Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Desa Sambirejo Kabupaten Langkat

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Salah satu persoalan mendasar kehidupan bernegara dalam proses

penyelenggaraan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah adalah
bagaimana membangun dan menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat
mengemban misinya untuk mewujudkan pembangunan pemerintahan yaitu
mensejahterakan
kesejahteraan

masyarakat
masyarakat

secara
tersebut,

berkeadilan.


Untuk

pemerintah

harus

mewujudkan
melaksanakan

pembangunan. Selain untuk memelihara keabsahan, pemerintah juga dapat
membawa kemajuan bagi masyarakatnya sesuai dengan perkembangan zaman.
Sesuai dengan amanat yang diemban dalam UU No. 32 tahun 2004,
perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan
melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin
mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang
dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak.
Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan
dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi,
merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang

telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program
yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Dengan kata lain pemerintah perlu menempatkan rakyat sebagai subjek
pembangunan, bukan hanya
pelaksanaan

pembangunan

sebagai

objek pembangunan. Keberhasilan

masyarakat


(community

development)

sangat

bergantung kepada peranan pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus
mampu menciptakan sinergi tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan
dapat mencapai hasil pembangunan secara optimal. Pemerintah yang efektif
adalah pemerintahan yang mampu melibatkan rakyat dalam proses kebijakan
publik

dan menjadikan

rakyat

sebagai

subjek


dalam

penyelenggaraan

pemerintahan.
Pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan
salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai
kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi
masyarakat pada perencanaan pembangunan dapat membawa keuntungan
substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, di
samping itu juga akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat
yang kuat terhadap program-program pemerintah.
Di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional pada Bab II pasal 2 ayat 4 huruf d dijelaskan bahwa
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk mengoptimalkan
partisipasi masyarakat. Menurut Davis dan Newstrom (2004) Partisipasi adalah
keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok. Dan
mendorong mereka untuk memberikan suatu kontribusi demi tujuan kelompok,
dan juga berbagai tanggung jawab dalam pencapaian tujuan.


Universitas Sumatera Utara

3

Pada dasarnya partisipasi masyarakat tidak timbul dengan sendirinya
melainkan ada hal-hal yang mempengaruhi sehingga masyarakat tersebut merasa
sadar dan terdorong untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Banyak hal yang
dapat membuat masyarakat terdorong atau termotivasi untuk ikut berpartisipasi
dalam pembangunan, apakah dengan memberikan dana ataupun dipaksa. Tetapi
yang lebih baik adalah dengan cara memberikan pengertian dan penyadaran
terhadap pola pikir mereka tentang betapa pentingnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan.
Conyers (1991:154) memberikan tiga alasan utama sangat pentingnya
partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu:
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan dan proyek akan gagal.
2. Masyarakat mempercayai program pembangunan jika dilibatkan dalam
proses


persiapan

dan

perencanaannya,

karena

masyarakat

lebih

mengetahui seluk beluk proyek dan merasa memiliki proyek tersebut.
3. Partisipasi merupakan hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan.
Ada enam jenjang partisipasi, yaitu :
1. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan pikiran, dengan indikator :
a. Masyarakat menyumbangkan idea atau gagasan dalam pelaksanaan
pembangunan fisik
b. Masyarakat


memberikan

saran

atau

kritik

dalam

pelaksanaan

pembangunan fisik

Universitas Sumatera Utara

4

2. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan tenaga, dengan indikator :

a. Masyarakat secara sukarela turut serta dalam pelaksanaan pembangunan
fisik
b. Masyarakat bergotong royong dalam pelaksanaan fisik
3. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan pikiran dan tenaga, dengan
indikator :
a. Masyarakat secara sadar rela menyumbangkan pikiran maupun tenaga
dalam pelaksanaan pembangunan fisik
b. Masyarakat turut terlibat dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan
pembangunan fisik
4. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan keahlian, dengan indikator:
a. Masyarakat

rela

untuk

menyumbangkan

kemampuan


dan

keterampilannya dalam pelaksanaan pembangunan fisik
b. Masyarakat mampu mencarikan solusi terhadap permasalahan yang
dihadapi dalam pelaksanaan pembangunan fisik
5. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan barang, dengan indikator :
a. Masyarakat

secara

sukarela

menyumbangkan

peralatan

dalam

pelaksanaan pembangunan fisik
b. Masyarakat secara sukarela menyumbangkan bahan-bahan bangunan

dalam pelaksanaan pembangunan fisik
6. Partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan uang, dengan indikator :
a. Masyarakat turut menanggung biaya dalam pelaksanaan pembangunan
fisik

