Pengolahan Air Minum Dalam Kemasan AMDK
Laporan Praktikum Teknik Pangan
Pengolahan Air Minum dalam Kemasan (AMDK) PT. AQUA
Golden Mississipi dan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM)Tirta Pakuan Kota Bogor
Disusun oleh :
Husnal Chairi (F24110013)
Nikola Tesla ( F24110027)
Maria Fransisca Njoman (F24110036)
Harry Andiga (F2411057)
Meilita Intan (F24110065)
Chevia Nadia (F24110090)
Anindita Shabrina (F24110109)
Institut Pertanian Bogor
2013
i
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih
secara khusus kepada Bapak Fahim yang telah memberikan bimbingan
selama proses pengerjaan makalah, serta kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah. Makalah ini dibuat dalam rangka
menyelesaikan tugas Praktikum Teknik Pangan dengan topik besar
“Pengolahan Air”. Makalah ini membahas secara khusus pengolahan
air dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Perusahaan AMDK PT Tirta Investama
dengan merk dagang AQUA dan PDAM Tirta Pakuan menjadi obyek
pembahasan
dalam
makalah
dengan
titik
berat
pada
proses
pengolahan air dari sumber sampai menjadi air minum.
Bahan baku air AQUA berasal dari berbagai sumber mata air yang
jauh dari pemukiman warga. Bahan baku air PDAM Tirta Pakuan ialah
tiga buah mata air dan Sungai Cisadane. Kualitas sumber air baku yang
berbeda antara PDAM dan AMDK menyebabkan perbedaan teknologi
pengolahan yang digunakan untuk mencapai standar mutu air minum
yang sama.
Air minum dari PDAM kurang dipercaya untuk diminum
langsung karena media distribusi yang walaupun kecil memiliki
kemungkinan kontaminasi dari logam dan mikroba. Hal ini yang
menjadi fokus pembahasan dalam makalah.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................. ii
Daftar Tabel........................................................................................... iii
Daftar Gambar....................................................................................... iv
Daftar Lampiran..................................................................................... v
Bab 1 Pendahuluan................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah.....................................................................1
Bab 2 Profil Perusahaan.........................................................................3
2.1. AQUA............................................................................................ 3
2.2. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.....................................................4
Bab 3 Tinjauan Pustaka..........................................................................5
3.1. Air Minum..................................................................................... 5
3.2. Mutu............................................................................................. 5
3.3. Bahan Baku.................................................................................. 5
3.4. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)........................................6
3.5. Air Minum dalam Kemasan (AMDK)..............................................7
Bab 4 Pembahasan................................................................................ 8
4.1. AQUA............................................................................................ 8
4.2. Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan.........................................13
Bab 5 Simpulan dan Saran...................................................................20
5.1. Simpulan.................................................................................... 20
5.2. Saran......................................................................................... 20
Daftar Pustaka...................................................................................... 21
Lampiran.............................................................................................. 22
ii
Daftar Tabel
Tabel 1 Hasil Uji Mutu Air Baku di Water Treatment AQUA...................10
Tabel 2 Hasil Uji Produk Akhir AQUA.....................................................11
Tabel 3 Data Perbandingan nilai kekeruhan dari Sungai Cisadane
sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan pada bulan Februari
(musim hujan)...................................................................................... 15
Tabel 4 Hasil Analisa Pengolahan Air WTP Dekeng PDAM Tirta Pakuan
Bogor................................................................................................... 18
iii
Daftar Gambar
Gambar
1
Diagram
Alir
Pengolahan
Air
AMDK
AQUA.......................................................9
Gambar
2
Diagram
pengolahan
air
di
PDAM
Tirta
Pakuan...............................................17
Gambar
3
Diagram
alir
pendistribusian
air
PDAM ...........................................................18
iv
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Syarat Mutu Air Minum Menurut SNI 01-3553-199............22
Lampiran 2 Persyaratan Air Minum menurut Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 492/Menkes/Per/IV/2010..........................................23
v
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bertambahnya populasi manusia menyebabkan kebutuhan air
minum semakin meningkat. Hal ini diperparah dengan penurunan
kualitas dan kuantitas air bersih, terutama di wilayah perkotaan. PDAM
sebagai perusahaan negara berkewajiban menyediakan air minum
yang
sesuai
standar
mutu
bagi
masyarakat.
Permasalahannya
persebaran sumber air bersih tidak merata di berbagai daerah. Sumber
air di perkotaan biasanya memiliki tingkat pencemaran yang sangat
tinggi sehingga sulit diolah menjadi air minum. Wilayah Jakarta
misalnya, berdasarkan uji kualitas air pada tahun 2005, 16% air tanah
memiliki status mutu air terkategori tercemar berat, 35% tercemar
sedang, 33% tercemar ringan dan hanya 16% yang dikategorikan baik.
Fenomena ini menyebabkan masyarakat tergantung kepada air minum
dalam kemasan (AMDK). AMDK memiliki kualitas air minum yang stabil
karena dapat menentukan sumber air yang digunakan sebagai bahan
baku. Air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan dengan
tingkat pencemaran rendah atau bahkan nol.
Air baku dari sumber berbeda harus diolah menjadi air minum
dengan standar yang sama. Akibatnya, teknologi pengolahan yang
digunakan
akan
berbeda,
di
mana
air tercemar
membutuhkan
penanganan yang lebih kompleks. Makalah ini dibuat untuk melihat
perbandingan proses pengolahan air di perusahaan AMDK dengan
PDAM.
1.2. Perumusan Masalah
AQUA merupakan merk AMDK yang cukup terkenal di Indonesia.
Kualitasnya telah dipercaya oleh masyarakat. Sumber air yang
digunakan oleh AQUA adalah mata air pegunungan yang tanpa diolah
pun telah layak dikonsumsi sebagai air minum. Semakin bertambahnya
populasi manusia kebutuhan air minum semakin meningkat. AQUA pun
memperluas cakupan pasarnya sehingga kebutuhan akan sumber
bahan baku air semakin meningkat. Air dari sumber telah memenuhi
standar air minum, namun ketika diangkut menuju pabrik, kontaminasi
1
tidak bisa dihindari baik dari saluran distribusi, udara, dan lain-lain.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi ini menyebabkan air baku harus
diolah lebih lanjut sampai menjadi air minum. Selain itu perbedaan
lokasi sumber air membutuhkan adanya standardisasi mutu produk,
sehingga diperlukan pengujian secara fisik, kimia, dan mikrobiologis
terhadap air baku dan produk jadi AQUA.
PDAM Tirta Pakuan menggunakan sumber air yang terdiri atas tiga
mata air mata air Tangkil, Bantar Kambing, dan Kota Batu, serta satu
sungai, yaitu Sungai Cisadane. Perbedaan kualitas antara air baku dari
mata air dan dari sungai menyebabkan perbedaan teknik pengolahan
air baku menjadi air minum. Air sungai memiliki kadar COD dan BOD
yang lebih tinggi dibandingkan air dari mata air, sehingga
penanganannya membutuhkan teknologi dan teknik yang lebih
kompleks. Setelah diolah, air PDAM sesungguhnya telah memenuhi
standar mutu air minum. Namun proses distribusi melalui pipa yang
cukup panjang menyebabkan adanya risiko kontaminasi logam dan
mikroba, sehingga air menjadi tidak layak langsung dikonsumsi
sebagai air minum.
1.3. Tujuan
Mengetahui permasalahan yang dihadapi PT AQUA Golden
Mississipi dan PDAM Tirta Pakuan dalam mengolah air baku menjadi air
minum serta mengetahui efektivitas dan efisiensi proses pengolahan
air di kedua perusahaan air minum tersebut.
2
Bab 2 Profil Perusahaan
2.1. AQUA
AQUA lahir atas ide almarhum Tirto Utomo (1930-1994). Diawali
dengan menggagas lahirnya industri air minum dalam kemasan
(AMDK) di Indonesia melalui PT Golden Mississippi pada tanggal 23
Februari 1973. Pabrik pertama berlokasi di kawasan Pondok Ungu,
Bekasi, Jawa Barat. Kapasitas produksi perusahaan sebesar 6 juta liter
per tahun.
Produk pertama AQUA berupa botol kaca 950 ml yang disusul
dengan kemasan AQUA 5 galon.
Pada tahun 1981 diciptakanlah
kemasan baru dari plastik dengan berbagai ukuran. Pada tahun 1982,
terjadi perubahan sumber bahan baku dari air sumur menjadi
mata
air pegunungan
(mountain
spring water). Pada tahun 1984
lisensi untuk memproduksi AQUA diberikan kepada PT Tirta Jayamas
Unggul di Pandaan, Jawa Timur dan kepada PT Tirta Dewata Semesta
di Mambal, Bali pada tahun 1987. Upaya ekspor dirintis sejak tahun
1987 dan terus berjalan baik hingga kini mencakup Singapura,
Malaysia, Maldives, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di luar
negeri, tepatnya Filipina, dijalin pula kerja sama untuk memproduksi
AQUA, yang telah berproduksi sejak awal 1998.
Pada tahun 1995, diterapkan teknologi canggih yaitu in-line
system
di
pabrik
AQUA Mekarsari-Sukabumi.
Penerapan
ini
merupakan yang pertama di Indonesia dan juga di Asia. Tahun
1998, AQUA Group bermitra dengan perusahaan air trans-nasional
DANONE dari Perancis. Tahun 2000, diluncurkan botol dengan label
baru yaitu AQUA-DANONE. Saat ini produk AQUA terdiri dari beraneka
kemasan dan ukuran, kemasan sekali pakai yang terdiri atas botol PET
(Poly Ethelene Terephthalate) 1500 ml, 625 ml, 600 ml, 330 ml dan
gelas PP (Poly Propelene)240 ml, serta kemasan ulang-alik terdiri atas
botol kaca 380 ml dan botol PC (Poly Carbonate)5 Galon (19 L).
Tahun 1990 PT. Golden Mississippi mengubah nama menjadi PT.
AQUA Golden Mississippi. Pada
tahun
1994
dan
1995,
AQUA
menjadi AMDK pertama yang berhasil memperoleh Sertifikat ISO
3
9002
untuk
pabrik
Bekasi,
kemudian pabrik Pandaan,
Citeureup
dan
pabrik Mambal,
Mekarsari.
pabrik
Menyusul
Subang,
dan
pabrik Brastagi. Sertifikasi lain yang telah diperoleh yaitu Good
Manufacturing Pratices dari NSF (National Sanitation Foundation). Pada
awal 1999, AQUA berhasil memperoleh sertifikat SMK3 (Sertifikat
Mutu
Kesehatan
dan Keselamatan Kerja) dan pada bulan Oktober
1999 lima pabrik AQUA di Bekasi, Bogor, Sukabumi, Pandaan dan Bali
memperoleh sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point dari
SGS,Holland.
Pada tahun 1987, Tirto Utomo mengakuisisi PT. Varia Industri
Tirta
kedua
yang memproduksi
dari
INVESTAMA
grup
sebagai
AMDK merek
AQUA.
induk
Pada
dari
VIT
dan merupakan merek
tahun 1994, dibentuk PT.
TIRTA
unit-unit
yang
produksi
AQUA
tersebar di seluruh Indonesia dan sekarang menjadi lebih dikenal
sebagai AQUA Group, dengan total jumlah karyawan lebih dari 7.400
orang. Hingga tahun 2005 AQUA Group terdiri dari 1) PT
Investama,
di
Sukabumi,
Wonosobo,
Klaten,
Tirta
Pandaan, Manado,
Lampung, Cicadas-Citeureup, Mambal-Bali dan Babakan Pari-Sukabumi.
2) PT AQUA Golden Mississippi di Bekasi, Citeureup, dan MekarsariSukabumi. 3)PT Ibic Sendirian Berhad di Brunei Darrussalam. 4) PT
Tirta di Medan.
2.2. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Perusaahan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor
merupakan Badan Usaha Milik Daerah Kota Bogor yang bergerak di
bidang distribusi air bersih. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor berdiri
secara resmi pada tanggal 7 Juli 1977 berdasarkan undang-undang
yang tercantum dalam lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bogor No. 1 tahun 1977 serie D. isi lembaran tersebut memuat
peraturan daerah kodya Bogor No. 5 tahun 1977 tentang Perusahaan
Daerah Air Minum Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Secara
administrasi PDAM ini beralamat pada Jl. Siliwangi No. 121 Bogor, Jawa
barat.
Saat ini PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor telah memanfaatkan tiga
mata air sebagai sumber air yaitu mata air Tangkil, mata air Bantar
4
Kambing, dan mata air Kota Batu serta satu air permukaan yaitu
Sungai Cisadane. Mata air Kota Batu merupakan mata air tertua yang
telah digunakan sebagai sumber air minum bahkan sebelum PDAM
Tirta Pakuan didirikan dan merupakan cikal bakal keberadaan PDAM
Kota Bogor. Sedangkan instalasi pengolahan air sungai Cisadane
merupakan
yang
terakhir
dibangun
(awal
tahun
1987)
untuk
mengimbangi pertambahan penduduk dan dapat memenuhi kebutuhan
air bersih bagi seluruh penduduk Kota Bogor selama 24 jam.
Air minum hasil dari produksi PDAM Tirta Pakuan didistribusikan
meliputi wilayah masyarakat Kota Bogor dengan cakupan pelayanan ±
63%. PDAM Tirta pakuan membagi daerah kerjanya menjadi empat
zona, yaitu zona satu, zona dua, zona tiga, dan zona empat. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi distribusi mengingat daerah
pelayanan PDAM Tirta Pakuan adalah seluruh Kota Bogor.
Bab 3 Tinjauan Pustaka
3.1. Air Minum
Air merupakan cairan H2O yang tidak berbau dan tidak berasa.
Penentuan
kualitas
air
minum
dilakukan
dengan
menggunakan
parameter Kadar Maksimum Diperbolehkan (KMD) yang artinya jumlah
maksimum unsur atau mikroba yang diperkenankan terdapat dalam air
minum dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan.
