Prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di TK dan Posyandu Kecamatan Medan Baru dan Medan Johor

18

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma dan Etiologi
Trauma secara umum adalah luka atau jejas baik fisik maupun psikis. Trauma
kata lain disebut injury atau wound dapat diartikan sebagai kerusakan atau luka yang
biasanya disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas
normal atau struktur.2 Berbagai kondisi dapat mengkibatkan terjadinya trauma gigi
anterior pada usia 2-5 tahun, karena kecelakaan lalu lintas yang terjadi di jalan raya,
kecelakaan saat berolahraga, bermain dan kekerasan fisik.6
Beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu posisi
keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial seperti maloklusi kelas I tipe 2,
kelas II divisi 1 atau yang mengalami overjet lebih dari 3 mm, keadaan yang
memperlemah gigi seperti hipoplasia enamel, kelompok anak penderita cerebral
palsy dan kebiasaan anak mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior
protrusif.6
Penyebab trauma dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung, secara
langsung terjadi ketika benda langsung mengenai gigi, sedangkan secara tidak
langsung terjadi ketika benturan yang mengenai dagu yang menyebabkan gigi rahang

bawah membentur gigi rahang atas dengan kekuatan atau tekanan besar dan tiba-tiba.
Penyebab trauma secara garis besar tergantung pada usia anak. Sebagian besar terjadi
pada anak usia 1,5-2 tahun di mulai pada saat anak belajar berjalan yang langkahnya
belum stabil. Seiring dengan periode anak belajar

berjalan, mereka mulai aktif

bermain, maka anak sering mulai terjatuh. Umumnya posisi anak terjatuh ke arah
depan mengakibatkan anak terkena benturan benda keras.

2,10,11

Hasil penelitian di

Kuwait pada bulan Juli-Agustus 2008 melaporkan frekuensi yang cedera traumatik
gigi pada anak-anak prasekolah (Tabel 1).12

Universitas Sumatera Utara

19


Tabel 1. Frekuensi cedera traumatik gigi pada anak-anak prasekolah di Kuwait.12
Satu gigi (*/**)
Dua gigi (*/**)
Total (*/**)
Fraktur

32 (62)

8 (15)

40 (77)

Luksasi

3 (6)

7 (13)

10 (19)


Avulsi

1 (2)

1 (2)

2 (4)

Total

36 (70)

16 (30)

52 (100)

*Orang
**Persen
Penyebab utama trauma gigi pada anak-anak adalah karena terjatuh dan

penyebab trauma gigi yang paling serius adalah kekerasan fisik pada anak.12 Studi
Hall pada tahun 1994 mengatakan kekerasan fisik yang terjadi pada anak usia 0-5
tahun mencapai 80%.10 Kekerasan fisik merupakan hal yang paling banyak dapat
menimpa anak dan sasaran yang sering terjadi pada daerah wajah. Da Fonesca et al
cited menemukan kekerasan fisik di yang di bawa ke rumah sakit Amerika Serikat
adalah menderita luka di kepala, wajah, mulut atau leher yg mencapai 75%. Studi di
Inggris melaporkan 62% dari semua cedera pada wajah adalah karena pukulan.13
Selain trauma pada giginya, 50% anak yang mengalami kekerasan fisik juga
mengalami trauma pada kepala dan lehernya, namun pada masa gigi sulung frekuensi
terjadinya fraktur (38 anak) lebih besar dibandingkan dengan luksasi (9 anak) ataupun
avulsi (2 anak). Angka kejadian trauma di Kuwait pada jaringan lunak mulut tertinggi
terjadi pada saat anak berada di rumah sedangkan di sekolah ataupun di jalan lebih
mungkin menyebabkan cedera pada giginya (Tabel 2).12

Universitas Sumatera Utara

20

Tabel 2. Jenis trauma pada anak (gigi) dalam hubungannya dengan penyebab dan
lokasi.12

Penyebab (*/**)
Lokasi (*/**)
Total
Jenis
Trauma

Terjatuh

Cedera
pada
jaringan
lunak
Cedera
gigi
Luksasi
Avulsi
Fraktur
Total

Olahraga


Perkelahian

Rumah

Sekolah

Jalan

(*/**)

4

0

0

4

0


0

4

9 (15)

