Teater Etika Profesi Guru. docx

Ada Apa Dengan Sekolah

Naskah Cerita :
Scene 1
Sekolah sama seperti sebuah lautan kenangan tentang masa muda, sebuah masa yang
katanya di penuhi oleh gejolak jiwa yang bergelora. bagi pak bagus, sekolah ini bukan hanya
tentang cerita muda bagi murid2nya saja namun juga melainkan cerita tentang bagaimana pak
bagus berusaha secara tulus untuk mengabdikan diri menjadi seorang pendidik yang kata
orang tidak akan memberikan kekayaan ataupun kejayaan duniawi seperti apa yang di
eluh2kan oleh banyak orang di luar sana.
Hari ini kebetulan SMA Budi Mulia kedatangan siswa pindahan, dan siswa itu masuk di
kelas XI IPS 1 dimana pada jam pertama di kelas itu diampu oleh pak Bagus, jadi siswa
pindahan itu bersama-sama dengan pak Bagus masuk di kelas XI IPS 1.
Pak Bagus

: “selamat pagi anak-anak.”

Para siswa

: “pagi pak.” (sambil membenahkan posisi duduk).


Pak Bagus

: “baik anak-anak, hari ini kita kedatangan siswa baru. Nesti silahkan
perkenalkan diri.”

Nesti

: “ hai..aku Nesti pindahan dari SMA Nusa Bangsa. Aku lahir di Jogja dan
besar di Jogja.”
Siswa-siswa yang duduk di barisan depan (siswa alim, pinter, pendiam, dan cupu)

memperhatikan perkenalan Nesti dengan senyum, Yora dan Kinan memperhatikan dengan
sinis sambil asik bermain HP dan berdandan. Sedangkan Gama tetap memasang muka sok
cool sambil sesekali melirik Meta, dan siswa lainnya tetap tidur dibangku masing-masing.

Pak Bagus

: “oke. Selamat datang Nesti, semoga kamu betah ya sekolah di sini. Silahkan
kamu duduk di sana.” (sambil menunjuk bangku yang kosong).


Pak Bagus kemudian memulai mata pelajaran Sosiologi materi penyimpangan sosial.
Saat sedang asik menjelaskan materi, tiba-tiba Risko masuk kelas dengan mukanya yang
tengil dan langsung duduk tanpa memberi salam pada guru.
Pak Bagus

: “Risko, kenapa kamu baru masuk?”

Risko tidak menjawab dan langsung tidur dibangkunya. Pak Bagus berusaha menanyakan
alasan Risko lagi.
Pak Bagus

: “Risko? Kenapa kamu baru masuk?”

Risko

: “bukan urusan bapak!” (dengan nada tidak mau diganggu).

Pak Bagus

: (sambil menghela nafas dan berusaha sabar) “Ya sudah, perhatikan

pelajarannya dengan baik ya.”

Pak Bagus pun kembali melanjutkan pelajaran. Pak Bagus berusaha sekuat tenaga
untuk menjelaskan materi pelajaran dengan asik dan menarik akan tetapi murid-muridnya
tetap mengacuhkan dia, meledek dia, atau bahkan materi yang di berikan menguap begitu
saja di pikiran para siswa. Nesti yang memang sama sekali tidak tertarik akan nilai, langsung
tidur dibangkunya. Sedangkan Gama tetap dengan gaya sok coolnya selalu melihat ke arah
Meta. Yora yang sudah tidak tertarik dengan pengajaran Pak Bagus akhirnya menyeletuk,
Yora

: “aduh pak, bapak tu ngomong apa sih, udah pak pulang aja, buang-buang
waktu deh.”

Kinan

: “iyapak kalo mau dongeng jangan di kelas lah, ngantuk ni aku jadinya.”
(sambil asik berdandan).

Pak Bagus


: “Yora..kalau berbicara dengan bapak yang sopan. Kinan ini kelas ya bukan
salon tolong jangan dandan di kelas.”

Kinan

: “Ih.. suka-suka saya dong pak, siapa bapak ngatur-ngatur saya? Mama ku
fine-fine aja kok aku dandan gini.”

Pak Bagus

: “ Kinan kalau saya bilang....!” (dengan nada tegas).

Risko

: (menggebrak meja) “ashhh... berisik, bisa pada diem gak sih?