KMD untuk
sebagian besar bahan kimia ditentukan dengan menghitung asupan
harian
yang
menyebabkan
efek
samping
pada
konsumen
jika
mengonsumsi 2 liter air yang mengandung zat kimia tersebut per hari
selama 70 tahun. KMD untuk unsur karsinogen misalnya, merupakan
konsentrasi substansi dalam air minum yang diperkirakan dapat
menyebabkan kanker dengan insidens 1 dalam 100.000 populasi.
Indonesia
sendiri
memiliki
standar
air
minum
yang
ditetapkan
berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 serta Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199. Standar tersebut menentukan
KMD determinan, yang terdiri dari KMD fisik,kimiawi dan mikrobiologi.
3.2. Mutu
Menurut Herschdoerfer (1967), mutu adalah kumpulan sifat atau
ciri yang membedakan suatu produk dengan produk lain. Sementara
5
itu pengawasan mutu adalah suatu usaha untuk mencapai standar
mutu produk yang baik dan konsisten, sesuai dengan pasar yang dituju
dan
harga
jual
yang
dikenakan
(Herschdoerfer
1967).
Sistem
pengawasan mutu meliputi aspek prosedur, sumber daya manusia dan
peralatan. Prosedur meliputi sistem pengambilan sampel dan cara
analisis. Menurut Soekarto (1990), standardisasi mutu adalah suatu
spesifikasi teknis tentang mutu suatu komoditas atau dokumen lain
yang dapat digunakan untuk umum, yang dibuat dengan cara kerja
sama
dan
konsensus
dari
pihak-pihak
yang
berkepentingan
berdasarkan pada hasil konsultasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan
pengalaman sehingga standardisasi mutu itu dapat dimanfaatkan
masyarakat secara optimal. Standardisasi atau pembakuan ini meliputi
pembakuan persyaratan mutu, pembakuan analisis mutu, pembakuan
interpretasi
hasil
analisis,
pembakuan
pengambilan
contoh
dan
pembakuan wewenang atau kelembagaan.
3.3. Bahan Baku
Menurut Winarno (1986), sumber air yang dapat digunakan untuk
kepentingan manusia antara lain air hujan, air tanah, dan air
permukaan. Pemanfaatan air hujan untuk keperluan air minum cukup
sulit, karena dipengaruhi musim dan memerlukan teknologi tinggi
dalam proses pengolahan. (Suprapto et al 1985 ; Winarno 1986). Air
tanah adalah air yang terdapat dalam tanah di bawah permukaan
bidang batas air-jenuh. Air tanah dapat diperoleh sebagai mata air, air
sumur, dan air infiltrasi (Suprapto et al 1985). Suprapto et al (1985)
membagi air tanah menjadi air tanah dangkal, air tanah dalam dan
mata air. Air tanah dangkal diperoleh pada kedalaman tidak lebih dari
15 meter, yaitu berasal dari lapisan rapat air. Air tanah dalam terdapat
setelah lapis rapat air yang pertama. Mata air adalah air tanah yang
keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal
dari dalam tanah, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan
kualitasnya sama dengan kualitas air dalam (Suprapto et al 1985)
3.4. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu
unit usaha milik daerah yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi
masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan
6
kotamadya di seluruh Indonesia.PDAM merupakan perusahaan daerah
sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh
aparat eksekutif maupun legislatif daerah. Proses pengolahan air baku
PDAM berbeda sesuai sumber air yang digunakan. Air yang berasal dari
mata air tidak perlu melewati proses pengolahan air,tetapi hanya
diberi gas klor untuk desinfeksi sedangkan air baku yang berasal dari
sungai harus melewati pengolahan melalui tahap koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi.
Proses pertama pengolahan air baku adalah penyaringan awal
dengan menggunakan saringan kasar dengan ukuran 10x10 cm dan
saringan
halus
dengan
ukuran
5x5
cm
yang
bertujuan
untuk
menyaring serta menahan benda-benda kasar, menghilangkan kotoran
yang terapung, mengurangi kandungan lumpur serta mencegah
penyumbatan pada pipa dan perusakan pompa. Proses koagulasi dan
flokulasi adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan yang sukar
mengendap
untuk
itu
digunakan
Alumunium Cloride). Koagulasi
koagulan
berupa
PAC
(Poly
adalah proses pencampuran air
dengan koagulan berupa (Poly Alumunium Chlorida) yang dapat
memecahkan kestabilan partikel. Reaksi yang umum terjadi pada
proses koagulasi:
Al2(SO4)3 · 18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O + 6CO2
Al2(SO4)3 · 18H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2
Flokulasi merupakan proses pembentukan partikel menjadi bentuk
yang
lebih
besar
(flok)
sehingga
mudah
diendapkan.
Proses
sedimentasi berlangsung dengan cara mengalirkan air melalui sekatsekat dengan kemiringan 60% yang akan menangkap lumpur dari hasil
pembubuhan koagulan. Pada proses aerasi terjadi kontak langsung
antara air dengan udara yang bertujuan untuk menambahkan oksigen
dan menghilangkan gas-gas terlarut dalam air yang bersifat korosif.
Filtrasi menggunakan pasir. Proses desinfeksi dilaksanakan pada akhir
proses pengolahan air dengan membubuhkan gas klor pada air jernih
hasil filtrasi untuk memperoleh air yang layak minum sesuai dengan
standar yang berlaku. Dosis pembubuhan gas klor per hari sebanyak
0.6 ppm.
7
3.5. Air Minum dalam Kemasan (AMDK)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), definisi air minum dalam
kemasan (AMDK) adalah air yang telah diolah dengan perlakuan
khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain dan memenuhi
persyaratan air minum. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) adalah air
baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air
mineral dan air demineral.
Pengolahan air minum dalam kemasan menggunakan penyaring
dengan pasir (sand filter), penyaring karbon (carbon filter), serta mikro
filtrasi. Menurut Suprapto et al, (1985) pasir penyaring akan menahan
partikel-partikel yang lebih besar dari pori filter. Bahan koloid akan
tertahan yaitu dalam bentuk lapisan seperti gelatin. Ion-ion yang larut
dalam pasir akan dinetralkan oleh ion-ion pasir. Lapisan zooglial pasir
mengandung organisme hidup akan memakan bahan organik. Oleh
karena itu, daya kerja pasir penyaring dapat secara mekanis,
elektronis, dan bakterisidal. Gillies (1979) mengemukakan penyaringan
dengan karbon bertujuan untuk menghilangkan beberapa zat dalam air
yang tidak diinginkan, terutama senyawa-senyawa organik yang
menimbulkan rasa dan bau pada air, kekeruhan, dan menghilangkan
residu klorin. Karbon aktif dibuat dengan pembentukan bahan-bahan
yang kaya akan unsur karbon (C) seperti kayu atau batubara dengan
cara
mengurangi
oksigen
untuk
menghindari
pembentukan
karbondioksida. Karbon aktif dapat meyerap zat-zat organik karena
faktor temperatur tinggi yang menyebabkan terjadinya desorbsi
senyawa organik (Barnes dan Wilson, 1983). Setelah itu dilakukan
mikrofiltrasi. Mikrofiltrasi bertujuan untuk mendapatkan air dengan
maksimal kekeruhan 0,085 NTU. Selain itu, beberapa mikroorganisme
yang berukuran lebih besar dari pori-pori filter dapat tertahan,
sehingga air bisa lebih bebas dari mikroorganisme (Buckle et al, 1985).
Proses penyaringan halus pada AQUA
dilakukan melalui tahap
Cartridge 40 mikron, diselingi Carbon Filter, Cartridge 5 mikron absolut
(PC), dan Cartridge 1 mikron absolut (PD).
8
Bab 4 Pembahasan
4.1. AQUA
PT AQUA Golden Mississipi menggunakan dua jenis sumber air
sebagai bahan baku di perusahaan. AQUA memanfaatkan mata air
sebagai sumber air baku untuk produk air minum dalam kemasan,
sementara sumber air sumur digunakan untuk air pencucian.
4.1.1. Pengolahan Air Baku untuk Produk
AQUA berasal dari mata air pegunungan alami. Sumber air yang
digunakan oleh PT AQUA Golden Missisipi berasal dari mata air di desa
Mekarsari, Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Debit air di sini relatif stabil
baik pada musim kemarau maupun penghujan. Sumber mata air yang
dipilih adalah yang bebas dari cemaran biologis, kimia, maupun fisik,
serta jauh dari pemukiman masyarakat. Sebelum air dipindahkan ke
storage dilakukan pengambilan sampel untuk diperiksa klorin, pH,
turbidity, conductivity. Air dari sumber mata air disimpan dalam dua
buah storage tank berkapasitas 80.000 L dan 50.000 L. Air yang
memenuhi standar dapat dibongkar untuk diolah lebih lanjut.
Setelah pembongkaran, dilakukan proses filtrasi. Tujuan filtrasi
adalah untuk memisahkan air dari kotoran-kotoran di dalamnya. Filter
terdiri dari suatu alas penyangga dari benda-benda granula untuk
menghilangkan
benda-benda
padatan
tersuspensi
dair
air,
dan
dilengkapi dengan alat untuk mempertahankan kecepatan aliran yang
seragam melalui alas tersebut serta pembalikan arah aliran air secara
periodik untuk mencuci padatan-padatan yang terakumulasi dari
medium filter (Jenie, 1988). Pengolahan air minum dalam kemasan
menggunakan penyaring dengan pasir (sand filter), penyaring karbon
(carbon filter), serta mikro filtrasi. Tahapan penyaringan air dalam
pengolahan AQUA sebagai berikut. Air baku dari tangki penyimpanan
difiltrasi dengan sand filter, lalu air ditampung untuk kemudian melalui
Cartridge 40 micron sebagai mikrofilter pertama.
Selanjutnya air
melewati carbon filter yang berfungsi menyerap komponen organik.
Proses selanjutnya ialah mikrofiltrasi di Cartridge 5 micron absolute
dan Cartrige 1 micron.
9
Berikutnya air memasuki tahap ozonisasi. Ozon diinjeksikan
pada air dari penyaringan 1 mikron. Air kemudian masuk ke mixing
tank untuk menyatukan ozon dengan air. Ozon merupakan senyawa
tidak stabil yang mudah terurai menjadi oksigen dan oksigen bebas
(Nescant). Nescant secara aktif mengoksidasi air termasuk bakteri di
dalamnya. Ozon mampu membunuh sel vegetatif E.coli hingga 9099%, dan menginaktivasi virus 10-20 detik pada dosis 0,3 ppm.
Standar ozon dalam mixer sebesar 0,3-0,8 ppm. Setelah ozonisasi, air
dinyatakan steril lalu dialirkan ke finish tank. Setelah itu produk
dikemas dan dipak dalam crate yang kemudian siap didistribusikan.
10
Transportasi
Pembongkaran air sumber
Sand Filter
Penampungan
air
Cartridge Filter 40
micron
Carbon filter
Cartridge Filter 5 micron
absolute
Cartridge
Filter I
Ozonisasi
Generator
ozone
Udara
Tangki
finish
Deozonasi
Filling
Filling
Gambar 1 Diagram alir pengolahan air baku menjadi produk AMDK
AQUA
11
4.1.2.6. Penjaminan Mutu Produk AMDK AQUA
Tabel 1 Hasil Uji Mutu Air Baku di Water Treatment AQUA
Jumlah
Sampel
Storage tank
Jenis Test
pH
Turbidity
Conductivity
(uS/cm)
Fe (ppm)
Klorin (ppm)
Cartridge 40
mic.
Carbon filter
Turbidity (NTU)
pH
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Klorin (ppm)
Cartridge 1
mic.
Turbidity (NTU)
Frekuensi
Tiap 2
jam
Tiap 2
jam
Tiap 2
jam
Awal
produksi
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
1
Jam
(dalam
satu
shift)
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
6,50
6,53
6,50
6,51
6,50
0,60
0,05
0,06
0,05
0,05
152,5
sesuai
standar
148,4
150,1
149,1
144,6
2 sampai
3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
0,05
0,04
0,06
0,05
0,05
0,04
0,04
0,05
0,06
1
3
3
3
1
6,50
6,50
6,52
0,05
0,06
0,05
144,3
145,6
138,7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0,05
0,04
0,05
0,06
0,05
0,04
0,05
0,06
0,06
12
Test rasa
Fe (ppm)
Mixing tank
Ozon (ppm)
Sumber : Julvhina Tarigan 2006
Tiap 1
jam
awal
produksi
Tiap 1
jam
N
sesuai
standar
N
N
N
N
N
N
N
N
-
-
-
-
-
-
-
-
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
13
4.1.8. Hasil Uji Produk Akhir AQUA
Tabel 2 Hasil Uji Produk Akhir AQUA
Jenis sampel
Botol 5 gallon
Jenis test
Ph
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Ozone (ppm)
Nitrit
Botol gelas
380 ml
Ph
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Ozone (ppm)
Nitrit
Sumber : Julvhina Tarigan 2006
Frekuensi
Tiap 3
jam
Tiap 1
jam
Tiap 3
jam
Tiap 1
jam
awal
produksi
Tiap 2
jam
Tiap 1
jam
Tiap 2
jam
Tiap 1
jam
awal
produksi
(dalam satu shift)
07.0
06.00
0 08.00
6,50
0,05
Jam
09.00
11.0
0
10.00
6,53
0,06
0,05
144,3
0,04
12.00
13.00
14.0
0
6,50
0,06
0,06
0,05
0,04
0,06
145,6
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
6,65
0,05
6,24
0,04
149,3
0,05
6,58
0,06
144,0
0,05
6,63
0,06
145,4
0,04
6,55
0,05
0,06
145,
2
148,0
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
14
Air AQUA selalu dijaga mutunya dengan berbagai pengujian setiap
tahapan prosesnya. Air yang disimpan dalam storage tank diuji kadar
klorinnya setiap satu jam, sementara pH, turbidity, dan conductivity
diuji setiap dua jam. Kadar besi (Fe) diukur hanya pada awal produksi.