0

1 (2)

8 (14)

2 (3)

0

10 (17)

2 (3)

38 (45)
53 (63)

0
2 (3)
2 (3)

0
0
1 (2)

1 (1)
36 (43)
49 (58)

0
1 (1)
3 (4)

1 (2)

3 (4)
3(6)

2 (3)
40 (48)
56 (68)

*orang
**jumlah gigi
Berdasarkan jenis kelamin trauma pada gigi sulung lebih banyak terjadi pada
anak laki-laki di bandingkan pada anak perempuan.2,4,8 Dari 337 anak yang berusia 3
tahun, 192 anak laki-laki terkena trauma (57%) dan pada anak perempuan sebanyak
145 (43%).14 Kebanyakan trauma cenderung pada anak laki-laki dua kali lebih
banyak dibanding anak perempuan, disebabkan karena anak laki-laki lebih aktif
berpartisipasi dalam semua kegiatan termasuk bermain di bandingkan dengan anak
perempuan.1 1

2.2 Klasifikasi Trauma
Klasifikasi yang digunakan adalah menurut Andreasen yang diadopsi oleh
World Health Organization (WHO) dalam Application of International Calsification

of Diseases to Dentistry and Stomatology. Klasifikasi dapat diterapkan untuk gigi
sulung maupun gigi permanen, dibagi berdasarkan jaringan keras gigi dan pulpa,
jaringan pendukung gigi, jaringan periodontal dan kerusakan pada gingiva atau
jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut:2,15-17

Universitas Sumatera Utara

21

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa
Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas:2,15,17,18
1. Retak mahkota (enamel infraction) yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna
pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.
2. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) yaitu
fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel saja.
3. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) yaitu fraktur pada
mahkota gigi yang mengenai enamel dentin saja tanpa melibatkan pulpa.
4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) yaitu fraktur
yang mengenai enamel dan dentin, serta mengakibatkan pulpa terbuka.
5. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture)

yaitu fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa.
6. Fraktur mahkota akar kompleks (complicated crown-root fracture) yaitu
fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa.
7. Fraktur akar yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum dan pulpa tanpa
melibatkan lapisan enamel.

Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa19

Universitas Sumatera Utara

22

2.2.2 Kerusakan pada Jaringan Pendukung
Kerusakan pada jaringan pendukung terdiri atas:17,18
1. Komunisasi soket alveolar rahang atas.
2. Komunisasi soket alveolar rahang bawah adalah hancurnya kompresi soket
alveolar bersamaan dengan adanya luksasi dan lateral luksasi.
3. Fraktur soket dinding alveolar rahang atas adalah fraktur terbatas pada
dinding soket fasial atau oral.
4. Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar
yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau
lingual dari dinding soket rahang bawah.
5. Fraktur prosesus alveolar rahang atas.
6. Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai
prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.
7. Fraktur rahang atas.
8. Fraktur rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang bawah
prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal
Kerusakan jaringan periodontal terdiri atas:5,6,16,20
1. Konkusi yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi
menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya
kegoyangan atau perubahan posisi gigi.
2. Subluksasi yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi
akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.
3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) yaitu pelepasan sebagian gigi keluar
dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.
4. Luksasi lateral merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena
pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan
atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi
lateral mengakibatkan mahkota bergerak ke arah palatal.

Universitas Sumatera Utara

23

5. Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar di mana
dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi
menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.
6. Avulsi yaitu pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal19

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut
Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri atas: 6
1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut
berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.
2. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda
tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa
disertai sobeknya daerah mukosa.
3. Luka abrasi yaitu luka pada daerah superfisisal yang disebabkan karena
gesekan atau goresan suatu benda sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau
lecet.