Universitas Sumatera Utara

5

b. Masyarakat secara swadaya menyumbangkan sejumlah uang dalam
pelaksanaan pembangunan fisik.
Perencanaan merupakan tahap awal dan paling vital dalam pembangunan.
Perencanaan pembangunan merupakan penentu utama dalam keberhasilan
pembangunan yang akan dilakukan di dalam suatu negara. Perencanaan yang baik
dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu, dalam
perencanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak yang di dalamnya
bukan sebagai objek tetapi sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.
Menurut Kartz (dalam Tjiptoherijanto, 1993:15) Pembangunan adalah
suatu proses kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan
terus-menerus. Dengan kata lain, pembangunan itu bersifat dinamis. Kondisi

dinamis dalam pembangunan tersebut bisa dilihat dalam dua konteks, yakni yang
pertama adalah masyarakat itu yang selalu berubah, dan kedua bahwa
pembangunan itu sendiri dimaksudkan untuk membawa perubahan yakni dari
kondisi yang sekarang menuju kondisi lain di masa depan yang lebih baik dan
bijaksana.
Kabupaten Langkat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatera
Utara, Indonesia. Ibu kotanya berada di Stabat. Sebelumnya ibu kota Kabupaten
Langkat berkedudukan di Kotamadya Binjai, namun sejak diterbitkannya
Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 1982 kedudukan ibu kota Kabupaten Langkat
dipindahkan ke Stabat.
Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 6.272 km² dan berpenduduk
1.030.834 jiwa (2015). Kabupaten Langkat terdiri dari 23 kecamatan, 37
kelurahan dan 240 desa. Kegiatan perekonomiannya banyak bergerak di sektor

Universitas Sumatera Utara

6

perdagangan, pertanian dan peternakan, perkebunan dan jasa. (Sumber : BPS Kab.
Langkat)
Desa Sambirejo merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat. Luas desa Sambirejo 1.081 Ha yang terdiri dari 9 (sembilan)
dusun. Jumlah penduduk di desa ini sejumlah 7.058 orang.
Tingkat partisipasi masyarakat di Desa Sambirejo pada tahap sosialisasi
hingga pada tahap pelaksanaan kegiatan pembangunan masih termasuk rendah.
Rendahnya partisipasi masyarakat diindikasikan dengan kurangnya keikutsertaan
masyarakat dalam mengikuti proses sosialisasi dan kurang memberikan kontribusi
terhadap pelaksanaan pembangunan. Pada kegiatan musyawarah, seluruh kepala
dusun yang berada di desa hadir dan beberapa warga desa yang mengikuti
sosialisasi, padahal sepatutnya seluruh warga yang ada di desa wajib hadir karena
kegiatan pembangunan bukan untuk beberapa kelompok saja tetapi untuk seluruh
warga desa, dan tidak menyebabkan ketidaktahuan bagi warga yang membuat
mereka tidak terlalu perduli terhadap program yang ada dicanangkan oleh
pemerintah.
Di dalam peraturan desa Sambirejo nomor 01 tahun 2016 tentang Rencana
Kerja Pemerintahan Desa (RKP-Desa) pada pasal 3 di jelaskan bahwa “Rencana
Kerja Pemerintahan (RKP) tahun 2016 merupakan landasan dan pedoman bagi
Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan
pembangunan dalam 1 (satu) tahun”. Kemudian pasal 4 menjelaskan
“Berdasarkan Peraturan Desa ini disusun Rencana Kerja Pemerintahan Desa
(RKP-Des) yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan merupakan penjabaran

Universitas Sumatera Utara

7

kegiatan dari RPJMDes yang selanjutnya disusun dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa (APBDes)”.
Berikut ini adalah tahapan penyusunan RKPD berdasarkan peraturan desa
Sambirejo nomor 01 tahun 2016 tentang rencana kerja pemerintahan desa (RKPDesa) tahun anggaran 2016 pasal 2 tentang tata cara penyusunan dan penetapan
RKP :
1. Rencana Kerja Pemerintahan Desa yang selanjutnya di singkat RKP-Desa
adalah dokumen perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun yang merupakan
penjabaran dari RPJMDesa yang memuat rancangan kerangka ekonomi
desa, dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan, program prioritas
pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan prakiraan maju, baik yang
dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Desa maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan mengacu kepada Rencana
Kerja Pemerintah.
2. Dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah, pemerintahan desa harus
memperhatikan dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan, program
prioritas pembangunan desa, rencana kerja dan pendanaan prakiraan maju.
3. Pada saat dilakukan Musrenbang Desa maka pemerintahan desa
menyelenggarakan rapat paripurna yang dihadiri oleh BPD dan pemerintah
desa serta LPMD dan Lembaga kemasyarakatan dalam acara penetapan
persetujuan BPD atas rancangan Rencana Kerja Pemerintahan Desa (RKP)
yang dituangkan dalam Peraturan Desa, dan
4. Setelah mendapat persetujuan pemerintahan desa sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) maka Kepala Desa menetapkan Rencana Kerja Pemerintah

Universitas Sumatera Utara

8

(RKP) serta memerintahkan sekretaris Desa atau Kepala Urusan yang di
tunjuk untuk mengundangkan dalam lembaran desa.
Kemudian, didalam Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dijelaskan juga bahwasanya dalam
sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah mengamanatkan adanya
partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa dalam sistem perencanaan
pembangunan ada 5 (lima) pendekatan yang digunakan dalam penyusunan
perencanaan pembangunan, yakni meliputi :
1.

Pendekatan politik, yaitu memandang bahwa pemilihan presiden/kepala
daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat memilih
menentukan pilihannnya berdasarkan program-program yang ditawarkan
masing-masing calon presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rencana
pembangunan dari agenda pembangunan yang ditawarkan presiden/kepala
daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka
menengah.