Sontak semua siswa di kelas itu pun terkejut, dan Kinan pun langsung meletakan
cermin serta lisptiknya di meja sambil memasang muka benci pada Pak Bagus. Lalu pak
Bagus melanjutkan materinya, dan tak lama kemudian bel istirahat berbunyi. Belum sempat
menutup proses pembelajaran, para siswa sudah berhamburan ke luar kelas tanpa

memperdulikan pak Bagus. Pak Bagus pun hanya diam dan berusaha sabar dan mengucapkan
selamat siang pada siswa-siswi yang masih ada, lalu meninggalkan kelas.

Dengan muka lelah pak Bagus berjalan memasuki ruang guru, dan di sana ada Bu
Mimin dan Pak Endro yang sedang bersantai ria.
Pak Bagus

: “ siang pak Beno, bu Mimin,” sapa pak Bagus sambil menuju tempat duduk.

Pak Endro

: “ eh pak Bagus, abis ngajar pak?”

Pak Bagus

: “lah iya to pak, kalo nggak ngajar ngapain lagi di sini. Mosok ya jualan pak.”

Bu Tutik

: “ hahah pak Bagus ini bisa saja, bagaimana kelas XI IPS 1 pak? Sudah ada

perubahan belum?”

Pak Endro

: “ tidak perlu ditanya bu, siswa siswi kelas XI IPS 1 kan memang anakanaknya sepert itu. Apa boleh buat lagian di kelas itu juga ada anaknya bapak
Beno ketua yayasan sekolah kita, yang bisa kita lakukan ya hanya mengawasi
saja kalau kita berbuat terlalu keras nanti kita dipecat lagi. Yang penting mah
kita ngajar dapat gaji, dapat tunjangan, dan bonus dari yayasan. Selama kita
bisa mengatur nilai anaknya dan anak-anak lain yang orang tuanya sering
memberi kita hadiah.”

Pak Bagus

: “wah kita tidak boleh seperti itu pak, itu tidak baik, kita sebagai guru
memiliki tugas untuk membimbing dan mendidik siswa untuk menjadi pribadi
yang lebih baik. Tugas kita itu besar pak, kita tidak boleh main-main dengan
tugas kita ini, kita juga harus adil dengan siswa tidak boleh pilih-pilih seperti
itu kasihan yang benar-benar belajar akan tersingkir hanya karena kalah
dengan mereka yang memiliki uang dan sering memberi hadiah.


Bu Tutik

: “aduh.. bapak ini naif banget sih pak. Zaman sekarang ini mana ada hal yang
gratis pak, semuanya itu ada bayarannya. Kalo tidak punya uang untuk
membayar ya sudah terima saja nasib. Lagi pula saya juga tidak pernah

meminta, tetapi para orang tua sendiri yang memberikannya pada saja, supaya
saya bisa meloloskan nilai anaknya.”
Pak Endro

: “sudah-sudah jangan berantem. Kalo memang pandangan pak Bagus mau
seperti itu ya biarkan saja. Paling sebentar lagi dia akan berubah pikiran.
Daripada membahas masalah seperti ini menidingan Pak Bagus ikut saya
masuk kelas XI IPS 2 yang isinya khusus anak-anak olah raga. Bayangkan
betapa sexynya mereka pak, cantik dan semok-semok badannya, hmmmm
refresing gratis. Dijamin mantep pak.”

Pak Bagus

: “ astaga pak Beno, pikirannya bog ya jangan mesum begitu pak, tidak baik.”


Pak Endro

: “ ahhh bapak ni diajak enak malah gak mau, ya sudah.” (dengan nada sebel).

Tidak lama kemudian ada dua siswa yang datang ke ruang guru dengan tergesa-gesa.
Siswa alim 1 : “pak, bapak ada yang berantem pak di kelas XI IPS 1!” (dengan napas tidak
teratur).
Bu Tutik

: “apa? Anak kelas XI IPS 1 lagi?”

Pak Bagus

: “ya ampun ada-ada saja sih, yasudah ayok kita ke sana!”

