PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA WISATA DI DESA LIMBASARI, KECAMATAN BOBOTSARI, KABUPATEN PURBALINGGA.

(1)

i

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA WISATA DI DESA LIMBASARI,

KECAMATAN BOBOTSARI, KABUPATEN PURBALINGGA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Aris Tri Cahyo Purnomo NIM 10102241009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Berani bermimpi tentang sukses berarti sudah memegang kunci kesuksesan, selanjutnya hanya tinggal berusaha mencari lubang kuncinya untuk membuka

gerbang kesuksesan (John Savique Capone)”.

"Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya" (Ali Bin Abi Thalib)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Atas karunia Allah SWT,

Saya persembahkan karya ini untuk:

1. Ayah dan Ibu yang telah mendukung tanpa pamrih, dan mendoakan atas keberhasilanku


(7)

vii

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN

PEMBANGUNAN DESA WISATA DI DESA LIMBASARI, KECAMATAN BOBOTSARI, KABUPATEN PURBALINGGA

Oleh

Aris Tri Cahyo Purnomo NIM 10102241009

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan: (1) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata; (2) Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata, dan; (3) Faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah Sekretaris BAPPEDA, Perangkat Desa, dan tokoh masyarakat. Pengumpulan data dikumpulkan dengan teknik pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Trianggulasi yang digunakan untuk menjelaskan keabsahan data yaitu dengan sumber data.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata: a) Survei Lapangan, masyarakat memberikan informasi tentang keadaan dan potensi desa; b) Rencana Tapak (site plan), dalam (FGD) masyarakat menyumbang ide-ide dan pemikiran, bagi perencana untuk membuat desain pemetaan desa wisata, dan ikut andil dalam memutuskan rencana pembangunan desa; c) Anggaran dan sumber anggaran, masyarakat tidak berpartisipasi dalam pembuatan rancangan anggaran; d) Perencanaan Sumber Daya Manusia (SDM), perencanaan sumber daya manusia yang digunakan untuk pengelola desa wisata (Pokdarwis) dilakukan dengan musyawarah. Analisis tingkat partisipasi termasuk dalam Consultation. (2) Bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yaitu berupa non fisik: kehadiran dan pemikiran yaitu a) informasi tentang potensi dan keadaan desa; b) masukan pembuatan tempat untuk penerima tamu dan pembuatan kantor Pokdarwis; c) masukan perbaikan infrastruktur; d) saran pembuatan tempat parkir; e) saran pembuatan gazebo untuk tempat istirahat dan; f) pembuatan MCK. (3) Faktor pendukung dan penghambat, faktor pendukung: a) faktor internal: semangat dan keinginan dari diri sendiri, Pemerintah Desa sebagai pendorong masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan pertemuan b) faktor eksternal: peran Pemerintah Daerah sebagai fasilitator, serta. Faktor penghambat: proses sosialisasi yang belum optimal, kesibukan tiap masyarakat berbeda-beda, kesadaran masyarakat terhadap perencanaan pembangunan desa wisata masih relatif kurang, dan sebagian masyarakat belum begitu paham terhadap desa wisata)


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari adanya berbagai pihak. Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga studi dapat berjalan dengan baik

2. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah yang telah memberikan kemudahan dalam proses pengajuan dan penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Drs. Hiryanto, M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan mengarahkan dan membimbing saya selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan.

5. Kedua orang tua saya yang selalu mendoakan dan mendukung saya dalam menyusun tugas akhir.

6. Kepala Desa Limbasari, serta masyarakat desa Limbasari atas ijin dan bantuannya untukmengadakan penelitian


(9)

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN SURAT PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABLE ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10


(11)

xi BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka ... 12

1. Pembangunan ... 12

a. Konsep Pembangunan ... 12

b. Perencanaan Pembangunan ... 13

c. Pengertian Pembangunan Desa ... 15

d. Ciri-Ciri Prinsip Pembangunan Desa ... 17

e. Perencanaan Pembangunan Desa ... 19

2. Partisipasi Masyarakat ... 20

a. Pengertian Masyarakat ... 20

b. Pengertian Partisipasi ... 21

c. Tangga Partisipasi ... 24

d. Bentuk-Bentuk Partisipasi ... 27

e. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi ... 33

3. Desa Wisata ... 34

B. Penelitian Relevan ... 45

C. Kerangka Berfikir ... 47

D. Pertanyaan Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 52

B. Subjek Penelitian ... 52

C. Setting Penelitian ... 53

D. Teknik Pengumpulan Data ... 54

E. Instrumen Penelitian ... 56

F. Teknik Analisis Data ... 58

G. Keabsahan Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 61

a. Letak Geografis Desa Limbasari ... 61


(12)

xii

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 67

1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata 67 a. Survei Lapangan ... 67

b. Penyusunan Rencana Tapak (site plan) ... 70

c. Penyusunan Anggaran dan Sumber Anggaran ... 80

d. Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 83

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata ... 85

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata ... 88

a. Faktor Pendukung ... 88

b. Faktor Penghambat ... 91

C. Pembahasan ... 93

1. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata 93 a. Survei Lapangan ... 94

b. Penyusunan Rencana Tapak (site plan) ... 95

c. Penyusunan Anggaran dan Sumber Anggaran ... 98

d. Perencanaan Sumber Daya Manusia ... 99

e. Analisis Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata ... 100

2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata ... 101

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata ... 103

a. Faktor Pendukung ... 103

b. Faktor Penghambat ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Teknik Pengumpulan Data Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga ... 57

Tabel 2. Data Peruntukan Tanah Desa Limbasari ... 62

Tabel 3. Display, Reduksi, dan Kesimpulan Hasil Wawancara Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata di


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Kerangka Berfikir ... 50


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 116

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 117

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Untuk Sekretaris BAPPEDA ... 118

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Untuk Perangkat Desa ... 120

Lampiran 5. Pedoman Wawancara Untuk Tokoh Masyarakat ... 124

Lampiran 6. Display, Reduksi, Kesimpulan ... 128

Lampiran 7. Catatan Lapangan ... 141

Lampiran 8. Susunan Pokdarwis Patrawisa ... 149

Lampiran 8. Foto Dokumentasi ... 151


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap daerah pasti memiliki nilai lebih dan menjadi daya tarik tersendiri terhadap orang lain. Daya tarik tersebut merupakan hal yang memerlukan pengelolaan dalam pengembangan yang berkala dan berkelanjutan, karena dari hal yang sederhana tersebut masyarakat dapat mengambil manfaat. Demikian pula halnya dengan pariwisata di Indonesia yang memiliki banyak sekali kekayaan hayati dan non hayati sehingga mampu menambah pendapatan daerah serta mensejahterakan masyarakat.

Pengembangan pariwisata perlu adanya partisipasi seluruh elemen masyarakat baik masyarakat lokal ataupun masyakarakat umum. Hal ini tertera dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional Tahun 2010 – 2025, yang menyebutkan “Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses, dan peran masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan Kepariwisataan.”

Pada hakikatnya tujuan kepariwisataan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan pasal 4 adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, 2) meningkatkan kesejahteraan rakyat, 3) Menghapus kemiskinan, 4) Mengatasi pengangguran, 5) Melestarikan alam, lingkungan, sumber daya, 6)


(17)

2

Memajukan kebudayaan, 7) Mengangkat citra bangsa, 8) Memupuk rasa cinta tanah air, 9) Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa, dan 10) Mempercepat persahabatan antarbangsa.

Pengembangan pariwisata di suatu daerah tujuan wisata harus didasarkan pada perencanaan, pengembangan, dan arah pengelolaan yang jelas agar semua potensi yang dimiliki suatu daerah tujuan wisata dapat diberdayakan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendapat hasil yang optimal, pengembangan dalam bidang kepariwisataan tidak hanya didukung oleh satu pihak tetapi merupakan kerjasama dari berbagai pihak, baik kalangan usaha (swasta), tokoh adat (budaya) maupun pihak pejabat pemerintah sendiri. Lebih penting lagi adalah adanya keterlibatan masyarakat lokal sebagai salah satu faktor keberhasilan pengembangan pariwisata. Dalam pembangunan pariwisata tanpa melibatkan masyarakat, hanya akan melahirkan produk-produk wisata yang kurang berarti bagi masyarakat dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi kata kunci pada setiap program pengembangan pariwisata, seolah-olah menjadi label baru yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proyek pengembangan pariwisata.

Memudahkan pengembangan pariwisata nasional, maka pemerintah mengambil langkah strategis dengan menyerahkan pembinaanya kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota agar lebih memudahkan pengembangan dan koordinasi pembangunan daerah. Pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga swasta telah berusaha membangun area rekreasi semampu mungkin


(18)

3

dengan memanfaatkan lahan, didukung oleh daya dan dana yang ada untuk penyaluran kebutuhan akan rekreasi tersebut.