2.

Pendekatan teknokratik, dilaksanakan dengan menggunakan metode dan
kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara
fungsional bertugas untuk itu.

3.

Pendekatan partisipatif, dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka
adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Dimana
proses partisipatif ini akan tercermin dalam pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), yang diharapkan mampu untuk

Universitas Sumatera Utara

9

mengakomudir dan memahami apa yang sebenarnya yang menjadi
kebutuhan dan aspirasi masyarakat untuk diagendakan dalam pembangunan
daerah yang sedang dan akan berlangsung.
4.

Pendekatan atas-bawah (top-down), dan

5.

Pendekatan bawah-atas (bottom-up).
Pendekatan atas-bawah (top-down) dan pendekatan bawah-atas (bottom-

up) dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas –
bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik
di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan Desa.
Dalam merencanakan pembangunan sangat diperlukannya partisipasi
masyarakat. Partisipasi merupakan jembatan antara kebijakan pemerintah dan
kepentingan masyarakat itu, sehingga perencanaan daerah harus dilakukan dengan
model dari bawah (bottom-up planning) atau yang disebut sebagai perencanaan
partisipatif. Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang bertujuan
melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik
langsung maupun tidak langsung) akan tetapi pada kenyataannya perencanaan itu
sendiri masih banyak dilakukan dari atas (top down planning).
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah, Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008
mengamanatkan bahwa dalam proses penyusunan dokumen perencanaan
pembangunan perlu mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat dalam

Universitas Sumatera Utara

10

bentuk

forum

antar

pemangku

kepentingan

atau

forum

Musyawarah

Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).
Musrenbang daerah merupakan salah satu bagian yang sangat penting
dalam proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Penyelenggaraan Musrenbang dalam rangka penyusunan RKPD (kabupaten.kota)
dilakukan secara berjenjang mulai dari Musrenbang desa/kelurahan, Musrenbang
kecamatan, forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau forum gabungan
SKPD dan Musrenbang Kabupaten/kota. Peran Musrenbang menjadi lebih
bermakna karena menjadi media utama konsultasi publik bagi segenap pelaku
kepentingan untuk menyelaraskan prioritas pembangunan dari tingkat bawah
dengan prioritas dan sasaran pembangunan tingkat atas, mengklarifikasi usulan
program dan kegiatan yang telah disampaikan masyarakat pada setiap tahapan
Musrenbang, mulai dari Musrenbang Kelurahan, Musrenbang Kecamatan,
Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/Kota, serta menyepakati prioritas
pembangunan dan program/kegiatan pada setiap tahapan Musrenbang. Prinsip
yang digunakan untuk menyepakati program dan kegiatan prioritas tersebut adalah
musyawarah untuk mencapai mufakat. Musyawarah merupakan istilah yang
sebenarnya sudah mempunyai arti yang jelas yaitu forum untuk merembugkan
sesuatu dan berakhir pada pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan
bersama, bukan seminar atau sosialisasi. Konsep “musyawarah” menunjukkan
bahwa forum Musrenbang bersifat partisipatif dan dialogis. Proses perencanaan
partisipatif merupakan proses perencanaan atas bawah (top down) dan bawah atas
(bottom up) yang diselaraskan melalui musyawarah rencana pembangunan
(Musrenbang) di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/ kota dan provinsi,

Universitas Sumatera Utara

11

serta

nasional.

Musrenbang

merupakan

instrumen

proses

perencanaan

pembangunan, sehingga secara teknis berbagai keputusan dalam pelaksanaan
pembangunan dirumuskan secara bersama dan dilaksanakan sesuai dengan
jenjang pemerintahan.
Apabila tingkat partisipasi suatu daerah dikategorikan rendah, maka
dengan sendirinya tujuan dan manfaat dari kegiatan partisipasi tersebut tidak akan
tercapai secara optimal. Beberapa tujuan dan manfaat partisipasi seperti
peningkatan proses belajar masyarakat maupun mengarahkan masyarakat menuju
masyarakat yang bertanggungjawab adalah bersifat abstrak sehingga tidak mudah
untuk diidentifikasi keberhasilan pencapaiannya.
Secara substantif, partisipasi masyarakat mencakup tiga hal. Pertama,
voice (suara): setiap warga mempunyai hak dan ruang untuk menyampaikan
suaranya dalam proses pembangunan. Sebaliknya, pemerintah mengakomodasi
setiap suara yang berkembang dalam masyarakat yang kemudian dijadikan
sebagai basis perencanaan pembangunan. Kedua, akses, yakni setiap warga
mempunyai kesempatan untuk mengakses atau mempengaruhi perencanaan
pembangunan desa dan akses terhadap sumber daya lokal. Ketiga, kontrol, yakni
setiap warga atau elemen-elemen masyarakat mempunyai kesempatan dan hak
untuk melakukan pengawasan (kontrol) terhadap lingkungan kehidupan dan
pelaksanaan pembangunan.
Demikian

halnya

dengan

desa,

pemerintah

bekerjasama

dengan

masyarakat dalam merencanakan program-program pembangunan. Masyarakat
dibina dan dibimbing untuk menyusun rencana program-program pembangunan.
Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk mau berpartisipasi dalam perencanaan

