselenggarakan dengan menitik beratkan kepada pelayanan kesehatan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal (Profil Puskesmas Sering, 2013).

2.4.3 Visi dan Misi Klinik Diabetes Mellitus

Adapun Visi klinik diabetes ini adalah memberikan pelayanan diabetes melitus yang berkualitas dan terjangkau ditingkat puskesmas. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka klinik diabetes mellitus memiliki 3 misi, yaitu :

1. Memberikan pelayanan DM yang berkualitas dan terjangkau di tingkat puskesmas.

2. Memberikan edukasi agar pasien DM dapat mengatur menu diet sendiri. 3. Mendidik pasien agar terhidar dari komplikasi diabetes melitus.

4. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan masyarakat yang mempunyai faktor resiko penyakit diabetes melitus agar tidak tercetus penyakit diabetes melitus.

Klinik diabetes melitus Puskesmas Sering, kebanyakan pasien baru yang datang dan sudah menderita diabetes mellitus sehingga langkah kebijakan yang


(24)

diambil adalah meningkatkan penyuluhan dan deteksi dini faktor resiko diabetes mellitus.

2.4.4 Kegiatan Klinik Diabetes Mellitus

Kegiatan yang dilakukan klinik diabetes mellitus antara lain : 1. Penyuluhan Diabetes Mellitus

2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah pasien baru

3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah setiap 2- 4 minggu 4. Urine glukotes

5. Demonstrasi Diet Diabetes Mellitus, antara lain :

a. panduan diet diabetes mellitus dan bahan penukarnya b. memberikan contoh menu berdasarkan jumlah kalori diet

c. peragaan model diet diabetes mellitus dam bentuk mentah dan olahan.

6. Pemeriksaan fisik 7. Terapi

8. Senam Diabetes

Tujuan utama dari klinik diabetes mellitus adalah pasien bisa mandiri atau dapat mengatur dietnya sendiri untuk mengontrol kadar gula darah.


(25)

2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 2.6 Hipotesis Penelitian

Dari gambar kerangka konsep di atas, maka sesuai dengan teori Andersen (1975) yang menggambarkan bahwa faktor predisposisi (pengetahuan tentang Klinik DM, sikap terhadap Klinik DM dan Persepsi terhadap pelayanan Klinik DM), faktor kemampuan (jarak ke puskesmas, persepsi tentang tindakan petugas kesehatan, dan sumber informasi) faktor kebutuhan (persepsi sakit) terhadap pemanfaatan ulang Klinik Diabetes Melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2015.

Faktor Predisposisi

- Pengetahuan tentang Klinik DM

- Sikap terhadap Klinik DM

- Persepsi terhadap pelayanan Klinik DM

Faktor Pendukung

- Jarak ke Puskesmas

- Kelompok Referensi

Faktor Pendorong

- Sikap Petugas Kesehatan

Pemanfaatan Ulang Klinik DM


(1)

belum terjadi gejala-gejala yang disebabkan oleh konsentrasi glukosa darah yang tinggi.

3. Pengobatan dengan obat oral

Pada kenyataan tidak semua orang menyukai suntikan. Tetapi sebenarnya suatu saat penderita diabetes membutuhkannya. Sampai saat ini masih ada obat berbentuk tablet yang digunakan. Macam-macam obat diabetes yang dilakukan dengan oral.

a. Obat insulin sekretagok b. Obat insulin biguanid c. Obat golongan glitazone

d. Obat golongan alpha glukosidae e. Obat golongan inkretin

Pada beberapa penelitian, penderita diabetes mendapat 4-5 obat termasuk obat diabetes sering kali berintraksi dan dapat menimbulkan keracunan obat. Kadangk ala dokter memahami tidak memahami adanya intraksi obat tersebut.

4. Diet Diabetes

Bagi penderita diabetes diet diabetes merupakan perencanaan makan sesuai gizi masing-masing orang. Pada penderita diabetes sangat perlu ditekankan keteraturan makan dalam hal ini jadwal makan, jenis dan jumlah makanan.Sebenarnya bagi penderita diabetes tidak cocok disebut diet diabetes melainkan meal planning (soegondo, 2008). Perencanaan makan


(2)

Dietesan atau rang yang ahli dibidangnya dapat membantu perencanaan makan yang cocok. Perencanaan yang baik dibuat berdasarkan makanan dan minuman apa yang anda sukai, kapan anda ingin makan dan minum, berapa kebutuhan kalori, apa aktivitas yang anda lakukan, apa latihan jasmani yang dilakukan, kondisi kesehatan, obat apa yang diminum dan kebiasaan keluarga. Anjuran makan hendaknya sejauh mungkin mengikuti kebiasaan makan masing-msing penderita diabetes dalam arti kebiasaan yang baik di teruskan dan yang kurang baik atau tidak seimbang perlu diseimbangkan. Makanan sehari-hari hendaknya cukup karbohidrat, serat, protein, rendah lemak jenuh, kolestrol, sedangkan natrium dan gula secukupnya.

5. Kegiatan fisik dan Olah raga

Kegiatan fisik dan olah raga teratur sangatlah penting selain untuk menghindari kegemukan, juga untuk mencegah dan mengobati diabetes. Olah raga dapat membantu penurunan berat badan, karena dengan berolag raga penggunaan tenaga (energy/kalori) bertambah. Pada waktu bergerak otot-otot memakai lebih banyak glukosa (gula) daripada pada waktu tidak bergerak, dengan demikian konsentrasi glukosa darah akan turun. Mulai olah raga atau aktivitas fisik insulin akan bekerja lebih baik, sehingga glukosa dapat masuk ke dalam otot untuk dibakar (soegondo, 2008).

