Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1- 4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

(1)

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA

ANAK USIA 1-4 TAHUN DI TK, PAUD DAN POSYANDU

KECAMATAN MEDAN MAIMUN

DAN MEDAN PERJUANGAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

YOHANA MARGARETH HUTABARAT NIM: 110600120

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Tahun 2015

Yohana M. Hutabarat

Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1- 4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

xi+ 52 Halaman

Trauma gigi sulung anterior adalah kerusakan jaringan keras gigi sulung anterior karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya. Trauma gigi sulung anterior umumnya terjadi pada anak usia prasekolah karena anak mulai aktif bergerak sementara koordinasi otot motoriknya masih belum sempurna. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan berdasarkan usia kejadian trauma, jenis kelamin dan elemen gigi.

Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif. Penelitian dilakukan pada 377 anak usia 1-4 tahun yang diambil dari 3 TK, 5 PAUD dan 16 Posyandu secara

multistage random sampling. Pengambilan data dilakukan dengan melakukan pemeriksaan klinis pada rongga mulut anak dan wawancara dengan orangtua menggunakan formulir berisi pertanyaan tentang trauma. Analisis data dilakukan dengan cara manual dan komputerisasi sehingga didapat hasil berupa persentase.

Hasil penelitian mendapatkan prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan sebanyak 24,4%. Usia yang paling banyak mengalami trauma adalah usia 1 tahun 29,2%, dan elemen gigi yang paling banyak terkena trauma adalah gigi insisivus sentralis rahang atas 83,3%. Anak laki-laki cenderung lebih banyak mengalami trauma namun perbedaannya tidak terlalu signifikan antara anak laki-laki 52,2% dengan anak perempuan 47,8%.


(3)

Prevalensi trauma gigi sulung anterior pada penelitian ini cukup tinggi dan kesadaran orangtua tentang dampak trauma sangat rendah sehingga diperlukan perhatian yang serius dari tenaga kesehatan kota Medan. Kasus trauma pada gigi sulung dapat berdampak pada pertumbuhan gigi permanen sehingga diperlukan penyuluhan kepada orangtua dan guru.

Daftar Rujukan: 34 (1962-2014)


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 6 April 2015

Pembimbing: Tanda tangan

Yati Roesnawi, drg. ... NIP. 19521017 198003 2 003


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 6 April 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Siti Salmiah, drg., Sp.KGA

Anggota : 1. Taqwa Dalimunthe, drg., Sp.KGA 2. Yati Roesnawi, drg.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Bapa Yang Maha Kuasa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “ Prevalensi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun

di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, dukungan dan masukan saran dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada keluarga tercinta, terutama Ayahanda Pantas Hutabarat, ST dan Ibunda Torlia Silalahi, S.Pd., kepada abang Pardamean Paul Hutabarat dan adik penulis Yosepha Hutabarat dan Eko Hutabarat atas perhatian, dukungan dan doa yang telah diberikan selama ini.

Secara khusus penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp. Ort. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Yati Roesnawi, drg. selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak sekaligus dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing, membantu, serta mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi Departemen IKGA yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

4. Lasminda Syafiar, drg., M.Kes. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik kepada penulis.


(7)

5. Kepala sekolah, pengajar dan seluruh murid TK dan PAUD di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan yang telah berpartisipasi atas penelitian yang dilakukan.

6. Kepala Puskesmas dan tenaga kesehatan di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis Elsi, Tiurma, Ellizabeth, Rikha, Yuki, Lisna, Maria, Ribka atas semangat, dukungan dan bantuan yang telah diberikan hingga penulis menyelesaikan skripsi.

8. Teman-teman seperjuangan di Departemen IKGA, Yessy, Chai Jing Man, Puspa, Rica, Sukma, Septika, Novia, Angeline serta teman-teman angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan skripsi ini dan penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih baik lagi dikemudian hari juga semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu yang berguna bagi fakultas dan mahasiswa kedokteran gigi.

