Masa Depan Sarjana Pertanian Indonesia
Kopertis 1 Sumut dan NAD
Masa Depan Sarjana Pertanian Indonesia
Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda
terhadap sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih fakultas pertanian.
Berdasarkan analisis hasil SNMPTN 2008, terjadi kekosongan kursi pada program studi di bidang pertanian hingga 50
persen dari daya tampung universitas negeri. Di universitas swasta, angka ini lebih dari 50 persen. Pada saat yang
sama, banyak mahasiswa dari Malaysia kuliah tentang pertanian di negara kita. Apakah ini bukan ancaman bagi masa
depan sektor pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa?
Generasi muda di desa beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani
lebih memilih bekerja di kota yang menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya
generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas
dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian.
Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga
kerja (melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan
menjadi lahan pertanian berkelanjutan. Ini dimanfaatkan negara lain, seperti Malaysia, yang memperluas lahan
pertaniannya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, antara lain, untuk komoditas perkebunan.
Karena iklim tropis banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi dengan daerah
bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan,
rempah dan obat, energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia menjadi salah satu
pemasok utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah.
Nilai Ekonomi
Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodivesitas. Kekayaan hayati merupakan potensi yang dapat digali,
dikembangkan, dan diberi nilai ekonomi, untuk mencapai ketahanan pangan, seperti spesies/varietas berproduksi tinggi
dan tahan terhadap kondisi lingkungan merugikan, serta berbagai jenis tanaman untuk diversifikasi pangan, pupuk
hayati, dan pestisida biologi. Juga menjadi potensi seiring dengan kecenderungan global kembali ke alam, di mana
produk-produk tumbuhan (herbal) semakin populer dan memasuki gaya hidup mo-dern (sebagai obat, suplemen,
kosmetik dan produk perawatan kecantikan, terapi aroma, relaksasi, serta spa).
Bagi kelangsungan hidup secara berkelanjutan, manusia memilih hasil tumbuhan dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Kebutuhan berubah dari waktu ke waktu akibat bertambahnya jumlah permintaan; perubahan keadaan; perubahan
selera, dan pasar. Saat ini secara global dunia dihadapkan pada permasalahan krisis pangan dan energi. Jadi, sektor
pertanian berpeluang untuk terus berkarya. Yang berarti sektor pertanian layak dikembangkan demi masa depan bangsa.
Berdasarkan potensinya, kekuatan yang menjadi pilar pembangunan Indonesia adalah sektor pertanian ditopang oleh
riset, pengembangan, penerapan bioteknologi, serta memperluas dan memperkuat industri berbasis pertanian. Untuk ini,
dibutuhkan generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil. Generasi muda
dipersiapkan untuk menjadi pelaku wira- usaha di berbagai bidang seperti produksi, penyedia sarana produksi,
pemasaran hasil, agroindustri, seperti penanganan industri hulu hingga hilir, eksportir, konsultan pertanian, dan
konsultan pangan. Juga untuk menjadi pelaku dan penentu kebijakan di berbagai instansi terkait, seperti departemen,
industri makanan dan minuman, perkebunan besar negara dan swasta, serta lembaga pendidikan. Kelompok penyuluh
profesional diperlukan untuk mendampingi petani.
Petani dibina secara simultan dan profesional untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial,
mendorong petani lebih profesional dan berorientasi pasar, meningkatkan kesadaran dan wawasan petani tentang
agrobisnis dan agroindustri.
Prioritas
Pemerintah sebenarnya menyadari sektor pertanian adalah keunggulan kita. Pada 2006, pemerintah memprioritaskan
10 komoditas untuk dikembangkan secara menyeluruh, lima di antaranya komoditas pertanian, yakni kakao, karet, kopi,
udang, dan kelapa sawit. Tak kurang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu di
awal masa kerjanya, 2004, mengumumkan prioritas pembangunan, dengan urutan pertama sektor pertanian. Namun,
banyak permasalahan kita tidak terlepas dari banyaknya kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan sektor
pertanian, seperti, harga jual dan pasar, ketersediaan dan harga saprotan (seperti pupuk), impor komoditas strategis,
farmer share yang tidak adil, pajak ekspor progresif, infrastruktur, dan lain-lain. Apakah ini cukup signifikan bepengaruh
terhadap penurunan minat generasi muda terhadap bidang pertanian?