Terdapat 3 komponen penting yang menggerakkan sistem pariwisata, yakni masyarakat, swasta dan pemerintah. Semua komponen tersebut harus berjalan secara beriringan sehingga perlu koordinasi yang baik dalam mengembangkan pariwisata di suatu tempat. Ketika salah satu komponen bergerak sendirian, maka hasil yang di dapat tidak optimal dan tidak sesuai target yang diinginkan (Pitanam dan Gayatri. 2005: 96-97).

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah. Musyawarah dilakukan dalam rangka peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program pembangunan yang telah disusun.

Keterlibatan warga dalam pengembangan desa wisata menjadi hal yang krusial, sebab dari merekalah akan diketahui dan dipahami sejauh mana potensi wilayahnya. Selain itu, keterlibatan ini sangat penting untuk mendapatkan dukungan dan memastikan bahwa hal yang akan diperoleh berkaitan dengan kebutuhan dan keuntungan warga setempat. Akhirnya, peran warga dalam pembangunan pariwisata sangat mendesak untuk dikembangkan dan ditempatkan sebagai bagian yang terintegrasi. Partisipasi


(19)

4

masyarakat hakekatnya bukan semata mendorong terjadinya proses penguatan kapasitas masyarakat lokal, namun dapat berlaku sebagai sebuah mekanisme guna meningkatan pemberdayaan bagi warga untuk terlibat dalam pembangunan secara bersama. Dalam konteks pembangunan pariwisata, tampaknya partisipasi masyarakat penting untuk terus didorong guna mendistribusi keuntungan-keuntungan dari kegiatan kepariwisataan yang berlangsung kepada masyarakat secara langsung. Semangat desentralisasi dan pemberian kewenangan penuh bagi warga untuk mengelola pariwisata di daerahnya merupakan hal mutlak untuk terwujudnya pariwisata berbasis komunitas.

Secara sederhana, konsep partisipasi terkait dengan ”keterlibatan suatu pihak dalam kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain”. partisipasi merupakan sebuah proses dimana masyarakat sebagai stakeholders, terlibat mempengaruhi dan mengendalikan pembangunan di tempat mereka masing-masing. Masyarakat turut serta secara aktif dalam memprakarsai kehidupan mereka, melalui proses pembuatan keputusan dan perolehan sumberdaya dan penggunaannya.

Masyarakat mempunyai peran yang sangat penting dalam menunjang pembangunan pariwisata. Dengan demikian keterlibatan pemerintah dan swasta hanya sebatas memfasilitasi dan memotivasi masyarakat sebagai pelaku utama desa wisata untuk dapat lebih memahami tentang fenomena alam dan budayanya, sekaligus menentukan kualitas produk wisata yang ada


(20)

5

di desa wisatanya. Sehingga sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan pariwisata.

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pariwisata akan membawa tuntutan bagi partisipasi masyarakat. Hal ini tentunya perlu ditumbuhkan pemahaman atau persepsi yang sama dari stakeholders terkait, dan memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan desa wisata.

Pentingnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan tersebut sejalan dengan pendapat Conyers (1991:154-155) yang lebih lanjut mengemukakan 3 alasan utama tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan mempunyai sifat sangat penting :

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaanya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program kegiatan tersebut.

3. Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.


(21)

6

Salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Purbalingga adalah Desa Limbasari yang tepatnya berada pada daerah Kecamatan Bobotsari. Desa Limbasari berada di kaki barisan bukit Plana. Suasanya sejuk karena hutannya masih terjaga. Untuk mencapai desa ini, dapat ditempuh dengan kendaraan kecil sejauh kurang lebih 17 kilometer ke arah Utara dari kota Purbalingga. Bus ukuran besar belum bisa mencapai desa ini.

Desa Limbasari memiliki beberapa daya pikat bagi wisatawan untuk dikunjungi dan menjadi obyek wisata. Di desa Limbasari sudah terkenal dengan istilah desa Inggris Limbasari. Di desa ini telah mengembangkan satu metode pembelajaran yang praktis, unik dan menyenangkan yang memungkinkan seseorang mampu berbicara Bahasa Inggris dalam waktu yang relatif singkat. Metode ini telah dikembangkan sejak tahun 2007 dan telah dilakukan pengujian dalam kelompok-kelompok kecil pada lembaga pendidikan non formal dan hasilnya sangat memuaskan .

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Patrawisa Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari, Kab. Purbalingga mulai mengembangkan wisata

adrenalin bernama tubing, yaitu menyusuri sungai dengan ban karet.Tubing di Desa Limbasari, memanfaatkan arus Sungai Tutung Gunung yang jernih dan bebas dari pencemaran. Jernih karena air sungai ini merupakan bagian hulu yang aliran airnya bermuara di Sungai Klawing. Di Limbasari ini, para

wisatawan bisa menikmati keindahan air terjun Patra Wisa


(22)

7

Arus sungai untuk tubing cukup deras sehingga bisa memacu adrenalin. Namun, tubing hanya menjadi bagian dari wisata di desa Limbasari, karena ketika musim kemarau aktifitas tubing tidak bisa dilakukan akibat air sungai surut. Aktifitas wisata lain yang akan dijual desa Limbasari yaitu sebagai pusat kerajinan batik tradisional. Di desa Limbasari masih terdapat kurang

lebih 100 perajin batik tulis

yang dijual di desa Limbasari yaitu melakukan Hill Trekking, melakukan pendakian ke bukit untuk melihat pemandangan alam dari atas bukit di desa limbasari.Ada juga Galeri Batik Puteri Muning Sari, yang digunakan sebagai tempat untuk memajang batik tulis asli Limbasari juga sebagai tempat produksi.

Menurut Yoeti (1996: 177-178) bahwa pengembangan suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata agar dapat menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan potensial maka harus memenuhi 3 syarat, yaitu:

1. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai : “something to see”,artinya di tempat tersebut harus ada obyek wisata, yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain.

2. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to do” artinya di tempat tersebut setiap banyak yang dapat dilihat dan disaksikan harus pula disediakan fasilitas rekreasi yang dapat membuat mereka tinggal lebih lama di tempat itu.

3. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to buy” artinya di tempat tersebut harus tersedia


(23)

fasilitas-8

fasilitas untuk berbelanja (shopping), terutama barang-barang souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

Ketiga syarat tersebut sejalan dengan pola tujuan pemasaran pariwisata agar lebih banyak wisatawan datang pada suatu daerah dan lebih lama tinggal. Dalam pembangunan diperlukan perencanaan yang matang untuk mewujudkannya. Salah satunya yaitu pembangunan desa wisata di desa Limbasari.

Masalah yang didapat peneliti melakukan wawancara dengan Ketua Pokdarwis diperoleh sebagai berikut, bahwa perencanaan kurang optimal, itu diakibatkan oleh kurang pahamnya sebagian masyarakat Limbasari terhadap desa wisata kata ketua Pokdarwis Mas ‘DJ’. Selain itu juga Ketua Pokdarwis menyatakan bahwa masih ada sebagian masyarakat yang beranggapan dalam melakukan perencanaan pembangunan hanya dijalankan oleh Pemerintah saja dan mereka beranggapan itu proyek milik Pemerintah Daerah, sehingga mengakibatkan kurang partisipasinya masyarakat. Belum semua masyarakat Limbasari tahu tentang konsep desa wisata. Selain itu juga masih kurang adanya fasilitas infrastruktur di desa Limbasari untuk menjadi fasilitas desa wisata.

Hal itulah yang melatar belakangi penelitian mengenai “Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Desa Wisata di Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari Kabupaten Purbalingga”.


(24)

9 B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurang adanya fasilitas infrastruktur di desa Limbasari, Bobotsari, Purbalingga.

2. Masih kurangnya sarana yang dimiliki Pokdarwis untuk mendukung kegiatan wisata.

3. Perlu pengembangan aktifitas masyarakat desa Limbasari sebagai desa wisata.

4. Kurang upaya pemerintah desa dalam membangun desa Limbasari sebagai desa wisata.

5. Belum semua masyarakat Limbasari tahu tentang konsep desa wisata. 6. Kurangnya kesadaran masyarakat Limbasari terhadap potensi yang

dimiliki sehingga perkembangan pariwisata belum optimal.

7. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam merencanakan pembangunan desa wisata Limbasari.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat begitu banyaknya masalah yang terjadi, agar penelitian ini lebih terfokus dan dapat terselesaikan dengan tuntas maka permasalahannya dibatasi pada partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di Desa Limbasari Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga.


(25)

10 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, Kec.Bobotsari, Purbalingga?

2. Bagaimana bentuk – bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desaLimbasari, Kec.Bobotsari, Purbalingga?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, Kec.Bobotsari, Purbalingga?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mendeskripsikan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, Kec. Bobotsari, Purbalingga.

2. Mendeskripsikan bentuk – bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, Kec.Bobotsari, Purbalingga.

3. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari,Kec. Bobotsari, Kab.Purbalingga.


(26)

11 D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menyusun penelitian atau karya ilmiah sehingga dapat diperoleh manfaat yang telah diambil dari kegiatan penelitian.

