Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior Pada Anak Usia 1-4 Tahun Di Paud, Tk Dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia Dan Medan Marelan

(1)

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA

ANAK USIA 1-4 TAHUN DI PAUD, TK DAN POSYANDU

KECAMATAN MEDAN POLONIA

DAN MEDAN MARELAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

YESSY PEBRINA PAKPAHAN NIM: 110600071

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Yessy Pebrina Pakpahan

Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

xi + 51 Halaman

Trauma gigi merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan periodontal yang sering terjadi pada anak sehingga menjadi masalah serius. Trauma pada gigi sulung dapat terjadi karena terjatuh ketika belajar jalan, bermain, kecelakaan lalu lintas dan terbentur benda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior berdasarkan jenis kelamin, usia kejadian dan elemen gigi pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 388 anak usia 1-4 tahun, yang diambil secara multistage sampling random

dari 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara orangtua dan pemeriksaan klinis pada anak. Analisis data dilakukan dengan cara manual dan komputerisasi. Data distribusi disajikan dalam bentuk tabel dengan hasil persentase.

Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun sebanyak 86 orang anak (22,16%). Etiologi utama terjadinya


(3)

trauma yaitu terjatuh; terjatuh karena belajar jalan 8,14%, terjatuh karena bermain 87,21% dan lokasi terjadinya trauma yang paling umum adalah di rumah dengan persentase 63,95% kasus. Trauma gigi anterior paling banyak menyebabkan fraktur enamel 40,18% diikuti fraktur enamel-dentin sebanyak 26,17%. Kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior dapat dilihat dari 73,11% kasus orangtua yang membiarkan saja trauma gigi sulung tanpa melakukan tindakan.

Tingginya prevalensi trauma gigi sulung anterior pada penelitian ini memerlukan perhatian serius dari tenaga kesehatan kota Medan khususnya bidang kedokteran gigi. Mengingat dampak trauma gigi sulung terhadap pertumbuhan gigi permanen maka diperlukan penyuluhan kepada orangtua dan guru sekolah.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji

Medan, 10 Maret 2011

Pembimbing: Tanda tangan

Yati Roesnawi, drg ... NIP: 19521017 198003 2 003


(5)

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 10 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Essie Octiara, drg., Sp.KGA

ANGGOTA : 1. Ami Angela Harahap, drg.,Sp.KGA.,MSc 2. Yati Roesnawi, drg


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan” yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam proses penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta do’a dari berbagai pihak. Penulis ucapkan terima kasih setulusnya kepada Ayahanda tercinta Halasman Pakpahan dan Ibunda tercinta Rusdiana Simamora, yang telah memberikan didikan, kasih sayang dan dukungan secara moral dan materil kepada penulis dan kepada abang penulis dr. Fransisco Sentosa Pakpahan dan adik penulis Chrisva Parningotan Pakpahan serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan semangat, do’a dan dukungan yang tak terhingga selama penulis mendapatkan pendidikan akademik dan menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatra Utara.

2. Yati Roesnawi, drg selaku ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, pemikiran, tenaga, petunjuk, dukungan dan semangat yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp. KGA; Essie Octiara, drg., Sp. KGA; Ami Angela Harahap, drg., Sp. KGA., M.Sc; Siti Salmiah, drg., Sp. KGA; Luthfiani, drg;


(8)

Zulfi Amalia, drg selaku staf pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Eddy Anwar Ketaren, drg, Sp.BM selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis selama menjalani program akademik.

5. Kepala sekolah, staf pengajar dan murid serta orang tua murid PAUD/TK di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan yang telah berpartisipasi dalam penelitian skripsi ini.

6. Kepala Puskesmas dan Tenaga Kesehatan di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian skripsi ini berlangsung.

7. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen IKGA, Puspa, Yohana, Pennie, Nadya, Elsi, Elfi, Joule, Novia, Rica, Sumery, dan Sukma yang memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Teman-teman terbaik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Margareth, Septika, Dora, Lisna, Restu, Maria, Yuki, Ribka dan seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 2011 yang telah membantu dan memberikan semangat dalam penulisan skripsi.

9. Sahabat-sahabat terbaik Louice dan Rani yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak guna penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 10 Maret 2015 Penulis,


(9)

(Yessy Pebrina Pakpahan) NIM: 110600071


(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Prevalensi dan Etiologi ... 6

2.2 Klasifikasi Trauma ... 11

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa ... 11

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung ... 12

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal ... 13

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut ... 14

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis, dan Diagnosis Trauma ... 14

2.4 Penanganan Darurat, Perawatan, dan Pencegahan Trauma ... 16

2.4.1 Penanganan Darurat ... 16

2.4.2 Perawatan Trauma ... 17

2.4.3 Pencegahan Trauma ... 18

2.5 Kerangka Teori ... 20


(11)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 24

3.5 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian ... 27

3.6 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 30

4.1 Karakteristik Responden ... 30

4.2 Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 32

4.3 Lokasi Terjadinya Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 33

4.4 Klasifikasi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 33

4.5 Etiologi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 34

4.6 Tindakan Orangtua terhadap Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. ... Prevalensi

trauma gigi sulung di berbagai studi yang berbeda ... 7 2. ... Distribusi

frekuensi penyebab trauma gigi sulung ... 9 3. ... Definisi

operasional ... 24 4. ... Distribusi

karakteristik responden anak di PAUD, TK dan Posyandu

Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 30 5. ... Distribusi

frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan

Medan Marelan ... 31 6. ... Distribusi

frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia

1-4 tahun berdasarkan usia di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan

Medan Polonia dan Medan Marelan ... 31 7. ... Distribusi

frekuensi kasus trauma gigi sulung anterior pada anak

usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di PAUD, TK dan Posyandu

Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 32 8. ... Distribusi

frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan lokasi terjadinya trauma di PAUD, TK dan

Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 33 9. ... Distribusi

frekuensi kasus trauma gigi sulung anterior pada anak usia


(13)

Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 34 10. ... Distribusi

etiologi trauma berdasarkan frekuensi gigi sulung anterior

yang mengalami trauma pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan

Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 35 11. ... Distribusi

etiologi trauma gigi sulung anterior berdasarkan jenis

Kelamin pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu

Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 36

12. ... Distribusi

etiologi trauma gigi sulung anterior berdasarkan frekuensi

usia kejadian trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan

Marelan ... 37 13. ... Distribusi

tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di PAUD, TK dan

Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ... 38 14. ... Distribusi

tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada

anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian di PAUD, TK dan


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. ... Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa ... 12 2. ... Kerusakan pada jaringan periodontal ... 14


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. ... Kuesioner

2. ... Lembar penjelasan kepada orangtua

3. ... Lembaran

persetujuan setelah penjelasan (informed concent)

4. ... Data hasil

penelitian

5. ... Surat

persetujuan komisi etik

6. ... Surat dari

Puskesmas Polonia

7. ... Surat dari

PAUD Garuda

8. ... Surat dari TK Angkasa

9. ... Surat dari PAUD Filadelfia

10. ... Surat dari Puskesmas Desa Terjun Marelan

11. ... Surat dari TK Kurnia-2

12. ... Surat dari TK Khalid Nabila

13. ... Surat dari


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma gigi anterior merupakan masalah serius yang sering terjadi terutama pada anak. Bentuk trauma pada gigi anak dapat dimulai dari retak kecil pada mahkota sampai hilang gigi.1 Trauma gigi dapat memberikan dampak buruk bagi anak seperti mengganggu penampilan, menurunkan kemampuan mengunyah dan dapat mengganggu perkembangan benih gigi permanen anak.2

Penyebab trauma gigi tergantung pada usia anak. Pada anak usia 1,5–2 tahun, sebagian besar trauma pada gigi sulung terjadi karena anak belum dapat berjalan stabil. Antara anak usia 5-11 tahun, trauma gigi terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda. Trauma gigi juga dapat di dukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal, yaitu permainan yang berbahaya dan faktor internal, yaitu insisal overjet dan kemampuan menutup bibir.3 Penelitian di Brazil menemukan adanya hubungan antara insisal overjet dan penutupan bibir yang tidak adekuat dengan adanya trauma gigi, ini disebabkan tidak adanya penahan yang dapat melindungi gigi rahang atas terhadap trauma.4

Trauma gigi dan rahang dapat terjadi pada semua usia, akan tetapi lebih sering terjadi pada masa anak-anak. Trauma gigi lebih sering terjadi antara usia 2-4 tahun.5 Prevalensi trauma gigi pada anak usia 0-3 tahun di Turki mencapai 17,4%, ini terjadi karena pada usia tersebut anak mulai memiliki rasa ingin tahu dan pemberani, akan tetapi trauma gigi yang terjadi antara usia 7-10 tahun pada masa gigi permanen sering dikarenakan terjatuh ketika sedang bermain.2,5 Penelitian pada anak usia 1-3 tahun di Brazil menunjukkan bahwa trauma gigi mencapai 41,2%.6 Eva dan Hendrarlin cited in Ellis dan Davey melaporkan 4251 anak usia sekolah di kota besar sebanyak 4,2% memiliki fraktur pada gigi anterior.3


(17)

Perbedaan distribusi trauma gigi pada anak laki-laki dan wanita hingga umur 9 tahun tidak begitu nyata, tetapi setelah umur tersebut trauma gigi anterior anak laki-laki cenderung dua kali lebih banyak dibanding anak perempuan, ini mungkin disebabkan karena anak laki-laki lebih aktif berpartisipasi dalam permainan dan olahraga dibandingkan dengan anak perempuan.3

Gigi insisivus pertama rahang atas merupakan gigi yang paling sering mengalami trauma gigi dibanding gigi-geligi lainnya.7 Penelitian di Brazil pada anak usia 0-3 tahun melaporkan bahwa gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kanan merupakan gigi yang paling sering mengalami trauma yaitu sekitar 45,3% dan gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kiri sebesar 42,7%.2

Kebanyakan kasus trauma gigi tidak mendapat perawatan. Penelitian pada anak usia 1-2 tahun di Brazil menunjukkan bahwa 85,6% orangtua tidak mengetahui bahwa anak mereka mengalami trauma gigi.6 Penelitian lain di Turki menunjukkan bahwa 37,8% orang tua mengunjungi dokter gigi 1-7 hari setelah anak mengalami trauma gigi.2 Trauma gigi dapat mempengaruhi proses mineralisasi jaringan gigi, merusak pulpa dan jaringan periodontal, malformasi gigi, impaksi gigi dan gangguan perkembangan benih gigi permanen.6,8 Kejadian trauma gigi juga dapat berpengaruh terhadap fisik, estetik dan dampak psikologis pada anak dan orangtuanya.6

Berdasarkan masalah di atas, besarnya prevalensi gigi sulung di berbagai negara dan sedikitnya data tentang prevalensi trauma gigi di Indonesia khususnya kota Medan, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di kota Medan. Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan klasifikasi WHO karena merupakan klasifikasi yang telah diterima secara luas dan mencakup seluruh keadaan rongga mulut.