Air dalam storage tank mengandung klorin sebagai desinfektan yang
mencegah pertumbuhan mikroba. Cartridge 40 micron berfungsi untuk
menyaring kotoran sampai ukuran 40 mikron. Pengujian turbidity
dilakukan setelah penyaringan di cartridge 40 micron setiap satu jam,
di mana turbidity air dijaga pada kisaran 0,05 NTU. Penyaringan
menggunakan carbon filter mengurangi konduktivitas air serta
mendeklorinasi air. Pengujian pH, turbidity, dan conductivity dilakukan
setiap tiga jam, sementara pengukuran kadar klorin setiap satu jam.
Nilai klorin di sini harus selalu nol. Selanjutnya air diproses di Cartridge
1 micron. Setelah dari penyaring ini air diuji turbidity, rasa dan kadar
FE. Air harus tidak berasa dan memiliki kadar Fe tidak melebihi standar.
Terakhir air mengalami ozonisasi di mixing tank dengan kadar ozon 0,5
ppm.
Produk AMDK hasil pengolahan juga senantiasa diuji pH, turbidity,
conductivity,ozon dan nitritnya sehingga selalu sesuai dengan standar
yang ada. Kandungan nitrit pada AMDK baik kemasan botol 5 gallon
maupun gelas 380 ml harus bernilai nol. Sementara pH dalam kisaran
6,5-8,5. Untuk produk AQUA sendiri pH produk tidak pernah lebih dari
7. Terdapat perbedaan standar ozon yang terkandung dalam produk, di
mana kadar ozon pada air di kemasan botol 5 gallon harus 0,4 ppm,
sementara pada kemasan botol 380 ml hanya 0,2 ppm. Perbedaan juga
terlihat pada waktu pengujian di mana air dalam kemasan botol gelas
380 mL lebih sering diuji dibandingkan kemasan botol 5 gallon. Hal ini
disebabkan kapasitas produksi yang lebih banyak disediakan bagi botol
gelas 380 ml.
Pengujian terhadap air baku dan produk air minum dilakukan
berulang kali dalam sehari dengan tujuan apabila suatu saat air baku
atau produk tidak memenuhi standar, proses produksi dihentikan
sementara untuk perbaikan proses pengolahan. Hal ini menunjukkan
integritas AQUA dalam menjaga kualitas produknya agar sesuai tandar
air
minum
di
Indonesia
yakni
Permenkes
Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 serta Standar Nasional Indonesia, SNI 013553-199. Sebenarnya pengujian yang berulang kali ini kurang efisien
dalam hal biaya serta waktu. Pengujian memang perlu dilakukan,
namun mungkin tidak dalam selang waktu yang demikian singkat
seperti 1-2 jam.
4.1.2. Pengolahan Air untuk Pencucian
Selain pengolahan air untuk air minum dalam kemasan, AQUA juga
menjamin kualitas air yang digunakan untuk mencuci alat dan bahan
dengan memanfaatkan air sumur yang diolah terlebih dahulu. Air
sumur yang digunakan berasal dari sumur I dan IV. Sumur I dengan
15
panjang pipa 50 m dan debit air 180/L menit. Berbeda dengan air baku
produk yang diolah di water treatment C, pengolahan air dari sumur I
dilakukan di water treatment D/E. Air dari dalam tanah dipompakan
melewati meteran dan diinjeksi klorin 20 ppm dalam mixer kemudian
masuk ke tangki oksidasi yaitu tangki storage A, ke storage B dan D. Di
storage A model tangkinya ganda, tangki bagian dalam bentuk
dasarnya agak lancip guna tempat pengambilan Fe (dibuang 1 hari
sekali). Untuk tempat pengambilan sampel kualitas air ada 8 buah
kran. Sumur IV dengan panjang pipa 150 m dan debit air 300 L/menit,
pengolahannya dilakukan di water treatment B. Air dari sumur IV
dipompa kemudian diinjeksi klorin 5-8 ppm kemudian dicampur dengan
air didalam mixing dan selanjutnya masuk ke tangki storage H.
Kapasitas storage H 100 m3. Setelah itu air dari kedua sumber ini
dipompakan ke tahap penyaringan.
Proses penyaringan dilakukan di water treatment B untuk air dari
sumur IV dan water treatment D/E untuk air dari sumur I. Penyaringan
dilakukan dalam tangki yang berisi sand filter dan carbon filter. Media
penyaring dalam sand filter adalah pasir silika yang berada dalam 1520 cm dari main hole. Silika berfungsi untuk menyaring partikel-partikel
terbesar dalam air. Bagian paling bawah adalah strainer model jamur
yang berfungsi untuk menghindari lolosnya pasir ke luar. Dalam carbon
filter I juga terdapat pasir silika yang digunakan untuk menutup
strainer. Fungsi karbon adalah sebagai absorben, menghilangkan
klorin, rasa, dan bau serta menyaring partikel terkecil yang ada.
Setelah dari carbon filter air masuk ke tangki softener untuk
dilunakkan.
Sebelum dilunakkan, kadar klorin dari carbon filter harus nol. Isi
dalam tangki softener adalah resin. Resin sebagai ion exchanger guna
mengikat kalsium dan magnesium karbonat akan menjadi jenuh. Jika
resin didalam softener sudah jenuh atau sudah banyak mengikat unsur
Mg dan Ca maka dilakukan regenerasi. Proses kembali regenerasi
untuk membebaskan kembali resin dari Mg dan Ca dengan cara
menambahkan garam NaCl. Tujuan pelunakkan air adalah untuk
menyerap kandungan Mg dan Ca dalam air, menghemat bahan
pencucian dan menghindari perkerakan pada dinding-dinding mesin
pada saat ada pemanasan. Soft water dari tangki dialirkan ke mixing
tank yang kemudian diozonisasi dengan penginjeksian ozon 0,3-0,8
ppm untuk membunuh mikroba. Setelah tercampur dengan ozon maka
air dialirkan ke tangki penampungan soft water yang akan digunakan
untuk pencucian botol 5 gallon dan botol gelas 380 ml.
Pengolahan air di AQUA meliputi pengolahan air dari mata air untuk
produk AMDK serta pengolahan air sumur untuk air pencucian.
Keduanya melalui tahapan yang berbeda di mana pengolahan air
sumur lebih banyak tahapannya. Perbedaan terlihat pada tahap
klorinasi dan pelunakan yang ada dan tahap mikrofiltrasi yang tidak
ada pada pengolahan air pencucian. Kadar ozon yang diinjeksikan pada
16
air pencucian juga jauh lebih tinggi (3-8 ppm) dibandingkan pada
AMDK (0,5 ppm). Faktor yang memengaruhi adalah kualitas air baku
serta fungsi produk akhir. Air baku dari sumur masih memiliki
kandungan mikroba dan mineral yang harus dihilangkan sebelum air
digunakan untuk mencuci, sementara air dari mata air memiliki mutu
standar air minum. Selain itu fungsi dari air hasil pengolahan juga
berbeda di mana air untuk pencucian tidak harus memenuhi standar
air minum untuk dikonsumsi, sehingga boleh memiliki kadar klorin dan
ozon yang tinggi sebagai desinfekta, sementara AMDK harus
memenuhi standar keamanan air untuk dikonsumsi.
4.2. Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Pakuan
Kota
Bogor
memanfaatkan tiga mata air sebagai sumber air baku yaitu mata air
Tangkil, mata air Bantar Kambing, dan mata air Kota Batu. Sedangkan
air permukaan yang dimanfaatkan adalah air Sungai Cisadane.
Mata Air Tangkil terletak di Kecamatan Caringin dan memilki areal
konservasi seluas 15 Ha. Pada awal operasi debit air yang dihasilkan
170 L/detik, namun saat ini debit yang masuk mengalami penurunan
menjadi 118,6 L/detik. Kondisi topografi di lokasi sumber Mata Air
Tangkil relatif tidak rata, sehingga PDAM Kota Bogor melakukan
berbagai
kegiatan
penanaman
untuk
mencegah
erosi
sekaligus
menjaga kelestarian kawasan. Penggunaan lahan di Tangkil didominasi
oleh sawah dan hutan, oleh karena itu kondisi air bahan baku relatif
tidak tercemar (Putri 2004). Mata Air Bantar Kambing berada di kaki
Gunung salak, tepatnya di Kecamatan Cijeruk. Mata air ini memiliki
debit yang stabil sebesar 167 L/detik. Debit air yang dihasilkan mata
air Kota batu pada saat ini 65 L/detik. Sama halnya dengan mata air
Tangkil, kondisi air bahan baku pada mata air ini juga tidak tercemar
(Putri 2004). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan air bersih bagi
masyarakat Kota Bogor, PDAM Tirta Pakuan menggunakan Sungai
Cisadane sebagai sumber air baku yang mendukung separuh dari total
produksi PDAM. Dua intake yang dibangun oleh PDAM Kota Bogor yaitu
intake hulu yang terletak di Ciherang Pondok Kecamatan Caringin dan
intake hilir yang terletak di Cipaku. Intake Ciherang Pondok dirancang
dengan kapasitas maksimal 1000 L/detik menyuplai air bahan baku
lewat pipa transmisi menuju WTP Dekeng. Dalam perkembangannya
sekarang WTP Dekeng telah memanfaatkan air baku rata-rata 550
17
L/detik sedangkan intake Cipaku memasok air baku sampai 210 L/detik
untuk diolah di WTP Cipaku (Putri 2004).
Kualitas air Sungai Cisadane dapat diketahui dari parameter pH,
kekeruhan, kadar N total dan P total, serta nilai BOD dan COD. Air
Sungai Cisadane di bagian hulu, tengah dan hilir memiliki pH berturutturut 6,0-6,5; 6-6,3 dan 5,0-5,5 (Siahaan 2011) . Pada musim hujan,
nilai pH cenderung lebih tinggi mungkin akibat akumulasi senyawa
karbonat dan bikarbonat sehingga air sungai lebihbasa (Novotny dan
Olem 1994). Selain itu pada musim hujan kekeruhan sungai juga
semakin meningkat. Kekeruhan ini akan semakin meningkat dari hulu,
tengah, hingga hilir sehingga air sungai hanya cocok untuk pertanian
dan peternakan.
Tabel 3 Data Perbandingan nilai kekeruhan dari Sungai Cisadane
sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan pada bulan Februari
(musim hujan)
Kekeruhan (NTU)
Tanggal
Februari
Juni
1
112
0.7
40
0.46
2
92
1.28
39
0.42
3
324
0.85
36
0.56
4
200
1.2
37
0.47
5
78
0.92
36
0.52
6
58
0.85
38
0.4
7
173
0.8
38
0.69
8
180
0.91
40
0.52
9
327
1.13
37
0.66
10
64
0.89
39
0.67
11
89
0.74
38
0.45
12
295
0.95
39
0.68
13
143
1.28
31
0.81
14
75
1.06
154
0.74
15
92
0.94
53
0.59
16
246
0.66
38
0.56
17
101
0.71
42
0.45
18
18
53
0.75
40
0.6
19
99
0.76
38
0.43
20
350
1.75
42
0.5
21
71
0.89
40
0.6
22
73
0.75
38
0.47
23
63
0.69
40
0.5
24
44
0.99
40
0.47
25
55
1.03
160
0.82
26
67
0.88
50
0.37
27
68
0.93
39
0.51
28
70
0.98
37
0.48
Berdasarkan Kadar N Total/Nt air Sungai Cisadane masih jauh dari
ambang batas tertinggi (PP No.82/2001). Namun kadar Nt semakin ke
hilir semakin meningkat yaitu hulu (0,044 – 0,435 mg/L), tengah (,115
-0,622 mg/L) dan hilir (0,26 – 0,806 mg/L) (Siahaan 2011). Kadar P
Total/Pt
di dalam air Sungai Cisadane juga memiliki kecenderungan
meningkat semakin ke hilir (Siahaan 2011).
Nilai Nt dan Pt yang
semakin meningkat ke hilir disebabkan semakin banyak pencemar
sumber N dan P yang masuk ke Sungai Cisadane. Sumber pencemar
dari berbagai aktivitas manusia baik itu di sepanjang Sungai Cisadane.
Secara umum, air Sungai Cisadane di bagian hulu hingga tengah masih
dapat dipergunakan sebagai sumber air baku, namun di bagian hilir
tidak dapat digunakan karena konsentrasi Pt melebihi ambang batas.
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) menunjukkan banyaknya pencemar organik yang
ada di dalam air sungai (Novotny & Olem 1994). BOD dan COD lebih
tinggi pada musim kemarau dibandingkan musim hujan (Siahaan
2011). Berdasarkan uji laboratorium, saat ini nilai BOD dan COD dari
Sungai Cisadane sudah masuk ke dalam kategori ambang batas
pencemaran sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan air minum
atau air baku sesuai PP No.82/2001. Berdasarkan penjabaran di atas,
secara umum air Sungai Cisadane hanya di hulu dan tengah yang
masih dapat dipergunakan sebagai air baku. Sesuai klasifikasi Miller
(2007), kualitas air Sungai Cisadane dari hulu hingga hilir yaitu
tercemar ringan (Stasiun 1-6) dan tercemar parah di Stasiun 7-9 yang
berada di bagian hilir. Bagian hulu dari Sungai Cisadane berada di
Bogor sementara hilir di Tangerang. Kualitas air Sungai Cisadane di
19
Bogor masih bisa dikatakan bagus, tetapi di Tangerang, yang menjadi
daerah limpasan air, kondisi air tidak memadai. Berdasarkan hasil
penelitian JICA (Japan International Corporation Agency) dan BLHD
(Badan Lingkungan Hidup Daerah) tercemarnya bagian hilir dari Sungai
Cisadane 84 persen berasal dari limbah domestik (Adityo 2013).