2. Bagi pemerintah, sebagai masukan untuk mendorong perkembangan industri pariwisata agar bisa memberikan contoh untuk desa-desa yang berpotensi untuk berkembang menjadi sebuah desa wisata

3. Bagi masyarakat, sebagai wacana agar memahami potensi yang dimiliki oleh desanya sehingga desa-desa di wilayah Kabupaten Purbalingga bisa berkembang menjadi sebuah desa wisata.


(27)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka 1. Pembangunan

a. Konsep Pembangunan

Istilah pembangunan juga menunjukan hasil proses pembangunan itu sendiri. Secara etimologi, pembangunan berasal dari kata bangun,di awalan “pe “ dan akhiran “ an “, guna menunjukan perihal orang membangun, atau perihal bagaimana pekerjaan membangun itu dilaksanakan. Kata bangun setidak-tidaknya mengandung tiga artibangun dalam arti sadar atau siuman, kedua, berarti bentuk, ketiga, bangun berarti kata kerja, membangun berarti mendirikan. Dilihat dari segi ini, konsep, pembangunan meliputi ketiga arti tersebut. Konsep itu menunjukan pembangunan sebagai :

1) Masukan, kesadaran kondisi mutlak bagi berhasilnya perjuangan bangsa.

2) Proses, yaitu membangun atau mendirikan berbagai kebutuhan bardasarkan nasional.

3) Keluaran, yaitu berbagai bentuk bangun sebagai hasil perjuangan, baik fisik maupun non fisik (Taliziduhu Ndraha, 1987:1-2).

Bintoro (1990:59) yang menyebutkan bahwa pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Menurut Sondang P. Siagian (1991:28) mengemukakan pendapatnya mengenai pembangunan itu adalah suatu usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan


(28)

13

dilakukan oleh suatu bangsa secara sadar, Negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.

Berdasarkan berbagai definisi yang di kemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembangunan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan, kebersamaan, kesempatan, kemandirian dan saling ketergantungan masyarakat, yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat itu sendiri.

b. Perencanaan Pembangunan

Pengertian perencanaan pembangunan dapat dilihat berdasarkan unsur-unsur yang membentuknya yaitu: perencanaan dan pembangunan. Menurut Suryo Sakti Hadiwijoyo (2012 : 7) bahwa teori perencanaan yang ideal adalah yang tidak hanya mampu mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan masyarakat tetapi juga mampu memadukan berbagai kepentingan yang terlibat.

Perencanaan menurut Terry (dalam Malayu Hasibuan, 1993:95) adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Pengertian pembangunan menurut Sondang P. Siagian (1991:32) adalah suatu usulan atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa negara dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.


(29)

14

Perencanaan menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam Riyadi dan Bratakusumah, 2004: 4) bahwa perencanaan merupakan memilih prioritas dan cara atau alternatif untuk mencapai tujuan, pengalokasian sumber daya, bertujuan mencapai tujuan, berhubungan dengan masa depan, serta kegiatan yang terus menerus. Pendapat ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Conyers (1991: 3) bahwa planning atau perencanaan adalah sebagai: “suatu proses yang terus menerus yang melibatkan keputusan-keputusan, alternatif-alternatif atau pilihan, mengenai cara-cara alternatif penggunaan sumber-sumber daya, dengan tujuan menghasilkan sasaran-sasaran spesifik untuk waktu yang akan datang”.

Lebih lanjut Riyadi dan Bratakusumah (2004: 6) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan merupakan suatu tahapan awal proses pembangunan. Sebagai tahapan awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/acuan/dasar bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan. Karena itu perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implementatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu menyentuh kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan baik internal maupun eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan.

Untuk mendapatkan hasil perencanaan pembangunan daerah yang baik, tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna dan berhasil guna,


(30)

15

dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan, karena masyarakat sebagai salah satu unsur dalam pembangunan. Tentunya mereka dapat mengetahui sekaligus memahami apa yang ada di wilayahnya, disamping itu dengan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada masyarakatnya. Sehingga mereka dapat merasa ikut bertanggung jawab dan merasa memiliki program-program pembangunan yang jelas akan sangat menguntungkan bagi pelaksanaannya.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembangunan adalah sebagai alat merencanakan untuk masa yang akan datang, untuk melakukan perubahan yang lebih baik dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam pelaksaan perencaan tersebut.

c. Pengertian Pembangunan Desa

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu usaha sadar dalam serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu perubahan dari keadaan yang buruk menuju ke keadaan yang lebih baik yang dilakukan oleh masyarakat tertentu di suatu Negara. Sondang P. Siagian, (1991:21) mendefinisikan pembangunan adalah suatu usaha atau serangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara dan pemerintahan dalam usaha pembinaan bangsa.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dalam konsep pembangunan terdapat dua syarat yang harus dipenuhi yakni: harus ada usaha yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintahnya, dilaksanakan secara sadar,


(31)

16

terarah dan berkesinambungan agar tujuan dari pembangunan itu dapat tercapai. Dari beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pembangunan tersebut, bahwa pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam suasana kehidupan yang penuh harmonis.

Dalam pembangunan, peran serta seluruh lapisan masyarakat selaku pelaku pembangunan dan pemerintah selaku pengayom, Pembina dan pengarah sangat diperlukan. Antara masyarakat dan pemerintah harus berjalan seiring, saling mengisi, melengkapi dalam satu kesatuan gerak pembangunan guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Pembangunan harus menyangkut semua pihak yaitu dari tingkat pusat sampai tingkat daerah, pembangunan yang pertama harus di bina dan dikembangkan adalah pembangunan desa. Berkenaan dengan pembangunan desa, Daeng Sudirwo, (1985:63) mendefinisikan pembangunan desa sebagai berikut:

Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, mateeri dan spiritual berdasarkan pancasila yang berlangsung di desa.

Soewignjo (1985:24) mengemukakan pembangunan desa yaitu perencanaan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Sementara Taliziduhu Ndraha (1985:71) mengemukakan bahwa pembangunan desa merupakan setiap pembangunan yang didalam prosesnya masyarakat harus berpartisipasi aktif.


(32)

17

Menurut Undang – Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, bahwa:

Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Berdasarkan definisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya yang dapat mendorong mereka untuk menyumbang pikir, kegiatan dan lainnya agar tercapai tujuan masyarakat dengan cara mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi masyarakat. Melalui pembangunan desa diupayakan agar masyarakat memiliki keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan.

d. Ciri – Ciri dan Prinsip Pembangunan Desa

Pembangunan desa dengan berbagai masalahnya merupakan pembangunan yang berlangsung menyentuh kepentingan bersama. Dengan demikian desa merupakan titik sentral dari pembangunan nasional Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan desa tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh satu pihak saja, tetapi harus melalui koordinasi dengan pihak lain baik dengan pemerintah maupun masyarakat secara keseluruhan. Dalam merealisasikan pembangunan desa agar sesuai dengan apa yang diharapkan perlu memperhatikan beberapa pendekatan dengan ciri-ciri khusus yang sekaligus merupakan identitas pembangunan desa itu


(33)

18

sendiri, seperti yang dikemukakan dari C.S.T Kansil, (1983:251) tentang ciri-ciri dan prinsip dalam pembangunan desa yaitu:

1. Komprehensif multi sektoral yang meliputi berbagai aspek, baik kesejahteraan maupun aspek keamanan dengan mekanisme dan sistem pelaksanaan yang terpadu antar berbagai kegiatan pemerintaha dan masyarakat.

2. Perpaduan sasaran sektoral dengan regional dengan kebutuhan essensial kegiatan masyarakat.

3. Pemerataan dan penyebarluasan pembangunan keseluruhan pedesaan termasuk desa-desa di wilayah kelurahan.

4. Satu kesatuan pola dengan pembangunan nasional dan regional dan daerah pedesaan dan daerah perkotaan serta antara daerah pengembangan wilayah sedang dan kecil.

5. Menggerakan partisipasi, prakaras dan swadaya gotong royong masyarakat serta mendinamisir unsur-unsur kepribadian dengan teknologi tepat waktu. Jadi di dalam merealisasikan pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek, jangan dari satu aspek saja, agar pembangunan desa itu dapat sesuai dengan apa yang diinginkan.

Kegiatan – kegiatan pembangunan yang dilakukan dapat dilanjutkan dan dikembangkan ke seluruh pelosok daerah, untuk seluruh lapisan masyarakat. pembangunan itu pada dasarnya adalah dari, oleh, dan untuk masyarakat. Oleh karena itu pelibatan masyarakat seharusnya diajak untuk menentukan visi pembangunan masa depan yang akan diwujudkan. Masa depan merupakan impian tentang keadaan masa depan yang lebih baik dan lebih mudah dalam arti tercapainya tingkat kemakmuran yang lebih tinggi.