Yang pasti negara industri besar, seperti: Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan dengan jumlah petani
dan kontribusi pertanian yang kecil memberikan perhatian serius pada pengelolaan sektor pertanian, menganggap suara
petani penting, dan memberikan perlindungan bagi petaninya.
http://www.kopertis1.org
Powered by: Joomla!
Generated: 31 August, 2012, 19:54
Kopertis 1 Sumut dan NAD
kata kunci pencarian: student research, lecture research, riset, Student Loan, Education Loan Consolidation, College
Consolidation Loan, Student Loan Debt Consolidation, Student Loan Consolidation Rate, Education Consolidation
Loans, Student Loan Partners, education budget, government,education
Masa depan bangsa Indonesia ditentukan masa depan pertaniannya. Perlu kita ingat usaha-usaha di sektor ini sudah
teruji pada masa krisis pada tahun 1997/1998. Dan sudah sejak dulu Indonesia merupakan negara agraris. Bukankah
pada zaman penjajahan para saudagar dari daratan Eropa dan Asia datang ke Indonesia karena hasil bumi kita? Jangan
sampai potensi sektor pertanian kita hanya dimanfaatkan dan dinikmati negara lain pada era globalisasi ini. Jangan
sampai kita bukan hanya mengimpor produk pertanian, melainkan juga meng- impor ahli (sarjana) pertanian.
Sekali lagi, masa depan sektor pertanian menantikan peran generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana
pertanian yang ulet dan terampil, serta komitmen pemerintah. Oleh Benedicta L Siregar Penulis adalah Dosen Fakultas
Pertanian Universitas HKBP Nommensen, Medan
http://www.kopertis1.org
Powered by: Joomla!
Generated: 31 August, 2012, 19:54
Masa Depan Sarjana Pertanian Indonesia
Di tengah-tengah banyaknya pekerjaan rumah di sektor pertanian muncul kekurangtertarikan tenaga kerja muda
terhadap sektor ini. Itu ditandai dengan menurunnya minat lulusan siswa menengah atas memilih fakultas pertanian.
Berdasarkan analisis hasil SNMPTN 2008, terjadi kekosongan kursi pada program studi di bidang pertanian hingga 50
persen dari daya tampung universitas negeri. Di universitas swasta, angka ini lebih dari 50 persen. Pada saat yang
sama, banyak mahasiswa dari Malaysia kuliah tentang pertanian di negara kita. Apakah ini bukan ancaman bagi masa
depan sektor pertanian, bahkan bagi masa depan bangsa?
Generasi muda di desa beramai-ramai menjadi kaum urban, meninggalkan desa dan status petani. Anak-anak petani
lebih memilih bekerja di kota yang menyebabkan kosongnya kantong-kantong pertanian potensial dan berkurangnya
generasi muda potensial di pedesaan. Ini disebabkan masih membudayanya pandangan petani sebagai pekerjaan kelas
dua, di samping masih sempitnya kesadaran dan pemahaman akan potensi pertanian.
Indonesia memiliki potensi sangat besar di bidang pertanian ditinjau dari ketersediaan lahan, kesesuaian iklim, tenaga
kerja (melimpah), komoditas beragam, dan kekayaan hayati. Indonesia memiliki lahan luas, yang dapat dikembangkan
menjadi lahan pertanian berkelanjutan. Ini dimanfaatkan negara lain, seperti Malaysia, yang memperluas lahan
pertaniannya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, antara lain, untuk komoditas perkebunan.
Karena iklim tropis banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan di Indonesia. Ditambah lagi dengan daerah
bergunung yang cocok untuk tanaman subtropis. Komoditas pertanian menjadi beragam, seperti perkebunan, pangan,
rempah dan obat, energi nabati, hortikultura (sayur, buah, flora), serta serat alam. Indonesia menjadi salah satu
pemasok utama dunia, antara lain, komoditas kelapa sawit, kakao, teh, kopi, karet alam, dan rempah.
Nilai Ekonomi
Indonesia adalah salah satu negara pusat megabiodivesitas. Kekayaan hayati merupakan potensi yang dapat digali,
dikembangkan, dan diberi nilai ekonomi, untuk mencapai ketahanan pangan, seperti spesies/varietas berproduksi tinggi
dan tahan terhadap kondisi lingkungan merugikan, serta berbagai jenis tanaman untuk diversifikasi pangan, pupuk
hayati, dan pestisida biologi. Juga menjadi potensi seiring dengan kecenderungan global kembali ke alam, di mana
produk-produk tumbuhan (herbal) semakin populer dan memasuki gaya hidup mo-dern (sebagai obat, suplemen,
kosmetik dan produk perawatan kecantikan, terapi aroma, relaksasi, serta spa).