(18)

1.2 Rumusan Masalah Rumusan Umum

a. Berapakah prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ?

Rumusan Khusus

a. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

b. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

c. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

d. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

e. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi WHO di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

f. Bagaimana etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ?

g. Bagaimana etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan?

h. Bagaimana tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ?


(19)

i. Bagaimana tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan ?


(20)

1.3Tujuan Penelitian Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi WHO di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

f. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

g. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

h. Untuk mengetahui tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.


(21)

i. Untuk mengetahui tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi peneliti diharapkan dapat mengetahui besarnya prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak di kota Medan dan juga dapat menambah pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya, khususnya terhadap anak-anak.

2. Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat dijadikan bahan masukan untuk merencanakan program penyuluhan kesehatan mengenai trauma gigi sulung pada anak dalam upaya pencegahan trauma gigi sulung pada anak, khususnya di Kecamatan Medan Polonia dan Kecamatan Medan Marelan.

3. Bagi orangtua atau wali murid diharapkan dapat menjadi sumber pengetahuan dan informasi mengenai trauma gigi sulung anak sehingga lebih mengawasi aktivitas anak yang dapat mengakibatkan trauma dan lebih mengerti tentang tindakan yang harus dilakukan terhadap trauma gigi anak.

4. Bagi peneliti lain diharapkan dapat menjadi acuan dan pedoman untuk melakukan penelitian selanjutnya, khususnya terhadap anak-anak.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prevalensi dan Etiologi

Trauma gigi merupakan salah satu masalah kesehatan mulut pada anak-anak yang perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap masalah kesehatan mulut.9 Pada masa gigi sulung, trauma gigi dapat mengganggu fisik, estetik dan psikologis, tidak hanya pada anak tersebut tetapi juga pada orangtuanya.10 Trauma gigi pada anak-anak, baik yang disengaja maupun tidak disengaja merupakan masalah kesehatan seluruh masyarakat di dunia. WHO memprediksikan bahwa trauma gigi akan menjadi penyebab dari hilangnya kualitas hidup, ini dikarenakan anak yang mengalami trauma gigi akan mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menikmati makanan, menyebabkan rasa nyeri, mengganggu perkembangan benih gigi permanen, mengganggu fungsi dan memiliki dampak psikologis pada anak dan orangtuanya.11-12

Trauma gigi juga berpengaruh terhadap jaringan keras dan jaringan pendukung gigi.13 Gigi sulung yang mengalami trauma dapat menyebabkan gangguan pada gigi permanen penggantinya, baik mahkota, akar atau keseluruhan. Jenis dan tingkat kerusakan yang terjadi tergantung pada tahap perkembangan gigi, hubungan antara gigi permanen dengan akar gigi sulung, serta arah dan besarnya gaya yang mengenai gigi. 14 Trauma gigi yang tidak di rawat juga memiliki pengaruh langsung terhadap penampilan anak dan emosional mereka.11

Berbagai studi epidemiologi dan studi klinis melaporkan tentang prevalensi, distribusi dan tipe trauma pada gigi anterior.15 Trauma gigi terjadi dengan prevalensi yang tinggi pada anak usia prasekolah, usia sekolah, dan dewasa muda yaitu 5% dari semua trauma yang membutuhkan perawatan. Penelitian melaporkan bahwa 25% dari semua anak sekolah memiliki pengalaman trauma gigi dan 33% orang dewasa memiliki pengalaman trauma pada gigi permanen, sebagian besar trauma terjadi


(23)

sebelum usia 19 tahun.16 Penelitian oleh Norton dkk pada tahun 2012 melaporkan bahwa trauma yang terjadi pada gigi sulung berkisar antara 9,4% sampai 41,6%. 17

Berbagai survei mengenai trauma gigi sulung telah dilakukan. Survei di Turki pada tahun 2008 menemukan prevalensi trauma gigi anak usia 0-3 tahun sebesar 17,4%, sedangkan pada tahun 2009 persentase pada anak usia 0-6 tahun sebesar 5,02%.2,18 Penelitian tahun 2010 menemukan trauma gigi sulung anak usia 2-6 tahun di Brazil sebesar 40%, sedangkan pada tahun 2012 persentase kejadian trauma gigi sulung meningkat mencapai 41,2%.6,19 Survei lain di Brazil tahun 2013 yang dilakukan pada anak usia 3-5 tahun menemukan kejadian trauma sebesar 34,6%.12 Berbagai perbedaan dari prevalensi trauma gigi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti klasifikasi trauma gigi yang digunakan, perkembangan gigi, populasi, kelompok usia, keadaan sosial ekonomi, serta lokasi penelitian dan negara. 20

Tabel 1. Prevalensi trauma gigi sulung di berbagai studi yang berbeda 2,6,12,18-20

Wilayah Tahun Usia (tahun) Sampel %

Turki, Asyun dkk Turki, Emin dkk

2008 2009 0-3 0-6 563 657 17,4 5,02 Brazil, Marilia dkk

Brazil, Maria dkk Brazil, Maria dkk

2010 2012 2013 2-6 1-3 3-5 501 519 814 40,0 41,2 34,6

Trauma gigi lebih sering mengenai satu elemen gigi saja, akan tetapi trauma yang terjadi pada saat berolahraga, akibat kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas dapat mengenai beberapa gigi.20 Penelitian di India melaporkan bahwa trauma yang mengenai satu elemen gigi memiliki persentase sebesar 60%, mengenai dua elemen gigi sebesar 31% dan mengenai tiga elemen gigi sebesar 9%.21

Gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi insisivus rahang atas, ini mungkin disebabkan oleh posisi gigi insisivus rahang atas yang kurang terlindungi di dalam mulut dibandingkan dengan gigi-geligi lainnya, ini dikarenakan gigi ini


(24)

berada lebih menonjol di dalam mulut dan cenderung pertama sekali menerima benturan yang dihasilkan oleh trauma.2,18,22 Penelitian di Turki yang dilakukan pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kanan merupakan gigi yang paling sering terkena trauma yaitu sekitar 41,46%, kemudian diikuti oleh gigi insisivus pertama sulung rahang atas sebelah kiri yaitu sekitar 14,63%. Penelitian di India juga menunjukkan bahwa 75% trauma mengenai gigi insisivus satu sebelah kanan rahang atas.21

Fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung dan gigi permanen. Penelitian di Turki tahun 2009 pada anak usia 0-6 tahun menunjukkan bahwa fraktur enamel merupakan jenis trauma yang paling sering terjadi, yaitu sebanyak 65,9%. Penelitian lain di Brazil pada anak 3-5 tahun juga menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, yaitu sekitar 55% trauma gigi merupakan fraktur enamel.12,17-18

Trauma gigi dapat terjadi secara sengaja dan tidak disengaja. Secara sengaja dapat terjadi karena pembunuhan, kekerasan oleh pembantu rumah tangga dan terorisme, trauma tidak disengaja dapat terjadi karena olahraga, bekerja, kecelakaan lalu lintas dan trauma lain yang diakibatkan oleh seseorang terhadap orang lain.23 Trauma gigi juga dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung dan didukung oleh faktor predisposisi yang meliputi faktor eksternal karena permainan yang berbahaya dan faktor internal karena posisi gigi anterior yang protusif.3

Penyebab trauma gigi juga tergantung pada usia anak. Penyebab utama yang menyebabkan trauma gigi adalah terjatuh, dapat terjadi ketika anak sedang bermain, tersandung, terjatuh dari tempat tidur dan ketika memanjat pohon. Kecelakaan lalu lintas dan pukulan dari suatu benda atau seseorang juga dapat dihubungkan dengan kejadian trauma gigi.21 Trauma gigi lebih sering terjadi antara usia 2-4 tahun karena pada usia tersebut anak mulai memiliki rasa ingin tahu dan pemberani.5 Ketika anak mulai bisa duduk, merangkak, berdiri, berlari dan aktif dalam lingkungan mereka, resiko trauma menjadi meningkat karena tidak adanya koordinasi motorik dan refleks.2 Pada anak usia 1,5–2 tahun, sebagian besar trauma pada gigi sulung terjadi karena anak belum dapat berjalan stabil. Seiring dengan anak mulai dapat berjalan


(25)

sendiri, sering kali mereka jatuh ke arah depan dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Kelompok anak usia 5-11 tahun, trauma gigi terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda.3 Penelitian di Turki pada tahun 2009 melaporkan bahwa penyebab trauma yang paling sering terjadi pada gigi sulung adalah terjatuh yaitu sebesar 66,7%.18

Tabel 2. Frekuensi penyebab trauma gigi sulung2

Etiologi Kelompok Usia ( dalam bulan)