Scene 2
Siang itu seperti biasanya beberapa anak yang sudah kelaparan langsung menuju ke
kantin, namun ada pula yang tetap tinggal di kelas, sedangkan Yora, Kinan, dan Tika mulai
mengganggu Meta lagi. Yora sangat membenci Meta karena dia adalah siswa yang cantik dan

disukai banyak laki-laki, bahkan orang yang Yora suka juga menyukai Meta. Karena itulah
Yora sangat membenci Meta.
Yora

: (sambil menyenggol botol minum Meta) “upss.. sorry gak sengaja.”

Meta

: (hanya diam saja sambil mengambil botol minum yang jatuh)

Yora

: (sambil menginjak tangan Meta dengan mimik pura-pura tidak tahu) “Kinan,
Tika menu Kantin hari ini apa ya? Kalian mau makan gak?”

Tika

: “emmm.. apa ya? Katanya si kepiting rebus.” (dengan muka polosnya, dan
oonnya).


Kinan

: “whatttt? Kepiting rebus?”

Yora

: kepiting rebus, muka mu tu kaya kepiting rebus! Dasar bloon.”

Sementara mereka sedang asik membicarakan menu kantin, Meta menahan sakit hingga
meneteskan air mata. Nisti yang melihat kelakuan Yora lalu mendatang Yora dan temantemannya.
Nisti

: “heh mak lampir, hentikan!”

Yora

: “heh anak baru, ra usah melu-melu, udu urusan mu iki, kana lungo!”

Nisti


: “sekali lagi aku ngomong, hentikan, dia kesakitan tuh.”

Yora

: (mendekati Nisti dengan sikap menantang) “Jadi kamu berani sama aku?
Hah?? Punya nyali? Kamu pikir kamu sapa? Hah? Hah? Hah?” (sambil
menoyor-noyor kepala Nisti).

Nisti

: (memegang tangan Yora dan memuntirnya) “Jadi kamu cewek rese di kelas
ini yang banyak dibicarakan banyak orang? Yang sukanya gangguan Meta?
Iya? Jawab? (dengan nada menggertak sambil menggebrak meja).

Yora

: (dengan ketakutan) “iiiiyyaaa.”

Nisti

: “duduk kamu! Kalian berdua tutup kunci pintu kelas!”

Nisti mengambil sapu dan memukulkannya di meja tempat Yora duduk.
Nisti

: “heh asal kamu tau ya, aku paling gak suka liat orang gak berdaya disiksa,
kalo sampe aku kamu seperti itu lagi, ancur muka lo, ngerti gak? (sambil
beberapa kali memukulkan sapu di meja Yora duduk).

Bebrapa siswa yang ikut terjebak di dalam kelas itu pun ikut ketakutan,bahkan ketika
ada yang mau ke kamar kecil Nisti mencegahnya, dan menyuruhnya duduk kembali.Tak lama
kemudian Risko bangun dan mendatangi Nisti.
Risko

: (memegangi sapu yang akan dipukulkan di meja) “anak baru, jangan buat
gara-gara di kelas ini kalo kamu mau hidup.”

Nisti

: (sedikit terkejut) “apa lagi si nih? Berisik!”

Dengan spontan Nisti langsung menendang perut Risko, menggegam ke arahnya dan
hendak meninju Risko. Dalam waktu yang bersamaan pak Bagus datang dan hendak melerai
Nisti dan Risko. Namun ketika pak Bagus ingin mencegah Nisti memukul Risko yang pak
Bagus dapatkan justru disekap oleh Nisti. Perilaku Nisti yang mirip preman ini sontak
membuat banyak siswa terkejut bahkan Risko sampai menganga melihat kegilaan Nisti.
Seketika juga kelas menjadi gaduh akibat pertengkaran mereka bertiga.
Selang beberapa waktu, tiba-tiba bu Tutik memasuki ruang kelas.
Bu Tutik

: “Hnetikan semuanya, Risko, Nisti berhenti kalian! Pak Bagus bukannya
melerai malah ikut berantem, kaya ABG aja!

Pak Bagus

: “tapi bu saya tidak ikut berantem, saya berniat melerai mereka.”

Bu Tutik

: (mengacuhkan omongan pak Bagus) “kalian berdua, ikut saya ke BK!”

Risko dan Nisti pun akhirnya saling menyalahkan sambil menuju ruang BK.