Universitas Sumatera Utara

12

pembangunan masih sangat kurang. Tidak tahu pasti, apakah dikarenakan
kurangnya dukungan dari atas ataukah masyarakat sendiri yang tidak mau
berpartisipasi. Dari informasi yang didapat penulis, bahwa masih kurangnya
masyarakat yang mau berpartisipasi dalam merencanakan program-program
pembangunan.
Berdasarkan keterangan dan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai

“Partisipasi

Masyrakat

Dalam

Perencanaan Pembangunan di Desa Sambirejo Kabupaten Langkat”
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis

mengemukakan permasalahan adalah sebagai berikut : “Seberapa Besar
Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Desa
Sambirejo Kabupaten Langkat?”
1.3

Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak

dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian tentunya jelas diketahui
sebelumnya. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1.

Bagaimana proses/mekanisme perencanaan pembangunan di Desa Sambirejo
Kabupaten Langkat

2.

Bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Desa
Sambirejo Kabupaten Langkat

Universitas Sumatera Utara

13

1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:
1. Secara subjektif, bemanfaat untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan berfikir penulis melalui karya ilmiah, serta melatih penulis untuk
menerapkan teori-teori yang telah didapatkan saat mengikuti perkuliahan dan
menerapkannya.
2. Secara Akademis, sebagai bahan masukan untuk meningkatkan kinerja dan
keberhasilan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
3. Secara Praktis, sebagai bahan literatur dan perbandingan untuk menghadapi
masalah yang terkait dengan penelitian di masa mendatang.

1.5

Kerangka Teori
Singarimbun (1995:18) Menyebutkan Bahwa teori merupakan serangkaian

asumsi, konsep dan kontruksi, definisi dan proposisi untuk menerangkan
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan dan
pengaruh antara konsep. Untuk memudahkan penulis dalam menyusunkan suatu
pemikiran yang dapat dijadikan fundamen dalam meniliti hal tersebut di atas,
maka disusunlah beberapa kerangka pemikiran sebagai berikut:

1.5.1

Pembangunan
Menurut Hadi (2001:21) Pembangunan memiliki makna ganda. Tipe

pembangunan yang pertama lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi

Universitas Sumatera Utara

14

dimana fokusnya adalah pada masalah kuantitatif dari produksi dan penggunaan
sumber daya. Tipe kedua, pembangunan yang lebih memperhatikan pada
perubahan dan pendistribusian barang-barang dan peningkatan hubungan sosial.
Tipe yang kedua lebih berorientasi pada pembangunan sosial dimana fokusnya
pada kualitatif dan pendistribusian perubahan dalam struktur dari masyarakat yang
diukur dari berkurangnya diskriminasi dan eksploitasi dan meningkatnya
kesempatan yang sama dan distribusi yang seimbang dari keuntungan dari
pembangunan pada seluruh masyarakat.
Todaro (2000:18) menyatakan bahwa pembangunan bukan hanya
fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui
sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia. Todaro mendefinisikan
pembangunan merupakan suatu proses multidimensial yang meliputi perubahanperubahan struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, sekaligus
peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan dan pemberantasan
kemiskinan.
Menurut Todaro (dalam Nasution, 2008:40-41) definisi di atas
memberikan beberapa implikasi bahwa:
1. Pembangunan bukan hanya diarahkan untuk peningkatan income, tetapi
juga pemerataan.
2. Pembangunan juga harus memperhatikan aspek kemanusiaan, seperti
peningkatan:
a. Life sustenance: Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar.
b. Self-Esteem: Kemampuan untuk menjadi orang yang utuh yang
memiliki harga diri, bernilai, dan tidak “diisap” orang lain.

Universitas Sumatera Utara

15

c. Freedom From Survitude: Kemampuan untuk melakukan berbagai
pilihan dalam hidup, yang tentunya tidak merugikan orang lain.
Konsep dasar di atas telah melahirkan beberapa arti pembangunan yang
sekarang ini menjadi populer, yaitu:
1. Capacity, hal ini menyangkut aspek kemampuan meningkatkan income
atau produktivitas.
2. Equity, hal ini menyangkut aspek pengurangan kesenjangan antara
berbagai lapisan masyarakat dan daerah.
3. Empowerment, hal ini menyangkut pemberdayaan masyarakat agar dapat
menjadi aktif dalam memperjuangkan nasibnya dan sesamanya.
4. Suistanable, hal ini menyangkut usaha untuk menjaga kelestarian
pembangunan.
Dari pengertian pembangunan yang diungkapkan para pakar di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian pembangunan adalah suatu proses perubahan ke
arah yang lebih baik dalam lingkungan masyarakat.
Menurut Gant dalam Suryono, tujuan pembangunan ada dua tahap yaitu:
Pertama, pada hakikatnya pembangunan bertujuan untuk menghapuskan
kemiskinan. Apabila tujuan ini sudah mulai dirasakan hasilnya, maka tahap kedua
adalah menciptakan kesempatan-kesempatan bagi warganya untuk dapat hidup
bahagia dan terpenuhi segala kebutuhannya.
Untuk mencapai keberhasilan pembangunan tersebut, maka banyak aspek
atau hal-hal yang harus diperhatikan, yang di antaranya adalah keterlibatan
masyarakat di dalam pembangunan. Sanit menjelaskan bahwa pembangunan
dimulai dari pelibatan masyarakat. Ada beberapa keuntungan ketika masyarakat