6-12 (%) 13-18 (%) 19-24 (%) 25-30 (%) >30 (%) Terjatuh Pukulan benda 12,3 2,0 19,4 4,1 18,4 4,1 10,2 2,0 13,3 2,0 Kecelakaan lalulintas Kekerasan anak - - - 1,0 - - - 1,0 1,0 1,0 Tidak diketahui

2,0 2,0 2,0 1,0 2,0

Penelitian menunjukkan bahwa trauma gigi berhubungan dengan jenis kelamin, usia, insisal overjet dan penutupan bibir. Faktor-faktor lain seperti lingkungan dan karakteristik sosial seperti tipe sekolah, waktu setelah terjadinya trauma dan perawatan yang diberikan juga menambah pengaruh terhadap trauma gigi.17

Trauma gigi lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Penelitian di Afrika Selatan melaporkan bahwa anak laki-laki 2,5 kali lebih berisiko dibandingkan dengan anak perempuan.11 Perbedaan ini terjadi karena anak laki-laki biasanya lebih aktif dalam kegiatan olahraga, perkelahian, dan lebih sering mengalami kecelakaan. Perbedaan jenis kelamin anak pada masa gigi sulung


(26)

ternyata tidak begitu signifikan. Bijella dkk mengamati perbedaan yang tidak begitu nyata antara anak laki-laki dan perempuan yaitu 1,3:1. Onetto dkk juga mengamati bahwa perbandingan trauma pada laki-laki dan perempuan pada anak di bawah usia tujuh tahun yaitu 0,9:1.7 Perbedaan yang tidak begitu signifikan ini disebabkan karena anak laki-laki dan perempuan pada masa gigi sulung cenderung bermain dengan jenis permainan yang sama.23

Besarnya overjet dan penutupan bibir yang tidak adekuat lebih berisiko mengalami trauma gigi, ini karena gigi anterior lebih mudah terekspose dibanding gigi-geligi lainnya.24 Penutupan bibir dikatakan adekuat ketika bibir dapat menutup bagian gigi anterior pada posisi istirahat dan dikatakan tidak adekuat ketika bibir tidak mampu menutupnya.25 Berbagai penelitian telah menemukan hubungan antara overjet yang lebih dari 3 mm dan penutupan bibir yang tidak adekuat dengan angka kejadian trauma gigi pada gigi permanen dan gigi desidui. Mereka menemukan bahwa overjet yang lebih dari 3 mm lebih cenderung mengalami trauma gigi, karena itu gigi-geligi yang protusi disebabkan oleh besarnya overjet dapat meningkatkan risiko trauma pada gigi anak.26 Penelitian di India pada anak usia 6-11 tahun menemukan bahwa overjet lebih dari 3 mm dan bibir yang tidak adekuat sangat berpengaruh terhadap kejadian trauma gigi.27

Lokasi kejadian trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung yaitu di rumah. Anak usia 2-4 tahun sering mengalami trauma ketika sedang bergerak dan bermain di rumah mereka.24 Penelitian oleh Onetto dkk menemukan bahwa lokasi trauma yang terjadi pada gigi sulung lebih sering terjadi di rumah yaitu sebesar 68%. Galea dalam penelitian berbeda juga menemukan bahwa sebanyak 60% trauma yang terjadi pada masa gigi sulung terjadi di rumah.7 Penelitian di Brazil pada anak usia 3-5 tahun juga menemukan bahwa sekitar 77,3-5% anak lebih sering mengalami trauma ketika berada di rumah, ini mungkin disebabkan karena anak pada usia tersebut lebih cenderung menghabiskan waktu mereka di rumah dibandingkan dengan tempat lain.12

Kebanyakan kasus trauma gigi tidak mendapat perawatan.1 Penelitian oleh Aysun dkk pada anak usia 0-3 tahun menemukan bahwa hanya sekitar 37,8% orangtua yang mengunjungi dokter gigi ketika terjadi trauma gigi pada anaknya.2


(27)

Penelitian oleh Maria dkk pada anak usia 1-3 tahun bahkan menemukan sebanyak 42,5% orangtua tidak mengetahui trauma gigi terjadi pada anaknya.6 Rendahnya persentase anak yang mendapat perawatan ini mungkin berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi orangtua dan tidak adanya waktu orangtua untuk mengunjungi dokter gigi karena sibuk bekerja.1

2.2 Klasifikasi Trauma Gigi

Trauma gigi memiliki beberapa klasifikasi, salah satu diantaranya adalah klasifikasi WHO. WHO mengklasifikasikan trauma gigi menjadi 4 garis besar yang meliputi kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa; kerusakan pada tulang pendukung; kerusakan pada jaringan periodontal; serta kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut.5

2.2.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri dari :

a. Retak mahkota (enamel infraction) adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi.

b. Fraktur enamel yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja.

c. Fraktur enamel-dentin (uncomplicated crown fracture) adalah fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

d. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture) adalah fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan melibatkan pulpa.

e. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, dan sementum tetapi tidak melibatkan pulpa.

f. Fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture) adalah fraktur yang melibatkan enamel, dentin, sementum, dan melibatkan pulpa.


(28)

g. Fraktur akar (root fracture) adalah fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa.5

Gambar 1. Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa16

2.2.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung Kerusakan pada tulang pendukung terdiri dari :

a. Kominusi soket alveolar rahang atas adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang atas bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi.

b. Kominusi soket alveolar rahang bawah adalah adanya benturan dan tekanan terhadap soket alveolar rahang bawah bersamaan dengan adanya intrusif dan lateral luksasi.

c. Fraktur dinding soket alveolar rahang atas adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang atas.

d. Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah adalah fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket rahang bawah.

e. Fraktur prosesus alveolaris rahang atas adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

Fraktur enamel,dentin, pulpa Fraktur

enamel-dentin Fraktur enamel

Infraksi

Fraktur akar Fraktur mahkota akar yang

kompleks

Fraktur mahkota akar tidak kompleks


(29)

f. Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah adalah fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolaris gigi.

g. Fraktur rahang atas adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang atas dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

h. Fraktur rahang bawah adalah fraktur yang melibatkan dasar rahang bawah dan prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.5

2.2.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal Kerusakan pada jaringan periodontal terdiri dari:

a. Konkusio adalah trauma mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi.

b. Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

c. Luksasi lateral merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d. Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya.

e. Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.


(30)

Gambar 2. Kerusakan pada Jaringan Periodontal16

2.2.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terdiri dari 3 bagian yaitu:

a. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam.

b. Kontusio adalah luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

c. Luka abrasi adalah luka pada daerah gingiva yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda terhadap permukaan mukosa.5

2.3 Riwayat, Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis

Pemeriksaan pasien yang mengalami trauma terdiri dari pemeriksaan darurat dan pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan darurat meliputi pengumpulan data vital terdiri dari usia pasien, bagaimana dan dimana terjadinya serta kapan terjadinya trauma. Pasien juga ditanyakan apakah terjadi muntah, pasien menjadi tidak sadar, atau sakit kepala serta amnesia setelah mengalami trauma, apabila ini terjadi, kemungkinan ada kerusakan pada sistem syaraf pusat, pasien dianjurkan untuk

Subluksasi

Konkusi Ekstrusi Luksasi Lateral


(31)

pemeriksaan lebih lanjut pada bagian neurologi. Pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan kembali klinis lengkap yang terdiri dari pemeriksaan ekstra oral dan intra oral serta dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiografi.5

Dalam menegakkan diagnosis yang tepat diperlukan langkah-langkah pemeriksaan yang akan memberikan informasi penting dan dapat dijadikan pedoman bagi dokter gigi dalam menentukan rencana perawatan. Informasi mengenai trauma sangat penting ditanyakan. Pertanyaan dapat berupa kapan terjadinya, dimana terjadinya, bagaimana trauma bisa terjadi, trauma sebelumnya yang pernah mengenai gigi, perubahan gigitan (oklusi) dan peningkatan sensitivitas terhadap temperatur.28 Riwayat medis juga harus ditanyakan karena dapat mempengaruhi pilihan perawatan yang akan diberikan.24

Pemeriksaan klinis dimulai dengan mengevaluasi luka pada jaringan lunak, termasuk pemeriksaan fragmen gigi di dalam mulut, apakah jaringan lunak memiliki luka sobek, memar, maupun pembengkakan, kemudian gigi di periksa apakah mengalami fraktur atau infraksi. Pada pemeriksaan klinis, jika fraktur mahkota terjadi, dicatat apabila bagian pulpa terpapar, luas daerah yang terpapar dan status dari sirkulasi daerah pulpa, jika terjadi perpindahan gigi, catat apakah termasuk lateral atau axial, intrusif dan ekstrusif.28

Tes mobiliti, tes perkusi dan tes sensitivitas pulpa juga sangat penting dilakukan dalam mendiagnosis trauma gigi. Tes mobiliti dilakukan untuk melihat apakah kegoyangan hanya terjadi pada satu gigi atau pada beberapa gigi. Derajat kegoyangan gigi juga harus dicatat. Tipe trauma luksasi akan berhubungan dengan derajat kegoyangan gigi. Tes perkusi dilakukan untuk mengindikasikan adanya kerusakan pada ligamen periodontal dengan melakukan tekanan atau sentuhan pada gigi dan dapat memberikan informasi mengenai hubungan antara gigi dan tulang yang berdekatan. Tes sensitivitas pulpa dilakukan untuk memeriksa dan melihat ketersediaan neurovaskular pada pulpa dari gigi yang mengalami trauma yang dapat dilakukan dengan menggunakan alat tes pulpa elektrik (electric pulp test).28

Pemeriksaan radiografi juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi adanya trauma gigi, mendiagnosis adanya fraktur akar atau fraktur alveolar, melihat