Universitas Sumatera Utara

24

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis Trauma
Riwayat kesehatan umum yang dapat mempengaruhi perawatan gigi seperti
penyakit jantung, kelainan pembuluh darah, alergi obat-obatan, kelainan syaraf dan
status profilaksis tetanus. Pertanyaan yang paling penting dilakukan untuk menggali
informasi tentang kesehatan gigi dan mulut pada anak yang mengalami trauma adalah
mengenai kapan, dimana dan bagaimana terjadinya trauma.6,21 Dokter gigi harus
segera melakukan pemeriksaan pada anak berkaitan dengan luka yang terjadi dan
menanyakan keterangan yang berhubungan agar perawatan segera dapat dilakukan
dan direncanakan selanjutnya dengan baik.22,23
Pemeriksaan pasien yang mengalami fraktur terdiri dari pemeriksaan darurat
dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital,
riwayat kesehatan pasien dan keluhan pasien, sedangkan pemeriksaan lanjutan
meliputi pemeriksaan klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan
intra oral. Pemeriksaan ekstra oral dilihat adakah pembengkakan, memar atau laserasi
jaringan lunak yang mungkin dapat menunjukkan kerusakan tulang dan trauma gigi,
pemeriksaan intra oral melihat adanya mobiliti gigi yang mungkin dapat mengetahui
adanya fraktur akar, perubahan posisi gigi atau fraktur dento-alveolar, serta
melakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografis untuk dapat melihat
perkembangan akar, ukuran pulpa dan jarak garis fraktur, kelainan pada jaringan
pendukung, serta keadaan benih gigi permanen.11

2.4 Penanganan Darurat dan Perawatan Trauma
Perawatan dilakukan berdasarkan diagnosa yang tepat. Penanganan dini,
trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses penyembuhan gigi serta
jaringan sekitarnya. Penelitian di Kuwait sepertiga dari 23 gigi yang mengalami
cedera belum dilakukan perawatan karena anak yang mengalami cedera tidak pernah
mengunjungi dokter gigi setelah terjadi trauma. Perawatan restorasi yang dilakukan
sebanyak 17 gigi fraktur dan 13 gigi diekstraksi (Tabel 3).12

Universitas Sumatera Utara

25

Tabel 3. Jenis trauma gigi (pergigi) pada anak usia 2-6 tahun dengan jenis
perawatan.12
Jenis
trauma

Tidak

Konsultasi

Konsulta-

Perawat-

Pencabut-

Jumlah

melakukan

dengan resep

si tanpa

an

an (*/**)

gigi

perawatan

antibiotik (*/**)

pengobat-

restorasi

an (*/**)

(*/**)

10 (58,8)

0 (0)

(*/**)

Luksasi

3 (17,6)

0 (0)

(*/**)

4 (23,5)

17
(100)

Avulsi

0 (0)

1 (3,33)

2 (66,7)

0 (0)

0 (0)

3(100)

Enamel

14 (70)

0 (0)

0 (0)

6 (30)

0 (0)

20
(100)

Enamel-

6

0

2

10

0

18

(33,3)

(0)

(11,1)

(55,6)

(0)

(100)

Mahkota

0

0

0

1

9

10

kompleks

(0)

(0)

(0)

(10,1)

(90)

(100)

Total

23

1

14

17

13

68

(33,8)

(1,5)

(20,6)

(25,0)

(19,1)

(100)

dentin

*gigi
**persen (%)
Trauma pada gigi anak sering disertai dengan adanya luka terbuka dari
jaringan mulut, abrasi pada jaringan wajah atau bisa juga ditemukan pada luka
tusukan.22 Penanganan darurat pada riwayat kesehatan anak harus dipertimbangkan,
tingkah laku anak dan bentuk trauma yang terjadi pada anak, serta masyarakat harus
menyadari langkah-langkah pertolongan pertama dan kebutuhan untuk mencari
perawatan yang segera.6,15
Langkah-langkah penanganan umum yang sebaiknya dilakukan untuk
menegakkan diagnosis yang tepat meliputi:2,10
1. Pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.
Salah satu cara untuk memeriksa anak yang terkena trauma yaitu
memposisikan anak pada pangkuan orangtua atau pengasuh dengan pandangan ke

Universitas Sumatera Utara

26

atas dan memegang tangan anak. Tangan anak diletakkan di bawah tangan orangtua
dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya.
Posisi demikian dapat memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang
anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari tangannya
dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape.