Universitas Sumatera Utara

16

dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, yaitu, Pertama, pembangunan akan
berjalan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Artinya bahwa, jika masyarakat
dilibatkan dalam perencanaan pembangunan, maka akan tercipta kontrol terhadap
pembangunan tersebut. Kedua, pembangunan yang berorientasi pada masyarakat
akan menciptakan stabilitas politik. Oleh karena masyarakat berpartisipasi dalam
perencanaan pembangunan, sehingga masyarakat bisa menjadi kontrol terhadap
pembangunan yang sedang terjadi.
Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian
kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke
keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu negara.
Dalam pembangunan, peran serta seluruh lapisan masyarakat selaku
pelaku pembangunan dan pemerintah selaku pengayom, Pembina dan pengarah
sangat diperlukan. Antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan seiring,
saling mengisi, melengkapi dalam satu kesatuan gerak pembangunan guna
mencapai tujuan yang diharapkan.

1.5.2

Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan merupakan kegiatan hampir sama dengan

riset/penelitian, dikarenakan instrument yang digunakan adalah metode-metode
riset. Kegiatannya berawal dari teknik pengumpulan data, analisis data sampai
dengan studi lapangan untuk memperoleh data-data yang akurat. Data yang di
lapangan sebagai data penting dan utama yang akan dipakai dalam kegiatan
perencanaan pembangunan. Dengan demikian perencanaan pembangunan dapat
diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-

Universitas Sumatera Utara

17

keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan
sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan atau aktifitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun non fisik
(mental/spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik.
(Bratakusumah, 2004) Proses perencanaan pembangunan dimulai dengan
rencana pembangunan atau mungkin hanya dengan formulasi kebijaksanaankebijaksanaan pembangunan yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan
pembangunan, kemudian diikuti dengan berbagai langkah-langkah kegiatan
formulasi rencana dan implementasinya, dapat diusahakan rencana itu bersifat
realistis dan dapat menanggapi masalah-masalah yang benar-benar dihadapi.
Dengan demikian, rencana merupakan alat bagi implementasi, dan implementasi
berdasar pada suatu rencana.
Ciri-ciri dan tujuan perencanaan pembangunan (Tjokroamidjojo, 1998:49)
yaitu:
1. Mencapai perkembangan sosial ekonomi yang tetap
2. Meningkatkan pendapatan perkapita.
3. Mengadakan perubahan struktur ekonomi.
4. Perluasan kesempatan kerja.
5. Pemerataan pembangunan.
6. Pembinaan lembaga-lembaga ekonomi masyarakat.
7. Kemandirian pembangunan.
8. Stabilitas ekonomi.
Menurut Nasution (2008:105) Perencanaan pembangunan merupakan
suatu tahapan awal dalam proses pembangunan. Sebagai tahap awal, maka

Universitas Sumatera Utara

18

perencanaan pembangunan akan menjadi bahan pedoman atau acuan dasar bagi
pelaksana pembangunan (action plan) dan dapat ditetapkan (aplikatif).
Perencanaan pembangunan terdiri dari empat (4) tahapan (UU No. 25
tahun 2004), yakni:
1. Penyusunan rencana
Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu rencana yang
siap untuk ditetapkan yang terdiri dari empat langkah yaitu penyiapan
rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh
dan terukur, masing-masing institusi pemerintah menyiapkan rancangan
rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan
yang telah disiapkan, melibatkan masyarakat (stakeholders) dan
menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing
jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan dan
yang terakhir adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan rencana
Penetapan rencana untuk menetapkan landasan hukum bagi rencana
pembangunan yang dihasilkan pada tahap penyusunan rencana.
3. Pengendalian pelaksanaan rencana.
Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk
menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang
dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama
pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan
Kerja Perangkat Daerah.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Evaluasi pelaksanaan rencana
Evaluasi pelaksanaan rencana adalah bagian dari kegiatan perencanaan
pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis
data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja
pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan
sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.
Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan (input), keluaran
(output), hasil (result), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Indikator dari proses perencanaan adalah :
1.

Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan
Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau
kebutuhan di desa. Tanpa tujuan yang jelas, sumber daya yang ada tidak
akan dapat digunakan secara efektif.

2.

Merumuskan keadaan saat ini
Pemahaman akan posisi desa sekarang dari tujuan yang hendak dicapai
atau sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan adalah sangat
penting karena tujuan dan perencanaan menyangkut waktu yang akan
datang.

3.

Mengidentifikasi kemudahan dan hambatan
Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
diidentifikasi untuk mengukur kemampuannya dalam mencapai tujuan.

4.

Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk mencapai
tujuan

Universitas Sumatera Utara

20

Tahapan akhir dalam proses perencanaan meliputi pengembangan berbagai
alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan dan pemilihan alternatif terbaik
dari alternatif yang ada.