Jadi, pembangunan desa itu harus meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan artinya harus melibatkan semua komponen yaitu dari pihak masyarakat dan pemerintah, dan harus langsung secara terus menerus demi tercapainya kebutuhan pada masa sekarang dan masa yang akan datang


(34)

19 e. Perencanaan Pembangunan Desa

Menurut Undang – Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa, bahwa Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. Perencanaan pembangunan desa merupakan suatu panduan atau model penggalian potensi dan gagasan pembangunan desa yang menitik beratkan pada peranserta masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan. Konsep ini dilandasi oleh nilai-nilai dan semangat gotong royong yang telah mengakar dalam budaya masyarakat Indonesia. Gotong royong bertumpu pada keyakinan bahwa setiap warga mempunyai hak untuk memutuskan dan merencanakan apa yang terbaik bagi diri dan lingkungan serta cara terbaik dalam upaya mewujudkannya. Menurut Wahjudin Sumpeno (2004:32) bahwa secara garis besar perencanaan desa mengandung pengertian sebagai berikut :

a. Perencanaan sebagai serangkaian kegiatan analisis mulai dari indentifikasi kebutuhan masyarakat hingga penetapan program pembangunan.

b. Perencanaan pembangunan lingkungan; semua program peningkatan kesejahteraan, ketentraman, kemakmuran dan perdamaian masyarakat di lingkungan pemukiman dari tingkat RT/RW, dusun dan desa

c. Perencanaan pembangunan bertumpu pada masalah, kebutuhan, aspirasi, dan sumber daya masyarakat setempat

d. Perencanaan desa menjadi wujud nyata peran serta masyarakat dalam membangun masa depan

e. Perencanaan yang menghasilkan program pembangunan yang diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan, kemakmuran, dan perdamaian.


(35)

20 2. Partisipasi Masyarakat

a. Pengertian Masyarakat

Dalam arti sempit masyarakat merupakan sekelompok manusia yang dibatasi aspek-aspek tertentu umpamanya: territorial, bangsa, golongan dan sebagainya. Maka ada masyarakat Jawa, masyarakat Sunda, masyarakat Minang, dan sebagainya.

Masyarakat berasal dari bahasa latin socius yang berarti kawan. Menurut Koentjaraningrat (2002:146) masyarakat adalah sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama.

Menurut Mac Iver dalam Hartono dan Arnicun (2004:89) bahwa: Masyarakat adalah satu sistem daripada cara kerja dan prosedur, daripada otoritas dan saling bantu membantu yang meliputi kelompok-kelompok dan pembagian-pembagian sosial lain, sistem dari pengawasan tingkah laku manusia dan kebebasan. Sistem yang kompleks yang selalu berubah atau jaringan-jaringan dari relasi sosial itulah yang dinamakan masyarakat. Menurut Hassan Shandily (1983:47) yaitu masyarakat merupakan golongan besar atau kecil terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan pengaruh-mempengaruhi satu sama lain. Menurut Soleman (1984:12) masyarakat dalam pengertian sosiologi tidak hanya dipandang sebagi suatu kumpulan individu atau sebagai penjumlahan atas individu-individu semata, namun masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup dan juga merupakan sebuah sistem yang


(36)

21

terwujud dari kehidupan bersama manusia, yang mana memiliki ciri-ciri pokok yaitu :

1) Manusia hidup bersama

2) Bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama

3) Memiliki kesadaran bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu kesatuan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan sekelompok manusia yang hidup bersama dalam jangka waktu yang relatif lama di wilayah tertentu yang mempunyai adat istiadat yang bersifat kontinyu, dan mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.

b. Pengertian Partisipasi

Menurut Mubyanto (1997:35) mendefinisikan partisipasi sebagai kesedian untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan sendiri.

Mardijono (2008:19) mengemukakan partisipasi diartikan sebagai upaya peran serta masyarakat dalam suatu kegiatan, baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Lebih lanjut dijelaskan partisipasi merupakan keikutsertaan masyarakat dalam program-program pembangunan.

Menurut Dr. Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011:50) partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa orang


(37)

22

dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang dimiliki (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.

Menurut Theodorson dalam Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato (2012:81) menyatakan bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang di dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Keikutsertaan tersebut, dilakukan sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial antara individu yang bersangkutan dengan anggota masyarakat yang lain.

Purnamasari (2008:51-52), menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dari 2 hal, yaitu:

1) Partisipasi dalam perencanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan yang telah direncanakan bersama, sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama. Disini dapat ditambahkan bahwa partisipasi secara langsung dalam perencanaan hanya dapat dilaksanakan dalam masyarakat kecil,


(38)

23

sedangkan untuk masyarakat yang besar sukar dilakukan. Namun dapat dilakukan dengan sistem perwakilan. Masalah yang perlu dikaji adalah apakah yang duduk dalam perwakilan benar-benar mewakili masyarakat.

2) Partisipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari Partisipasi dalam pelaksanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program) telah selesai dikerjakan. Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga negara sebagai obyek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan keinginan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

Pendekatan partisipatif dalam perencanaan pembangunan menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek dari pembangunan semata, tetapi juga sebagai subjek dalam pembangunan. Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, selain itu juga resiko akan ditanggung pula oleh masyarakat.


(39)

24

Partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting, menurut Diana Conyers (1991:154-155) adalah sebagai berikut :

1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2) Masyarakat akan mempercayai proyek maupun program pembangunan jika ikut dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengetahui tentang proyek atau program tersebut sehingga mereka merasa memiliki terhadap program atau proyek tersebut.

3) Adanya partisipasi umum, karena timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri, mereka mempunyai hak untuk turut ‘urung rembug’.

Jadi, partisipasi adalah sebuah keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang memperlihatkan keikutsertaannya dalam suatu program atau kegiatan, dan dalam kegiatan tersebut seseorang atau kelompok mengambil bagian dari kegiatan tersebut, di luar pekerjaan dan profesinya sendiri, keterlibaan tersebut berupa mental dan emosi serta fisik dalam melakukan segal kemampuan yang dimiliki.

c. Tangga Partisipasi

Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan merupakan suatu hak dari masyarakat. Partisipasinya masyarakat dalam pembuatan kebijakan mengakibatkan terjalinnya sinergi antara warga, pemerintah, dan pihak swasta untuk melakukan perencanaan pembangunan. Dalam partisipasi masyarakat hubungannya dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan, itu menunjukan tetang aktivitas masyarakat dalam kegiatan tersebut.


(40)

25

Menurut Shery Arstein dalam Siti Irene Astuti D, (2011:64), bahwa peran serta masyarakat dalam perencanaan dapat dibedakaan ke dalam anak tangga sebagai berikut :

KLASIFIKASI URAIAN TINGKATAN

1. Citizen Power Pada tahap ini sudah terjadi pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengambilan keputusan Kontrol masyarakat (citizen control)

Pelimpahan kekuasaan (delegated control) Kemitraan

(partnership)

2. Tokenism Hanya sekadar fomalitas yang memungkinkan

masyarakat

mendengarkan dan memiliki hak dan memberikan suara, tetapi pendapat mereka belum menjadi bahan dalam pengambilan keputusan

Penetraman (placation) Konsultasi (consultation) Informasi (information)

3. Non Participation Masyarakat hanya menjadi objek

Terapi (therapy) Manipulasi (manipulation)


(41)

26

Selain itu menurut Peter Oakley dalam Siti Irene Astuti D (2011:65), menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat ke dalam tujuh tingkatan partisipasi yaitu sebagai berikut :

Tingkatan Deskripsi

Manipulation Tingkat paling rendah mendekati situasi tidak ada partisipasi, cenderung berbentuk indoktrinasi

Consultation Stakeholder mempunyai peluang untuk memberikan saran akan digunakan seperti yang mereka harapankan

Consensus-building

Pada tingkat ini stakeholder berinteraksi untuk saling memahami dan dalam posisi saling bernegosiasi, toleransi dengan seluruh anggota kelompok. Kelemahan yang sering terjadii adalah individu-individu dan kelompok masih cenderung diam atau setuju bersifat pasif

Desicion-making

Konsensus terjadi didasarkan pada keputusan kolektif dan bersumber pada rasa tanggung jawab untuk menghasilkan sesuatu. Negosiasi pada tahap ini mencerminkan derajat perbedaan yang terjadi dalam individu maupun kelompok

Risk-taking Proses yang berlangsung dan berkembang tidak hanya sekadar menghasilkan keputusan, tetapi memikirkan akibat dari hasil yang menyangkut keuntungan, hambatan, dan implikasi. Pada tahap ini semua orang memikirkan risiko yang diharapkan dari hasil keputusan. Karenanya, akuntabilitas merupakan basis penting.

Partnership Memerlukan kerja secara equal menuju hasil yang mutual. Equal tidak hanya sekadar dalam bentuk struktur dan fungsi tetapi dalam tanggung jawab.

Self-management

Puncak dari partisipasi masyarakat. Stakeholder

berinteraksi dalam proses saling belajar (learning process) untuk mengoptimalkan hasil dan hal-hal yang menjadi perhatian.