Perbedaan kualitas air baku yang telah disebutkan sebelumnya
menunjukkan perbedaan beban pencemaran pada sumber air baku
yang menyebabkan tahap pengolahan air yang berbeda pula. Air yang
berasal dari mata air tidak perlu melewati proses pengolahan air,
tetapi hanya diberi gas klor untuk desinfeksi sedangkan air baku yang
berasal
dari
Sungai
harus
melewati
pengolahan
melalui
tahap
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi. Tujuan
dibangunnya
instalasi
pengolahan
air
minum
adalah
untuk
menghilangkan kekeruhan dalam air yang diikuti adanya peningkatan
kualitas air minum. Kualitas air yang kurang bagus seperti air yang
keruh apalagi pada waktu hujan, bau kaporit, dan lumut.
Tingkat
kekeruhan dari air baku yang masuk di WTP Dekeng dan Cipaku pada
bulan Februari (musim penghujan) sekitar 112 NTU. Setelah melalui
proses pengolahan air tingkat kekeruhan menjadi 0.7 NTU. Sedangkan
pada bulan Juni yang merupakan musim kemarau tingkat kekeruhan
dari air baku yang masuk di WTP Dekeng dan Cipaku sekitar 40 NTU
dan melalui proses pengolahan air secara lengkap dan bertahap,
tingkat kekeruhan air menjadi 0.46 NTU.
20
Secara ringkas, tahapan pengolahan air di WTP Dekeng dan Cipaku
disajikan pada bagan dibawah ini.
AIR BAKU
Debit Air
Kekeruh
an
Pendosisan
koagulan
Koagulasi
Flokulasi
Ya
Tida
k
Flok Kecil
Jartest
Set
Dosis/kalibrasi
Sediment
asi
Kekeruhan
< 5 NTU
Tida
k
Kekeruhan > 5 NTU
Drain Lumpur
Set Dosis/Kalibrasi
Ya
Filtrasi
Kekeruhan
< 1 NTU
Tida
k
Kekeruhan > 1
NTU Back Wash
Ganti pasir
Ya
Desinfeksi
Tida
k
Air bersih
Sisa Chlor
Set
Dosis/Kalibrasi
Ya
Gambar 2 Diagram pengolahan air di PDAM Tirta Pakuan
Instalasi pengolahan air di WTP Dekeng melakukan pengujian
terhadap kualitas air pada beberapa parameter fisik dan kimia.
21
Penggolongan kualitas air baku mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 173/MENKES/PER/VIII/77, tahun
1977. Sementara kualitas air bersih diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan
Republik
No.
416/MENKES/PER/IX/1990,
tanggal
3
September 1990.
Tabel 4
Hasil Analisa Pengolahan Air WTP Dekeng PDAM Tirta Pakuan
Bogor
N
Parameter
Satuan Batas
o
Syarat Air
Air Baku
Batas
Air
Dekeng
Syarat Air
Bersih
Bersih
Dekeng
25.5
Suhu
25.7
27
Udara
0.55
62.4
25
62.2
Baku
Fisik
1
Suhu
o
2
Kekeruhan
NTU
3
Jumlah zat
mg/l
C
Suhu Udara
1000
padat terlarut
1500
(TDS)
Kimia
pH
6.5-8.5
Bikarbonat
(HCO3)
2+
Kasium (Ca )
7.6
6.5-9.0
7.21
mg/L
63.7
59.23
mg/L
12.03
11.73
mg/L
500
62.8
500
59.72
(CaCO3)
mg/L
600
5.86
600
4.67
Chlorida (Cl-)
mg/L
Kesadahan
4.20
3.76
Karbondioksida
(CO2)
Sumber: Uji Laboratorium Cipaku PDAM Kota Bogor Tanggal 23 Mei
2005 (Yuliawati 2005)
Sistem pendistribusian air bersih hasil olahan menggunakan
sistem zoning yaitu pembagian sistem distribusi atas zona-zona
tergantung pada pertimbangan luas kota, menyangkut efisiensi dan
kelancaran pelayanan dan perbedaan elevasi kota. Pendistribusan air
dilakukan melalui saluran pipa transmisi yang ditunjukkan pada bagan
Transmisi Air
Pipa
Pipa
dibawah
ini.
Bersih
Transmisi
Distribusi/re
Air Baku
tikulasi
Pipa Dinas
Pipa
Persil
22
Gambar 3 Diagram alir pendistribusian air PDAM
Sistem distribusi terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi
yang disalurkan ke konsumen, sistem distribusi yang digunakan oleh
PDAM Tirta Pakuan Bogor dengan sistem gravitasi karena Kota Bogor
memiliki kondisi topografi yang di nilai cukup efektif dan efisien untuk
pengaliran sistem gravitasi melalui saluran drainase menuju badan air
penerima. Dalam pendistribusian air, PDAM Kota Bogor menggunakan
sistem zoning. Konsumen zona 1 berasal dari 1/3 mata air Tangkil yang
langsung didistribusikan ke konsumen. Konsumen zona 2 berasal dari
2/3 sumber mata air Bantar kambing. Konsumen zona 3 berasal dari
reservoir Cipaku (air baku dari Ciherang Pondok sebagian dari sumber
mata air Bantar Kambing) sebagian dari instalasi WTP Dekeng.
Konsumen zona 4 berasal dari reservoir Pajajaran (2/3 mata air Tangkil
dan air baku Ciherang Pondok yang diolah di WTP Dekeng). Konsumen
zona 6 berasal dari mata air Kota Batu yang langsung didistribusikan
ke konsumen.
Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium Cipaku kualitas air hasil
olahan di instalasi Dekeng telah memenuhi standar kualitas air minum
sesuai
Permenkes
Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010
serta
Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199, sehingga dapat diminum tanpa
harus di masak terlebih dahulu, tetapi air hasil olahan tersebut saat
sampai ke konsumen belum memenuhi standar kualitas air minum tapi
baru memenuhi standar kualitas air bersih sehingga harus dimasak
terlebih dahulu. Hal tersebut karena risiko kontaminasi bakteri dan
logam, serta rembesan air tercemar dari pipa yang bocor selama
distribusi. Agar air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dapat
langsung diminum, pemeliharaan pipa harus diperhatikan.
23
Bab 5 Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Pengolahan air di PT AQUA Golden Mississipi meliputi pengolahan
air mata air menjadi produk AMDK serta pengolahan air sumur menjadi
air pencucian. Perbedaan mutu air baku dari kedua sumber serta fungsi
produk
hasil
pengolahan
menyebabkan
perbedaan
pada
tahap
pengolahan yang dilalui. Tahap pengolahan AMDK dari mata air
meliputi tahap transportasi, pembongkaran air sumber, sand filter,
penampungan
air
sumber
di
tangki
penyimpanan,
kemudian
mikrofiltrasi melalui Cartridge 40, Carbon Filter, Cartidge Filter 5
Micron, dan Cartridge Filter I serta ozonisasi. Pengolahan air pencucian
dari air sumur meliputi klorinasi, sand filter, carbon filter, dan ozonisasi
tanpa mikrofiltrasi.
Produk AMDK AQUA dijaga kualitasnya dengan
melakukan pengujian di setiap tahap pengolahan mulai dari sumber
sampai produk akhir.
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memanfaatkan tiga mata air yaitu
mata air Tangkil, Bantar Kambing, dan Kota Batu serta Sungai
Cisadane. Air yang berasal dari mata air sudah memiliki kualitas air
yang baik sehingga sebelum didistribusikan ke konsumen tidak perlu
melewati proses pengolahan air, tetapi hanya diberi gas klor untuk
desinfeksi. Sedangkan air baku yang berasal dari Sungai Cisadane
harus melewati proses penyaringan awal, pra sedimentasi, koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi.
Produk akhir dari kedua perusahaan memenuhi standar air bersih
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
No.
416/MENKES/PER/IX/1990 serta standar air minum Indonesia yang
tertuang pada Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 dan Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199. Namun air PDAM dianjurkan
diminum setelah dimasak karena ada risiko kontaminasi mikroba dan
logam selama proses distribusi melalui pipa saluran air.
5.2. Saran
Pengujian terhadap produk AMDK AQUA sangat ketat mulai dari
sumber hingga produk akhir. Selang waktu yang digunakan antara 1-3
jam setiap pengujian. Sebaiknya pengujian dilakukan dalam selang
waktu yang lebih lama untuk lebih mengefisienkan waktu dan energi
mengingat sumber dan teknologi yang digunakan untuk pengolahan
24
AMDK AQUA sudah berkualitas. Air hasil pengolahan PDAM Tirta Pakuan
sebenarnya memenuhi standar air minum, namun kemungkinan
kontaminasi selama distribusi menyebabkan air harus dimasak dahulu
sebelum dikonsumsi. Saran yang diberikan adalah pemeliharaan pipa
distribusi sehingga risiko kontaminasi dapat dikurangi.
25
Daftar Pustaka
Adityo. 2013. Air Sungai Cisadane Tercemar Limbah [terhubung
berkala]
http://www.indopos.co.id/index.php/berita-urbancity/3321-air-sungai-cisadane-tercemar-limbah [10 September
2013]
Badan Standarisasi Nasional. Air Minum Dalam Kemasan. Standar
Nasional Indonesia 01-3553-1996, Jakarta.
Barnes, D, dan F. Wilson. 1983. Chemistry and Unit Operation
Treatment. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit UI Press,
Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Feet dan M. Wooto. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit UI Press, Jakarta.
Fellow, P.J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice.
Woodhead Publishing (ed), England.
Gillies, M.T. (ed). 1979. Drinking Water Detoxification. New York: Noyes
Deta Coorporation
Herschdoerfer, S.M. 1967. Quality Control in The Food Industry.
London:Academy Press.
Jenie, B.S.L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor : IPB Press.
Miller GT.2005. Living in the Environment: Principles, Connections, and
Solutions. Canada: Thompson Brooks/Cole
Novotny, V., H. Olem. 1994. Water Quality: prevention, Identification,
and Management of Diffuse Pollution. New York: van Nostrand
Reinhold.
Putri, Winda Utami. 2004. Evaluasi Kondisi Air Sungai dan Mata Air
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA, IPB. Bogor
Siahaan, Ratna, Andry Indrawan, Dedi Soedharma, Lilik B.Prasetyo.
2011. Kualitas air sungai cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal Imliah
Sains. 11 (2) : 269-272
Soekarto, S.T. 1990. Pengawasan Mutu Pangan. PAU Pangan dan
Gizi.Bogor :IPB Press.
Sundra IK. 2001. Studi kualitas perairan Sungai Nyuling di Karangasem
ditijnjau dari aspek fisik kima dan mikrobiologi. J Biologi 5 (1):9-20.
Suprapto, et al. 1985. Teknologi Air I. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA, IPB. Bogor.
Tarigan Julvhina. 2006. Mempelajari Aspek Produksi dan Pengawasan
Mutu Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Botol 5 Gallon (19 Liter)
dan Botol Gelas (380mL) di Pabrik Pengolahan AMDK PT. AQUA
GOLDEN MISSISSIPI Tbk, Bekasi,Jawa Barat. Laporan Magang.
Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan Dept ITP Fateta IPB
Yuliawati. 2005. Aspek Teknik Pendayagunaan Lahan dan Air pada
Sistem Pengolahan Air Bersih Di Water Treatment Plant (WTP)
Dekeng Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor.
26
Laporan
Magang
Akhir.
Bogor:
Program
Studi
Teknik
Pendayagunaan Lahan dan Air, Departemen Teknik Pertanian,
Fateta, IPB.
27
Lampiran
Lampiran 1 Syarat Mutu Air Minum Menurut SNI 01-3553-199
N
o
1
a.
b.
c.
2
3
4
Kriteria Uji
Satuan
Keadaan:
Bau
Rasa
Warna
pH
Kekeruhan
Kesadahan sebagai CaCO3
Unit Pt.Co
NTU
mg/L
5
Zat padat terlarut
mg/L
Maks 500
6
mg/L
Maks 1,0
7
Nitrat
Organik
angka KMnO4
Nitrat sebagai NO3
mg/L
Maks 45
8
Nitrat sebagai NO2
mg/L
Maks 0,005
9
Ammonia (NH4)
mg/L
Maks 0,15
10
Sulfat
mg/L
Maks 200
11
Khlorida (C1)
mg/L
Maks 250
12
Flourida (F)
mg/L
Maks 1
13
Sianida (CN)
mg/L
Maks 0,05
14
Besi (Fe)
mg/L
Maks 0,3
15
Mangan (Mn)
mg/L
Maks 0,05
16
Khlor bebas
mg/L
Maks 0,1
sebagai
17 Cemaran logam berat:
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Kadmium (Cd)
d. Raksa (Hg)
18 Cemaran Arsen (As)
19 Cemaran mikroba
a. Angka lempeng total awal
b. Angka lempeng total akhir
c. Bakteribentuk coli
d.
e.
Clotridium perfringes
Salmonella
Persyaratan
Tidak berbau
Normal
Maks 5
6,5-8,5
Maks 5
Maks 150
mg/L
mg/L
Koloni/mL
Koloni/mL
APM/100mL
Koloni/mL
-
Maks 0,005
Maks 0,5
Maks 0,005
Maks 0,001
Maks 0,05
Maks 1,0 x102
Maks 1,0x103
Pengolahan Air Minum dalam Kemasan (AMDK) PT. AQUA
Golden Mississipi dan Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM)Tirta Pakuan Kota Bogor
Disusun oleh :
Husnal Chairi (F24110013)
Nikola Tesla ( F24110027)
Maria Fransisca Njoman (F24110036)
Harry Andiga (F2411057)
Meilita Intan (F24110065)
Chevia Nadia (F24110090)
Anindita Shabrina (F24110109)
Institut Pertanian Bogor
2013
i
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya
sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Terima kasih
secara khusus kepada Bapak Fahim yang telah memberikan bimbingan
selama proses pengerjaan makalah, serta kepada pihak-pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah. Makalah ini dibuat dalam rangka
menyelesaikan tugas Praktikum Teknik Pangan dengan topik besar
“Pengolahan Air”. Makalah ini membahas secara khusus pengolahan
air dalam industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM). Perusahaan AMDK PT Tirta Investama
dengan merk dagang AQUA dan PDAM Tirta Pakuan menjadi obyek
pembahasan
dalam
makalah
dengan
titik
berat
pada
proses
pengolahan air dari sumber sampai menjadi air minum.