Usai menemui guru BK, Nesti kembali ke kelas. Beberapa siswa yang ada di kelas itu
pun hanya melihatnya dengan perasaan takut dan kagum. Begitu pula Yora dan temantemannya yang begitu takut jika nanti di hajar oleh Nisti.
Nisti

: “apa lihat-lihat? Mau ngajak berantem?

Yora

: “enggak kok Ti.”

Tanpa pikir panjang Yora kemudian mendekati Nisti dan memberinya minum lalu minta
maaf.
Yora

: “Nisti, aku manta maaf ya, aku janji gak akan jahat lagi, kita berteman ya?”

Nisti

: “dasar penjilat. Yaudh sini, awas ya kalo kamu cari gara-gara lagi. Sana
kamu mnta maaf juga ke Meta.”

Yora

: “enggak kok Nisti tenang aja.”
(sambil bejalan ke bangku Meta) “Met maaf ya aku kasar sama kamu.”

Meta

: “iya aku maafin.”

Yora

: “yaudah kalo gitu sekarang kita ke kantin yuk, aku yang traktir deh.”

Meta

: (menganggukan kepala)

Semenjak saat itu Nisti dan Yora berteman dengan baik, dan mereka selalu bersamasama, hingga suatu hari ketika mendekati ujian Yora harus menghindari Nisti demi
mendapatkan contekan.
Yora

: (mendekati Gama dan kawanannya) “kalian sedang apa?”

Gama

: “bukan urusan mu, mending kamu pergi sana!”

Yora

: “itu bocoran soal ujian ekonomi besok ya? Bagi dong aku juga ingin naik
peringkat. Kalau semester ini aku tidak naik peringkat aku akan di hukum
mama ku. Please..”

Nisti

: “hey..apa yang sedang kalian lakukan? Itu apa?” (sambil menunjuk lembar
bocoran soal).

Siswa Nyontekan 1 : (berusaha menyembunyikan bocoran soal) “bukan apa-apa kok, Cuma
hasil soal les privat kita.”
Gama

: “Yora.. kalau kamu mau mendapatkan ini, ada satu syarat.” (sambil menatap
ke arah Nisti).

Nisti

: “Yora sebenarnya apa itu? Dan kenapa kamu juga berada di sini?”

Yora

: “Nisti itu bukan urusan kamu, kamu bukan bagian dari kelompok kita,
mending kamu pergi aja?”

Nisti

: “Maksudmu? Heh kalian, tujukan padaku lembar apakan itu? Sini tujukan!”
(sambil berusaha merebut bocoran soal ujian ekonomi).

Terjadilah perebutan soal saat itu hingga akhirnya Nisti mendapatkan sobekan bocoran
soal itu saat ia di dorong oleh salah satu siswa, ia pun terjatuh, dan semua siswa yang ada di
sana meninggalkan Nisti bersama dengan Yora.
Yora

: “Nisti aku minta maaf tapi kamu tidak bisa ikut campur dalam segala hal,
sikap mu itu keluar batas.” (benjalan meninggalkan Nisti sendiri).

Nisti pun berjalan ke halaman sekolah sambil menahan sakit karena kakinya terkilir,
lalu ia duduk di kursi yang ada di koridor sekolah, dan membaca potongan soal itu.
Nisti

: “ soal semester satu, mata pelajaran ekonomi, tanggal 05 Desember 2015. Ini
kan ujian ekonomi besok. Jadi ini...” (langsung berlari menuju ruang guru).

Saat sedang menuju ruang guru, Nisti bertemu dengan Pak Bagus di Koridor sedang
berjalan keluar dari ruang guru.
Nisti

: “pak Bagus..”

Pak Bagus

: “ada apa Nisti? Kok kamu terburu-buru seperti itu?”

Nisti

: “pak ini pak..” (menyerahkan sobekan bocoran soal) ini kan lembar soal ujian
besok kan pak?”

Pak Bagus

: “astaga, benar ini soal ujian besok, tanggalnya saja jelas sekali untuk besok.
Dapat dari mana kamu Nisti?”

Nisti

: “Gama dan teman-temannya pak, Yora juga ada di sana. Bapak harus berbuat
sesuatu pak, ini tidak adil namanya.”

Pak Bagus

: “iya Nisti, kamu tenang saja, bapak akan mengatasi masalah ini. Kamu
masuk kelas gih.”

