Peranan Teknologi Informasi Dalam Perkem (2)

Peranan Teknologi Informasi Dalam Perkembangan
Perkotaan Indonesia.
Oleh
Fariz Rifqi Ihsan
(1306345144)

Kota sebagai perwujudan budaya, tidak hanya meruapakan
bentuk fisikal, formal dan morfologikal semata sebagai perwujudan
tangibilitas, namun juga terdapat sebuah proses interaktif antara
penghuni dan norma maupun nilai sosial dalam pemenuhan
kebutuhannya. Patut ditelaah lebih lanjut tentang proses
terbentuknya sebuah kota dari berbagai teori yang ada di dalam
konteks peradaban manusia yang semakin bergerak kearah
permasalahan yang sangat komplek.
Berdasarkan tulisan Werner Rutz dengan judul Cities and
towns in Indonesia: their development, current positions, and
functions with regard to administration and regional economy
,sebuah bentuk sebuah kota dapat akan berkembang berdasarkan
fungsi-fungsi penting mereka. Ketujuh fungsi yang diturunkan dari
fungsi non agraria tersebut adalah : pertama, fungsi administrasi;
kedua, fungsi perdagangan; ketiga, fungsi transportasi; keempat,

fungsi perikanan; kelima, fungsi industri; keenam, fungsi
pertambangan dan ketujuh, fungsi pariwisata.
Demikian Pula dengan perkembangan identitas di kota-kota
Indonesia berkembang menurut ciri-ciri fisik dan fasilitas penunjang
menurut Prof. Dr. Werner Rutz pada penilitiannya yang
dipublikasikan pada tahun 1987 , untuk sebuah desa nelayan adalah
letak permukiman yang berada di tepi pantai atau muara sungai,
atau juga tepi danau yang tidak curam, bukan hutan bakau, dan
tidak berlumpur, selain itu juga memiliki akses ke laut lepas.
Sementara itu, untuk kota industri manufaktur dan kota tambang
umumnya berkembang karena dorongan dari perkembangan
infrastruktur, motorisasi, dan perkembangan jasa-jasa pelayanan,
selain itu umumnya tipe kota ini di Indonesia terletak
diluar/bersebelahan .
Latar belakang penulisan ini berfokus tentang kebutuhan
masyarakat tentang fasilitas pelayanan publik terhadap sebuah
perkembangan perkotaan di Indonesia. Werner Rutz dalam bukunya
Cities and Towns in Indonesia di tahun 1987 yang memasukan 74
macam pelayanan publik yang berdasarkan service type, service
branch, dan service class dalam sebuah metode penelitian beliau

dalam menentukan sebuah perkembangan dan klasifikasi kota-kota
di Indonesia pada saat itu . Kali ini saya mencoba megkaji kembali
fasilitas publik dalam perkembangannya di era modern dengan

semakin banyaknya variasi yang berdasarkan kebutuhan modern
masyarakat kota.
Sehingga diharapkan bisa muncul sebuah
alternatif klasifikasi fungsi perkotaan yang baru dalam melihat
perkembangan perkotaan di Indonesia.
Ada sebuah hal yang menarik dari Werner Rutz dalam
bukunya Cities and Towns in Indonesia dimasukannya fasilitas
kantor pos pada 74 macam pelayanan publik yang pada saat itu,
kantor pos memiliki peranan penting dalam perkembangan
permukiman. Jika kita melihat sejarah tentang Kantor pos, pada era
sebelum tahun 90an berfungsi sebagai tempat pertukaran informasi
dan berita. Akan tetapi pada era millennium atau pasca tahun
2000an, peran dan fungsi kantor pos pada sebuah permukiman
sangat menurun tajam dikarenkannya kemajuan teknologi yang
cepat.
Kali ini saya mencoba menelaah kembali teori Alex Inkeles, dia

merupakan salah satu di antara ahli yang mengemukakan tentang
kualitas dan sikap orang modern. Menurut Inkeles (1974: 24)
kualitas manusia modern tercermin pada orang yang berpartisipasi
dalam produksi modern yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap,
nilai, dan tingkah laku dalam kehidupan sosial. Ciri-cirinya meliputi
keterbukaan terhadap pengalaman baru, selalu membaca
perubahan sosial, lebih realistic terhadap fakta dan pendapat,
berorientasi pada masa kini dan masa yang akan datang bukan
pada masa lalu, berencana, percaya diri, memiliki aspirasi,
berpendidikan dan mempunyai keahlian, respek, hati-hati, dan
memahami produksi. Sehingga saya melihat kebutuhan masyarakat
modern yang tak lepas dari sebuah peran arus informasi yang
masyarakat peroleh.
Dalam era yang modern dilihat dari pentingnya masyarakat
untuk berpartisipasi dalam pembangunan, maka di perlukan
pertukaran informasi yang cepat dan akurat dan kebutuhan akan
sebuah informasi harus dapat diakses secara effesien . Oleh karena
itu arus informasi ini pun tak lepas dari sebuah perkembangan
tekhnologi informasi. Hal ini pun juga tak lepas dari sebuah istilah
sibernetika berasal dari Yunani kuno κυβερνήτης (kybernētēs,).

Sibernetika yang mempunyai tujuan penting yaitu untuk memahami
dan menentukan fungsi dan proses dari sistem yang memiliki tujuan
dan yang berpartisipasi dalam lingkaran rantai sebab akibat yang
bergerak dari aksi/tindakan menuju ke penginderaan lalu
miembandingkan dengan tujuan yang diinginkan, dan kembali lagi
kepada tindakan. Demikian pula menurut Norbert Wiener, dalam
bukunya yang berjudul Cybernatics, yang menggunakan istilah
tersebut sebagai suatu studi terhadap kontrol dan komunikasi pada
binatang dan mesin.
Jika konsep Cybernatics
dikaitkan dengan sebuah ilmu
perkotaaan maka munculah sebuah konsep Cybercities. Dalam

Cybercities Reader tahun 2004 yang ditulis oleh Stephen Graham
,beliau merupakan Profesor Teknologi Perkotaan di Newcastle yang
menjelaskan tentang persimpangan teknologi media digital dan
kehidupan perkotaan. Pada konsep Cybercity dalam tulisan tersebut
yang menegaskan bahwa kota-kota baru sekarang diubah secara
revolusioner oleh perkembangan teknologi. Bahwa teori cybercities
dengan menggunakan pendekatan substitusi, menekankan bahwa

teknologi baru dapat menggantikan ruang yang ada di perkotaan ,
tempat , dan hubungan sosial yang didasarkan pada ketidak hadiran
secara fisik .
Pentingnya peran tekhnolgi informasi ditekankan oleh Manuel
Castells dalam “The Network Society: A Cross-cultural Perspective”
di tahun 2004 mengatakan bahwa fenomena revolusi teknologi
informasi berdampak pada perubahan ruang konvensional dalam
interaksi menjadi ruang virtual. Perhatian semakin diarahkan untuk
mengeksplorasi bagaimana aspek-aspek ekonomi, sosial dan
budaya kota berinteraksi dengan perkembangan jaringan
telekomunikasi dan informasi yang canggih di semua lapisan
kehidupan perkotaan. Oleh karena itu maka perkembangan
teknologi informasi dapat dijadikan sebuah alternatif klasifikasi
fungsi perkotaan berdasarkan infrastuktur penunjang teknologi
informasi dan komunikasi. Sehingga dapat menambahkan klasifikasi
teknologi informasi dari 7 klasifikasi fungsi perkotaan menurut
Werner Rutz di dalam ukunya Cities and Towns in Indonesia untuk
menujukan perkembangan pekotaan di Indonesia.