Bahan baku air AQUA berasal dari berbagai sumber mata air yang
jauh dari pemukiman warga. Bahan baku air PDAM Tirta Pakuan ialah
tiga buah mata air dan Sungai Cisadane. Kualitas sumber air baku yang
berbeda antara PDAM dan AMDK menyebabkan perbedaan teknologi
pengolahan yang digunakan untuk mencapai standar mutu air minum
yang sama.
Air minum dari PDAM kurang dipercaya untuk diminum
langsung karena media distribusi yang walaupun kecil memiliki
kemungkinan kontaminasi dari logam dan mikroba. Hal ini yang
menjadi fokus pembahasan dalam makalah.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
i
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................ i
Daftar Isi................................................................................................. ii
Daftar Tabel........................................................................................... iii
Daftar Gambar....................................................................................... iv
Daftar Lampiran..................................................................................... v
Bab 1 Pendahuluan................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah.....................................................................1
Bab 2 Profil Perusahaan.........................................................................3
2.1. AQUA............................................................................................ 3
2.2. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.....................................................4
Bab 3 Tinjauan Pustaka..........................................................................5
3.1. Air Minum..................................................................................... 5
3.2. Mutu............................................................................................. 5
3.3. Bahan Baku.................................................................................. 5
3.4. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)........................................6
3.5. Air Minum dalam Kemasan (AMDK)..............................................7
Bab 4 Pembahasan................................................................................ 8
4.1. AQUA............................................................................................ 8
4.2. Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan.........................................13
Bab 5 Simpulan dan Saran...................................................................20
5.1. Simpulan.................................................................................... 20
5.2. Saran......................................................................................... 20
Daftar Pustaka...................................................................................... 21
Lampiran.............................................................................................. 22
ii
Daftar Tabel
Tabel 1 Hasil Uji Mutu Air Baku di Water Treatment AQUA...................10
Tabel 2 Hasil Uji Produk Akhir AQUA.....................................................11
Tabel 3 Data Perbandingan nilai kekeruhan dari Sungai Cisadane
sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan pada bulan Februari
(musim hujan)...................................................................................... 15
Tabel 4 Hasil Analisa Pengolahan Air WTP Dekeng PDAM Tirta Pakuan
Bogor................................................................................................... 18
iii
Daftar Gambar
Gambar
1
Diagram
Alir
Pengolahan
Air
AMDK
AQUA.......................................................9
Gambar
2
Diagram
pengolahan
air
di
PDAM
Tirta
Pakuan...............................................17
Gambar
3
Diagram
alir
pendistribusian
air
PDAM ...........................................................18
iv
Daftar Lampiran
Lampiran 1 Syarat Mutu Air Minum Menurut SNI 01-3553-199............22
Lampiran 2 Persyaratan Air Minum menurut Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 492/Menkes/Per/IV/2010..........................................23
v
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Bertambahnya populasi manusia menyebabkan kebutuhan air
minum semakin meningkat. Hal ini diperparah dengan penurunan
kualitas dan kuantitas air bersih, terutama di wilayah perkotaan. PDAM
sebagai perusahaan negara berkewajiban menyediakan air minum
yang
sesuai
standar
mutu
bagi
masyarakat.
Permasalahannya
persebaran sumber air bersih tidak merata di berbagai daerah. Sumber
air di perkotaan biasanya memiliki tingkat pencemaran yang sangat
tinggi sehingga sulit diolah menjadi air minum. Wilayah Jakarta
misalnya, berdasarkan uji kualitas air pada tahun 2005, 16% air tanah
memiliki status mutu air terkategori tercemar berat, 35% tercemar
sedang, 33% tercemar ringan dan hanya 16% yang dikategorikan baik.
Fenomena ini menyebabkan masyarakat tergantung kepada air minum
dalam kemasan (AMDK). AMDK memiliki kualitas air minum yang stabil
karena dapat menentukan sumber air yang digunakan sebagai bahan
baku. Air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan dengan
tingkat pencemaran rendah atau bahkan nol.
Air baku dari sumber berbeda harus diolah menjadi air minum
dengan standar yang sama. Akibatnya, teknologi pengolahan yang
digunakan
akan
berbeda,
di
mana
air tercemar
membutuhkan
penanganan yang lebih kompleks. Makalah ini dibuat untuk melihat
perbandingan proses pengolahan air di perusahaan AMDK dengan
PDAM.
1.2. Perumusan Masalah
AQUA merupakan merk AMDK yang cukup terkenal di Indonesia.
Kualitasnya telah dipercaya oleh masyarakat. Sumber air yang
digunakan oleh AQUA adalah mata air pegunungan yang tanpa diolah
pun telah layak dikonsumsi sebagai air minum. Semakin bertambahnya
populasi manusia kebutuhan air minum semakin meningkat. AQUA pun
memperluas cakupan pasarnya sehingga kebutuhan akan sumber
bahan baku air semakin meningkat. Air dari sumber telah memenuhi
standar air minum, namun ketika diangkut menuju pabrik, kontaminasi
1
tidak bisa dihindari baik dari saluran distribusi, udara, dan lain-lain.
Kemungkinan terjadinya kontaminasi ini menyebabkan air baku harus
diolah lebih lanjut sampai menjadi air minum. Selain itu perbedaan
lokasi sumber air membutuhkan adanya standardisasi mutu produk,
sehingga diperlukan pengujian secara fisik, kimia, dan mikrobiologis
terhadap air baku dan produk jadi AQUA.
PDAM Tirta Pakuan menggunakan sumber air yang terdiri atas tiga
mata air mata air Tangkil, Bantar Kambing, dan Kota Batu, serta satu
sungai, yaitu Sungai Cisadane. Perbedaan kualitas antara air baku dari
mata air dan dari sungai menyebabkan perbedaan teknik pengolahan
air baku menjadi air minum. Air sungai memiliki kadar COD dan BOD
yang lebih tinggi dibandingkan air dari mata air, sehingga
penanganannya membutuhkan teknologi dan teknik yang lebih
kompleks. Setelah diolah, air PDAM sesungguhnya telah memenuhi
standar mutu air minum. Namun proses distribusi melalui pipa yang
cukup panjang menyebabkan adanya risiko kontaminasi logam dan
mikroba, sehingga air menjadi tidak layak langsung dikonsumsi
sebagai air minum.
1.3. Tujuan
Mengetahui permasalahan yang dihadapi PT AQUA Golden
Mississipi dan PDAM Tirta Pakuan dalam mengolah air baku menjadi air
minum serta mengetahui efektivitas dan efisiensi proses pengolahan
air di kedua perusahaan air minum tersebut.
2
Bab 2 Profil Perusahaan
2.1. AQUA
AQUA lahir atas ide almarhum Tirto Utomo (1930-1994). Diawali
dengan menggagas lahirnya industri air minum dalam kemasan
(AMDK) di Indonesia melalui PT Golden Mississippi pada tanggal 23
Februari 1973. Pabrik pertama berlokasi di kawasan Pondok Ungu,
Bekasi, Jawa Barat. Kapasitas produksi perusahaan sebesar 6 juta liter
per tahun.
Produk pertama AQUA berupa botol kaca 950 ml yang disusul
dengan kemasan AQUA 5 galon.
Pada tahun 1981 diciptakanlah
kemasan baru dari plastik dengan berbagai ukuran. Pada tahun 1982,
terjadi perubahan sumber bahan baku dari air sumur menjadi
mata
air pegunungan
(mountain
spring water). Pada tahun 1984
lisensi untuk memproduksi AQUA diberikan kepada PT Tirta Jayamas
Unggul di Pandaan, Jawa Timur dan kepada PT Tirta Dewata Semesta
di Mambal, Bali pada tahun 1987. Upaya ekspor dirintis sejak tahun
1987 dan terus berjalan baik hingga kini mencakup Singapura,
Malaysia, Maldives, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di luar
negeri, tepatnya Filipina, dijalin pula kerja sama untuk memproduksi
AQUA, yang telah berproduksi sejak awal 1998.
Pada tahun 1995, diterapkan teknologi canggih yaitu in-line
system
di
pabrik
AQUA Mekarsari-Sukabumi.
Penerapan
ini
merupakan yang pertama di Indonesia dan juga di Asia. Tahun
1998, AQUA Group bermitra dengan perusahaan air trans-nasional
DANONE dari Perancis. Tahun 2000, diluncurkan botol dengan label
baru yaitu AQUA-DANONE. Saat ini produk AQUA terdiri dari beraneka
kemasan dan ukuran, kemasan sekali pakai yang terdiri atas botol PET
(Poly Ethelene Terephthalate) 1500 ml, 625 ml, 600 ml, 330 ml dan
gelas PP (Poly Propelene)240 ml, serta kemasan ulang-alik terdiri atas
botol kaca 380 ml dan botol PC (Poly Carbonate)5 Galon (19 L).
Tahun 1990 PT. Golden Mississippi mengubah nama menjadi PT.
AQUA Golden Mississippi. Pada
tahun
1994
dan
1995,
AQUA
menjadi AMDK pertama yang berhasil memperoleh Sertifikat ISO
3
9002
untuk
pabrik
Bekasi,
kemudian pabrik Pandaan,
Citeureup
dan
pabrik Mambal,
Mekarsari.
pabrik
Menyusul
Subang,
dan
pabrik Brastagi. Sertifikasi lain yang telah diperoleh yaitu Good
Manufacturing Pratices dari NSF (National Sanitation Foundation). Pada
awal 1999, AQUA berhasil memperoleh sertifikat SMK3 (Sertifikat
Mutu
Kesehatan
dan Keselamatan Kerja) dan pada bulan Oktober
1999 lima pabrik AQUA di Bekasi, Bogor, Sukabumi, Pandaan dan Bali
memperoleh sertifikat Hazard Analysis Critical Control Point dari
SGS,Holland.
Pada tahun 1987, Tirto Utomo mengakuisisi PT. Varia Industri
Tirta
kedua
yang memproduksi
dari
INVESTAMA
grup
sebagai
AMDK merek
AQUA.
induk
Pada
dari
VIT
dan merupakan merek
tahun 1994, dibentuk PT.
TIRTA
unit-unit
yang
produksi
AQUA
tersebar di seluruh Indonesia dan sekarang menjadi lebih dikenal
sebagai AQUA Group, dengan total jumlah karyawan lebih dari 7.400
orang. Hingga tahun 2005 AQUA Group terdiri dari 1) PT
Investama,
di
Sukabumi,
Wonosobo,
Klaten,
Tirta
Pandaan, Manado,
Lampung, Cicadas-Citeureup, Mambal-Bali dan Babakan Pari-Sukabumi.
2) PT AQUA Golden Mississippi di Bekasi, Citeureup, dan MekarsariSukabumi. 3)PT Ibic Sendirian Berhad di Brunei Darrussalam. 4) PT
Tirta di Medan.
2.2. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor
Perusaahan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor
merupakan Badan Usaha Milik Daerah Kota Bogor yang bergerak di
bidang distribusi air bersih. PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor berdiri
secara resmi pada tanggal 7 Juli 1977 berdasarkan undang-undang
yang tercantum dalam lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II
Bogor No. 1 tahun 1977 serie D. isi lembaran tersebut memuat
peraturan daerah kodya Bogor No. 5 tahun 1977 tentang Perusahaan
Daerah Air Minum Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Secara
administrasi PDAM ini beralamat pada Jl. Siliwangi No. 121 Bogor, Jawa
barat.
Saat ini PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor telah memanfaatkan tiga
mata air sebagai sumber air yaitu mata air Tangkil, mata air Bantar
4
Kambing, dan mata air Kota Batu serta satu air permukaan yaitu
Sungai Cisadane. Mata air Kota Batu merupakan mata air tertua yang
telah digunakan sebagai sumber air minum bahkan sebelum PDAM
Tirta Pakuan didirikan dan merupakan cikal bakal keberadaan PDAM
Kota Bogor. Sedangkan instalasi pengolahan air sungai Cisadane
merupakan
yang
terakhir
dibangun
(awal
tahun
1987)
untuk
mengimbangi pertambahan penduduk dan dapat memenuhi kebutuhan
air bersih bagi seluruh penduduk Kota Bogor selama 24 jam.
Air minum hasil dari produksi PDAM Tirta Pakuan didistribusikan
meliputi wilayah masyarakat Kota Bogor dengan cakupan pelayanan ±
63%. PDAM Tirta pakuan membagi daerah kerjanya menjadi empat
zona, yaitu zona satu, zona dua, zona tiga, dan zona empat. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi distribusi mengingat daerah
pelayanan PDAM Tirta Pakuan adalah seluruh Kota Bogor.
Bab 3 Tinjauan Pustaka
3.1. Air Minum
Air merupakan cairan H2O yang tidak berbau dan tidak berasa.
Penentuan
kualitas
air
minum
dilakukan
dengan
menggunakan
parameter Kadar Maksimum Diperbolehkan (KMD) yang artinya jumlah
maksimum unsur atau mikroba yang diperkenankan terdapat dalam air
minum dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan.
KMD untuk
sebagian besar bahan kimia ditentukan dengan menghitung asupan
harian
yang
menyebabkan
efek
samping
pada
konsumen
jika
mengonsumsi 2 liter air yang mengandung zat kimia tersebut per hari
selama 70 tahun. KMD untuk unsur karsinogen misalnya, merupakan
konsentrasi substansi dalam air minum yang diperkirakan dapat
menyebabkan kanker dengan insidens 1 dalam 100.000 populasi.