Nisti

Scene 3

: “iya pak.”

Pak Bagus yang mengetahui adanya kecurangan ini langsung menemui Bu Mimin sekalu
guru ekonomi di SMA itu.
Pak Bagus

: “bu Tutik, ini apa buk? Ibu memberikan bocoran soal ya sama anak-anak?”

Bu Mimin

: (dengan muka sedikit takut karena ketahuan) “bapak ini omong apa sih?
Jangan ngaco ah pak? Ya gak mungkinlah saya membocorkan soal pada anakanak.”

Pak Bagus

: “lalu ini apa bu kalo bukan bocoran soal? Saya gak mau tahu bu ujian mata
pelajaran ekonomi harus dibatalkan!”

Bu Mimin

: “bapak ini kenapa sih? Memangnya bapak siapa berani-beraninya menyuruh
saya demikian, bapak tu cuma guru honorer ya pak, gak usah macam-macam,
mending bapak ngurusin urusan bapak aja!”

Pak Bagus

: (terkejut dengan omongan bu mimin) “tapi.. tapi ini tidak adil bu bagi anakanak yang lain.”

Pak Tedjo

: “ada apa ini kok ribut-ribut?”

Pak Bagus

: “ ini pak Tedjo ada siswa yang sudah mendapatkan soal ujian ekonomi
besok.”

Pak Tedjo

: “oooo...terus kenapa pak?”

Pak Bagus

: “kok terus kenapa sih pak? Ini harus ditindak lanjuti dong pak, tidak adil ini
namanya.”

Pak Tedjo

: “memangnya bapak yakin itu soal ujian besok? Coba tanya ke anak-anaknya
bisa jadi itu soal ujian tahun lalu pak.”

Pak Bagus

: “ tapi pak ini tanggalnya..”

Pak Tedjo

: “pak Bagus, sudahlah. Saya sebagai kepala sekolah di sini tidak mau ya
mendengar ada keributan karena hal tidak penting seperti ini, saya itu sibuk,
dan saya paling tidak suka ada keributan. Mengerti? Sudah mending bapak
mengurusi jabatan bapak saja supaya tidak menjadi honorer selamanya.”
(berjalan meninggalkan Pak Bagus dan bu Mimin).

Bu Mimin

: “dengar tu pak gak usah sok-sokan jadi guru. Tugas bapak tu cuma ngajar,
dan ngasih nilai, bukan mengurusi urusan orang lain.” (pergi meninggalkan
pak Bagus).

Pak Bagus yang mendengar perkataan pak Tedjo dan bu Mimin langsung lemas sekujur
badannya. Ia pun hanya duduk dan merasa kecewa karena tidak bisa berbuat apa-apa. Dan
esok harinya ujian tetap berlangsung, kelas XI IPS 1 diawasi oleh pak Endro si guru mesum
itu. Sepanjang ia mengawasi, matanya hanya tertuju pada siswa perempuan sambil senyum
mesum. Beberapa siswa yang mencontek bahkan didiamkan saja oleh pak Endro. Nisti yang
berpikiran bahwa ujian hari ini batal karena soal bocor pun langsung menyeletuk.
Nisti

: “pak katanya hari ini gak jadi ujian pak?”

Pak Endro

: “Cuma siswa yang gak belajar yang bilang hari ini gak jadi ujian.”

Nisti

: “tapikan ini kan soalnya udah...”

Pak Endro

: “ssssttttt diam kamu ini ujian malah berisik!”

Nisti

: (kebingungan)

Beberapa menit mengerjakan soal Nisti menyeletuk lagi.
Nisti

: “pak kalo ngawas yang bener dong, masak yang diliatin cewek mulu, liat
apaan si pak, tu lo banyak yang nyontek.”

Pak Endro

: “Nisti, dari tadi kamu berisik ya, sana keluar!”

Nisti

: “kok saya si pak? Yang nyontek dong pak yang keluar.”

Pak Endro

: “keluar!”

Nisti

: “asshh... dasar guru mesum!” (sambil menantang).

Pak Endro

: “wooo..murid kurang ajar!”