(32)

perluasan dari trauma yang mengenai mahkota gigi, ukuran pulpa, jarak dengan garis fraktur, kelainan pada jaringan pendukung, perpindahan gigi dari soketnya, posisi dari benih gigi permanen, tahap perkembangan akar gigi dan sebagai dasar untuk kunjungan berikutnya. Radiografi yang dilakukan dalam beberapa angulasi berbeda akan memiliki informasi yang lebih dipercaya tentang perubahan dalam kompleks dentoalveolar. Radiografi juga digunakan untuk memperlihatkan adanya benda asing yang tertanam di dalam luka jaringan lunak.3,24,28

Evaluasi pada trauma gigi diperlukan untuk memanajemen trauma gigi termasuk melanjutkan kontrol untuk menentukan diagnosa, menilai respon terhadap perawatan, menentukan kebutuhan perawatan tambahan atau perubahan pengobatan, dan evaluasi.28

Pemeriksaan terhadap trauma gigi harus dilakukan dengan teliti, mulai dari riwayat trauma, riwayat medis, dan pemeriksaan radiografi, sehingga dokter gigi dapat memutuskan diagnosis dan rencana perawatan. Perawatan tergantung apakah akar gigi telah terbentuk sempurna atau belum terbentuk secara sempurna.29

2.4 Penanganan Darurat dan Perawatan Trauma

Trauma gigi juga dapat menyebabkan rasa sakit, kehilangan fungsi, berpengaruh terhadap perkembangan oklusi dan estetik, selain itu trauma gigi dapat berpengaruh terhadap keadaan emosional dan psikologis. Rencana perawatan merupakan hal yang sangat penting karena trauma gigi dapat menyebabkan masalah serius pada masa pertumbuhan gigi permanen.22,25

2.4.1 Penanganan Darurat Trauma

Pengumpulan riwayat trauma perlu ditunda dulu bila pasien memerlukan berbagai pertolongan pertama. Pastikan dan pertahankan jalan udara untuk pernapasan pasien, singkirkan semua benda asing yang menghambat dari rongga mulut pasien. Hentikan semua perdarahan yang terjadi akibat trauma dan pastikan pasien selalu dalam keadaan sadar. Dalam semua kasus trauma dimana ada


(33)

kemungkinan terjadi luka di seluruh tubuh pasien, panggil ambulans untuk membawa pasien ke bagian gawat darurat terdekat. Selalu rujuk pasien untuk pemeriksaan medis bila tidak dijumpai kelainan pada rongga mulutnya.30

Prognosis dari gigi yang terkena trauma tergantung pada kecepatan penanganan. Andreasen dkk mengelompokkan trauma gigi berdasarkan tingkat kedaruratan perawatan meliputi : 1) Akut yaitu perawatan dilakukan dalam waktu tiga jam. 2) Subakut yaitu perawatan dilakukan dalam waktu 24 jam. 3) Perawatan tertunda yaitu perawatan dilakukan melebihi 24 jam.31

2.4.2 Perawatan Trauma

Perawatan trauma gigi pada masa gigi sulung berbeda dengan perawatan pada masa gigi permanen. Perawatan trauma pada masa gigi sulung akan lebih sulit dilakukan karena anak-anak cenderung tidak kooperatif.32

Luka sobek pada jaringan lunak dapat dibersihkan dengan menggunakan larutan saline dan kapas steril, kemudian periksa debris dan fragmen gigi, ini sangat penting dilakukan sebelum melakukan anastesi pada jaringan lunak.24 Trauma yang terjadi di tempat yang kotor atau kemungkinan banyak bakteri dan mengakibatkan keadaan klinis kemerahan, pembengkakan pada gingiva, maka perlu diberikan ATS (Anti Tetanus Serum).3

Fraktur mahkota yang tidak kompleks (fraktur enamel) dapat dirawat dengan menghaluskan permukaan yang tajam, jika bagian dentin terpapar, dapat dilakukan restorasi dengan menggunakan resin komposit ataupun semen ionomer kaca. Pada fraktur mahkota yang kompleks, pulpotomi atau pulpektomi dan perawatan restoratif merupakan indikasi, akan tetapi jika anak tidak kooperatif, ekstraksi terhadap gigi sulung yang mengalami trauma dapat dilakukan. Manajemen fraktur akar pada gigi sulung tergantung pada posisi fraktur dan tingkat pergeseran bagian koronal, jika fragmen koronal berpindah dan mobiliti, maka gigi harus diekstraksi dan fragmen bagian apikal ditinggalkan agar diresorbsi segera. Trauma luksasi pada gigi sulung, khususnya intrusi dapat berdampak pada benih gigi permanen. Keadaan ini akan lebih berdampak pada anak-anak dimana akar gigi mereka panjang dan perkembangan gigi


(34)

permanen belum sempurna. Pada gigi yang mengalami sedikit ekstrusi atau luksasi lateral tanpa gangguan oklusal, gigi dapat ditinggalkan agar dapat bereposisi dengan sendirinya. Pada trauma luksasi intrusi, perawatan tergantung pada arah perpindahan gigi, jika terjadi ke arah palatal dan mendekati perkembangan benih gigi permanen, sebaiknya dilakukan ekstraksi pada gigi sulung akan tetapi jika perpindahan terjadi ke arah bukal menjauhi perkembangan benih gigi permanen, ini dapat dibiarkan agar gigi dapat erupsi dengan sendirinya. Konkusi dan subluksasi tidak memerlukan suatu perawatan aktif, penyelarasan oklusal dapat dilakukan untuk meminimalkan ketidaknyamanan saat gigi berkontak. Observasi terhadap gigi yang mengalami trauma disarankan untuk menghindari kemungkinan terjadinya nekrosis pulpa. Pada gigi sulung yang mengalami avulsi, replantasi gigi sebaiknya tidak dilakukan untuk mencegah kerusakan benih gigi permanen, selanjutnya jaringan lunak pada bagian gigi yang avulsi di observasi untuk melihat penyembuhan dan kemungkinan kehilangan ruang gigi. 32,33

Orangtua di Amerika Serikat memilih 3 pilihan tempat perawatan saat berhadapan dengan trauma gigi anaknya yaitu praktek dokter, praktek dokter gigi, dan rumah sakit.31 Pengenalan orangtua tentang trauma gigi dan pengetahuan mengenai gejala pasca-trauma dapat mengarahkan orangtua untuk mencari perawatan, dengan demikian dapat mencegah terjadinya komplikasi pada gigi sulung dan benih gigi pengganti.6

2.5 Pencegahan Trauma

Trauma gigi tidak mungkin dapat dicegah secara sempurna, kondisi ini karena pada masa anak-anak terjadi peningkatan aktivitas fisik dan memiliki perkembangan koordinasi motorik yang kurang baik.34 Kegiatan anak khususnya olahraga sering mengakibatkan trauma pada gigi sulung. Anak-anak dan orang dewasa yang melakukan olahraga cenderung meningkatkan risiko trauma pada giginya, akan tetapi pencegahan trauma gigi dapat dilakukan dengan menggunakan mouth guards pada saat olahraga.32 Sejak tahun 1962, di Amerika telah diwajibkan untuk memakai mouth


(35)

praktek dokter gigi dengan melakukan pencetakan pada bagian rahang atas pasien dan juga dapat dibeli di toko olahraga.33

Helm dan tali pengaman pada kendaraan juga dapat mengurangi resiko terjadinya trauma gigi. Penggunaan helm pada saat bersepeda dapat mengurangi kejadian trauma hingga lebih dari 60%.23 Strategi promosi kesehatan juga perlu ditingkatkan untuk membantu orangtua dalam pengenalan kesehatan gigi dan mulut anak mereka dan memberi kepekaan terhadap kebutuhan akan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.36


(36)

2.6 Kerangka Teori

Mengurangi Trauma Gigi Sulung

Anterior Anak

Prevalensi Etiologi Klasifikasi Trauma Menurut WHO

Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada Tulang Pendukung

Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Riwayat, pemeriksaan klinis dan diagnosis

Pencegahan Penanganan Darurat dan


(37)

2.7 Kerangka Konsep

Anak Usia 1-4 Tahun Faktor risikonya : • Jenis Kelamin

• Usia Kejadian Trauma • Elemen gigi

• Prevalensi trauma gigi sulung anterior

• Distribusi frekuensi :  Etiologi terjadinya

trauma

 Lokasi kejadian trauma

 Klasifikasi WHO yang diperiksa secara klinis


(38)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan, selama 7 bulan ( Agustus 2014-Maret 2015). Proposal penelitian dimulai pada minggu pertama Agustus 2014. Waktu penelitian pada minggu kedua Januari 2015 sampai minggu kedua Februari 2015. Pengolahan dan analisis data pada minggu ketiga Februari 2015. Penyusunan dan pembuatan laporan pada minggu ketiga Februari sampai minggu kedua Maret 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 1-4 tahun pada PAUD, TK dan Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 1-4 tahun pada PAUD, TK dan Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan yang sebelumnya telah ditetapkan oleh peneliti secara random. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage sampling, sehingga didapatkan 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan. Kemudian peneliti mengambil anak usia 1-4 tahun dari 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu dari Puskesmas tersebut sebagai sampel sampai memenuhi jumlah besar sampel.


(39)

Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel a. Kriteria Inklusi :

1. Anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

2. Orangtua bersedia diwawancarai

3. Anak sehat ( dalam kondisi dapat dilakukan pemeriksaan) b. Kriteria Ekslusi

1. Anak tidak kooperatif 2. Anak berkebutuhan khusus

Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus jumlah sampel untuk estimasi proporsi. Penggunaan rumus di bawah ini dilakukan karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

n = d2 Zα2

. P . Q

=

(0,05)2

1,962 . 0,40 . (1-0,40)

= 369 sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini akan ditambahkan 5% dari besar sampel untuk menghindari kemungkinan adanya drop out, sehingga jumlah sampel menjadi :

n = 369 + 19 = 388 sampel Dengan ketentuan :

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 0,40 % Q : 1 – P = 1- 0,40 = 0,60


(40)

Dari rumus tersebut, presisi penelitian berarti kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 5% karena peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat. Besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 388 orang. Besar sampel akan didistribusikan merata pada masing-masing kecamatan.