Indonesia
sendiri
memiliki
standar
air
minum
yang
ditetapkan
berdasarkan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 serta Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199. Standar tersebut menentukan
KMD determinan, yang terdiri dari KMD fisik,kimiawi dan mikrobiologi.
3.2. Mutu
Menurut Herschdoerfer (1967), mutu adalah kumpulan sifat atau
ciri yang membedakan suatu produk dengan produk lain. Sementara
5
itu pengawasan mutu adalah suatu usaha untuk mencapai standar
mutu produk yang baik dan konsisten, sesuai dengan pasar yang dituju
dan
harga
jual
yang
dikenakan
(Herschdoerfer
1967).
Sistem
pengawasan mutu meliputi aspek prosedur, sumber daya manusia dan
peralatan. Prosedur meliputi sistem pengambilan sampel dan cara
analisis. Menurut Soekarto (1990), standardisasi mutu adalah suatu
spesifikasi teknis tentang mutu suatu komoditas atau dokumen lain
yang dapat digunakan untuk umum, yang dibuat dengan cara kerja
sama
dan
konsensus
dari
pihak-pihak
yang
berkepentingan
berdasarkan pada hasil konsultasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan
pengalaman sehingga standardisasi mutu itu dapat dimanfaatkan
masyarakat secara optimal. Standardisasi atau pembakuan ini meliputi
pembakuan persyaratan mutu, pembakuan analisis mutu, pembakuan
interpretasi
hasil
analisis,
pembakuan
pengambilan
contoh
dan
pembakuan wewenang atau kelembagaan.
3.3. Bahan Baku
Menurut Winarno (1986), sumber air yang dapat digunakan untuk
kepentingan manusia antara lain air hujan, air tanah, dan air
permukaan. Pemanfaatan air hujan untuk keperluan air minum cukup
sulit, karena dipengaruhi musim dan memerlukan teknologi tinggi
dalam proses pengolahan. (Suprapto et al 1985 ; Winarno 1986). Air
tanah adalah air yang terdapat dalam tanah di bawah permukaan
bidang batas air-jenuh. Air tanah dapat diperoleh sebagai mata air, air
sumur, dan air infiltrasi (Suprapto et al 1985). Suprapto et al (1985)
membagi air tanah menjadi air tanah dangkal, air tanah dalam dan
mata air. Air tanah dangkal diperoleh pada kedalaman tidak lebih dari
15 meter, yaitu berasal dari lapisan rapat air. Air tanah dalam terdapat
setelah lapis rapat air yang pertama. Mata air adalah air tanah yang
keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal
dari dalam tanah, hampir tidak
terpengaruh oleh musim dan
kualitasnya sama dengan kualitas air dalam (Suprapto et al 1985)
3.4. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
PDAM atau Perusahaan Daerah Air Minum merupakan salah satu
unit usaha milik daerah yang bergerak dalam distribusi air bersih bagi
masyarakat umum. PDAM terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan
6
kotamadya di seluruh Indonesia.PDAM merupakan perusahaan daerah
sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh
aparat eksekutif maupun legislatif daerah. Proses pengolahan air baku
PDAM berbeda sesuai sumber air yang digunakan. Air yang berasal dari
mata air tidak perlu melewati proses pengolahan air,tetapi hanya
diberi gas klor untuk desinfeksi sedangkan air baku yang berasal dari
sungai harus melewati pengolahan melalui tahap koagulasi, flokulasi,
sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi.
Proses pertama pengolahan air baku adalah penyaringan awal
dengan menggunakan saringan kasar dengan ukuran 10x10 cm dan
saringan
halus
dengan
ukuran
5x5
cm
yang
bertujuan
untuk
menyaring serta menahan benda-benda kasar, menghilangkan kotoran
yang terapung, mengurangi kandungan lumpur serta mencegah
penyumbatan pada pipa dan perusakan pompa. Proses koagulasi dan
flokulasi adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan yang sukar
mengendap
untuk
itu
digunakan
Alumunium Cloride). Koagulasi
koagulan
berupa
PAC
(Poly
adalah proses pencampuran air
dengan koagulan berupa (Poly Alumunium Chlorida) yang dapat
memecahkan kestabilan partikel. Reaksi yang umum terjadi pada
proses koagulasi:
Al2(SO4)3 · 18H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2O + 6CO2
Al2(SO4)3 · 18H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 18H2
Flokulasi merupakan proses pembentukan partikel menjadi bentuk
yang
lebih
besar
(flok)
sehingga
mudah
diendapkan.
Proses
sedimentasi berlangsung dengan cara mengalirkan air melalui sekatsekat dengan kemiringan 60% yang akan menangkap lumpur dari hasil
pembubuhan koagulan. Pada proses aerasi terjadi kontak langsung
antara air dengan udara yang bertujuan untuk menambahkan oksigen
dan menghilangkan gas-gas terlarut dalam air yang bersifat korosif.
Filtrasi menggunakan pasir. Proses desinfeksi dilaksanakan pada akhir
proses pengolahan air dengan membubuhkan gas klor pada air jernih
hasil filtrasi untuk memperoleh air yang layak minum sesuai dengan
standar yang berlaku. Dosis pembubuhan gas klor per hari sebanyak
0.6 ppm.
7
3.5. Air Minum dalam Kemasan (AMDK)
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), definisi air minum dalam
kemasan (AMDK) adalah air yang telah diolah dengan perlakuan
khusus dan dikemas dalam botol atau kemasan lain dan memenuhi
persyaratan air minum. Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) adalah air
baku yang telah diproses, dikemas, dan aman diminum mencakup air
mineral dan air demineral.
Pengolahan air minum dalam kemasan menggunakan penyaring
dengan pasir (sand filter), penyaring karbon (carbon filter), serta mikro
filtrasi. Menurut Suprapto et al, (1985) pasir penyaring akan menahan
partikel-partikel yang lebih besar dari pori filter. Bahan koloid akan
tertahan yaitu dalam bentuk lapisan seperti gelatin. Ion-ion yang larut
dalam pasir akan dinetralkan oleh ion-ion pasir. Lapisan zooglial pasir
mengandung organisme hidup akan memakan bahan organik. Oleh
karena itu, daya kerja pasir penyaring dapat secara mekanis,
elektronis, dan bakterisidal. Gillies (1979) mengemukakan penyaringan
dengan karbon bertujuan untuk menghilangkan beberapa zat dalam air
yang tidak diinginkan, terutama senyawa-senyawa organik yang
menimbulkan rasa dan bau pada air, kekeruhan, dan menghilangkan
residu klorin. Karbon aktif dibuat dengan pembentukan bahan-bahan
yang kaya akan unsur karbon (C) seperti kayu atau batubara dengan
cara
mengurangi
oksigen
untuk
menghindari
pembentukan
karbondioksida. Karbon aktif dapat meyerap zat-zat organik karena
faktor temperatur tinggi yang menyebabkan terjadinya desorbsi
senyawa organik (Barnes dan Wilson, 1983). Setelah itu dilakukan
mikrofiltrasi. Mikrofiltrasi bertujuan untuk mendapatkan air dengan
maksimal kekeruhan 0,085 NTU. Selain itu, beberapa mikroorganisme
yang berukuran lebih besar dari pori-pori filter dapat tertahan,
sehingga air bisa lebih bebas dari mikroorganisme (Buckle et al, 1985).
Proses penyaringan halus pada AQUA
dilakukan melalui tahap
Cartridge 40 mikron, diselingi Carbon Filter, Cartridge 5 mikron absolut
(PC), dan Cartridge 1 mikron absolut (PD).
8
Bab 4 Pembahasan
4.1. AQUA
PT AQUA Golden Mississipi menggunakan dua jenis sumber air
sebagai bahan baku di perusahaan. AQUA memanfaatkan mata air
sebagai sumber air baku untuk produk air minum dalam kemasan,
sementara sumber air sumur digunakan untuk air pencucian.
4.1.1. Pengolahan Air Baku untuk Produk
AQUA berasal dari mata air pegunungan alami. Sumber air yang
digunakan oleh PT AQUA Golden Missisipi berasal dari mata air di desa
Mekarsari, Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Debit air di sini relatif stabil
baik pada musim kemarau maupun penghujan. Sumber mata air yang
dipilih adalah yang bebas dari cemaran biologis, kimia, maupun fisik,
serta jauh dari pemukiman masyarakat. Sebelum air dipindahkan ke
storage dilakukan pengambilan sampel untuk diperiksa klorin, pH,
turbidity, conductivity. Air dari sumber mata air disimpan dalam dua
buah storage tank berkapasitas 80.000 L dan 50.000 L. Air yang
memenuhi standar dapat dibongkar untuk diolah lebih lanjut.
Setelah pembongkaran, dilakukan proses filtrasi. Tujuan filtrasi
adalah untuk memisahkan air dari kotoran-kotoran di dalamnya. Filter
terdiri dari suatu alas penyangga dari benda-benda granula untuk
menghilangkan
benda-benda
padatan
tersuspensi
dair
air,
dan
dilengkapi dengan alat untuk mempertahankan kecepatan aliran yang
seragam melalui alas tersebut serta pembalikan arah aliran air secara
periodik untuk mencuci padatan-padatan yang terakumulasi dari
medium filter (Jenie, 1988). Pengolahan air minum dalam kemasan
menggunakan penyaring dengan pasir (sand filter), penyaring karbon
(carbon filter), serta mikro filtrasi. Tahapan penyaringan air dalam
pengolahan AQUA sebagai berikut. Air baku dari tangki penyimpanan
difiltrasi dengan sand filter, lalu air ditampung untuk kemudian melalui
Cartridge 40 micron sebagai mikrofilter pertama.
Selanjutnya air
melewati carbon filter yang berfungsi menyerap komponen organik.
Proses selanjutnya ialah mikrofiltrasi di Cartridge 5 micron absolute
dan Cartrige 1 micron.
9
Berikutnya air memasuki tahap ozonisasi. Ozon diinjeksikan
pada air dari penyaringan 1 mikron. Air kemudian masuk ke mixing
tank untuk menyatukan ozon dengan air. Ozon merupakan senyawa
tidak stabil yang mudah terurai menjadi oksigen dan oksigen bebas
(Nescant). Nescant secara aktif mengoksidasi air termasuk bakteri di
dalamnya. Ozon mampu membunuh sel vegetatif E.coli hingga 9099%, dan menginaktivasi virus 10-20 detik pada dosis 0,3 ppm.
Standar ozon dalam mixer sebesar 0,3-0,8 ppm. Setelah ozonisasi, air
dinyatakan steril lalu dialirkan ke finish tank. Setelah itu produk
dikemas dan dipak dalam crate yang kemudian siap didistribusikan.
10
Transportasi
Pembongkaran air sumber
Sand Filter
Penampungan
air
Cartridge Filter 40
micron
Carbon filter
Cartridge Filter 5 micron
absolute
Cartridge
Filter I
Ozonisasi
Generator
ozone
Udara
Tangki
finish
Deozonasi
Filling
Filling
Gambar 1 Diagram alir pengolahan air baku menjadi produk AMDK
AQUA
11
4.1.2.6. Penjaminan Mutu Produk AMDK AQUA
Tabel 1 Hasil Uji Mutu Air Baku di Water Treatment AQUA
Jumlah
Sampel
Storage tank
Jenis Test
pH
Turbidity
Conductivity
(uS/cm)
Fe (ppm)
Klorin (ppm)
Cartridge 40
mic.
Carbon filter
Turbidity (NTU)
pH
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Klorin (ppm)
Cartridge 1
mic.
Turbidity (NTU)
Frekuensi
Tiap 2
jam
Tiap 2
jam
Tiap 2
jam
Awal
produksi
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
Tiap
jam
1
Jam
(dalam
satu
shift)
06.00
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
6,50
6,53
6,50
6,51
6,50
0,60
0,05
0,06
0,05
0,05
152,5
sesuai
standar
148,4
150,1
149,1
144,6
2 sampai
3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
2
sampa
i3
0,05
0,04
0,06
0,05
0,05
0,04
0,04
0,05
0,06
1
3
3
3
1
6,50
6,50
6,52
0,05
0,06
0,05
144,3
145,6
138,7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0,05
0,04
0,05
0,06
0,05
0,04
0,05
0,06
0,06
12
Test rasa
Fe (ppm)
Mixing tank
Ozon (ppm)
Sumber : Julvhina Tarigan 2006
Tiap 1
jam
awal
produksi
Tiap 1
jam
N
sesuai
standar
N
N
N
N
N
N
N
N
-
-
-
-
-
-
-
-
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
13
4.1.8. Hasil Uji Produk Akhir AQUA
Tabel 2 Hasil Uji Produk Akhir AQUA
Jenis sampel
Botol 5 gallon
Jenis test
Ph
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Ozone (ppm)
Nitrit
Botol gelas
380 ml
Ph
Turbidity (NTU)
Conductivity
(uS/cm)
Ozone (ppm)
Nitrit
Sumber : Julvhina Tarigan 2006
Frekuensi
Tiap 3
jam
Tiap 1
jam
Tiap 3
jam
Tiap 1
jam
awal
produksi
Tiap 2
jam
Tiap 1
jam
Tiap 2
jam
Tiap 1
jam
awal
produksi
(dalam satu shift)
07.0
06.00
0 08.00
6,50
0,05
Jam
09.00
11.0
0
10.00
6,53
0,06
0,05
144,3
0,04
12.00
13.00
14.0
0
6,50
0,06
0,06
0,05
0,04
0,06
145,6
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
0,4
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
6,65
0,05
6,24
0,04
149,3
0,05
6,58
0,06
144,0
0,05
6,63
0,06
145,4
0,04
6,55
0,05
0,06
145,
2
148,0
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
0,2
Negatif
-
-
-
-
-
-
-
-
14
Air AQUA selalu dijaga mutunya dengan berbagai pengujian setiap
tahapan prosesnya. Air yang disimpan dalam storage tank diuji kadar
klorinnya setiap satu jam, sementara pH, turbidity, dan conductivity
diuji setiap dua jam. Kadar besi (Fe) diukur hanya pada awal produksi.