Medan, 6 April 2015 Penulis,

(Yohana M. Hutabarat) NIM: 110600120


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN TIM PENGUJI... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan Penelitian... 4

1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Trauma... 7

2.2 Prevalensi dan Etiologi... 7

2.3 Klasifikasi Trauma... 9

2.3.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa... 9

2.3.2 Kerusakan pada Tulang Pendukung... 10

2.3.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal... 11

2.3.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut.... 12

2.4 Riwayat, Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis... 13

2.5 Penanganan Darurat... 15

2.6 Perawatan Trauma... 16

2.7. Pencegahan Trauma... 17

2.8 Kerangka Teori... 19


(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 21

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 21

3.3 Populasi dan Sampel... 21

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional... 23

3.5 Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian... 27

3.6 Pengolahan dan Analisis Data... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1Karakteristik Responden... 30

4.2Lokasi Terjadi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 31

4.3Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 32

4.4Klasifikasi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 33

4.5Etiologi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 34

4.6Tindakan Orangtua Terhadap Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 36

BAB 5 PEMBAHASAN... 39

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 46

DAFTAR PUSTAKA... 48 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Defenisi operasional... 23 2 Distribusi karakteristik responden anak di Kecamatan Medan

Maimun dan Medan Perjuangan... 30 3 Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan

Medan Perjuangan... 31 4 Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan

Maimun dan Medan Perjuangan... 31 5 Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan lokasi terjadinya di Kecamatan Medan Maimun

dan Medan Perjuangan... 32 6 Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Maimun dan

Medan Perjuangan... 33 7 Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan klasifikasi trauma WHO di Kecamatan Medan

Maimun dan Medan Perjuangan... 34 8 Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 34 9 Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan

Medan Perjuangan... 35 10 Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4

tahun berdasarkan usia kejadian di Kecamatan Medan maimun dan


(11)

11 Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan

Medan Maimun dan Medan Perjuangan... 37 12 Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior

pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa... 10 2 Kerusakan pada jaringan periodontal... 12 3 Posisi pemeriksaan anak... 14


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner

2. Lembar penjelasan kepada orangtua

3. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent) 4. Data hasil penelitian

5. Surat persetujuan komisi etik 6. Surat dari TK Al-Afiya 7. Surat dari PAUD Tiara

8. Surat dari PAUD Bina Mandiri 9. Surat dari Puskesmas Kampung Baru 10.Surat dari PAUD Ikhlas

11.Surat dari PAUD Pelita Ceria 12.Surat dari TK Kartika 1-3 13.Surat dari TK Al-Fikri 14.Surat dari PAUD Sentosa


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma secara umum diartikan sebagai kerusakan atau luka yang biasanya disebabkan oleh tindakan- tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur.1 Trauma rongga mulut merupakan kejadian yang sering terjadi di masyarakat dan jumlahnya mencapai 5% dari keseluruhan trauma pada tubuh.2,3 Trauma gigi atau yang disebut dengan Traumatic Dental Injuri (TDI) lebih banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa terutama pada anak-anak di bawah 6 tahun yang mengalami 18% trauma somatik di regio oral.4 Gigi yang paling sering mengalami trauma adalah gigi anterior terutama insisivus sentralis rahang atas.5-6 TDI menjadi gangguan pada anak maupun orang tua karena tidak hanya mempengaruhi kesehatan gigi sulung maupun permanen tetapi juga berpengaruh terhadap kualitas hidup anak terutama masalah estetik dan psikologi anak.5-10

Trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.1 Periode yang paling sering mengalami trauma gigi anterior adalah pada usia 1-5 tahun, terutama pada usia 1-3 tahun karena pada usia ini anak mulai belajar berjalan dan berlari sementara otot-otot motorik masih dalam tahap perkembangan dan belum terkoordinasi dengan sempurna sehingga anak rawan terjatuh.1,6,7 Anak pada usia 4-5 tahun koordinasi otot motoriknya sudah lebih baik, namun pada usia ini anak lebih bebas dan mengalami peningkatan aktivitas fisik dengan bermain di luar lingkungan rumah sehingga resiko terjatuh juga cukup tinggi.5 Penelitian di Brazil menyatakan bahwa 65% etiologi terjadinya trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun adalah terjatuh.11

Glendor dkk tahun 2008 telah mengumpulkan literatur penelitian tentang trauma gigi selama 12 tahun terakhir dan menyimpulkan bahwa sepertiga anak pada


(15)

usia prasekolah mengalami trauma pada giginya.2,4 Prevalensi trauma pada gigi sulung di Kroasia 30% lebih tinggi dibandingkan gigi permanen.12 Penelitian di Brazil pada tahun 2001- 2010 menunjukkan prevalensi trauma gigi sulung yang meningkat yaitu 16,3% pada tahun 2001, 35,5% pada tahun 2003, 36,8% pada tahun 2006 dan 39,1% pada tahun 2010.2,13 Prevalensi trauma gigi di negara berkembang cenderung cukup tinggi seperti di India, prevalensi pada anak usia 4-6 tahun mencapai 76,13%.14 Penelitian di Guilan pada anak usia 2-5 tahun menunjukkan prevalensi trauma gigi anterior sebanyak 23,8%.15