Nisti akhirnya meninggalkan kelas dan pergi ke kantin mengisi amunisinya. Di kantin Nisti
bertemu dengan pak Bagus yang saat itu tidak mendapat jatah mengawas ujian.
Nisti

: “loh Pak? Kok di sini pak? Gak mengawas pak?”

Pak Bagus

: “ tidak Nis, jam ini bapak tidak diberi jatah mengawas. Kamu sendiri kenapa
kok ke kantin bukannya ujian?”

Nisti

: “itu pak si guru mesum masak yang diliatin cewek doang yang nyontek malah
dibiarin kan aku dongkol pak? Oya kata bapak ujiannya mau dibatalkan kok gak
jadi si pak?”

Pak Bagus

: “maafkan bapak ya Nis, bapak gak bisa berbuat apa-apa. Yang berkuasa di
sekolah ini yang memegang kendali. Mau berbuat macam apapun bapak akan
selalu diacuhkan.”

Nisti

: “ya elah pak, jangan gitu dong pak, masak baru kaya gitu aja bapak kalah sih
pak. Bapak itu satu-satunya orang yang benar-benar peduli dengan kemajuan
bangsa pak, dengan kejujuran. Harusnya bapak jangan kalah sama hal kaya
begituan. Kalau pak Bagus K.O gini terus yang mau memperhatikan kita siapa
pak?”

Pak Bagus

: iya ya Nis, jadi bapak harus semangat ni?”

Nisti

: “iya pak, semangat!”

Pak Bagus

: “semangat!”

Scene 4
Hari ini adalah hari penerimaan rapor, orang tua/wali dan juga siswa datang ke sekolah untuk
mengambil rapor dan melihat nilai mereka di semester ini. Pada hari inilah Risko paling
benci karena orang tuanya harus melihat seberapa kemampuan Risko dalam pelajaran. Seperti
biasa Risko lagi-lagi mendapatkan nilai buruk dan peringkat bawah. Orang tua Risko yang
malu dengan pencapaian Risko ini langsung membawa Risko ke luar dan memukuli Risko
karena ia sudah mengecewakan orang tuanya. Pak Bagus dan Nisti yang melihat Risko
dipukuli langsung menolong Risko.
Nisti

: “pak..bukannya itu Risko pak?”

Pak Bagus

: “ iya Nis, astaga.” (berlari ke arah Risko).

Ayah Risko

: “dasar anak bodoh, tolol, malu-maluin orang tua, sekolah aja ra bejus, kenapa
aku harus punya anak seperti kamu sih?” (sambil memukuli Risko).

Pak Bagus

: “ cukup pak, cukup, bapak jangan seperti itu, kasihan Risko pak!”

Ayah Risko

: “ ashh.. ini urusan keluarga ya pak, bukan urusna bapak!”

Pak Bagus

: “tapi mendidik anak gak kaya gitu pak caranya, itu tidak akan menyelesaikan
masalah.”

Ayah Risko

: “berisik! Eh Risko, awas ya sekali lagi kamu malu-maluin keluarga, saya
tidak akan menganggap kamu anak!” (sambil menunjuk Risko, lalu pergi).

Risko yang saat itu malu hanya diam saja, lalu pergi meninggalkan Nisti dan pak
Bagus. Tapi Nisti mengejar Risko dan membawanya ke UKS untuk mengobati luka Risko.
Sejak kejadian itu Risko menjadi dekat dengan Nisti.

Scene 5
Beberapa bulan kemudian SMA ini mendirikan sebuah bangunan, akan tetapi bangunan
ini adalah sarana untuk kelompok elite (kepala sekolah) melangsungkan aksi korupsinya. Jadi
bangunan yang katanya digunakan untuk ruang kelas baru hanya dibangun dengan kualitas
yang sangat rendah.
Pak Tedjo

: “Jadi begini pak Endro, sekolah ini akan kita bangun kelas baru di sebelah
selatan. Saya sudah mendapatkan dana dari pemerintah untuk memberikan
bantuan guna membangun sekolah ini. Mohon kerja sama dari pak Endro
selaku wakil kepala sekolah untuk mengatur dan mengawasi segala
pembangunan yang berlangsung” (sambil membemberikan amplop pada pak
Endro).

Pak Endro

: “baik pak tenang saja saya akan mengawasi pembangunan ini dengan baik.”
(sambil menerima amplop yang diberikan).