Air dalam storage tank mengandung klorin sebagai desinfektan yang
mencegah pertumbuhan mikroba. Cartridge 40 micron berfungsi untuk
menyaring kotoran sampai ukuran 40 mikron. Pengujian turbidity
dilakukan setelah penyaringan di cartridge 40 micron setiap satu jam,
di mana turbidity air dijaga pada kisaran 0,05 NTU. Penyaringan
menggunakan carbon filter mengurangi konduktivitas air serta
mendeklorinasi air. Pengujian pH, turbidity, dan conductivity dilakukan
setiap tiga jam, sementara pengukuran kadar klorin setiap satu jam.
Nilai klorin di sini harus selalu nol. Selanjutnya air diproses di Cartridge
1 micron. Setelah dari penyaring ini air diuji turbidity, rasa dan kadar
FE. Air harus tidak berasa dan memiliki kadar Fe tidak melebihi standar.
Terakhir air mengalami ozonisasi di mixing tank dengan kadar ozon 0,5
ppm.
Produk AMDK hasil pengolahan juga senantiasa diuji pH, turbidity,
conductivity,ozon dan nitritnya sehingga selalu sesuai dengan standar
yang ada. Kandungan nitrit pada AMDK baik kemasan botol 5 gallon
maupun gelas 380 ml harus bernilai nol. Sementara pH dalam kisaran
6,5-8,5. Untuk produk AQUA sendiri pH produk tidak pernah lebih dari
7. Terdapat perbedaan standar ozon yang terkandung dalam produk, di
mana kadar ozon pada air di kemasan botol 5 gallon harus 0,4 ppm,
sementara pada kemasan botol 380 ml hanya 0,2 ppm. Perbedaan juga
terlihat pada waktu pengujian di mana air dalam kemasan botol gelas
380 mL lebih sering diuji dibandingkan kemasan botol 5 gallon. Hal ini
disebabkan kapasitas produksi yang lebih banyak disediakan bagi botol
gelas 380 ml.
Pengujian terhadap air baku dan produk air minum dilakukan
berulang kali dalam sehari dengan tujuan apabila suatu saat air baku
atau produk tidak memenuhi standar, proses produksi dihentikan
sementara untuk perbaikan proses pengolahan. Hal ini menunjukkan
integritas AQUA dalam menjaga kualitas produknya agar sesuai tandar
air
minum
di
Indonesia
yakni
Permenkes
Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 serta Standar Nasional Indonesia, SNI 013553-199. Sebenarnya pengujian yang berulang kali ini kurang efisien
dalam hal biaya serta waktu. Pengujian memang perlu dilakukan,
namun mungkin tidak dalam selang waktu yang demikian singkat
seperti 1-2 jam.
4.1.2. Pengolahan Air untuk Pencucian
Selain pengolahan air untuk air minum dalam kemasan, AQUA juga
menjamin kualitas air yang digunakan untuk mencuci alat dan bahan
dengan memanfaatkan air sumur yang diolah terlebih dahulu. Air
sumur yang digunakan berasal dari sumur I dan IV. Sumur I dengan
15
panjang pipa 50 m dan debit air 180/L menit. Berbeda dengan air baku
produk yang diolah di water treatment C, pengolahan air dari sumur I
dilakukan di water treatment D/E. Air dari dalam tanah dipompakan
melewati meteran dan diinjeksi klorin 20 ppm dalam mixer kemudian
masuk ke tangki oksidasi yaitu tangki storage A, ke storage B dan D. Di
storage A model tangkinya ganda, tangki bagian dalam bentuk
dasarnya agak lancip guna tempat pengambilan Fe (dibuang 1 hari
sekali). Untuk tempat pengambilan sampel kualitas air ada 8 buah
kran. Sumur IV dengan panjang pipa 150 m dan debit air 300 L/menit,
pengolahannya dilakukan di water treatment B. Air dari sumur IV
dipompa kemudian diinjeksi klorin 5-8 ppm kemudian dicampur dengan
air didalam mixing dan selanjutnya masuk ke tangki storage H.
Kapasitas storage H 100 m3. Setelah itu air dari kedua sumber ini
dipompakan ke tahap penyaringan.
Proses penyaringan dilakukan di water treatment B untuk air dari
sumur IV dan water treatment D/E untuk air dari sumur I. Penyaringan
dilakukan dalam tangki yang berisi sand filter dan carbon filter. Media
penyaring dalam sand filter adalah pasir silika yang berada dalam 1520 cm dari main hole. Silika berfungsi untuk menyaring partikel-partikel
terbesar dalam air. Bagian paling bawah adalah strainer model jamur
yang berfungsi untuk menghindari lolosnya pasir ke luar. Dalam carbon
filter I juga terdapat pasir silika yang digunakan untuk menutup
strainer. Fungsi karbon adalah sebagai absorben, menghilangkan
klorin, rasa, dan bau serta menyaring partikel terkecil yang ada.
Setelah dari carbon filter air masuk ke tangki softener untuk
dilunakkan.
Sebelum dilunakkan, kadar klorin dari carbon filter harus nol. Isi
dalam tangki softener adalah resin. Resin sebagai ion exchanger guna
mengikat kalsium dan magnesium karbonat akan menjadi jenuh. Jika
resin didalam softener sudah jenuh atau sudah banyak mengikat unsur
Mg dan Ca maka dilakukan regenerasi. Proses kembali regenerasi
untuk membebaskan kembali resin dari Mg dan Ca dengan cara
menambahkan garam NaCl. Tujuan pelunakkan air adalah untuk
menyerap kandungan Mg dan Ca dalam air, menghemat bahan
pencucian dan menghindari perkerakan pada dinding-dinding mesin
pada saat ada pemanasan. Soft water dari tangki dialirkan ke mixing
tank yang kemudian diozonisasi dengan penginjeksian ozon 0,3-0,8
ppm untuk membunuh mikroba. Setelah tercampur dengan ozon maka
air dialirkan ke tangki penampungan soft water yang akan digunakan
untuk pencucian botol 5 gallon dan botol gelas 380 ml.
Pengolahan air di AQUA meliputi pengolahan air dari mata air untuk
produk AMDK serta pengolahan air sumur untuk air pencucian.
Keduanya melalui tahapan yang berbeda di mana pengolahan air
sumur lebih banyak tahapannya. Perbedaan terlihat pada tahap
klorinasi dan pelunakan yang ada dan tahap mikrofiltrasi yang tidak
ada pada pengolahan air pencucian. Kadar ozon yang diinjeksikan pada
16
air pencucian juga jauh lebih tinggi (3-8 ppm) dibandingkan pada
AMDK (0,5 ppm). Faktor yang memengaruhi adalah kualitas air baku
serta fungsi produk akhir. Air baku dari sumur masih memiliki
kandungan mikroba dan mineral yang harus dihilangkan sebelum air
digunakan untuk mencuci, sementara air dari mata air memiliki mutu
standar air minum. Selain itu fungsi dari air hasil pengolahan juga
berbeda di mana air untuk pencucian tidak harus memenuhi standar
air minum untuk dikonsumsi, sehingga boleh memiliki kadar klorin dan
ozon yang tinggi sebagai desinfekta, sementara AMDK harus
memenuhi standar keamanan air untuk dikonsumsi.
4.2. Pengolahan Air di PDAM Tirta Pakuan
Perusahaan Daerah Air Minum Tirta
Pakuan
Kota
Bogor
memanfaatkan tiga mata air sebagai sumber air baku yaitu mata air
Tangkil, mata air Bantar Kambing, dan mata air Kota Batu. Sedangkan
air permukaan yang dimanfaatkan adalah air Sungai Cisadane.
Mata Air Tangkil terletak di Kecamatan Caringin dan memilki areal
konservasi seluas 15 Ha. Pada awal operasi debit air yang dihasilkan
170 L/detik, namun saat ini debit yang masuk mengalami penurunan
menjadi 118,6 L/detik. Kondisi topografi di lokasi sumber Mata Air
Tangkil relatif tidak rata, sehingga PDAM Kota Bogor melakukan
berbagai
kegiatan
penanaman
untuk
mencegah
erosi
sekaligus
menjaga kelestarian kawasan. Penggunaan lahan di Tangkil didominasi
oleh sawah dan hutan, oleh karena itu kondisi air bahan baku relatif
tidak tercemar (Putri 2004). Mata Air Bantar Kambing berada di kaki
Gunung salak, tepatnya di Kecamatan Cijeruk. Mata air ini memiliki
debit yang stabil sebesar 167 L/detik. Debit air yang dihasilkan mata
air Kota batu pada saat ini 65 L/detik. Sama halnya dengan mata air
Tangkil, kondisi air bahan baku pada mata air ini juga tidak tercemar
(Putri 2004). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan air bersih bagi
masyarakat Kota Bogor, PDAM Tirta Pakuan menggunakan Sungai
Cisadane sebagai sumber air baku yang mendukung separuh dari total
produksi PDAM. Dua intake yang dibangun oleh PDAM Kota Bogor yaitu
intake hulu yang terletak di Ciherang Pondok Kecamatan Caringin dan
intake hilir yang terletak di Cipaku. Intake Ciherang Pondok dirancang
dengan kapasitas maksimal 1000 L/detik menyuplai air bahan baku
lewat pipa transmisi menuju WTP Dekeng. Dalam perkembangannya
sekarang WTP Dekeng telah memanfaatkan air baku rata-rata 550
17
L/detik sedangkan intake Cipaku memasok air baku sampai 210 L/detik
untuk diolah di WTP Cipaku (Putri 2004).
Kualitas air Sungai Cisadane dapat diketahui dari parameter pH,
kekeruhan, kadar N total dan P total, serta nilai BOD dan COD. Air
Sungai Cisadane di bagian hulu, tengah dan hilir memiliki pH berturutturut 6,0-6,5; 6-6,3 dan 5,0-5,5 (Siahaan 2011) . Pada musim hujan,
nilai pH cenderung lebih tinggi mungkin akibat akumulasi senyawa
karbonat dan bikarbonat sehingga air sungai lebihbasa (Novotny dan
Olem 1994). Selain itu pada musim hujan kekeruhan sungai juga
semakin meningkat. Kekeruhan ini akan semakin meningkat dari hulu,
tengah, hingga hilir sehingga air sungai hanya cocok untuk pertanian
dan peternakan.
Tabel 3 Data Perbandingan nilai kekeruhan dari Sungai Cisadane
sebelum pengolahan dan sesudah pengolahan pada bulan Februari
(musim hujan)
Kekeruhan (NTU)
Tanggal
Februari
Juni
1
112
0.7
40
0.46
2
92
1.28
39
0.42
3
324
0.85
36
0.56
4
200
1.2
37
0.47
5
78
0.92
36
0.52
6
58
0.85
38
0.4
7
173
0.8
38
0.69
8
180
0.91
40
0.52
9
327
1.13
37
0.66
10
64
0.89
39
0.67
11
89
0.74
38
0.45
12
295
0.95
39
0.68
13
143
1.28
31
0.81
14
75
1.06
154
0.74
15
92
0.94
53
0.59
16
246
0.66
38
0.56
17
101
0.71
42
0.45
18
18
53
0.75
40
0.6
19
99
0.76
38
0.43
20
350
1.75
42
0.5
21
71
0.89
40
0.6
22
73
0.75
38
0.47
23
63
0.69
40
0.5
24
44
0.99
40
0.47
25
55
1.03
160
0.82
26
67
0.88
50
0.37
27
68
0.93
39
0.51
28
70
0.98
37
0.48
Berdasarkan Kadar N Total/Nt air Sungai Cisadane masih jauh dari
ambang batas tertinggi (PP No.82/2001). Namun kadar Nt semakin ke
hilir semakin meningkat yaitu hulu (0,044 – 0,435 mg/L), tengah (,115
-0,622 mg/L) dan hilir (0,26 – 0,806 mg/L) (Siahaan 2011). Kadar P
Total/Pt
di dalam air Sungai Cisadane juga memiliki kecenderungan
meningkat semakin ke hilir (Siahaan 2011).
Nilai Nt dan Pt yang
semakin meningkat ke hilir disebabkan semakin banyak pencemar
sumber N dan P yang masuk ke Sungai Cisadane. Sumber pencemar
dari berbagai aktivitas manusia baik itu di sepanjang Sungai Cisadane.
Secara umum, air Sungai Cisadane di bagian hulu hingga tengah masih
dapat dipergunakan sebagai sumber air baku, namun di bagian hilir
tidak dapat digunakan karena konsentrasi Pt melebihi ambang batas.
Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical
Oxygen Demand) menunjukkan banyaknya pencemar organik yang
ada di dalam air sungai (Novotny & Olem 1994). BOD dan COD lebih
tinggi pada musim kemarau dibandingkan musim hujan (Siahaan
2011). Berdasarkan uji laboratorium, saat ini nilai BOD dan COD dari
Sungai Cisadane sudah masuk ke dalam kategori ambang batas
pencemaran sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan air minum
atau air baku sesuai PP No.82/2001. Berdasarkan penjabaran di atas,
secara umum air Sungai Cisadane hanya di hulu dan tengah yang
masih dapat dipergunakan sebagai air baku. Sesuai klasifikasi Miller
(2007), kualitas air Sungai Cisadane dari hulu hingga hilir yaitu
tercemar ringan (Stasiun 1-6) dan tercemar parah di Stasiun 7-9 yang
berada di bagian hilir. Bagian hulu dari Sungai Cisadane berada di
Bogor sementara hilir di Tangerang. Kualitas air Sungai Cisadane di
19
Bogor masih bisa dikatakan bagus, tetapi di Tangerang, yang menjadi
daerah limpasan air, kondisi air tidak memadai. Berdasarkan hasil
penelitian JICA (Japan International Corporation Agency) dan BLHD
(Badan Lingkungan Hidup Daerah) tercemarnya bagian hilir dari Sungai
Cisadane 84 persen berasal dari limbah domestik (Adityo 2013).