1.5.3

Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat sangat erat kaitannya dengan kekuatan atau hak

masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan dalam tahap identifikasi
masalah, mencari pemecahan masalah sampai dengan pelaksanaan berbagai
kegiatan (Panudju, 2002:71).
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif dari seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela
dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk
menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan
masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Partisipasi melibatkan lebih banyak mental dan emosi daripada fisik
seseorang, sehingga pribadinya diharapkan lebih banyak terlibat daripada fisiknya
sendiri. Partisipasi yang di dorong oleh mental dan emosi yang demikian itu,
disebut sebagai partisipasi “sukarela”. Sedangkan partisipasi dengan paksaan
disebut mobilisasi. Partisipasi mendorong orang untuk ikut bertanggung jawab di

Universitas Sumatera Utara

21

dalam suatu kegiatan, karena apa yang disumbangkannya adalah atas dasar
kesukarelaan sehingga timbul rasa bertanggung jawab kepada organisasi.
Menurut Siahaan (2002:4), partisipasi masyarakat memiliki keuntungan
sosial, politik, planning dan keuntungan lainnya, yaitu :
1. Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan
populasi perkotaan yang cenderung individualistic, tidak punya komitmen dan
dalam kasus yang ekstriteralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara
simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerjasama dan
keterlibatan.
2. Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding
demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dari
setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu
dewan (counselors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan
gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen
mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan
keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.
3. Dari segi planning, partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar
gagasan dan prioritas, penilaian akan publik interest dalam dinamikanya serta
diterimanya proposal-proposal perencanaan.
4. Keuntungan lain dari public participation adalah kemungkinan tercapainya
hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota dan
menggantikan perilaku they/we menjadi perilaku us.

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut Sanoff (2000:9), tujuan utama partisipasi masyarakat adalah :
1. Untuk melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan desain keputusan
2. Untuk melengkapi masyarakat dengan suatu suara dalam membuat desain
keputusan untuk memperbaiki rencana
3. Untuk mempromosikan masyarakat dengan membawanya bersama sebagai
bagian dari tujuan umum. Dengan partisipasi, masyarakat secara aktif
bergabung dalam proses pembangunan, lingkungan fisik yang lebih baik,
semangat publik yang lebih besar, dan lebih puas hati.

1.5.3.1 Bentuk Partisipasi Masyarakat
Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam
suatu program pembangunan, dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk
partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk
partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi
yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga. Sedangkan bentuk partisipasi yang
tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, pengambilan keputusan dan partisipasi
representatif.
Menurut Holil (dalam Isbandi, 2007:21) mengemukakan adanya beberapa
bentuk partisipasi, antara lain :
a. Partisipasi dalam bentuk tenaga adalah partisipasi masyarakat yang
diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat
menunjang keberhasilan suatu program.

Universitas Sumatera Utara

23

b. Partisipasi dalam bentuk uang adalah bentuk partisipasi masyarakat yang
diberikan untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian suatu program
pembangunan. Partisipasi ini dapat berupa sumbangan berupa uang tetapi
tidak dipaksakan yang diberikan oleh sebagian atau seluruh masyarakat
untuk suatu kegiatan atau program pembangunan.
c. Partisipasi dalam bentuk harta benda adalah partisipasi masyarakat yang
diberikan dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat
kerja atau perkakas.
Menurut Ericson (dalam Slamet, 1994:89) bentuk partisipasi masyarakat
dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap, yaitu:
1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada
tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan
rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu
kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan,
saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.
2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan
tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud
partisipasinya pada pekerjaan tersebut.
3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap
ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu
proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat

Universitas Sumatera Utara

24

pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan
memelihara proyek yang telah dibangun.

1.5.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor
dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat
untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran
aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan
dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.

Faktor internal
Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat
sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah
laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti
umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet,
1994:97). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan
tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya
menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam
kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet,
1994:137-143).
Menurut Plumer (dalam Suryawan, 2004:27), beberapa faktor yang

mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:

Universitas Sumatera Utara

25



Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan
mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini
membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan
bentuk dari partisipasi yang ada.



Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu
akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan
sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu.
Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya
pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan
untuk berpartisipasi.



Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi
keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk
memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada.



Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih
menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa lakilaki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda
terhadap suatu pokok permasalahan.



Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat
heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan
menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang
digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan
dengan konsep-konsep yang ada.

Universitas Sumatera Utara

26

b.

Faktor eksternal
Menurut Sunarti (dalam jurnal Tata Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini
dapat

dikatakan

petaruh

(stakeholder),

yaitu

semua

pihak

yang

berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh
kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau
mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.