Baru bangunan setengah jadi, sudah banyak kejanggalan muncul di sana-sini. Beberapa
dinding bagunan baru itu sudah mulai retak, dan kejanggalan ini pun di ketahui oleh Pak
Bagus. Pak bagus pun diam-diam mencari informasi tentang bangunan ini, dan akhirnya dia

tahu bahwa bahan bangunan yang digunakan memiliki kualitas sangat rendah. Dia pun lalu
menemui pak Tedjo untuk klarivikasi.
Pak Bagus

: “permisi pak, saya mau mengklarifikasi sesuatu pak.”

Pak Tedjo

: “ada apa ya Pak?”

Pak Bagus

: “saya mau tanya Pak, kenapa kualitas bahan bangunan untuk kelas baru
sangat rendah? Bukannya ini akan membahayan peserta didik? Bagaimana
nanti jika tiba-tiba kelas runtuh saat proses belajar berlangsung?”

Pak Tedjo

: “pak Bagus itu bicara apa sih? Kalo tidak tahu apa-apa menidng diam saja.
Sudah kalau cuma ingin berbicara hal tidak penting, Anda keluar saja. Saya
sibuk.”

Pak Bagus

: “tapi pak...”

Pak Tedjo

: “silahkan keluar!”

Pak Bagus pun akhirnya keluar dari ruangan kepala sekolah dengan lesu dan kecewa. Ia
merasa sedih karena ia tidak dapat berbuat apa-apa untuk melindungi peserta didiknya dan
juga sekolah ini. Namun kekecewaannya itu tidak membuatnya putus asa, ia kemudian
mengirimkan ulasan di media massa akan buruknya pembangunan di SMA Budi Mulia.
Ulasan tersebut mengundang amarah beberapa orang tua/wali murid, mereka berbondongdongong datang ke SMA Budi Mulia untuk meminta penjelasan mengenai ulasan tersebut
pada kepala sekolah. Sekolah pun seketika menjadi riuh oleh amarah orang tua/wali murid
yang juga dikompori oleh berbagai pertanyaan dari pak Bagus. Wakil kepala sekolah pun
sampai tidak bisa berbicara karena takut dengan para orang tua. Hingga akhirnya kepala
sekolah itu menenangkan mereka dengan memberikan janji-janji palsunya. Para orang tua
pun akhirnya menjadi tenang dan percaya dengan perkatakaan kepala sekolah, dan mereka
akhirnya pulang dengan tenang. Siswa-siswi yang melihat dan mendengar bagaimana sikap
pak Bagus yang berusaha mendapatkan keadilan menjadi care dengan pak Bagus. Namun
adapula yang tetap mengacuhkannya dan menganggapnya aneh.
Selang beberapa bulan pembangunan kelas baru pun selesai, dan diresmikan oleh pak
Tedjo selaku, kepala sekolah. Baru dua hari digunakan kelas hari proses pembangunan kelas
berlangsung, kejanggalan mulai muncul di sana-sini. Hingga akhirnya saat pelajaran sedang

berlangsung bangunan baru itu pun mulai bergetar dan murid-murid yang sedang belajar
itupun seketika panik dan berhamburan keluar. Bagunan baru yang sudah seminggu di dirikan
itupun akhirnya hancur. Beberapa siswa terluka tapi ada pula yang meninggal tertimpa
bangunan. Orang tua/wali siswa yang mengetahui kejadian itu langsung pergi ke sekolah
untuk melihat keadaan anaknya.
Pemerintah yang mulai mengendus adanya tindak korupsi di sekolah itu langsung
menghubungi pihak berwajib dan mengintrogasi seluruh karyawan, guru, dan pejabat
sekolah. Alhasil terbongkarlah tindakan kepala sekolah yang melakukan korupsi pada
pembangunan gedung baru itu. Seluruh siswa yang mengetahui perilaku kepala sekolah itu
akhirnya menyadari bahwa selama ini yang pak Bagus katakan adalah benar adanya.
Perjuangan pak Bagus itu pun membuahkan hasil. Kini seluruh siswa dan guru mulai
memandang ia sebagai seorang guru yang berdedikasi tinggi, dan tidak ada lagi sekarang
yang menyepelkan dia sebagai guru.

___________ The End___________