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel penelitian ini adalah :

1. Usia responden 2. Elemen gigi 3. Jenis kelamin

4. Usia kejadian trauma

5. Klasifikasi trauma gigi sulung anterior menurut WHO yang dilihat secara klinis

6. Lokasi kejadian trauma 7. Etiologi

8. Tindakan yang dilakukan orang tua

Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Usia

responden

Usia responden yang dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran sampai pada saat penelitian dilakukan

Wawancara Kuesioner Nominal

Gigi sulung anterior

Gigi insisivus satu dan dua serta kaninus sulung anterior rahang atas dan rahang bawah

Observasi Kuesioner Nominal

Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden yaitu : laki-laki atau


(41)

perempuan Usia

kejadian trauma

Usia pada saat anak mengalami trauma gigi

Wawancara Kuesioner Nominal

Klasifikasi trauma gigi sulung anterior menurut WHO yang dilihat secara klinis 1.Trauma pada jaringan keras gigi dan pulpa :

1) Retak mahkota (enamel infraction) adalah fraktur tidak sempurna (retak) pada enamel tanpa kehilangan struktur gigi.

2) Fraktur enamel yang tidak kompleks

(uncomplicated

crown fracture)

adalah fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai lapisan enamel saja. 3) Fraktur enamel-dentin

(uncomplicated

crown fracture)

adalah fraktur yang hanya mengenai lapisan enamel dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa. 4) Fraktur mahkota kompleks

(complicated crown

fracture) adalah fraktur yang mengenai lapisan enamel, dentin dan melibatkan pulpa. 2. Kerusakan pada jaringan periodontal: 1) Konkusio adalah trauma yang Wawancara dan pemeriksaan klinis Sonde, kaca mulut, pinset, senter dan kuesioner Nominal


(42)

mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif

terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi. 2) Subluksasi adalah kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

3) Luksasi lateral merupakan

perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral. Hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

4) Luksasi ekstrusi adalah pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya. 5) Luksasi intrusi adalah pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar.

6) Avulsi adalah pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.


(43)

trauma yang tidak dapat dimasukkan dalam klasifikasi trauma WHO ( gigi yang sudah direstorasi, sudah karies) Lokasi kejadian trauma

Tempat dimana anak mengalami trauma yaitu : di rumah, di sekolah, di tempat bermain, di jalan, dan di tempat lainnya (sebutkan)

Wawancara Kuesioner Nominal

Etiologi Penyebab terjadinya trauma yaitu : terjatuh karena belajar berjalan, jatuh karena

bermain, kekerasan fisik oleh orangtua, kecelakaan lalu lintas dan lain-lain (terbentur meja)

Wawancara Kuesioner Nominal

Tindakan orang tua

Perlakuan yang dilakukan orang tua terhadap anak ketika mengalami trauma gigi diantaranya : dibiarkan saja, di bawa ke dokter gigi, dibawa ke

puskesmas, diobati sendiri dan lain-lain (dibawa ke Rumah Sakit)

Wawancara Kuesioner Nominal

3.5Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Peneliti memilih satu kecamatan lingkar dalam dan satu kecamatan lingkar luar dengan melakukan random terhadap 21 kecamatan di Kota Medan, dimana setiap


(44)

nama kecamatan ditulis di kertas lalu dilakukan pencabutan dan terpilihlah Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

2. Dari dua kecamatan tersebut, peneliti menentukan PAUD, TK dan Posyandu dari Puskesmas mana yang akan dijadikan lokasi penelitian dengan melakukan teknik random. Setiap nama PAUD, TK dan Posyandu dari Puskesmas di tulis di kertas dan dipilih salah satu diantaranya. Semua anak pada lokasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.

3. Peneliti mengurus ethical clearance di Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan izin melakukan penelitian.

4. Setelah mendapat izin dari komisi etik, peneliti mendatangi satu persatu lokasi penelitian untuk mendapatkan izin melakukan penelitian pada tempat tersebut dan untuk mengetahui jadwal siswa/i PAUD, TK dan anak di Posyandu dari Puskesmas dimana penelitian akan berlangsung. Kemudian peneliti menginformasikan waktu untuk mengumpulkan orang tua kepada pihak sekolah .

5. Pada waktu yang telah diinformasikan, peneliti meminta pihak sekolah agar menyediakan sarana yang dibutuhkan sebagai tempat peneliti melakukan pemeriksaan klinis. Penelitian dilakukan oleh dua orang pemeriksa.

6. Peneliti memberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan dan memberikan informed consent kepada orangtua untuk di isi, jika orang tua menyetujui anaknya dijadikan subjek penelitian, maka peneliti segera melakukan pemeriksaan klinis terhadap anak dan wawancara pada orangtua dengan alat bantu kuesioner.

7. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan menggunakan sonde tajam setengah lingkaran, kaca mulut dan dibantu dengan penerangan menggunakan senter. Peneliti menggunakan cairan disinfektan dan nierbekken untuk membersihkan alat-alat yang telah dipakai. Wawancara terhadap orang tua dilakukan perihal identitas anak, pengalaman trauma gigi, penyebab trauma gigi, lokasi trauma gigi, usia terjadinya trauma dan tindakan orangtua ketika trauma tersebut terjadi.


(45)

8. Orangtua yang tidak hadir pada saat penelitian dilaksanakan diberikan lembaran informed consent melalui anaknya agar dibawa pulang dan diisi oleh orang tua di rumah lalu dilakukan penjadwalan ulang untuk pertemuan selanjutnya.

9. Orangtua yang tetap tidak hadir pada waktu penjadwalan ulang yang telah ditentukan, namun anak telah membawa informed consent yang telah diisi oleh orang tua, maka peneliti dapat melakukan pemeriksaan klinis dan menelfon orangtua mengenai data-data yang akan ditanyakan kepada orangtua atau peneliti melakukan wawancara pada saat orangtua menjemput anaknya.

10. Lembar pemeriksaan yang telah selesai dikumpulkan untuk selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

3.6Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap yang meliputi :

a. Editing : melakukan pengecekan kembali terhadap data yang telah

terkumpul untuk melihat kebenaran pengisian dan kelengkapan jawaban kuesioner.

b. Coding : mengubah data yang telah terkumpul ke dalam bentuk kode-kode

untuk memudahkan dalam menganalisa data.

c. Analisis data dilakukan secara manual, yaitu melakukan perhitungan dengan hasil berupa persentase.


(46)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Sampel penelitian ini berjumlah 388 orang anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan. Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian ini terdiri atas 202 anak laki-laki (52,06%) dan 186 anak perempuan (47,94%). Berdasarkan usia subjek penelitian, pada kelompok anak usia 1 tahun terdapat sebanyak 37 anak (9,54%), usia 2 tahun sebanyak 64 anak (16,49%), usia 3 tahun sebanyak 78 anak (20,10%) dan usia 4 tahun sebanyak 209 anak (53,87%) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi karakteristik responden anak di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Karakteristik Responden Jumlah (n) Persentase (%) Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

202 186

52,06% 47,94% Usia

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun

37 64 78 209

9,54% 16,49% 20,10% 53,87%

Total 388 100%

Hasil penelitian di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan bahwa dari 388 orang anak usia 1-4 tahun, didapati 86 anak yang


(47)

mengalami trauma gigi sulung anterior dengan prevalensi 22,16%, yaitu laki-laki sebanyak 50 anak (58,14%) dan anak perempuan 36 anak (41,86%) (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Karakteristik Jumlah anak (n) Persentase (%) Terkena trauma Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 202 186 52,06% 47,94% 50 36 58,14% 41,86%

Total 388 100 % 86 100%

Berdasarkan usia anak, dari 86 anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior didapati anak usia 1 tahun sebanyak 10 anak (11,64%), usia 2 tahun 16 anak (18,60%), usia 3 tahun 23 anak (26,74%) dan usia 4 tahun 37 anak (43,02%) (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Karakteristik Frekuensi Kasus Persentase (%)

Usia Kejadian Trauma 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun 10 16 23 37 11,64% 18,60% 26,74% 43,02%


(48)

4.2. Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Berdasarkan elemen gigi yang terkena trauma gigi sulung anterior yang dialami 86 anak, didapat pada gigi 51 sebanyak 38 kasus (35,51%), gigi 52 12 kasus (11,21%), gigi 53 1 kasus (0,93%), gigi 61 35 kasus (32,71%), gigi 62 10 kasus (9,35%), gigi 71 sebanyak 2 kasus (1,87%), gigi 72 sebanyak 1 kasus (0,93%), gigi 81 5 kasus (4,68%), gigi 82 3 kasus (2,81%) (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi frekuensi kasus trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Elemen Gigi Frekuensi kasus (n) Persentase kasus (%) 51 52 53 61 62 63 71 72 73 81 82 83 38 12 1 35 10 0 2 1 0 5 3 0 35,51% 11,21% 0,93% 32,71% 9,35% 0 1,87% 0,93% 0 4,68% 2,81% 0


(49)

4.3 Lokasi Terjadinya Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Berdasarkan lokasi terjadinya, dari 86 anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior didapat paling banyak terjadi di rumah sebanyak 55 anak (63,95%), di sekolah 15 anak (17,44%), di tempat bermain 13 anak (15,12%) dan di jalan 3 anak (3,49%) (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi terjadinya trauma di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Lokasi Terjadinya Trauma

Anak Mengalami Trauma (n)

Persentase Kasus (%)

Rumah Sekolah

Tempat bermain Jalan

Tidak tahu/tidak ingat Lain-lain

55 15 13 3 0 0

63,95% 17,44% 15,12% 3,49%

0 0

Total 86 100%

4.4 Klasifikasi Trauma gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Berdasarkan klasifikasi trauma gigi sulung anterior yang dialami 86 orang anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan, didapat paling banyak mengalami fraktur enamel yaitu sebanyak 43 kasus (40,18%), diikuti fraktur enamel-dentin 28 kasus (26,17%), fraktur mahkota kompleks 10 kasus (9,35%),


(50)

konkusi 9 kasus (8,41%), subluksasi 10 kasus (9,35%), luksasi lateral 2 kasus (1,87%), avulsi 3 kasus (2,80%) dan lain-lain 2 kasus (1,87%) (Tabel 9).