1.5.4

Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan
Pentingnya keterlibatan masyarakat di dalam penyusunan perencanaan

pembangunan sangat ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Pendekatan partisipatif
masyarakat terdapat pada 4 (empat) pasal Undang-Undang ini yaitu pada Pasal 2,
Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 7. Sistem perencanaan yang diatur dalam UU 25/2004
dan aturan pelaksanaannya menerapkan kombinasi pendekatan antara top-down
(atas-bawah) dan bottom-up (bawah-atas), yang lebih menekankan cara-cara
aspiratif dan partisipatif.
Menurut Siagian (2007:142), bahwa “tugas pembangunan merupakan
tanggung jawab seluruh komponen masyarakat dan bukan tugas pemerintah
semata-mata”. Lebih lanjut

Siagian (2007:153-154) mengatakan bahwa

pembangunan nasional membutuhkan tahapan. Pentahapan biasanya mengambil
bentuk periodisasi. Artinya, pemerintah menentukan skala prioritas pembangunan.
Masyarakat desa adalah merupakan tanggung jawab nasional, tanggung
jawab pemerintah daerah, pemerintah kecamatan, dan pemerintah desa itu sendiri
sebagai sub sistem pemerintahan di daerah. Berbagai permasalahan yang dialami

Universitas Sumatera Utara

27

dan kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat desa, menuntut agar sasaran
pembangunan itu harus lebih banyak diarahkan di daerah pedesaan.
Menurut Utomo (1997:3) peran serta masyarakat dalam perencanaan
adalah:
a.

Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan

b.

Mengidentifikasi berbagai potensi dan masalah pembangunan

c.

Pemberian masukan dalam perumusan Rencana Tata Ruang

d.

Pemberian informasi, saran dan pertimbangan atau pendapat dalam
penyusunan strategi dan arah kebijakan pembangunan

e.

Pengajuan keberatan terhadap rancangan perencanaan

f.

Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan

g.

Bantuan tenaga ahli
Tujuan pembangunan desa itu sendiri adalah suatu upaya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, baik lahir maupun batin, sehingga
memerlukan dukungan dan peran serta dari masyarakat, bukan saja sebagai objek
pembangunan, akan tetapi justru yang dituntut adalah ikut sertanya secara aktif
masyarakat sebagai subyek pembangunan.
Menurut Tjokroamidjojo (dalam Safi’i, 2007:104) partisipasi masyarakat
dalam pembangunan dibagi atas tiga tahapan, yaitu:
a. Partisipasi atau keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan
kebijakan pembangunan yang dilakukan pemerintah.
b. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan pembangunan.

Universitas Sumatera Utara

28

c. Keterlibatan dalam memetik dan memanfaatkan pembangunan secara
berkeadilan.
Menurut Supriyanto (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang
dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela
atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat.
Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk
mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat. Cara berpartisipasi ini dapat
dikategorikan atas:
1.

Partisipasi dalam pembuatan keputusan
Artinya keputusan-keputusan untuk kepentingan umum yang dibuat
pemerintah seyogyanya melibatkan masyarakat, sehingga keputusankeputusan tersebut akan sangat bermanfaat bagi masyarakat. Keputusankeputusan yang selama ini dinilai tidak bermanfaat, karena dibuat secara topdown tanpa melibatkan masyarakat.

2.

Partisipasi dalam melakukan perencanaan pembangunan
Dalam

merencanakan pembangunan, agar tidak menyimpang perlu

melibatkan masyarakat yang diberi kesempatan untuk berpartisipasi, seperti
perencanaan pembebasan tanah masyarakat untuk pelebaran jalan, atau untuk
pembangunan gedung sekolah, sarana kesehatan (rumah sakit ataupun
puskesmas), gedung-gedung pemerintah, ataupun sarana dan prasarana publik
lainnya.
3.

Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan

Universitas Sumatera Utara

29

Dalam hal ini masyarakat perlu dilibatkan dalam pelaksanaan pembangunan
sehingga terjadi sinergi antara pemerintah dan masyarakat, misalnya dalam
pembangunan terminal, pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan.
4.

Partisipasi dalam evaluasi
Untuk memastikan bahwa perencanaan sesuai dengan pelaksanaan, seluruh
kegiatan harus dievalusi. Evaluasi ini perlu melibatkan partisipasi
masyarakat.
Menurut Efriadi (2010) yang menjadi indikator partisipasi masyarakat

dalam perencanaan pembangunan adalah :
a) Wujud atau dimensi partisipasi yang diberikan oleh masyarakat
b) Keterlibatan masyarakat dalam penetapan kebijakan pembangunan
c) Kesesuaian pembangunan daerah yang akan dilakukan dengan kebutuhan
masyarakat
d) Kerjasama antara pemerintah desa dengan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan

1.5.5

Desa

1.5.5.1 Pengertian Desa
Menurut Widjaja (2001:42) posisi pemerintah yang paling dekat dengan
masyarakat adalah pemerintahan desa, maka dalam pengembangan peran serta
masyarakat, pemerintah desa selaku Pembina, pengayom dan pemberian
pelayanan kepada masyarakat sangat berperan dalam menunjang mudahnya
masyarakat digerakkan untuk berpartisipasi.

