Implementasi Prinsip Kehati hatian Dalam

Implementasi
Kehati-hatian
Perbankan Syari’ah

Prinsip
Dalam

Untuk memenuhi tugas Hukum Perbankan Syari’ah
Dosen pembimbing
Di susun oleh

: M. Ah. Subhan Z.A., S.H.I., M.E.I.

: Uswatun Khoiroh (201302329057)

__Ekonomi Syari’ah__

Prinsip
Kehati-hatian
Dalam
Kegiatan Usaha Bank Syari’ah

Suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank
dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib
bersikap

hati-hati

dalam

rangka

melindungi

dana

masyarakat yang dipercayakan padanya.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang
menetapkan,

bahwa:


Perbankan

Indonesia

dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi
dengan menngunakan prinsip kehati-hatian.

Analisis Kelayakan Penyaluran Dana
Dalam pasal 36 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
menentukan, bahwa:
Dalam menyalurkan pembiayaan dan melakukan kegiatan
usaha lainnya, Bank Syari’ah dan UUS wajib menempuh
cara-cara yang tidak merugikan Bank syari’ah dan/atau
UUS dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya.

Pedoman analisis kelayakan penyaluran dana dalam
perbankan syari’ah:

1.

Penilaian watak/kepribadian (character)

2.

Penilaian Kemampuan (Capacity)

3.

Penilaian Modal (Capital)

4.

Penilaian Agunan (Colateral)

5.

Penialain prospek usaha


Kewajiban Penyediaan Modal
Minimum
Dalam rangka menjamin dan memelihara tingkat kesehatan perbankan
syari’ah, bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syari’ah diwajibkan untuk memenuhi rasio kewajiban penyedian
modal minimum . Sebagaimana dalam Pasal 11 undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2008 menegaskan
Besarnya modal disetor minimum untuk mendirikan Bank Syari’ah
ditetapkan dalam peraturan bank Indonesia.
Ketentuan KPMM dimaksudkan untuk memngantisipasi risiko bank untuk
kelangsungan dan pengembangan usahanya.

Posisi Devisa Neto
Posisi devisa neto adalah selisih bersih antara aktiva dan pasiva dalam
neraca untuk setiap valuta asing, ditambah dengan selisih bersih
tagihan dan kewajiban, baik yang merupakan komitmen maupun
kontinjensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing
dinyatakan dalam rupiah.
Pasal 2 Nomor 12/10/PBI/2010 menegaskan
Bank wajib mengelola dan memelihara Posisi Devisa Neto pada akhir

hari kerja dengan ketentuan secara keseluruhan paling tinggi 20%
dari modal.

Batas Maksimum Penyaluran Dana
Di jelaskan pada pasal 37 UU No 21 tahun 2008 bahwa Bank
Indonesia

diberikan

kewenangan

untuk

menetapkan

BMPD

berdasarkan prinsip syari’ah untuk nasabah penerima fasilitas,
termasuk kpd perusahaan dalam kelompok yang sama dengan Bank
Syari’ah dan UUS serta pengurus yang bersangkutan.

Tujuannya

untuk

melindungi

kepentingan

dan

kepercayaan

masyarakat serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank, dimana
dalam penyaluran dananya, bank diwajibkan mengurangi risiko
dengan cara menyebarkan penyediaan dana.

Larangan Dalam Pemberian Kredit
Berdasarkan

Surat


Keputusan

Direksi

Bank

Indonesia

Nomor

24/32/KEP/DIR dan Surat edaran Bank Indonesia Nomor 24/1/UKU

Bank Indonesia menetapkan beberapa hal yang berkaitan dengan
pembatasan dalam pemberian kredit bank untuk jual beli saham, yaitu:
1.

Bank dilarang memberikan kredit dengan agunan pokok dan agunan
tambahan berupa saham perusahaan lain.


2.

Bank dilarang memberikan kredit kepada perorangan atau perusahaan
yang bukan perusahaan sekuritas untuk jual beli saham, kecuali
pemberian kredit kepada koperasi dalam rangka pembelian saham bank
yang bersangkutan

Giro Wajib Minimum
GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh Bank
yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar Persentase
tertentu dari Dana Pihak Ketiga Bank / DPK.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/23/PBI/2008, menetapkan bahwa
Bank Umum Syari’ah wajib memelihara GMW dalam rupiah dan
khusus Bank Devisa diwajibkan pula memelihara GMW dalam valuta
asing.

Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan
Kebijakan Perkreditan Bank
Bank indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum
untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan

pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK dir BI no.
27/162/KEP/DIR , yaitu sebagai berikut:
1.

Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan

2.

Organisasi dan manajemen perkreditan

3.

Kebijakan persetujuan kredit

4.

Dokumentasi dan administrasi kredit

5.


Pengawasan kredit

6.

Penyelesaian kredit bermasalah

Penilaian Kualitas Aktiva
1.

Dasar hukum penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit
Usaha Syari’ah
Penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syari’ah dan UUS dituangkan
dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011.

2. Kewajiban penilaian kualitas aktiva bagi Bank Umum Syari’ah dan

Unit Usaha Syari’ah
Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011
mnetapkan penanaman dan penyediaan dana Bank Umum Syari’ah dan
UUS wajib dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi

prinsip syari’ah dan wajib menilai, memantau, dan mengambil langkahlangkah antisipasi agar kualitas aktiva senantiasa dalam keadaan lancer.

3. Penggolongan kualitas aktiva bagi Bank Umum Syari’ah dan Unit Usaha
Syari’ah
a)

Kualitas aktiva pembiayaan
Penilaian ini dilakukan berdasarkan faktor dan komponen yang
berkaitan dengan prospek usaha, kinerja nasabah, dan kemampuan
membayar nasabah.