(42)

27

Berdasarkan teori para ahli diatas tentang anak tangga partisipasi di atas maka dapat diketahui bahwa partisipasi yang dapat menggerakan dinamika masyarakat untuk suatu kegiatan adalah tangga partisipasi citizen power dan self-management. Dalam tangga citizen power terdapat demokrasi, dengan adanya pembagian hak, tanggung jawab, dan wewenang antara masyarakat dengan pemerintah dalam pengambilan keputusan. Sendangkan untuk self-management menunjukan stakeholder

saling berinteraksi dalam proses saling belajar, untuk mengoptimalkan hasil yang diharapkan.

d. Bentuk – Bentuk Partisipasi

Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi benda, partisipasi tenaga, partisipasi buah pikiran dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Menurut Dusseldorp dalam Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato (2012:84) mengidentifikasi beragam bentuk-bentuk kegiatan partisipasi yang dilakukan oleh setiap warga masyarakat dapat berupa:

1) Menjadi anggota kelompok-kelompok masyarakat; 2) Melibatkan diri pada kegiatan diskusi kelompok;

3) Melibatkan diri pada kegiatan-kegiatan organisasi untuk menggerakkan partisipasi masyarakat lain;

4) Menggerakkan sumberdaya masyarakat;

5) Mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusam;

6) Memanfaatkan hasil-hasil yang dicapai dari kegiatan masyarakatnya.


(43)

28

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk. Menurut Ericson (dalam Slamet, 2004:89) bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap yaitu :

1) Partisipasi di dalam tahap perencanaan (Ide planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitiaan dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan – pertemuan yang diadakan.

2) Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage).

Partisipasi pada tahap ini maksudnya adala pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat di sini dapat memberikan tenaga, uang, ataupun material/barang serta ide – ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.

3) Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Pertisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk megoperaikan dan memelihara proyek yang telah dibangun.


(44)

29

Menurut Cohen dan Uphoff dalam Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011:61) bahwa partisipasi masyarakat dibedakan ke dalam empat jenis, yaitu:

1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan

Partisipasi ini bersifat sangant penting karena pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif berdasarkan pertimbangan yang menyeluruh dan bersama. Dibutuhkan kesepatakan dan suara mufakat karena bagaimanapun juga kegiatan terselenggara demi kepentingan bersama. Wujud partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ini bermacam-macam, seperti kehadiran rapat, diskusi, sumbangan pikiran, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

2) Partisipasi dalam pelaksanaan

Ini adalah jenis partisipasi yang menjadi salah satu unsur dalam penentu keberhasilan program itu sendiri. Ruang lingkup partisipasi dalam pelaksanaan meliputi menggerakkan sumber daya dan dana, kegiatan administratif dan koordinasi serta penjabaran program.

3) Partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan

Partisipasi ini terkati dengan kualitas dan kuantitas dari hasil pelaksanaan program yang dicapai


(45)

30

Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan program berjalan, apakah sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai atau belum tercapai.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, bentuk partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan dibagi menjadi beberapa tahap yaitu :

1) Partisipasi dalam perencanaan pembangunan

Dalam tahap ini, masyarakat dilibatkan dalam proses perencaaan. Proses perencaan tersebut lebih menuju pada tujuan pembangunan, dan membuat penyusunan rencana pembangunan. Dalam hal ini bentuk partisipasi masyarakat yaitu memberikan usulan, saran, diskusi, tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

2) Partisipasi dalam pelaksaan pembangunan

Dalam tahap pelaksaan pembangunan, masyarakat dilibatkan agar menggerakan sumber daya dan dana dalam pelaksaan pembangunan. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pelaksaaan pembangunan yaitu memberikan tenaga, uang, ide-ide sebagai wujud partisipasi pada pekerjaan tersebut, masyarakat ikut dalam kegiatan administratif, dan koordinasi serta penjabaran program. 3) Partisipasi dalam pemanfaatan pembangunan

Pada tahap pemanfaatan pembangunan, masyarakat berpartisipasi terkait dengan hasil dari pelaksanaan berupa


(46)

31

kualitas dan kuantiatas yang telah dicapai. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan yaitu berupa tenaga dan uang, yang digunakan untuk memelihara proyek yang telah dicapai. 4) Partisipasi dalam evaluasi pembangunan

Dalam tahap evaluasi, masyarakat berpartisipasi untuk mengevaluasi hasil dari pelaksaan pembangunan, apakah telah sesuai dengan yang diharapkan atau belum.

Menurut Effendi dalam Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011:58) bahwa bentuk partisipasi terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Disebut partisipasi vertikal karena terjadi dalam bentuk kondisi tertentu masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan di masyarakat berada sebagai status bawahan, pengikut atau klien. Dalam partisipasi horizontal, masyarakat mempunyai prakarsa di mana setiap anggota atau kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya. Partisipasi semacam ini merupakan tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri.

Menurut Raharjo dalam Totok Mardikanto dan Poerwoko Soebiato (2012:87) mengemukakan adanya tiga variasi bentuk partisipasi, yaitu :

1) Partisipasi terbatas, yaitu partisipasi yang dilaksanakan dengan kegiatan tertentu saja bertujuan untuk tercapainya pembangunan, tetapi untuk kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas nasional dan kalangan pembangunan sulit diatasi.

2) Partisipasi penuh (full scale participation), artinya partisipasi secara keseluruhan dalam segala aspek kegiatan pembangunan.


(47)

32

3) Mobilisasi tanpa partisipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan oleh pemerintah, tetapi dalam pelaksanaan masyarakat sama sekali tidak diberi kesempatan untuk mengajukan kesempatan untuk mempengaruhi jalannya kebijakan pemerintah.

Menurut Keith Davis dalam Sastropoetro Santoro (1988:16) bahwa bentuk partisipasi meliputi :

1) Pikiran 2) Tenaga

3) Pikiran dan tenaga 4) Keahlian

5) Barang 6) Uang

Bentuk – bentuk partisipasi masyarakat menurut Permen Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007 Tanggal 16 Maret 2007 Tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, adalah sebagai berikut :

1) Tenaga kerja, yaitu kontribusi masyarakat sebagai pekerja di dalam proses penataan lingkungan/kawasan.

2) Sebagai inisiator program, yaitu masyarakat mengajukan usulan awal mengenai kemungkinan penataan bangunan dan lingkungan setempat

3) Berbagi biaya, yaitu masyarakat berbagi tanggung jawab terhadap pembiayaan kegiatan penataan.

4) Berdasarkan kontrak, yaitu masyarakat terikat kontrak untuk melaksanakan suatu/seluruh program kegiatan penataan.

5) Pengambilan keputusan pada seluruh proses, yaitu melibatkan masyarakat di dalam proses pengambilan keputusan sejak awal proyek, sehingga hasilnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi yang telah dijelaskan, maka dapat disimpulkan bahwa bentuk partisipasi itu dilakukan oleh seseorang atas kesadaran orang tersebut untuk ikut melakukan kegiatan, wujud partisipasi dapat berupa menyumbang pemikiran, saran, ide-ide,


(48)

33

tanggapan, juga memberikan penolakan, selain itu juga berupa materi, pikiran dan tenaga saat pelaksaan program, serta uang atau financial.

e. Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Dalam suatu kegiatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, sifat-sifat faktor tersebut dapat mendukung keberhasilan suatu program namun dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Seseorang akan berpartisipasi terhadap sesuatu yang mana dalam hal ini dikonotasikan sebagai suatu perwujudan perilaku seseorang terhadap seuatu objek kegiatan. Menurut Herbert dalam Siti Irene Astuti Dwiningrum (2011:56) bahwa “respons aktor baik langsung maupun tidak, selalu didasarkan atas penilaian atau pemaknaan setiap objek tindakan”.

Dalam prinsip partisipasi menurut Dawam Raharjo (1989:23) terdapat tiga unsur penting yaitu: kesadaran, kemampuan dan kesempatan. Kesadaran adalah sumber motivasi, tapi motivasi itu perlu didukung dengan kemampuan. Dimaksud dengan kemampuan disini adalah kemampuan berorganisasi, kemampuan managemen dan kemampuan teknis. Berbekal kepada hal itulah maka kelompok bisa mencari kesempatan. Kesempatan disini bukanlah semata – mata kesempatan yang berasal dari luar atau dari atas, melainkan kesempatan yang diciptakan sendiri. Dasar utamanya adalah gagasan yang rasional praktis. Langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan sumber – sumber atau faktor –


(49)

34

faktor produksi yang sebenarnya sudah banyak tersedia dimasyarakat. Dari prinsip itulah partisipasi dapat berjalan dilingkup masyarakat.