Gambar 3. Posisi pemeriksaan6
2. Perawatan darurat merupakan perawatan awal pertama.
Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut.
Jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka yang baik merupakan
langkah pertama, dilakukan irigasi secara perlahan dengan saline akan membantu
mengurangi jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik.
3. Imunisasi tetanus
Salah satu tindakan pencegahan yang dapat dilakukan pada anak yang
mengalami trauma. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka yang
sebaik-baiknya untuk menghilangkan benda asing dan jaringan nekrotik. Anak yang
telah mengalami cedera yang melibatkan kontaminasi luka dari tanah, terutama dari

Universitas Sumatera Utara

27

daerah pertanian, status imunisasi tetanus mereka harus ditentukan, jika anak telah
menyelesaikan jadwal imunisasi normal, maka dalam keadaan normal daerah boster
tidak bereaksi. Pada umumnya anak-anak telah mendapatkan proteksi imunisasi aktif,
apabila belum didapatkan sebaiknya dokter gigi menghubungi dokter keluarga untuk
perlindungannya.

2.5 Pencegahan Trauma
Trauma ini dapat mengakibatkan komplikasi yang tidak diinginkan dan akan
mengakibatkan trauma yang lebih lanjut dan dapat dicegah dengan informasi dini.
Setelah terjadinya trauma pada gigi sulung anterior anak, dokter gigi dapat
memberitahukan kepada orangtua tentang kemungkinan terjadinya komplikasi.
Komplikasi yang dapat terjadi, seperti perubahan warna mahkota yang terkait dengan
saluran sinus dan perdarahan yang serius, sedangkan komplikasi yang dapat terjadi
pada gigi-gigi permanen adalah enamel hipoplasia, hipoklasifikasi, dilaserasi pada
mahkota atau akar maupun gangguan dalam pola erupsi gigi permanen.6,15
The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) menganjurkan
penggunaan alat pelindung, salah satunya mouthguards yang dapat membantu
mendistribusikan kekuatan dampak trauma sehingga dapat mengurangi resiko
terjadinya trauma gigi yang parah.9,15
Mouthguard yang tersedia dipasaran terdiri atas 3 macam yaitu:15,24
1. Stock atau ready-made mouthguards
Alat pelindung mulut yang sudah tersedia dan siap pakai , dapat dibeli di tokotoko olahraga, harganya lebih murah, walau kurang memuaskan ketika digunakan.
Alat ini mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda, namun hanya sedikit
yang sesuai dengan rongga mulut, alat ini terlalu besar, mudah lepas, tidak nyaman
dipakai dan sering mengganggu pernafasan dan bicara.
2. Mouth-formed /self adapted mouthguards
Alat ini relatif murah dan tersedia di toko-toko olahraga dan paling banyak
digunakan. Terbuat dari bahan thermoplastik, dicelupkan pada air mendidih dan

Universitas Sumatera Utara

28

dibentuk atau dicetak didalam mulut menggunakan jari, lidah dan tekanan gigitan.
Tipe mouthguard ini terlalu besar sehingga menyebabkan sulit bernafas dan bicara.
3. Costum-made mouthguards
Alat pelindung mulut ini yang paling disarankan, dibuat di klinik dan dicetak
secara individual oleh dokter gigi. Alat ini paling memuaskan dipakai dibandingkan
semua tipe perlindungan mulut, harganya juga sedikit lebih mahal dan memenuhi
semua kriteria adaptasi, retensi, kenyamanan stabilitas dan tidak mengganggu
pernafasan dan bicara.

Universitas Sumatera Utara

29

2.6 Kerangka Teori

Pencegahan
Trauma

Penanganan Darurat
dan Perawatan

Trauma gigi (Klasifikasi
trauma Andreasen
yang diadopsi oleh WHO)

Riwayat,
Pemeriksaan Klinis
dan Diagnosis
Kerusakan pada
Jaringan Keras Gigi
dan Pulpa
Kerusakan pada
Jaringan Pendukung

Etiologi

Predisposisi

Anak Usia
1-4 tahun

Kerusakan pada
Jaringan Periodontal

Kerusakan pada
Gingiva atau
Jaringan Lunak
Rongga Mulut

Universitas Sumatera Utara

30

2.7 Kerangka Konsep

Anak usia 1-4 tahun

Klasifikasi trauma Andreasen yang
diadopsi oleh WHO yang dapat
dilihat secara klinis:




Klasifikasi trauma gigi



Usia



Etiologi



Elemen gigi



Jenis kelamin



Lokasi terjadinya trauma
Tindakan yang dilakukan
orangtua

Universitas Sumatera Utara