Tabel 9. Distribusi frekuensi kasus trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi trauma WHO di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Klasifikasi Trauma Frekuensi Kasus (n) Persentase Kasus (%)

Retak Mahkota Fraktur Enamel

Fraktur Enamel-dentin Fraktur Mahkota Kompleks Konkusi Subluksasi Luksasi Ekstrusi Luksasi Lateral Luksasi Intrusi Avulsi

Lain-lain ( gigi sudah direstorasi, sudah karies) 0 43 28 10 9 10 0 2 0 3 2 0 40,18% 26,17% 9,35% 8,41% 9,35% 0 1,87% 0 2,80% 1,87%

Total 107 100%

4.5 Etiologi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Berdasarkan etiologi trauma gigi, dari 86 orang anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior, paling banyak disebabkan oleh terjatuh karena bermain sebanyak 75 anak (87,21%), terjatuh karena belajar berjalan sebanyak 7 anak (8,14%), kecelakaan lalu lintas sebanyak 2 anak (2,33%), lain-lain (terbentur meja) sebanyak 1 anak (1,16%) dan tidak diketahui sebanyak 1 anak (1,16%) (Tabel 10)


(51)

Tabel 10. Distribusi etiologi trauma berdasarkan frekuensi gigi sulung anterior yang mengalami trauma pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Etiologi Jumlah Anak

Mengalami Trauma (n)

Persentase Trauma Gigi (%)

Terjatuh karena belajar berjalan

Terjatuh karena bermain Kekerasan fisik oleh orang tua

Kecelakaan lalu lintas Tidak tahu/tidak ingat Lain-lain (terbentur meja)

7

75 0

2 1 1

8,14%

87,21% 0

2,33% 1,16% 1,16%

Total 86 100%

Berdasarkan jenis kelamin, etiologi trauma yang dialami anak laki-laki yaitu terjatuh karena belajar berjalan 3 anak (6%), terjatuh karena bermain 46 anak (92%) dan lain-lain (terbentur meja) 1 anak (2%), sedangkan pada anak perempuan yang terjatuh karena belajar berjalan 4 anak (11,11%), terjatuh karena bermain 29 anak (80,55%), kecelakaan lalu lintas 2 anak (5,56%) dan tidak diketahui 1 anak (2,78%) (Tabel 11).


(52)

Tabel 11. Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Etiologi Frekuensi Jenis Kelamin (n/%) Laki-laki Perempuan Terjatuh karena belajar berjalan

Terjatuh karena bermain Kekerasan fisik oleh orang tua Kecelakaan lalu lintas

Tidak tahu/tidak ingat Lain-lain (terbentur meja)

3 (6%) 46 (92%)

0 0 0 1 (2%)

4 (11,11%) 29 (80,55%)

0 2 (5,56%) 1 (2,78%)

0

Total 50 (100%) 36 (100%)

Etiologi trauma gigi sulung anterior berdasarkan usia kejadian trauma gigi anak, paling tinggi disebabkan oleh terjatuh karena bermain dengan persentase anak usia 1 tahun sebanyak 3 anak (30%), usia 2 tahun sebanyak 15 anak (93,75%), usia 3 tahun sebanyak 23 anak (100%) dan usia 4 tahun sebanyak 34 anak (91,90%) (Tabel 12).


(53)

Tabel 12. Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior berdasarkan frekuensi usia kejadian trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan Etiologi Frekuensi Kasus Usia Kejadian Trauma (n) (%)

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun Terjatuh karena

belajar berjalan Terjatuh karena bermain

Kekerasan fisik oleh orang tua Kecelakaan lalu lintas Tidak tahu/tidak ingat Lain-lain (terbentur meja) 7 (70%) 3 (30%) 0 0 0 0 0 15 (93,75%) 0 1 (6,25%) 0 0 0 23 (100%) 0 0 0 0 0 34 (91,90%) 0 1 (2,70%) 1 (2,70%) 1 (2,70%)

Total 10 (100%) 16 (100%) 23 (100%) 37 (100%)

4.6 Tindakan Orangtua terhadap Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Tindakan orangtua pada anak yang mengalami trauma gigi berdasarkan jenis kelamin anak yaitu dibiarkan saja pada anak laki-laki sebanyak 37 kasus (74%) dan anak perempuan sebanyak 26 kasus (72,22%) (Tabel 13)


(54)

Tabel 13. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Tindakan Orang tua Jumlah Kasus (n) (%)

Laki-laki Perempuan

Dibiarkan saja

Dibawa ke dokter gigi Dibawa ke puskesmas Diobati sendiri

Lain-lain (dibawa ke rumah sakit)

37 (74%) 2 (4%) 1 (2%) 10 (20%)

0

26 (72,22%) 4 (11,11%)

0 5 (13,89%)

1 (2,78%)

Total 50 (100%) 36 (100%)

Tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior berdasarkan usia kejadian trauma anak, didapatkan pada anak usia 1 tahun orangtua yang membiarkan trauma gigi pada anaknya sebanyak 6 kasus (60%), dibawa ke dokter gigi 2 kasus (20%), diobati sendiri 2 kasus (20%), pada usia 2 tahun yang dibiarkan saja 11 kasus (68,75%), dibawa ke dokter gigi 2 kasus (12,50%), diobati sendiri 3 kasus (18,75%), pada usia 3 tahun yang dibiarkan saja 19 kasus (82,61%), diobati sendiri 3 kasus (13,04%), lain-lain (dibawa ke rumah sakit) 1 kasus (4,35%) dan pada usia 4 tahun yang dibiarkan saja 27 kasus (72,97%), dibawa ke dokter gigi 2 kasus (5,41%), dibawa ke puskesmas 1 kasus (2,71%) dan diobati sendiri 7 kasus (18,91%) (Tabel 14).


(55)

Tabel 14. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan

Tindakan Orang tua

Frekuensi Kasus Usia Kejadian Trauma (n) (%)

1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun Dibiarkan saja

Dibawa ke dokter gigi Dibawa ke puskesmas Diobati sendiri Lain-lain (dibawa ke rumah sakit)

6 (60%) 2 (20%)

0

2 (20%) 0

11 (68,75%) 2 (12,50%)

0

3 (18,75%) 0

19 (82,61%) 0

0

3 (13,04%) 1 (4,35%)

27 (72,97%) 2 (5,41%)

1 (2,71%)

7 (18,91%) 0


(56)

BAB 5

PEMBAHASAN

Trauma gigi sulung merupakan masalah serius pada anak-anak, karena dapat menyebabkan dampak buruk terhadap fisik, estetik dan psikologis anak.4,10 Prevalensi trauma gigi yang tinggi lebih sering ditemukan pada masa anak-anak pada periode pertumbuhan dan perkembangan mereka.19 Ketika anak-anak mulai berjalan, koordinasi otot yang kurang baik akan meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi.37 Pada anak usia 0-6 tahun, trauma gigi merupakan 18% dari seluruh trauma yang terjadi pada tubuh.8

Berdasarkan hasil penelitian di 2 PAUD, 4 TK dan 8 Posyandu di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan, dari 388 anak usia 1-4 tahun didapat prevalensi trauma gigi sulung anterior sebesar 22,16% (Tabel 5). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa prevalensi trauma pada masa gigi sulung berkisar antara 9,4%-41,6%.17 Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Aysun dkk pada anak usia 0-3 tahun yang menemukan bahwa prevalensi trauma gigi sulung sebesar 17,4%.2

Trauma gigi sulung lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan.10 Pada penelitian ini didapatkan bahwa trauma gigi pada anak laki-laki sebesar 58,14%, sedangkan anak perempuan 41,86% (Tabel 5). Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa anak laki-laki 1,4 kali lebih sering mengalami trauma gigi dibandingkan anak perempuan. Hasil ini hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Volcan dkk yang menemukan bahwa anak laki-laki 1,5 kali lebih sering mengalami trauma gigi dibandingkan anak perempuan.37 Hasil ini juga hampir sama dengan penelitian yang dilakukan di Turki pada gigi sulung anak usia lebih dari 21 bulan yang menemukan bahwa trauma gigi pada anak laki-laki sebesar 60,8 % dan perempuan 39,2 %. Perbedaan ini mungkin disebabkan anak laki-laki lebih aktif


(57)

dalam kegiatan fisik, permainan dan perkelahian serta perbedaan jenis permainan antara anak laki-laki dan perempuan.4,37

Usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya trauma gigi. Prevalensi trauma gigi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.20,26 Dari 388 anak yang diteliti didapatkan bahwa anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior pada usia 1 tahun 11,64%, 2 tahun 18,60%, 3 tahun 26,74% dan meningkat menjadi 43,02% pada usia 4 tahun (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Andreasen yang melaporkan bahwa puncak trauma gigi sulung terjadi pada usia 4 tahun ketika aktivitas fisik anak meningkat.37

Trauma gigi sulung lebih sering mengenai gigi anterior maksila, khususnya gigi insisivus sentral dan lateral rahang atas..2,10,33 Pada penelitian ini gigi yang paling sering terkena trauma yaitu gigi insisivus sentral rahang atas sebesar 68,22% (Tabel 7). Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maria dkk pada anak usia 0-6 tahun di Brazil yang menemukan bahwa trauma yang mengenai gigi insisivus sentral rahang atas sebesar 84,7%. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan letak gigi insisivus sentral rahang atas yang lebih menonjol dibandingkan dengan gigi insisivus sentral mandibula dan dipengaruhi juga oleh besarnya overjet gigi bagian rahang atas dan penutupan bibir yang tidak adekuat.7,18 Bagian rahang atas juga melekat ke tengkorak sehingga menyebabkan rahang atas lebih kaku, sedangkan rahang bawah lebih fleksibel.18