Dalam mempengaruhi partisipasi masyarakat tidak hanya faktor pendukung ada juga faktor penghambat dalam partisipasi masyarakat. Menurut Siti Irene Astuti (2011:57) bahwa faktor yang dapat menghambat atau menjadi ancaman terhadap partisipasi masyarakat adalah:

1) Sifat malas, apatis, masa bodoh, dan tidak mau melakukan perubahan di tingkat anggota masyarakat;

2) Aspek-aspek tipologi (pembuktian dan jurang); 3) Geografis (pulau-pulau kecil yang tersebat letaknya); 4) Demografis (jumlah penduduk);

5) Ekonomi (desa miskin/tertinggal). 3. Desa Wisata

Desa wisata adalah pengembangan suatu wilayah desa yang pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada tetapi lebih cenderung kepada penggalian potensi desa dengan memanfaatkan kemampuan unsur – unsur yang ada dalam desa (mewakili dan dioperasikan oleh penduduk desa) yang berfungsi sebagai atribut produk wisata dalam skala kecil menjadi rangkaian aktivitas, serta mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan wisata baik aspek daya tarik maupun sebagai fasilitas pendukunnya (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2007:7)

Desa wisata merupakan suatu bentuk lingkungan permukiman dengan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan tuntunan wisatawan di dalam menikmati, mengenal, dan menghayati/mempelajari kekhasan desa dengan segala daya tariknya sesuai pula dengan tuntunan kegiatan hidup


(50)

35

masyarakatnya (mencakup kegiatan, hunian, interaksi sosial, kegiatan adat setempat dan sebagainya), sehingga terwujudnya suatu lingkungan yang harmonis, rekreatif, terpadu dengan lingkungannya (Ikaputra, 1985 dalam Chafid Fandeli, 2002)

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. (Permen Kebudayaan dan Pariwisata No. KM. 18/HM/MKP/2011 Tentang Pedoman Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata)

Selain itu desa wisata dapat pula diartikan sebagai pengembangan suatu wilayah/desa dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang terpadu dan memiliki tema.(Majalah Info Pariwisata Edisi XII Tahun 2000)

Desa wisata dapat diartikan sebagai tempat atau daerah yang memiliki potensi wisata yang digunakan sebagai produk, memiliki pelaku wisata, fasilitas wisata yang berupa akomodasi dan layanan lainnya sehingga menjadikan daerah tersebut sebagai tempat tujuan wisata.


(51)

36

Pada desa wisata ada 2 komponen utama, yaitu:

a. Akomodasi, yaitu sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

b. Atraksi, yaitu sebuah kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berinteraksinya wisatawan sebagai partisipasi aktif, seperti kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik. Sedangkan Edward Inskeep berpendapat bahwa: village tourism where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and local environtments

(wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam/dekat dengan suasana tradisional sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat) (Edward. 2000: 166).

Selain berbagai keunikan, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada di suatu kawasan desa wisata antara lain: sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan


(52)

37

berupa pondok-pondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli.

Menurut Suryo Sakti Hadiwijoyo (2012:69) bahwa penetapan suatu desa dijadikan sebagai desa wisata harus memenuhi persyaratan-persyaratan, persyaratan desa wisata tersebut telah ditentukan yaitu sebagai berikut:

1) Aksesbilitasnya baik, sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi.

2) Memiliki obyek-obyek menarik berupa alam, seni budaya, legenda, makanan local, dan sebagainya untuk dikembangkan sebagai obyek wisata.M

3) Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.

4) Keamanan di desa tersebut terjamin.

5) Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai.

6) Beriklim sejuk atau dingin.

7) Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat luas.

Menurut Inskeep (1991) dalam Suryo Sakti Hadiwijoyo (2012:59) komponen dasar pengembangan pariwisata di dalamproses perencanaan adalah :

1) Atraksi wisata dan aktivitasnya, 2) Fasilitas akomodasi

3) Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, restoran, retail shopping, bank, money changer, medical care, public safety

dan pelayanan pos.

4) Fasilitas dan pelayanan transportasi

5) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbah dantelekomunikasi.

6) Elemen kelembagaan yang meliputi program pemasaran, pendidikan dan pelatihan, perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta,organisasi


(53)

38

struktural private dan public serta program sosial ekonomi danlingkungan.

Menurut Suryo Sakti Hadiwijoyo (2012:69) pembangunan desa wisata ini memiliki tujuan-tujuan tertentu, yaitu :

1) Mendukung program pemerintah dalam pembangunan dalam pembangunan kepariwisataan dengan menyediakan obyek wisata alternatif.

2) Menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar destinasi wisata.

3) Memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi penduduk desa, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Dengan demikian akan terjadi pemertaan pembangunan ekonomi di desa.

4) Mendorong orang-orang kota yang secara ekonomi relatif lebih baik, agar senang pergi ke desa untuk berekreasi (ruralisasi).

5) Menimbulkan rasa bangga bagi penduduk desa untuk tetap tinggal di desanya, sehingga mengurangi urbanisasi.

6) Mempercepat pembauran antara orang-orang non pribumi dengan penduduk pribumi.

7) Memperkokoh persatuan bangsa, sehingga bisa mengatasi disintegrasi

Dalam strategi pembangunan desa wisata yang diperlukan yaitu melibatkan peran serta masyarakat menurut Ahisa Putra, dkk, (2000) dalam Chafid Fandeli, (2002:24) dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi bila pariwisata pedesaan masuk ke desa mereka.

2) Menjaga dialog dengan penduduk

3) Menghargai pendapat dan melibatkan masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan.

4) Meningkatkan pemahaman akan hakekat pariwisata dan dampaknya.

5) Mendorong hubungan antara wisatawan dan pendudukan setempat.

6) Melindungi masyarakat lokal dari melimpahnya kegiatan pariwisata.


(54)

39

Pembangunan pariwisata akan berhasil dengan melakukan pembangunan yang berkelanjutan dan didukung oleh lingkungan masyarakat di lokasi pariwisata tersebut, seperti dalam Agenda – 21, tt dalam Chafid Fandeli (2002:32) bahwa pembangunan berkelanjutan sebagai proses pembangunan yang dilakukan tanpa merusak atau mengurangi nilai sumber daya yang ada dan pembangunan kepariwisataan yang berhasil bila pembangunan tersebut didukung oleh masyarakat di mana pariwisata itu berlangsung.

Menurut Soetarso Priasukmana dan R. Mohamad Mulyadin (2001:39), bahwa perencanaan pembangunan desa wisata terdiri dari :

1) Survei lapangan

2) Penyusunan rencana tapak

3) Penyusunan anggaran dan sumber anggaran 4) Perencanaan SDM

1.1 Survei Lapangan

Dalam survei lapangan data yang dikumpulkan adalah segala jenis informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis kawasan dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pendataan ini akan diperoleh identifikasi kawasan dari segi fisik, sosial, budaya, dan ekonomi, serta identifikasi atas kondisi di wilayah sekitarnya yang berpengaruh pada kawasan perencanaan.

Data dalam survei lapangan meliputi: peta (peta regional, peta kota, dan peta kawasan perencanaan dengan skala 1:1.000 serta memperlihatkan kondisi topografis/garis kontur), foto – foto (foto udara/citra satelit dan foto – foto kondisi kawasan perencanaan, peraturan


(55)

40

dan rencana – rencana terkait, sejarah dan signifikansi historis kawasan, kondisi, sosial-budaya, kependudukan, pertumbuhan ekonomi, kondisi fisik dan lingkungan, kepemilikan lahan, prasarana dan fasilitas, data lain yang relevan

Sedangkan dalam 2015, bahwa survei lapangan meliputi :

a) Pengecekan dan membuat catatan – catatan di peta atau dibuat secara khusus, tentang kondisi/keadaan lingkungan alami dan lingkungan binaan yang meliputi prasarana dasar dan sarana lainnya. Pada kegiatan ini akan melibatkan warga dalam menilai keadaan lingkungannya.

b) Melakukan rekaman visualisasi lapangan dan pemahaman lapangan, sebagai bagian dari perjalanan survei untuk mendukung/memperkuat hasil kajian lapangan yang berupa data atau informasi lainnya.

c) Wawancara/interview untuk memperoleh gambaran keadaan/kondisi kawasan yang lebih terinci dari stakeholder

setempat

d) Pelaksanaan survei khusus, meliputi: lotting di setiap kegiatan wilayah yang mempunyai karakter khusus atau menarik

e) Informasi lainnya berupa kebijaksanaan daerah, kondisi sosial dan budaya setempat

Survei lapangan dan observasi lapangan menurut Niken Wirasanti dan Agustin Surachman (2003 : 7 – 8) meliputi :

a) Pengumpulan data sekunder yang meliputi kondisi demografi, kondisi sosial ekonomi dan kondisi sosial budaya dan instansi – instansi yang bersangkutan, serta mengumpulkan berbagai informasi mengenai rencana – rencana pengembangan dari instansi – instansi tersebut, khususnya yang berkaitan dengan proses dan hasil akhir master plan.

b) Pengumpulan data primer dari lapangan melalui perekaman data fisik lapangan secara langsung maupun dengan wawancara. Data primer ini antara lain berupa kondisi fisik tata ruang (penggunaan tanah, keadaan bangunan, keadaan sarana-prasarana, keadaan lalu lintas dan kondisi lingkungan), serta kondisi geografi. Sesuai dengan tugas perencanaan ini, data


(56)

41

primer ini sifatnya lebih sebagai konrol terhadap ketersediaan data sekunder.

c) Berdasarkan data dan berbagai informasi yang telah dikumpulkan berupa kondisi tata ruang dan kondisi geografi dari tahap sebelumnya, kemudian dilakukan pekerjaan analisis untuk keseluruhan permasalahan perencanaan. Selanjutnya dilakukan identifikasi potensi dan permasalahan dengan penekanan lebih pada analisis perencanaan

Berdasarkan diatas maka survei lapangan merupakan tahap persiapan dengan melakukan pengumpulan data – data yang diperlukan untuk rencana kedepannya, data tersebut berupa sekunder dan primer. Data sekunder yaitu pengumpulan kondisi demografi dan kondisi lingkungan serta sarana dan prasarana di lokasi tersebut, data itu diperoleh dengan melibatkan warga sekitar. Sedangkan data primer diperoleh dengan melakukan wawancara atau melakukan diskusi dengan

stakeholders setempat untuk memperoleh gambaran keadaan/kondisi kawasan yang lebih terinci.