Perbedaan kualitas air baku yang telah disebutkan sebelumnya
menunjukkan perbedaan beban pencemaran pada sumber air baku
yang menyebabkan tahap pengolahan air yang berbeda pula. Air yang
berasal dari mata air tidak perlu melewati proses pengolahan air,
tetapi hanya diberi gas klor untuk desinfeksi sedangkan air baku yang
berasal
dari
Sungai
harus
melewati
pengolahan
melalui
tahap
koagulasi, flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi. Tujuan
dibangunnya
instalasi
pengolahan
air
minum
adalah
untuk
menghilangkan kekeruhan dalam air yang diikuti adanya peningkatan
kualitas air minum. Kualitas air yang kurang bagus seperti air yang
keruh apalagi pada waktu hujan, bau kaporit, dan lumut.
Tingkat
kekeruhan dari air baku yang masuk di WTP Dekeng dan Cipaku pada
bulan Februari (musim penghujan) sekitar 112 NTU. Setelah melalui
proses pengolahan air tingkat kekeruhan menjadi 0.7 NTU. Sedangkan
pada bulan Juni yang merupakan musim kemarau tingkat kekeruhan
dari air baku yang masuk di WTP Dekeng dan Cipaku sekitar 40 NTU
dan melalui proses pengolahan air secara lengkap dan bertahap,
tingkat kekeruhan air menjadi 0.46 NTU.
20
Secara ringkas, tahapan pengolahan air di WTP Dekeng dan Cipaku
disajikan pada bagan dibawah ini.
AIR BAKU
Debit Air
Kekeruh
an
Pendosisan
koagulan
Koagulasi
Flokulasi
Ya
Tida
k
Flok Kecil
Jartest
Set
Dosis/kalibrasi
Sediment
asi
Kekeruhan
< 5 NTU
Tida
k
Kekeruhan > 5 NTU
Drain Lumpur
Set Dosis/Kalibrasi
Ya
Filtrasi
Kekeruhan
< 1 NTU
Tida
k
Kekeruhan > 1
NTU Back Wash
Ganti pasir
Ya
Desinfeksi
Tida
k
Air bersih
Sisa Chlor
Set
Dosis/Kalibrasi
Ya
Gambar 2 Diagram pengolahan air di PDAM Tirta Pakuan
Instalasi pengolahan air di WTP Dekeng melakukan pengujian
terhadap kualitas air pada beberapa parameter fisik dan kimia.
21
Penggolongan kualitas air baku mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 173/MENKES/PER/VIII/77, tahun
1977. Sementara kualitas air bersih diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan
Republik
No.
416/MENKES/PER/IX/1990,
tanggal
3
September 1990.
Tabel 4
Hasil Analisa Pengolahan Air WTP Dekeng PDAM Tirta Pakuan
Bogor
N
Parameter
Satuan Batas
o
Syarat Air
Air Baku
Batas
Air
Dekeng
Syarat Air
Bersih
Bersih
Dekeng
25.5
Suhu
25.7
27
Udara
0.55
62.4
25
62.2
Baku
Fisik
1
Suhu
o
2
Kekeruhan
NTU
3
Jumlah zat
mg/l
C
Suhu Udara
1000
padat terlarut
1500
(TDS)
Kimia
pH
6.5-8.5
Bikarbonat
(HCO3)
2+
Kasium (Ca )
7.6
6.5-9.0
7.21
mg/L
63.7
59.23
mg/L
12.03
11.73
mg/L
500
62.8
500
59.72
(CaCO3)
mg/L
600
5.86
600
4.67
Chlorida (Cl-)
mg/L
Kesadahan
4.20
3.76
Karbondioksida
(CO2)
Sumber: Uji Laboratorium Cipaku PDAM Kota Bogor Tanggal 23 Mei
2005 (Yuliawati 2005)
Sistem pendistribusian air bersih hasil olahan menggunakan
sistem zoning yaitu pembagian sistem distribusi atas zona-zona
tergantung pada pertimbangan luas kota, menyangkut efisiensi dan
kelancaran pelayanan dan perbedaan elevasi kota. Pendistribusan air
dilakukan melalui saluran pipa transmisi yang ditunjukkan pada bagan
Transmisi Air
Pipa
Pipa
dibawah
ini.
Bersih
Transmisi
Distribusi/re
Air Baku
tikulasi
Pipa Dinas
Pipa
Persil
22
Gambar 3 Diagram alir pendistribusian air PDAM
Sistem distribusi terdiri dari suatu reservoir dan pipa distribusi
yang disalurkan ke konsumen, sistem distribusi yang digunakan oleh
PDAM Tirta Pakuan Bogor dengan sistem gravitasi karena Kota Bogor
memiliki kondisi topografi yang di nilai cukup efektif dan efisien untuk
pengaliran sistem gravitasi melalui saluran drainase menuju badan air
penerima. Dalam pendistribusian air, PDAM Kota Bogor menggunakan
sistem zoning. Konsumen zona 1 berasal dari 1/3 mata air Tangkil yang
langsung didistribusikan ke konsumen. Konsumen zona 2 berasal dari
2/3 sumber mata air Bantar kambing. Konsumen zona 3 berasal dari
reservoir Cipaku (air baku dari Ciherang Pondok sebagian dari sumber
mata air Bantar Kambing) sebagian dari instalasi WTP Dekeng.
Konsumen zona 4 berasal dari reservoir Pajajaran (2/3 mata air Tangkil
dan air baku Ciherang Pondok yang diolah di WTP Dekeng). Konsumen
zona 6 berasal dari mata air Kota Batu yang langsung didistribusikan
ke konsumen.
Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium Cipaku kualitas air hasil
olahan di instalasi Dekeng telah memenuhi standar kualitas air minum
sesuai
Permenkes
Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010
serta
Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199, sehingga dapat diminum tanpa
harus di masak terlebih dahulu, tetapi air hasil olahan tersebut saat
sampai ke konsumen belum memenuhi standar kualitas air minum tapi
baru memenuhi standar kualitas air bersih sehingga harus dimasak
terlebih dahulu. Hal tersebut karena risiko kontaminasi bakteri dan
logam, serta rembesan air tercemar dari pipa yang bocor selama
distribusi. Agar air dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dapat
langsung diminum, pemeliharaan pipa harus diperhatikan.
23
Bab 5 Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Pengolahan air di PT AQUA Golden Mississipi meliputi pengolahan
air mata air menjadi produk AMDK serta pengolahan air sumur menjadi
air pencucian. Perbedaan mutu air baku dari kedua sumber serta fungsi
produk
hasil
pengolahan
menyebabkan
perbedaan
pada
tahap
pengolahan yang dilalui. Tahap pengolahan AMDK dari mata air
meliputi tahap transportasi, pembongkaran air sumber, sand filter,
penampungan
air
sumber
di
tangki
penyimpanan,
kemudian
mikrofiltrasi melalui Cartridge 40, Carbon Filter, Cartidge Filter 5
Micron, dan Cartridge Filter I serta ozonisasi. Pengolahan air pencucian
dari air sumur meliputi klorinasi, sand filter, carbon filter, dan ozonisasi
tanpa mikrofiltrasi.
Produk AMDK AQUA dijaga kualitasnya dengan
melakukan pengujian di setiap tahap pengolahan mulai dari sumber
sampai produk akhir.
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor memanfaatkan tiga mata air yaitu
mata air Tangkil, Bantar Kambing, dan Kota Batu serta Sungai
Cisadane. Air yang berasal dari mata air sudah memiliki kualitas air
yang baik sehingga sebelum didistribusikan ke konsumen tidak perlu
melewati proses pengolahan air, tetapi hanya diberi gas klor untuk
desinfeksi. Sedangkan air baku yang berasal dari Sungai Cisadane
harus melewati proses penyaringan awal, pra sedimentasi, koagulasi,
flokulasi, sedimentasi, aerasi, filtrasi, dan desinfeksi.
Produk akhir dari kedua perusahaan memenuhi standar air bersih
dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
No.
416/MENKES/PER/IX/1990 serta standar air minum Indonesia yang
tertuang pada Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 dan Standar
Nasional Indonesia, SNI 01-3553-199. Namun air PDAM dianjurkan
diminum setelah dimasak karena ada risiko kontaminasi mikroba dan
logam selama proses distribusi melalui pipa saluran air.
5.2. Saran
Pengujian terhadap produk AMDK AQUA sangat ketat mulai dari
sumber hingga produk akhir. Selang waktu yang digunakan antara 1-3
jam setiap pengujian. Sebaiknya pengujian dilakukan dalam selang
waktu yang lebih lama untuk lebih mengefisienkan waktu dan energi
mengingat sumber dan teknologi yang digunakan untuk pengolahan
24
AMDK AQUA sudah berkualitas. Air hasil pengolahan PDAM Tirta Pakuan
sebenarnya memenuhi standar air minum, namun kemungkinan
kontaminasi selama distribusi menyebabkan air harus dimasak dahulu
sebelum dikonsumsi. Saran yang diberikan adalah pemeliharaan pipa
distribusi sehingga risiko kontaminasi dapat dikurangi.
25
Daftar Pustaka
Adityo. 2013. Air Sungai Cisadane Tercemar Limbah [terhubung
berkala]
http://www.indopos.co.id/index.php/berita-urbancity/3321-air-sungai-cisadane-tercemar-limbah [10 September
2013]
Badan Standarisasi Nasional. Air Minum Dalam Kemasan. Standar
Nasional Indonesia 01-3553-1996, Jakarta.
Barnes, D, dan F. Wilson. 1983. Chemistry and Unit Operation
Treatment. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit UI Press,
Jakarta.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Feet dan M. Wooto. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit UI Press, Jakarta.
Fellow, P.J. 2000. Food Processing Technology: Principles and Practice.
Woodhead Publishing (ed), England.
Gillies, M.T. (ed). 1979. Drinking Water Detoxification. New York: Noyes
Deta Coorporation
Herschdoerfer, S.M. 1967. Quality Control in The Food Industry.
London:Academy Press.
Jenie, B.S.L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Bogor : IPB Press.
Miller GT.2005. Living in the Environment: Principles, Connections, and
Solutions. Canada: Thompson Brooks/Cole
Novotny, V., H. Olem. 1994. Water Quality: prevention, Identification,
and Management of Diffuse Pollution. New York: van Nostrand
Reinhold.
Putri, Winda Utami. 2004. Evaluasi Kondisi Air Sungai dan Mata Air
PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA, IPB. Bogor
Siahaan, Ratna, Andry Indrawan, Dedi Soedharma, Lilik B.Prasetyo.
2011. Kualitas air sungai cisadane, Jawa Barat-Banten. Jurnal Imliah
Sains. 11 (2) : 269-272
Soekarto, S.T. 1990. Pengawasan Mutu Pangan. PAU Pangan dan
Gizi.Bogor :IPB Press.
Sundra IK. 2001. Studi kualitas perairan Sungai Nyuling di Karangasem
ditijnjau dari aspek fisik kima dan mikrobiologi. J Biologi 5 (1):9-20.
Suprapto, et al. 1985. Teknologi Air I. Jurusan Teknologi Industri
Pertanian, FATETA, IPB. Bogor.
Tarigan Julvhina. 2006. Mempelajari Aspek Produksi dan Pengawasan
Mutu Air Minum dalam Kemasan (AMDK) Botol 5 Gallon (19 Liter)
dan Botol Gelas (380mL) di Pabrik Pengolahan AMDK PT. AQUA
GOLDEN MISSISSIPI Tbk, Bekasi,Jawa Barat. Laporan Magang.
Program Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan Dept ITP Fateta IPB
Yuliawati. 2005. Aspek Teknik Pendayagunaan Lahan dan Air pada
Sistem Pengolahan Air Bersih Di Water Treatment Plant (WTP)
Dekeng Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Pakuan Kota Bogor.
26
Laporan
Magang
Akhir.
Bogor:
Program
Studi
Teknik
Pendayagunaan Lahan dan Air, Departemen Teknik Pertanian,
Fateta, IPB.
27
Lampiran
Lampiran 1 Syarat Mutu Air Minum Menurut SNI 01-3553-199
N
o
1
a.
b.
c.
2
3
4
Kriteria Uji
Satuan
Keadaan:
Bau
Rasa
Warna
pH
Kekeruhan
Kesadahan sebagai CaCO3
Unit Pt.Co
NTU
mg/L
5
Zat padat terlarut
mg/L
Maks 500
6
mg/L
Maks 1,0
7
Nitrat
Organik
angka KMnO4
Nitrat sebagai NO3
mg/L
Maks 45
8
Nitrat sebagai NO2
mg/L
Maks 0,005
9
Ammonia (NH4)
mg/L
Maks 0,15
10
Sulfat
mg/L
Maks 200
11
Khlorida (C1)
mg/L
Maks 250
12
Flourida (F)
mg/L
Maks 1
13
Sianida (CN)
mg/L
Maks 0,05
14
Besi (Fe)
mg/L
Maks 0,3
15
Mangan (Mn)
mg/L
Maks 0,05
16
Khlor bebas
mg/L
Maks 0,1
sebagai
17 Cemaran logam berat:
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Kadmium (Cd)
d. Raksa (Hg)
18 Cemaran Arsen (As)
19 Cemaran mikroba
a. Angka lempeng total awal
b. Angka lempeng total akhir
c. Bakteribentuk coli
d.
e.
Clotridium perfringes
Salmonella
Persyaratan
Tidak berbau
Normal
Maks 5
6,5-8,5
Maks 5
Maks 150
mg/L
mg/L
Koloni/mL
Koloni/mL
APM/100mL
Koloni/mL
-
Maks 0,005
Maks 0,5
Maks 0,005
Maks 0,001
Maks 0,05
Maks 1,0 x102
Maks 1,0x103