Bagi kelangsungan hidup secara berkelanjutan, manusia memilih hasil tumbuhan dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Kebutuhan berubah dari waktu ke waktu akibat bertambahnya jumlah permintaan; perubahan keadaan; perubahan
selera, dan pasar. Saat ini secara global dunia dihadapkan pada permasalahan krisis pangan dan energi. Jadi, sektor
pertanian berpeluang untuk terus berkarya. Yang berarti sektor pertanian layak dikembangkan demi masa depan bangsa.
Berdasarkan potensinya, kekuatan yang menjadi pilar pembangunan Indonesia adalah sektor pertanian ditopang oleh
riset, pengembangan, penerapan bioteknologi, serta memperluas dan memperkuat industri berbasis pertanian. Untuk ini,
dibutuhkan generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana pertanian yang ulet dan terampil. Generasi muda
dipersiapkan untuk menjadi pelaku wira- usaha di berbagai bidang seperti produksi, penyedia sarana produksi,
pemasaran hasil, agroindustri, seperti penanganan industri hulu hingga hilir, eksportir, konsultan pertanian, dan
konsultan pangan. Juga untuk menjadi pelaku dan penentu kebijakan di berbagai instansi terkait, seperti departemen,
industri makanan dan minuman, perkebunan besar negara dan swasta, serta lembaga pendidikan. Kelompok penyuluh
profesional diperlukan untuk mendampingi petani.
Petani dibina secara simultan dan profesional untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan manajerial,
mendorong petani lebih profesional dan berorientasi pasar, meningkatkan kesadaran dan wawasan petani tentang
agrobisnis dan agroindustri.
Prioritas
Pemerintah sebenarnya menyadari sektor pertanian adalah keunggulan kita. Pada 2006, pemerintah memprioritaskan
10 komoditas untuk dikembangkan secara menyeluruh, lima di antaranya komoditas pertanian, yakni kakao, karet, kopi,
udang, dan kelapa sawit. Tak kurang dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu di
awal masa kerjanya, 2004, mengumumkan prioritas pembangunan, dengan urutan pertama sektor pertanian. Namun,
banyak permasalahan kita tidak terlepas dari banyaknya kebijakan yang tidak berpihak pada petani dan sektor
pertanian, seperti, harga jual dan pasar, ketersediaan dan harga saprotan (seperti pupuk), impor komoditas strategis,
farmer share yang tidak adil, pajak ekspor progresif, infrastruktur, dan lain-lain. Apakah ini cukup signifikan bepengaruh
terhadap penurunan minat generasi muda terhadap bidang pertanian?
Yang pasti negara industri besar, seperti: Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Korea Selatan dengan jumlah petani
dan kontribusi pertanian yang kecil memberikan perhatian serius pada pengelolaan sektor pertanian, menganggap suara
petani penting, dan memberikan perlindungan bagi petaninya.
http://www.kopertis1.org
Powered by: Joomla!
Generated: 31 August, 2012, 19:54
Kopertis 1 Sumut dan NAD
kata kunci pencarian: student research, lecture research, riset, Student Loan, Education Loan Consolidation, College
Consolidation Loan, Student Loan Debt Consolidation, Student Loan Consolidation Rate, Education Consolidation
Loans, Student Loan Partners, education budget, government,education
Masa depan bangsa Indonesia ditentukan masa depan pertaniannya. Perlu kita ingat usaha-usaha di sektor ini sudah
teruji pada masa krisis pada tahun 1997/1998. Dan sudah sejak dulu Indonesia merupakan negara agraris. Bukankah
pada zaman penjajahan para saudagar dari daratan Eropa dan Asia datang ke Indonesia karena hasil bumi kita? Jangan
sampai potensi sektor pertanian kita hanya dimanfaatkan dan dinikmati negara lain pada era globalisasi ini. Jangan
sampai kita bukan hanya mengimpor produk pertanian, melainkan juga meng- impor ahli (sarjana) pertanian.
Sekali lagi, masa depan sektor pertanian menantikan peran generasi muda sebagai petani tangguh atau sarjana
pertanian yang ulet dan terampil, serta komitmen pemerintah. Oleh Benedicta L Siregar Penulis adalah Dosen Fakultas
Pertanian Universitas HKBP Nommensen, Medan
http://www.kopertis1.org
Powered by: Joomla!
Generated: 31 August, 2012, 19:54