1.2 Penyusunan Rencana Tapak

Dalam pembangunan desa wisata diperlukan rencana tapak yang berarti penataan wilayah sesuai dengan fungsinya. Menurut Djoko Dwiyanto dan Gunung Radjiman (1999 : 7) bahwa rencana tapak adalah gambaran tentang penggunaan tata ruang suatu wilayah untuk kepentingan tertentu dalam bentuk tata letak komponen – komponen fungsionalnya.

Dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Tapak (Site Plan) bahwa, rencana tapak (site Plan) adalah gambaran/peta rencana peletakan


(57)

42

bangunan/kavling dengan segala unsur penunjangnya dalam skala batas – batas luas lahan tertentu.

Menurut Djoko Dwiyanto dan Gunugn Radjiman (1999) bahwa penyusunan rencana tapak meliputi :

a) Peyusunan rencana tapak (site plan) yang berupa arahan geometrik tata letak bangunan dan bukan bangunan dalam setiap blok penggunaan di dalam lingkungan kawasan perencanaan.

b) Pra rencana pola dan pra kontruski jaringan jalan yang mencakup arahan geometrik pra detail kerekayasaan yang dirinci untuk setiap jenis dan kelas jalan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi eksisting kawasan.

c) Perencanaan bentuk dan pra kontruksi jaringan utilitas yang bersifat pra detail, kerekayasaan jaringna air bersih, jaringan pembuangan air kotor, jaringan listrik dan telepon.

d) Pra rencana bentuk dan pra kontruksi bangunan gedung yang bersifat pra detail kerekayasaan bangunan gedung bagi setiap blok peruntukan yang digambarkan secara terinci bagi setiap bangunan terpilih.

e) Pra rencana bentuk dan pra kontruksi bangunan bukan gedung yang bersifat pra detail kerekayasaan bangunan bukan gedung untuk setiap blok peruntukan yang digambarkan secara terperinci bagi setiap bangunan terpilih.


(58)

43

f) Rencana indikasi proyek mencakup arahan pelaksanaan bagi pembangunan prasarana dan sarana digambarkan secara terinci mengenai besaran proyek dan pada setiap blok peruntukkan lahan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa rencana tapak merupakan proses kegiatan perencanaan dengan melakukan penataan lingkungan buatan manusia dan lingkungan alam sesuai dengan fungsinya dan sesuai dengan batas – batas luas lahan tertentu agar dapat menunjang kegiatan manusia dengan membuat desain.

1.3 Penyusunan Anggaran dan Sumber Anggaran

Menurut Munandar (1985 : 1), pengertian anggaran yaitu Budget

(anggaran) ialah suatu rencana yang disusun secaa sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan. Yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu (periode) tertentu.

Sedangkan pengertian anggaran menurut Nafarin (2007:9) adalah sebagai berikut, anggaran merupakan rencana tertulis mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang untuk jangka waktu tertentu.

Tujuan disusunya anggaran, menurut Nafarin (2007:31) adalah : a) Digunakan sebagai landasan yuridis formal dalam memilih

sumber dan investasi dana

b) Memberikan batasan atas jumlah dana yang dicari dan digunakan.

c) Merinci jenis sumber dana yang dicari maupun jenis investasi dana sehingga dapat memudahkan pengawasan.


(59)

44

d) Merasionalkan sumber dan investasi dana agar dapat mencapai hasil yang maksimal.

e) Menyempurnakan rencana yang telah disusun karena dengan anggaran lebih jelas dan nyata terlihat

f) Menampung dan menganalisis serta memutuskan setiap usulan yang berkaitan dengan keuangan.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat diketahui bahwa anggaran merupakan suatu rencana menajemen mengenai perolehan dan penggunaan sumber – sumber daya perusahaan yang dinyatakan secara formal dan terperinci dalam bentuk kuantitatif pada suatu periode terentu.

1.4 Perencanaan Sumber Daya Manusia

Organisasi akan bisa berjalan bila ada sumber daya manusia, maka dalam organisasi diperlukan adanya perencanaan sumber daya manusia. Perencanaan SDM merupakan kegiatan penentuan jumlah dan jenis SDM yang diperlukan oleh suatu organisasi untuk masa yang akan datang (Irawan,2000).

Perencanaan sumber daya manusia (SDM), Mody dan Noe (1995) dalam dan Donni Juni Priansa (2011:45) mendefinsikan perencanaan (SDM) sebagai proses yang secara sistematis mengkaji keadaan SDM untuk memastikan bahwa jumlah dan kualitas dengan ketrampilan yang tepat, akan tersedia pada saat mereka dibutuhkan.

Jackson dan Schuler (1990) dalam Jeffrey Pfeffer (2008:58), perencanaan sumber daya manusia yang tepat membutuhkan langkah – langkah tertentu berkaitan dengan aktivitas perencanaan sumber daya manusia menuju organisasi modern. Langkah – langkah tersebut meliputi:


(60)

45

a) Pengumpulan dan analisis data untuk meramalkan permintaan maupun persediaan sumber daya manusia yang diekspektasikan bagi perencanaan bisnis masa depan.

b) Mengembangkan tujuan perencanaan sumber daya manusia c) Merancang dan mengimplementasikan program-program yang

dapat memudahkan organisasi untuk pencapaian tujuan perencanaan sumber daya manusia.

d) Mengawasi dan mengevaluasi program – program yang berjalan.

Berdasarkan teori para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa perencanaan sumber daya manusia (SDM) merupakan kegiatan menentukan jumlah dan jenis SDM yang diperlukan bagi organisasi, dalam menentukan diperlukan analisis agar jumlah dan kualitas yang diperlukan itu tepat bagi suatu organisasi.

B. Penelitian Relevan

Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah :

1. “Partisipasi Masyarakat dalam PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri Perkotaan Di Desa Kalitirto, Brebah Sleman Yogyakarta oleh Sheila Oksapariana Jurusan Pendidikan Sosiologi menggunakan bentuk penelitian kualitatif. Teknik analisis data menggunakan 4 teknik yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Tujuan diadakan penelitian ini untuk


(61)

46

mengetahui ragam partisipasi yang diberikan oleh masyarakat Desa Kalitirto dalam kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan yang sedang berlangsung di desa mereka.

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses kegiatan PNPM Mandiri Perkotaan di Desa Kalitirto dilaksanakan melalui beberapa tahapan sedangkan untuk jenis bantuannya terbagi mejadi 3 macam antara lain bidang fisik lingkungan, sosial, ekonomi. Partisipasi yang diberikan oleh warga Desa Kalitirto terbagi menjadi tiga unsur yaitu PJOK (Penanggung Jawab Operasional Kegiatan), Relawan, dan Warga sebagai penerima manfaat.

Berdasarkan penelitian Sheila dapat diketahui bahwa terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu mengkaji mengenai partisipasi masyarakat. Perbedaan terletak pada fokus kajiannya, penelitian Sheila fokus pada partisipasi masyarakat dalam program pemerintah, sedangkan penelitian ini menfokuskan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata

2. “Studi Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi” Oleh Irma Purnamasari (2008) dalam penelitiannya yang bertujuan menggabarkan dan menganalisis: 1) Proses perencanaan pembangunan di Cibadak Kabupaten Sukabumi, 2) Partisipasi masyarakat dalam pembangunan Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian tersebut yaitu :


(62)

47

a. Proses perencanaan pembangunan masih belum dilaksanakan dengan baik di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, dimana a) beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan di masing – masing desa belum dilaksanakan, diantaranya tahapan persiapan dan tahapan pembahasan kegiatan/penetapan prioritas kegiatan yang akan disampaikan ke tingkat musrenbang Kecamatan seperti Kelurahan Cibadak, Desa Pamuruyan, Desa Sukasima, dan Desa Warnajati; b) Di tingkat Musrenbang Kecamatan beberapa tahapan proses perencanaan pembangunan belum dilaksanakan, terutama pada tahapan di masyarakat belum dilibatkan memutuskan prioritas kegiatan yang akan diajukan di tingkat Kabupaten.

b. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi masih rendah.