Berdasarkan penilaian faktor-faktor dan komponen-komponen aktiva
produktif dalam bentuk pembiayaan, maka penggolongan kualitas
aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan menjadi lancer, dalam
perhatian khusus, kurang lancer, diragukan, dan macet.

b) Kualitas aktiva surat berharga
kualitas aktiva produktif dalam bentuk surat berharga syari’ah yang diakui
berdasarkan nilai pasar, yaitu berupa surat berharga yang tersedia untuk
dijual atau untuk diperdagangkan, dan surat berharga yang diakui
berdasarkan harga perolehan, yaitu untuk surat berharga yang dimiliki
hingga jatuh tempo.
Kualitas aktiva produktif surat berharga syari’ah yang diakui berdasarkan
nilai pasar digolongkan lancer sepanjang memenuhi persyaratan berikut:
a)

Aktif diperdagangkan diBursa efek di Indonesia

b)

Terhadap informasi nilai pasar secara transparan

c)

Telah diterima imbalan dalam jumlah dan waktu yang tepat sesuai perjanjian

d)

Belum jatuh tempo.

kualitas aktiva produktif dalam bentuk surat berharga syari’ah yang
diakui berdasarkan harga perolehan atau yang diakui berdasarkan nilai
pasar namun tidak aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
digolongkan lancer, kurang lancer, macet.

3)

Kualitas aktiva penyertaan modal dan penyertaan modal sementara
Penyertaan modal dengan pangsa Bank Umum Syari’ah dan UUS
lebih rendah dari 20% wajib dicatat dengan metode biaya dan dapat
digolongkan menjadi lancer, kurang lancer, diragukan, dan macet.
Kualitas aktiva produktif dalam bentuk penyertaan modal sementara di
nilai berdasarkan jangka waktu penyertaannya dapat digolongkan
menjadi lancer, kurang lancer, diragukan, dan macet.

4)

Kualitas aktiva penempatan pada bank lain
Kualitas aktiva produktif dalam bentuk penempatan pada Bank Umum
Syari’ah dan UUS lain digolongkan lancer, kurang lancer, dan macet.

5)

Kualitas aktiva transaksi rekening administratif

Kualitas aktiva produktif transaksi rekening administratif
digolongkan sebagai berikut
a)

Mengikuti kualitas aktiva produktif dalam bentuk penempatan pada
bank lain apabila pihak lawan transaksi rekening administrative
tersebut adalah bank lain.

b)

Mengikuti kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan
apabila pihak lawan transaksi dan transaksi rekening administrative
tersebut adalah nasabah.

6)

Kualitas agunan yang diambil alih
Menurut ketentuan dalam Pasal 35 Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011, kualitas aktiva nonproduktif dalam bentuk AYDA
digolongkan menjadi lancer, apabila AYDA dimiliki sampai dengan 1
tahun, atau macet, apabila AYDA dimiliki lebih dari satu tahun.

7)

Kualitas aktiva produksi terbengkalai
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 diartikan
property terbengkalai adalah aktiva tetap yang dimiliki Bank Umum
Syari’ah dan UUS dalam bentuk tanah atau bangunan yang tidak
digunakan untuk kegiatan usaha Bank Umum Syari’ah dan UUS yang
lazim
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 38 Peraturan Bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011, kualitas aktiva nonproduktif dalam bentuk property
terbengkalai digolongkan lancer, kurang lancer, diragukan, dan macet.

8)

Kualitas rekening antarkantor dan suspense account
Dalam ketentuan Pasal 39 Peraturan bank Indonesia Nomor
13/13/PBI/2011 diatur, bahwa bank Umum Syari’ah dan UUS
diwajibkan untuk melakukan upaya penyelesaian rekening
antarkantor dan suspense account digolongkan lancer dan macet

Penyisihan Penghapusan Aktiva
PPA adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar presentase tertentu
berdasarkan kualitas aktiva PPA bagi Bank Umum Syari’ah dan UUS .
Pasal 41 peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 diatur mengenai
ketentuan tata cara pembentukan cadangan PPA bagi bank Umum Syari’ah dan
UUS.

pembentukan cadangan umum PPA bagi Bank Umum Syari’ah dan UUS,
ditetapkan paling rendah sebesar 1% dari seluruh aktiva produktif yang
digolongkan lancer dan tidak berlaku bagi aktiva produktif dalam bentuk
SBIS, surat berharga syari’ah yang diterbitkan pemerintah Indonesia, dan
bagian aktiva produktif yang dijamin dengan jaminan pemerintah Indonesia
atau agunan tunai.

Restrukturisasi Pembiayaan
Restrukturisasi pembiayaan adalah upaya yang dilakukan Bank Syari’ah
dan UUS dalam rangka membantu nasabah agar dapat menyelesaikan
kewajibannya, antara lain melalui:
1.

Penjadwalan kembali (rescheduling)

2.

Persyaratan kembali (reconditioning)

3.

Penataan kembali (restructuring)

Kewajiban Mengumumkan Neraca Dan
Laporan Laba Rugi Tahunan
Dalam Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang nomor 21 tahun
2008 ditetapkan, bahwa Bank Syari’ah dan UUS wajib menyampaikan
kepada bank Indonesia laporan keuangan berupa neraca tahunan dan
perhitungan laba rugi tahunan serta penjelasannya yang disusun
berdasarkan prinsip akuntansi syari’ah yang berlaku umum, serta
laporan berkala lainnya, yang sebelumnya wajib terlebih dahulu
diaudit oleh kantor akuntansi publik.

Penetapan Program Anti Pencucian Uang
Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme
Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/20/PBI/2010, BPR dan BPRS
diwajibkan untuk menerapkan Program anti Pencucian Uang (APU) dan
Pencegahan Pendanaan terorisme (PPT).