Trauma gigi lebih sering mengenai satu elemen gigi saja, akan tetapi pada anak yang lebih tua, trauma gigi saat berolahraga, akibat kekerasan, dan kecelakaan lalu lintas dapat mengenai beberapa gigi.20 Penelitian ini menemukan bahwa beberapa kasus trauma gigi tidak hanya melibatkan satu elemen gigi, namun dapat melibatkan 2-3 elemen gigi. Jumlah elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu satu elemen gigi sebesar 77,90%, sedangkan dua elemen gigi 19,77% dan tiga elemen gigi 3,33%. Berdasarkan wawancara dengan orangtua anak diketahui bahwa trauma gigi yang mengenai 2-3 elemen gigi ini disebabkan oleh bermain seperti bersepeda, berlari dan berkejar-kejaran. Hasil ini sesuai dengan penelitian di India yang menemukan bahwa trauma yang mengenai satu elemen gigi memiliki persentase sebesar 60%,


(58)

mengenai dua elemen gigi sebesar 31% dan mengenai tiga elemen gigi sebesar 9%.21 Penelitian lain di Turki pada anak usia 0-6 tahun juga menemukan bahwa jumlah elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu satu elemen gigi sebesar 60,97%.18

Keadaan lingkungan juga berpengaruh terhadap trauma gigi.3 Lokasi kejadian trauma yang paling sering terjadi pada masa gigi sulung yaitu di rumah.24 Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa trauma gigi sulung sebesar 63,95% terjadi di rumah, 17,44% di sekolah, 15,12% di tempat bermain dan 3,49% terjadi di jalan (Tabel 8). Kondisi ini sesuai dengan keadaan dimana aktivitas fisik anak usia 1-4 tahun sebagian besar dilakukan di rumah.24 Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian di Brazil pada anak usia 3-5 tahun yang menemukan bahwa sekitar 77,5% anak lebih sering mengalami trauma ketika berada di rumah, ini mungkin disebabkan karena anak pada usia tersebut lebih cenderung menghabiskan waktu mereka di rumah dibandingkan tempat lain.12

Jenis fraktur yang paling sering terjadi berdasarkan klasifikasi WHO adalah fraktur enamel.11,36 Pada penelitian ini, fraktur enamel terjadi sebesar 40,18%, diikuti fraktur enamel-dentin 26,17% (Tabel 9). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramon dkk pada anak usia 3-5 tahun yang menemukan bahwa jenis trauma yang terjadi pada gigi sulung adalah fraktur enamel sebesar 48,7%.36 Penelitian lain di Turki pada anak usia 0-6 tahun bahkan menunjukkan hasil yang lebih tinggi yaitu 65,9%.18 Luksasi lateral, ekstrusi dan intrusi merupakan jenis trauma yang dapat mengubah posisi gigi dan mengganggu keselarasan senyum.22 Pada penelitian ini ditemukan sebesar 1,87% luksasi lateral dan 2,80% avulsi. Avulsi dapat menyebabkan gangguan estetik terhadap anak. Itu sebabnya anak yang mengalami trauma gigi terkadang merasa malu untuk senyum dan berbicara.22 Penelitian ini juga menemukan sebanyak 9,35% kasus merupakan fraktur mahkota kompleks. Besarnya pulpa yang terpapar pada fraktur mahkota kompleks penting untuk menentukan pilihan perawatan. Prognosis fraktur mahkota kompleks dipengaruhi oleh ukuran pulpa yang terpapar, waktu terpapar, kontaminasi bakteri dan struktur gigi yang tersisa.20 Konkusi dan subluksasi pada penelitian ini ditemukan


(59)

sebanyak 8,41% dan 9,35%. Perawatan pada jenis trauma konkusi dan subluksasi juga penting karena dapat menyebabkan diskolorasi gigi.22

Etiologi trauma gigi sulung anterior pada penelitian ini dengan persentase paling tinggi disebabkan oleh terjatuh, baik karena bermain sebesar 87,21% dan belajar berjalan 8,14% (Tabel 10). Hasil penelitian ini bahkan lebih tinggi dari hasil penelitian yang dilakukan di Turki pada anak usia 0-6 tahun yang menemukan bahwa etiologi trauma gigi yang disebabkan oleh terjatuh sebesar 66,7%. Tingginya insiden terjatuh ini mungkin dipengaruhi oleh perkembangan koordinasi motorik anak yang kurang baik pada usia 1-4 tahun.18 Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa trauma gigi yang disebabkan oleh terjatuh ketika bermain dapat melibatkan tiga elemen gigi sekaligus. Hasil ini sesuai dengan kondisi dimana permainan yang berbahaya merupakan faktor predisposisi terjadinya trauma gigi.3 Penelitian ini juga menemukan bahwa etiologi terjadinya trauma gigi yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas sebesar 2,33%. Kondisi ini dapat dicegah dengan mengunakan helm dan tali pengaman saat berkendara.23

Berdasarkan jenis kelamin, etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak laki-laki yang dihubungkan dengan terjatuh karena belajar jalan sebesar 6% dan terjatuh karena bermain sebesar 92% lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yang disebabkan terjatuh karena belajar berjalan 11,11% dan terjatuh karena bermain sebesar 80,55% (Tabel 11). Kondisi ini disebabkan karena anak laki-laki lebih sering terlibat dalam permainan yang melibatkan fisik serta cenderung melakukan tindakan kasar dalam bermain.21 Terjadinya trauma gigi pada anak laki-laki maupun perempuan yang disebabkan aktivitas bermain yang melibatkan fisik seperti bersepeda dapat dihindari dengan menggunakan alat pelindung seperti helm. Pengunaan helm saat bersepeda dapat mengurangi insiden trauma pada wajah sebanyak 60%.23

Etiologi trauma gigi sulung berkaitan dengan usia anak.3 Hasil penelitian ini, etiologi terjatuh karena belajar berjalan ditemukan pada anak usia 1 tahun sebesar 70%; terjatuh karena bermain pada usia 1 tahun 30%, usia 2 tahun 93,75%, usia 3 tahun 100%, usia 4 tahun 91,90% (Tabel 12). Hasil ini sesuai dengan kondisi dimana


(60)

anak usia 1,5-2 tahun sering mengalami trauma gigi sulung karena anak belum dapat berjalan stabil dan seiring meningkatnya usia, trauma terjadi karena anak terjatuh saat bermain, berolahraga, berlari dan bersepeda.3 Koordinasi otot yang kurang baik pada anak 1-2 tahun dapat meningkatkan risiko terjadinya trauma gigi.37

Penatalaksanaan trauma gigi sulung membutuhkan bantuan dari berbagai pihak seperti dokter gigi, tenaga kesehatan dan orangtua. Mereka harus lebih peduli dan mengerti tentang perawatan terbaik mengenai trauma gigi,8 namun masih banyak anak yang tidak mendapatkan perawatan ketika mengalami trauma pada giginya. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 73,26% anak yang mengalami trauma gigi sulung tidak mendapat perawatan apapun (Tabel 13). Ini mungkin berkaitan dengan pengetahuan orangtua yang menganggap bahwa trauma gigi bukan merupakan suatu penyakit.12 Orangtua seharusnya lebih mengerti tentang kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi seperti pembengkakan dan peningkatan derajat kegoyangan gigi, jika terjadi orangtua harus membawa anak mereka untuk mendapatkan perawatan. Anak-anak mungkin tidak mengeluhkan rasa sakit, namun infeksi dapat terjadi.8 Berdasarkan wawancara dengan orangtua, kurangnya perhatian mengenai trauma gigi yang terjadi pada anaknya berkaitan dengan sulitnya mendapatkan tempat perawatan gigi di daerah tempat tinggal mereka dan biaya pengobatan gigi yang mahal di praktek dokter gigi.12

Orangtua yang tidak melakukan tindakan apapun kepada anak laki-laki cukup besar yaitu 74%, sedangkan perempuan 72,22%. Bila ditinjau dari orangtua yang membawa anaknya ke dokter gigi, anak laki-laki sebesar 4% dan perempuan 11,11%. Berdasarkan usia kejadian trauma gigi anak, orangtua yang tidak melakukan tindakan apapun pada anak usia 4 tahun sebesar 31,40%, usia 3 tahun 22,09%, usia 2 tahun 12,79% dan usia 1 tahun 6,98%. Hasil penelitian ini sesuai dengan kondisi dimana tingkat kecemasan orangtua lebih tinggi ketika trauma gigi terjadi pada anak yang berusia muda.18

Dapat disimpulkan bahwa cukup tingginya prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun dan banyaknya kasus trauma gigi yang tidak


(61)

mendapat tindakan apapun dari orang tua di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Keadaan tersebut dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan kota Medan khususnya Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan agar menginformasikan kepada orang tua tentang risiko trauma gigi sulung serta masalah kesehatan mulut lainnya melalui program posyandu, penyuluhan kepada orangtua dan sekolah-sekolah untuk mengurangi risiko terjadinya trauma pada masa gigi sulung yang dapat mengganggu perkembangan benih gigi permanen.


(62)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan sebesar 22,16%.

2. Terdapat perbedaan frekuensi trauma gigi antara anak laki-laki dibandingkan perempuan yaitu anak laki-laki lebih banyak terkena trauma sebesar 58,14% dan anak perempuan 41,86%

3. Usia anak yang mengalami trauma paling tinggi yaitu usia 4 tahun 43,02%, usia 3 tahun 26,74%, usia 2 tahun 18,60% dan usia 1 tahun 11,64%.

4. Elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu gigi insisivus sentral maksila sebesar 68,22%.

5. Tempat yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase sebesar 63,95%.

6. Fraktur yang paling sering terjadi berdasarkan klasifikasi WHO adalah fraktur enamel yaitu sebanyak 40,18% dan diikuti oleh fraktur enamel-dentin 26,17%.

7. Etiologi utama terjadinya trauma yaitu terjatuh, baik oleh karena belajar berjalan 8,14% dan terjatuh karena bermain sebesar 87,21%.

8. Masih kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi sulung dapat dilihat dari kebanyakan orangtua membiarkan saja trauma gigi yang terjadi pada anak tanpa melakukan tindakan perawatan apapun sebesar 73,11% kasus.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan program penyuluhan kepada orangtua oleh tenaga kesehatan kota Medan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang jelas


(63)

mengenai trauma gigi sulung anterior yang dapat berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan gigi permanen.

2. Perlu edukasi kepada orangtua mengenai perawatan segera yang harus dilakukan apabila anak mengalami trauma gigi sulung karena perawatan tersebut berpengaruh terhadap prognosis, menjelaskan cara pencegahan dan alat perlindungan yang tepat terhadap trauma gigi sulung anak.


(1)

mendapat tindakan apapun dari orang tua di Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan.

Keadaan tersebut dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan kota Medan khususnya Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan agar menginformasikan kepada orang tua tentang risiko trauma gigi sulung serta masalah kesehatan mulut lainnya melalui program posyandu, penyuluhan kepada orangtua dan sekolah-sekolah untuk mengurangi risiko terjadinya trauma pada masa gigi sulung yang dapat mengganggu perkembangan benih gigi permanen.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di PAUD, TK dan Posyandu Kecamatan Medan Polonia dan Medan Marelan sebesar 22,16%.

2. Terdapat perbedaan frekuensi trauma gigi antara anak laki-laki dibandingkan perempuan yaitu anak laki-laki lebih banyak terkena trauma sebesar 58,14% dan anak perempuan 41,86%

3. Usia anak yang mengalami trauma paling tinggi yaitu usia 4 tahun 43,02%, usia 3 tahun 26,74%, usia 2 tahun 18,60% dan usia 1 tahun 11,64%.

4. Elemen gigi yang paling sering terkena trauma yaitu gigi insisivus sentral maksila sebesar 68,22%.

5. Tempat yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah dengan persentase sebesar 63,95%.

6. Fraktur yang paling sering terjadi berdasarkan klasifikasi WHO adalah fraktur enamel yaitu sebanyak 40,18% dan diikuti oleh fraktur enamel-dentin 26,17%.

7. Etiologi utama terjadinya trauma yaitu terjatuh, baik oleh karena belajar berjalan 8,14% dan terjatuh karena bermain sebesar 87,21%.

8. Masih kurangnya perhatian orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi sulung dapat dilihat dari kebanyakan orangtua membiarkan saja trauma gigi yang terjadi pada anak tanpa melakukan tindakan perawatan apapun sebesar 73,11% kasus.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan program penyuluhan kepada orangtua oleh tenaga kesehatan kota Medan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang jelas


(3)

mengenai trauma gigi sulung anterior yang dapat berdampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan gigi permanen.

2. Perlu edukasi kepada orangtua mengenai perawatan segera yang harus dilakukan apabila anak mengalami trauma gigi sulung karena perawatan tersebut berpengaruh terhadap prognosis, menjelaskan cara pencegahan dan alat perlindungan yang tepat terhadap trauma gigi sulung anak.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

1. Schuch HS, Goettems ML, Correa MB, Torriani DD, Demarco FF. Prevalence and treatment demand after traumatic dental injury in South Brazilian School Children. Dent Traumatol 2013; 29: 297-302.

2. Avsar A, Topaloglu B. Traumatic tooth injuries to primary teeth of children aged 0-3 years. Dent Traumatol 2009; 25: 323-27.

3. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas tiga Ellis pada gigi tetap insisif sentral atas. Indo J Dent 2008;15(2):169-74.

4. Martins VM, Sousa RV, Rocha ES, Leite RB, Paiva SM, Garcia AFG. Dental trauma among Brazilian School Children: prevalence, treatment and associated factors. Eur Arch Pediat Dent 2009; 13(5): 232-7.

5. Heasman P. Restorative dentistry, paediatric dentistry and orthodontics. 2nd ed. Philadelphia : Elsevier, 2009: 189-209.

6. Jorge MLR, Jorge JR, Veloso IM, Olivia KJ, Zarzar PM, Marques LS. Parent’s recognition of dental trauma. Dent Traumatol 2013; 29: 266-71.

7. Bastone EB, Freer TJ, McNamara JR. Epidemiology of dental trauma : A review of the literature. Australian Dent J 2000; 45(1): 2-9.

8. Malmgren B, Andreasen JO, Flores MT, Robertson A, Diangelis AJ, Andersson L, et al. Guidelines for the management of traumatic dental injuries : 3. Injuries in the primary dentition. Dent Traumatol 2012; 28: 174-82.

9. Murali K, Krishnan R, Kumar S, Shanmugam S, Rajasundharam P. Knowledge, attitude, and perception of mothers towards emergency management of dental trauma in Salem District, Tamil Nadu: A questionnaire study. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2014; 32(3): 202-6.

10.Jesus MA, Antunes LAA, Risso PA, Freire MV, Maia LC. Epidemiologic survey of traumatic dental injuries in children seen at the federal University of Rio de Janeiro, Brazil. Braz Oral Res 2010; 24(1): 89-94.


(5)

11.Naidoo S, Sheiham A, Tsakos G. Traumatic dental injuries of permanent incisors in 11 to 13 year-old South African schoolchildren. Dent Traumatol 2009; 25: 224-8.

12.Siqueira MBLD, Gomes MC, Oliveira AC, Martins CC, Garcia AFG, Paiva SM. Predisposing factors for traumatic dental injury in primary teeth and seeking of post-trauma care. Braz Dent J 2013; 24(6): 647-54.

13.Murthy AK, Chandrakala B, Pramila M, Ranganath S. Dental trauma in children with disabilities in India: a comparative study. Eur Arch Paediatr Dent 2013; 14: 221-5.

14.Mellara TDS, Filho PN, Queiroz AM, Junior MS, Silva RAB, Silva LAB. Crown dilaceration in permanent teeth after trauma to the primary predecessors. Braz Dent J 2012; 23(5): 591-6.

15.Ajayi MD, Denloye O, Funmilayo I, Solanke A. The unmet treatment need of traumatized anterior teeth in selected secondary school children in Ibadan, Nigeria. Dent Traumatol 2010; 26: 60-3.

16.Diangelis AJ, Andreasen JO, Ebeleseder KA, Kenny DJ, Trope M, Sigurdsson A, et al. Guidelines for the management of traumatic dental injuries : 1. Fractures and luxation of permanen teeth. Dent Traumatol 2012; 28: 308-18.

17.Murthy AK, Mallaiah P, Sanga R. Prevalence and associated factors of traumatic dental injuries among 5 to 16 year-old school children in Bangalore City, India. Oral Health Prev Dent 2014; 14(1): 37-43.

18.Tumen EC, Adiguzel O, Kaya S, Uysal E, Yavuz I, Atakul F. The prevalence and etiology of dental trauma among 5-72 months preschool children in South-Eastern Anatolia, Turkey. J Int Dent Med Res 2009; 2(2): 40-4.

19.Goettems ML, Azevedo MS, Correa MB, Costa CT, Wendt FP, Schuch HS, et al. Dental trauma occurrence and occlusal characteristics in Brazilian Preschool Children. Pediatr Dent 2012; 34(2): 104-7.

20.Gungor HC. Management of crown-related fractures in children: an update review. Dent Traumatol 2014; 30: 88-99.


(6)

21.Vanka A, Ravi KS, Roshan NM, Shashikiran ND. Analysis of reporting pattern in children aged 7-14 years with traumatic injuries to permanen teeth. Int J Clinic Pediactr Dent 2010; 3(1): 15-9.

22.Aldrigui JM, Abanto J, Carvalho TS, Mendes FM, Wanderley MT, Bonecker M, et al. Impact of traumatic dental injuries and malocclusions on quality of life of young children. Biomed Centr 2011; 9: 1-7.

23.Berman LH, Blanco L, Cohen S. A clinical guide to dental traumatology. Philadelphia: Elsevier, 2007: 1-11.

24.Power R. Dental trauma in children. Part 1: causes and assessment. Dent Nurs 2013; 9(4): 208-11.

25.Chandra SS, Choudhary E, Chandra S. Traumatic injuries to permanent anterior teeth among Indians: frequency, aetiology and risk factors. Endo Articl 2014; 8(1): 23-30.

26.Piovesan C, Guedes RS, Casagrande L, Ardenghi T. Sosioeconomic and clinical factors associated with traumatic dental injuries in Brazilian Preschool Children. Braz Oral Res 2012; 26(5): 464-70.

27.Ankola AV, Hebbal M, Sharma R, Nayak SS. Traumatic dental injuries in Primary School Children of South India- a report from district-wide oral health survey. Dent Traumatol 2013; 29: 134-8.

28.Bakland LK, Andreasen JO. Essential diagnosis and treatment planning. Endod Topics 2004; 7: 14-34.

29.Srigupta AA. Perawatan gigi dan mulut. Alih Bahasa. Masrudi I. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2004: 109-16.

30.Birnbaum W, Dunne SM. Diagnosis kelainan dalam mulut. Alih Bahasa. Ruslijanto H, Rasyad EM. Juwono L. Jakarta : EGC, 2009: 162-3.

31.Wagle E, Alired EN, Needleman HL. Time delays in treating dental trauma at a children’s hospital and private pediatric dental practice. Pediatr Dent 2014; 36(3): 216-21.

32.Power R. Dental trauma in children. Part 2: management. Dent Nurs 2013; 9 (5): 270-74.