Untuk itu perlu penyempurnaan tahapan pelaksanaan perencanaan partisipatif, mengoptimalkan kegiatan identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat, dan perlu peningkatanan pemahaman perangkat desa/kecamatan, unsur pembangunan dan unsur masyarakat mengenai perencanaan pembangunan

C. Kerangka Berpikir

Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) merupakan jenis pariwisata alternatif yang banyak dikembangkan pemerintah dan masyarakat. Desa wisata adalah salah satu bentuk pariwisata berbasis masyarakat. Seiring dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah


(63)

48

memiliki kewenangan yang lebih besar untuk mengelola potensi pariwisata di daerahnya demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Desa Limbasari merupakan salah satu desa di Kabupaten Purbalingga yang masih dalam tahap perencanaan untuk ditetapkan sebagai desa wisata. Perencanaan desa wisata Limbasari dilakukan secara langsung oleh masyarakat melalui Pokdarwis Patrawisa bersama dengan Pemerintah Daerah serta organisasi yang terkait. Namun dalam perkembangannya masih terdapat permasalahan terkait dengan partisipasi masyarakat, masih kurangnya kesadaran masyarakat Limbasari terhadap potensi yang dimiliki sehingga perkembangan pariwisata belum optimal, belum semua masyarakat Limbasari tahu tentang konsep desa wisata, dan perlunya pengembangan aktifitas masyarakat desa Limbasari sebagai desa wisata.

Secara sederhana desa wisata merupakan suatu wilayah yang memiliki komponen kepariwisataan yaitu atraksi, akomodasi, dan kebutuhan wisata lainnya. Suatu pembangunan agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan diperlukan perencanaan yang matang sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Perencanaan pembangunan tersebut tidak lepas dari peran serta dari masyarakat sendiri. Salah satunya di Desa Limbasari yang mempunyai berbagai potensi yang cukup bagus untuk dijadikan desa wisata, sehingga diperlukan perencanaan yang matang dan diperlukan juga partisipasi masyarakat.

Desa Limbasari mempunyai cukup potensi untuk dijadikan desa wisata, karena untuk menjadi desa wisata diperlukan atraksi dan akomodasi, potensi


(64)

49

alam dan atraksi yang ada di Limbasari antara lain yaitu, keindahan alam di Patrawisa, kegiatan rekreasi berupa tubing, industri batik tulis, industri gula jawa, air terjun uncang – uncang dan lainnya, selian itu untuk menjadikan desa wisata juga diperlukan akomodasi. Akomodasi diperlukan bagi wisatawan yang berkunjung di desa Limbasari. Di desa Limbasari telah ada warga yang bersedia untuk menyediakan homestay bagi wisatawan yang datang dan ingin menginap di desa tersebut.

Perencanaan merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam pelaksanaan pembangunan, sebab dengan perencanaan yang tepat maka tujuan pembangunan dapat tercapai. Sedangkan dalam perencanaan diperlukan adanya partisipasi masyarakat, karena akan memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat selain itu juga masyarakat dapat mempercayai program pembagunan jika dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya. Sehingga dapat diketahui bahwa peran pemerintah saja dalam pembangunan tidak cukup guna mencapai pembangunan desa wisata yang diharapkan, tetapi peran aktif masyarakat yang berada di desa bersangkutan sangat diperlukan dalam usaha tersebut. Perencanaan tersebut perlu adanya partisipasi masyarakat sebagai informan serta subjek dalam proses perencanaan tersebut.


(65)

50 Potensi wilayah

 Fisik  Ekonomi  Sosial  Budaya

Perencanaan Pembangunan Desa Wisata

Survei Lapangan Penyusunan Rencana Tapak

Penyusunan Anggaran dan Sumber

Perencanaan SDM

Partisipasi Masyarakat

Fakor Pendorong Faktor Penghambat


(66)

51 D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah :

1. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan desa wisata ?

a. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam survei lapangan?

b. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tapak ?

c. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran dan sumber pembangunan desa wisata ?

d. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan sumber daya manusia (SDM) ?

2. Bagaimana bentuk partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata ?

3. Apa faktor pendorong partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata ?

4. Apa faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata ?


(67)

52 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan metode penelitian yang dipergunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Melalui pendekatan ini diharapkan peneliti mampu menghasilkan data yang bersifat deskriptif untuk mengungkapkan proses terjadinya di lapangan.

Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6)

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti bermaksud mendeskripsikan dan menguraikan mengenai proses partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan mengumpulkan data berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Dalam penelitian ini diharapkan akan diketahui mengenai proses partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata.

B. Subjek Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (1990:119) bahwa subjek penelitian merupakan sesuatu yang kedudukannya sentral karena pada subjek penelitian


(68)

53

itulah data tentang kategori yang diteliti berada dan diamati oleh peneliti. Sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data dapat berupa orang, benda gerak, atau proses tertentu.

Patton (dalam Poerwandari, 2005) menerangkan bahwa pedoman pengambilan subjek pada penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik penentuan subjek dengan kriteria tertentu (purposive), bahwa purposive adalah di mana pengambilan subjek penelitian dilakukan dengan pertimbangan tertentu, seperti orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan.

Dalam teknik purposive ini peneliti memilih subjek tidak dengan acak melaikan disengaja, yang artinya bahwa peneliti mengambil subjek yang benar –benar sesuai dengan penelitian ini. Subjek dalam penelitian ini adalah Sekretaris BAPPEDA yang dianggap tahu tentang jalannya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata diharapkan mampu memberikan informasi, 2 Perangkat Desa yang ikut serta dalam jalannya proses perencanaan dan diharapkan mampu memberikan informasi yang banyak untuk data penelitian, dan 5 Tokoh Masyarakat yang juga berpartisipasi dalam proses perencanaan desa wisata di Desa Limbasari.

C. Setting Penelitian

Lokasi penelitian adalah objek di mana kegiatan penelitian dilakukan. Penentuan lokasi penelitian dimaksudkan untuk mempermudah dan memperjelas objek yang menjadi sasaran penelitian, sehingga permasalahan


(69)

54

tidak terlalu luas. Lokasi penelitian ini berada di Desa Limbasari, Kecamatan Bobotsari, Kabupaten Purbalingga.

Alasan meneliti di Desa Limbasari yaitu :

1. Karena adanya proses perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari .

2. Selain itu dilihat dari sisi keterbukaan dari pihak desa maupun masyarakat sehingga memungkinkan lancarnya dalam memperoleh informasi atau data yang berkaitan dengan penelitian. D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik pengamatan (observasi), wawancara, dan dokumentasi. Beberapa teknik pengumpulan data tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Wawancara

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara semi struktur, jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya.

Teknik wawancara dilakukan untuk menggali informasi atau data tentang partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa


(70)

55

wisata di desa Limbasari. Wawancara ini digunakan kepada subjek penelitian yang telah dijelaskan di atas.

2. Pengamatan (observasi )

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki (Cholid Narbuko dan H. Abu Achmadi, 2007:80). Pengamatan ini berfungsi untuk menambah data yang belum diperoleh melalui wawancara dari para informan. Melalui pengamatan dapat menghindari adanya informan semu yang muncul dari penelitian. Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan observasi non partisipasi. Menurut Sugiyono (2011: 204) dalam observasi non partisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.

Observasi non partisipan yang dimaksud peneliti adalah peneliti tidak ikut dalam proses kegiatan yang terjadi di masyarakat, dan secara terpisah peneliti berkedudukan selaku pengamat. Dalam hal ini peneliti hanya bertindak sebagai penonton saja tanpa harus ikut terjun langsung ke lapangan.

Teknik observasi ini digunakan untuk mengamati pelaksanaan kegiatan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa wisata di desa Limbasari, menyangkut aktifitas para masyarakat.

3. Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2011: 329) dokumen adalah catatan peristiwa yang telah lampau yang berbentuk gambar, tulisan maupun karya tulis


(71)

56

yang berhubungan dengan objek yang diteliti. Dokumen merupakan pelengkap dari teknik wawancara dan observasi yang digunakan dalam sebuah penelitian. Hasil penelitian akan lebih dipercaya apabila didukung dengan dokumen-dokumen yang mendukung informasi melalui teknik wawancara dan observasi yang telah dilakukan.

Dalam hal ini peneliti menggunakan dokumentasi, berupa foto-foto kegiatan, data profil desa Limbasari dan catatan-catatan kegiatan dan berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai pendukung hasil penelitian. Dokumentasi digunakan sebagai pelengkap data hasil observasi dan wawancara

E. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2011:305), terdapat dua hal utama yang mempengaruhi kualitas hasil penelitan yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen harus diuji seberapa jauh ia paham tentang objek yang akan diteliti dan seberapa siap ia terjun ke lapangan.

Peneliti sebagi instrumen utama, adapun alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat fotografi, recorder, dokumen – dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian dan alat bantu lainnya.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)