Universitas Sumatera Utara

30

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintah, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pengertian desa secara umum menurut Daldjoeni (2003:53) adalah
pemukiman manusia yang letaknya diluar kota dan penduduknya berjiwa agraris,
sedangkan desa dalam artian administratif menurut Karthohadikusumo dalam
Daldjoeni (2003:54) yaitu desa dijelaskan sebagai suatu kesatuan hukum yang
mana tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri.
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul
desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat, dan pembentukan desa
sebagai mana yang dimaksud harus memenuhi syarat:
a. Jumlah penduduk
b. Luas wilayah
c. Bagian wilayah kerja
d. Perangkat, dan
e. Sarana dan prasarana pemerintahan
Sebagai wujud demokrasi, dalam penyelenggaraan pemerintah desa
dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau sebutan lain sesuai dengan budaya
yang berkembang di desa yang bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga
pengaturan dalam penyelengaraan pemerintahan desa, seperti dalam pembuatan
dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan

Universitas Sumatera Utara

31

Keputusan Kepala Desa. Di desa di bentuk lembaga kemasyarakatan yang
berkedudukan sebagai mitra kerja Pemerintah Desa dalam memberdayakan
masyarakat desa.

1.5.5.2 Pemerintahan Desa
Dalam pemerintah daerah Kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa
yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa,
pembentukan, penghapusan, dan penggabungan desa dengan memperhatikan asal
usul dan prakarsa masyarakat. Desa di Kabupaten secara bertahap dapat diubah
atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah
desa bersama BPD yang ditetapkan dengan perda.
1.5.5.2.1 Pemerintah Desa
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa. Perangkat
desa terdiri dari Sekdes dan perangkat desa lainnya. Sekretaris Desa diisi dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Desa dipilih langsung
oleh penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan
tata cara pemilihan diatur oleh perda yang berpedoman kepada Peraturan
Pemerintah. Calon kepala desa yang memperoleh suara terbanyak dalam
pemilihan kepala desa ditetapkan sebagai kepala desa. Pemilihan Kepala Desa
dalam kesatuan masyarakat hukum dapat beserta hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan diakui keberadaannya berlaku ketentuan, hukum adat setempat
yang ditetapkan dalam perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

Universitas Sumatera Utara

32

Pemerintah desa adalah unsur penyelenggaraan pemerintahan desa,
menurut Nurcholis (2005:138) pemerintah mempunyai tugas pokok:
1. Melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan umum,
membangun dan membina masyarakat.
2. Menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten.
Untuk menjalankan tugas pokok tersebut pemerintah desa mempunyai
fungsi:
a. Menyelenggarakan urusan rumah tangga desa
b. Pelaksanaan tugas di bidang pembanggunan dan pembinaan masyarakat yang
menjadi tanggung jawabnya
c. Pelaksanaan pembinaan perekonomian desa
d. Pelaksanaan pembinaan partisipasi dan swadaya dan gotong royong
masyarakat
e. Pelaksanaan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat
f. Pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisiahan antar masyarakat
g. Penyusunan, pengajuan rancangan peraturan desa
h. Pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada desa
Berdasarkan Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005
bahwa Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan,
pembangunan, dan kemasyarakatan. Pertama, urusan pemerintahan yang
dimaksud adalah pengaturan kehidupan masyarakat sesuai dengan kewenangan
desa seperti pembuatan peraturan desa, pembentukan lembaga kemasyarakatan,
pembentukan Badan Usaha Milik Desa, kerjasama antar desa. Kedua, urusan

Universitas Sumatera Utara

33

pembangunan

yang

dimaksud

adalah

pemberdayaan

masyarakat

dalam

penyediaan sarana prasarana fasilitas umum desa seperti jalan desa, jembatan
desa, irigasi desa, pasar desa. Ketiga, urusan kemasyarakatan ialah pemberdayaan
masyarakat melalui pembinaan kehidupan sosial budaya masyarakat seperti
bidang kesehatan, pendidikan, adat istiadat.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana diatas Kepala Desa mempunyai
wewenang :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama BPD
b. Mengajukan rancangan peraturan desa
c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD
d. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa
untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD
e. Membina kehidupan masyarakat desa
f. Membina perekonomian desa
g. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
h. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan
i. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Universitas Sumatera Utara

34

1.5.5.2.2 Badan Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa atau disingkat dengan BPD berkedudukan
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari
penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan
dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun
Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka
masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun dan dapat
diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa,
menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Adapun wewenang BPD yaitu
Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan peraturan kepala desa.
Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Membentuk panitia
pemilihan kepala desa, menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD. BPD mempunyai
hak, meminta keterangan kepada Pemerintah Desa, serta menyatakan pendapat.
Anggota

BPD

mempunyai

kewajiban

mengamalkan

Pancasila,

melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dan mentaati segala peraturan perundang-undangan, melaksanakan kehidupan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, mempertahankan dan
memelihara hukum nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat,
memproses pemilihan kepala desa, mendahulukan kepentingan umum diatas

Universitas Sumatera Utara

35

kepentingan pribadi, kelompok dan golongan, menghormati nilai-nilai sosial,
budaya dan adat istiadat masyarakat setempat dan menjaga norma dan etika dalam
hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan.
1.6

Defenisi Konsep
Menurut Singarimbun (2006:33) konsep merupakan istilah dan defenisi

yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya
adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari variabel yang akan diteliti.
Maka yang menjadi konsep dari penelitian ini adalah :
Partisipasi Masyarakat adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau
sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela
dalam program pembangunan