Hal yang penting dalam olah raga adalah mencari jenis olah raga yang disenangi. Sebab hanya dengan demikian penderita diabetes akana bertahan melakukan aktivitas tersebut. Pilih olah rag yang mudah memasukannya ke dalam


(3)

jadwal rutin sehari-hari dan sedikit persiapannya, pilih olah raga yang tidak mahal biaya dalam hal peralatannya, baju dan biaya.

Mulailah berolahraga sesudah lama tidak aktif dengan memulai secara bertahap. Melakukan sesuatu terlalu banyak dibandingkan kemampuan dapat menyebabkan cedera sehingga tidak dapat berolah raga lagi. Biasakan berolah raga selama 30-60 menit. Jika tidak melakukan olah raga paling sedikit usahakan lebih aktif. Usahakan selalu bergerak. Apabila bergerak akan digunakan 2 sampai 3 kali lebih banyak energy daripada bila duduk dan tidur (soegondo, 2008).

2.4. Klinik Diabetes Mellitus

2.4.1 Sejarah Klinik Diabetes Mellitus

Menghadapi jumlah pasien diabetes mellitus yang semakin meningkat, diperlukan peran semua tingkat pelayanan kesehatan. Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan tingkat primer perlu memiliki pengetahuan, ketrampilan dan ketersediaan sarana dan prasarana yang lebih baik sehingga mampu berperan dalam pelayanan pasien diabetes mellitus. Untuk menciptakan terciptanya pelayanan diabetes melitus yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan holistik dan kekeluargaan di wilayah kerja Puskesmas Sering, maka dibentuklah sebuah sarana yang khusus menangani pasien diabetes melitus yaitu klinik diabetes melitus. Klinik diabetes mellitus Puskesmas Sering ini didirikan pada tanggal 30 Mei 2008 yang beralamat di Jalan Sering No. 20 Kecamatan Medan Tembung dan memberikan pelayanan setiap hari


(4)

2.4.2 Pengertian Klinik Diabetes Mellitus

Klinik diabetes melitus merupakan bagian dari satuan organisasi sosial fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat. Upaya kesehatan ini diselenggarakan dengan menitik beratkan kepada pelayanan kesehatan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal (Profil Puskesmas Sering, 2013).

2.4.3 Visi dan Misi Klinik Diabetes Mellitus

Adapun Visi klinik diabetes ini adalah memberikan pelayanan diabetes melitus yang berkualitas dan terjangkau ditingkat puskesmas. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka klinik diabetes mellitus memiliki 3 misi, yaitu :

1. Memberikan pelayanan DM yang berkualitas dan terjangkau di tingkat puskesmas.

2. Memberikan edukasi agar pasien DM dapat mengatur menu diet sendiri. 3. Mendidik pasien agar terhidar dari komplikasi diabetes melitus.

4. Memberikan penyuluhan kepada pasien dan masyarakat yang mempunyai faktor resiko penyakit diabetes melitus agar tidak tercetus penyakit diabetes melitus.

Klinik diabetes melitus Puskesmas Sering, kebanyakan pasien baru yang datang dan sudah menderita diabetes mellitus sehingga langkah kebijakan yang


(5)

diambil adalah meningkatkan penyuluhan dan deteksi dini faktor resiko diabetes mellitus.

2.4.4 Kegiatan Klinik Diabetes Mellitus

Kegiatan yang dilakukan klinik diabetes mellitus antara lain : 1. Penyuluhan Diabetes Mellitus

2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah pasien baru

3. Pemeriksaan Kadar Gula Darah setiap 2- 4 minggu 4. Urine glukotes

5. Demonstrasi Diet Diabetes Mellitus, antara lain :

a. panduan diet diabetes mellitus dan bahan penukarnya b. memberikan contoh menu berdasarkan jumlah kalori diet

c. peragaan model diet diabetes mellitus dam bentuk mentah dan olahan.

6. Pemeriksaan fisik 7. Terapi

8. Senam Diabetes

Tujuan utama dari klinik diabetes mellitus adalah pasien bisa mandiri atau dapat mengatur dietnya sendiri untuk mengontrol kadar gula darah.


(6)

2.5 Kerangka Konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian 2.6 Hipotesis Penelitian

Dari gambar kerangka konsep di atas, maka sesuai dengan teori Andersen (1975) yang menggambarkan bahwa faktor predisposisi (pengetahuan tentang Klinik DM, sikap terhadap Klinik DM dan Persepsi terhadap pelayanan Klinik DM), faktor kemampuan (jarak ke puskesmas, persepsi tentang tindakan petugas kesehatan, dan sumber informasi) faktor kebutuhan (persepsi sakit) terhadap pemanfaatan ulang Klinik Diabetes Melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2015.

Faktor Predisposisi

- Pengetahuan tentang Klinik DM - Sikap terhadap Klinik DM

- Persepsi terhadap pelayanan Klinik DM

Faktor Pendukung

- Jarak ke Puskesmas - Kelompok Referensi

Faktor Pendorong

- Sikap Petugas Kesehatan

Pemanfaatan Ulang Klinik DM