Prevalensi trauma gigi sulung anterior tidak memiliki perbedaan yang mencolok antara anak laki-laki dan anak perempuan pada usia 1-3 tahun, hal ini disebabkan aktivitas anak yang hampir sama pada usia tersebut.12,15 Perbedaan terjadi pada usia yang lebih tua, anak laki-laki cenderung lebih rentan terkena trauma gigi dibanding anak perempuan. Penelitian di India melaporkan perbandingan kasus trauma pada anak laki-laki dan perempuan mencapai 7:3, hal ini disebabkan karena anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik yang beresiko terhadap terjadinya trauma dibanding anak perempuan.16

Tipe trauma yang paling sering terjadi pada gigi sulung adalah trauma yang melibatkan jaringan periodontal yaitu luksasi dan subluksasi, diikuti dengan fraktur email-dentin dengan atau tanpa melibatkan pulpa, intrusi dan avulsi, sedangkan fraktur email, fraktur akar dan fraktur mahkota akar jarang terjadi.6,7,17 Faktor predisposisi terjadinya TDI antara lain obesitas, overjet lebih besar dari 3 mm, dan fungsi penutupan bibir yang inadekuat.4,18

Trauma pada gigi sulung selain menyebabkan rasa nyeri dan hilangnya fungsi pengunyahan, dalam jangka panjang dapat mengganggu fungsi bicara dan menyebabkan kebiasaan buruk pada anak. Trauma juga dapat menyebabkan kehilangan gigi terlalu dini sehingga mengganggu fungsi oklusi dan pertumbuhan benih gigi permanen dan menyebabkan gangguan pada psikologi anak maupun orang tua.12 Pemeriksaan yang cepat, penanganan yang sistematis serta perawatan yang tepat sangat diperlukan dalam menangani kasus trauma gigi pada anak. Perawatan


(16)

yang paling sering dilakukan adalah observasi gigi yang terkena trauma diikuti dengan ekstraksi dan perawatan saluran akar.4

Kebanyakan orangtua masih kurang memberi perhatian terhadap beberapa jenis kejadian trauma gigi pada anak. Orangtua akan cenderung mencari perawatan hanya apabila terdapat luka pada jaringan lunak yang menyebabkan perdarahan dan rasa sakit. Kondisi ini terlihat dari beberapa penelitian yang menunjukkan jumlah orang tua yang sedikit dalam mencari perawatan terhadap trauma gigi anaknya.9,12

Berdasarkan uraian di atas yang menunjukkan tingginya prevalensi trauma gigi pada anak dan minimnya penelitian tentang prevalensi trauma gigi di Indonesia terutama kota Medan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi trauma gigi sulung anterior yang terjadi pada anak di kota Medan. Penelitian dilakukan pada dua kecamatan yang dipilih secara random masing- masing dari lingkar luar dan lingkar dalam dari 21 kecamatan di kota Medan, hal ini dilakukan karena adanya pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian trauma gigi sulung anterior pada anak. Kecamatan yang terpilih untuk pengambilan sampel adalah Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan, yaitu kecamatan yang belum pernah diteliti mengenai data prevalensi trauma gigi sulung anterior sebelumnya. Sistem klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi World Health Organization (WHO) yang telah diterima secara luas dan dapat diperiksa secara klinis.

1.2 Rumusan Masalah Rumusan Umum

Berapakah prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan ?

Rumusan khusus

a. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?


(17)

b. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

c. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

d. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

e. Berapakah distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi WHO di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

f. Bagaimana etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

g. Bagaimana etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

h. Bagaimana tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

i. Bagaimana tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan?

1.3Tujuan Penelitian Tujuan Umum:

Untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.


(18)

Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi WHO di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

f. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

g. Untuk mengetahui etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

h. Untuk mengetahui tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

i. Untuk mengetahui tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.


(19)

1.4Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu menggambarkan pola kejadian dan perawatan terhadap trauma gigi sulung anterior di Indonesia khususnya wilayah kota Medan.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.

Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan gigi untuk merencanakan program penyuluhan kesehatan mengenai trauma gigi sulung anterior pada masyarakat dan memberikan informasi mengenai penanganan darurat trauma gigi sehingga dapat mengurangi prevalensi trauma gigi sulung anterior khususnya di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

2. Memberikan informasi kepada orang tua atau wali dan pihak sekolah anak agar lebih mengawasi anak-anaknya saat bermain dan memotivasi anak agar lebih memperhatikan pola bermainnya.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Trauma

Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan.19 Trauma atau yang disebut

injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang disebabkan oleh tindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal suatu struktur. Trauma juga diartikan sebagai kejadian yang tidak terduga karena kontak yang keras dengan suatu benda.1 Menurut etiologinya trauma terbagi dua, yaitu trauma yang disengaja (intentional injury) dan trauma yang tidak disengaja (unintentional injury).20 Trauma pada gigi atau Traumatic Dental Injury (TDI) adalah kerusakan yang mengenai jaringan keras gigi dan atau periodontal karena sebab mekanis. Dari berbagai pengertian tersebut, maka trauma gigi anterior merupakan kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah atau kedua-duanya.1

Trauma gigi dapat terjadi pada berbagai usia, namun lebih banyak terjadi pada anak-anak. Kejadian trauma gigi pada anak merupakan salah satu kasus gawat darurat yang penting karena fraktur pada gigi anak terutama gigi anterior dapat menyebabkan rasa sakit, hilangnya fungsi, pengaruh terhadap estetik dan trauma psikologi. Trauma pada gigi sulung membutuhkan diagnosis dan penanganan yang sesuai untuk meredakan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada anak serta menurunkan resiko kerusakan pada benih gigi permanen.4-10

2.2 Prevalensi Dan Etiologi

Cedera gigi terdapat pada 92% pasien yang mengalami trauma pada regio oral. Penelitian tentang epidemiologi TDI di berbagai negara di dunia selama 40 tahun terakhir melaporkan prevalensi yang bervariasi baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Prevalensi trauma gigi pada anak usia 0-6 tahun berkisar antara 9,4%


(21)

sampai 40%. Trauma gigi menjadi masalah kesehatan rongga mulut yang banyak terjadi terutama di negara berkembang setelah masalah karies gigi. Tingginya prevalensi TDI terlihat dari beberapa penelitian di negara- negara Asia seperti di India dengan prevalensi trauma gigi sulung mencapai 76,13%.14 Tingginya angka ini dihubungkan dengan aktivitas olahraga yang keras, kekerasan pada anak dan tingginya angka kecelakaan. Hasil yang berbeda didapat dari penelitian lain di negara yang sama namun dengan hasil yang lebih rendah, yaitu 8,17% dan 14,4%.Penelitian lainnya di Taiwan membandingkan prevalensi trauma pada anak-anak kota dan desa, dengan hasil 16,5% anak-anak di kota mengalami trauma gigi sedangkan di desa prevalensinya lebih tinggi yaitu mencapai 19,9%.21 Perbedaan prevalensi ini dipengaruhi oleh jumlah populasi, faktor sosial, budaya dan lingkungan geografis masing-masing tempat.22

Etiologi terjadinya trauma secara garis besar tergantung kepada usia anak, pada usia 1-3 tahun sangat rentan mengalami trauma pada gigi sulung anterior karena pada usia tersebut anak mulai belajar berjalan sementara koordinasi otot- otot motoriknya belum sempurna. Seiring dengan anak mulai dapat berjalan sendiri, anak akan cenderung jatuh ke arah depan, dengan bertumpu pada kedua tangan dan lututnya. Anak pada usia ini akan sering terjatuh sehingga menyebabkan trauma pada gigi anteriornya, penyebab lain terjadinya trauma pada usia ini adalah terbentur dengan benda tumpul pada saat bermain ataupun karena mengalami kecelakaan di dalam mobil. Prevalensi trauma sudah menurun pada usia 4-5 tahun namun masih sering terjadi. Anak pada usia ini akan cenderung lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah sehingga trauma biasanya disebabkan oleh aktivitas bermain anak seperti jatuh dari sepeda.1,7,29

Penyebab lain yang penting dan sering terjadi adalah kekerasan fisik (physical abuse) yang dialami anak dari lingkungannya. Trauma orofasial ditemui pada lebih dari 50% anak yang mengalami kekerasan fisik. Luka lebam dan baret yang terlihat saat pemeriksaan disertai ketidaksesuaian antara penjelasan orangtua dengan luka yang terjadi atau orangtua yang terlambat untuk datang berobat dengan penjelasan


(22)

yang berbeda dari kedua orangtua tentang riwayat trauma anak merupakan pertanda kekerasan fisik yang mungkin terjadi.17,23

Trauma gigi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi diantaranya maloklusi kelas II divisi 1, overjet yang lebih besar dari 3 mm, penutupan bibir yang tidak sempurna, protrusi insisivus rahang atas, openbite anterior, anak dengan hiperaktivitas, anak yang memiliki gangguan koordinasi otot motorik, dan penyakit epilepsi.17,20,23,24 Anak dengan overjet 3 mm dan 5 mm dilaporkan memiliki resiko 2 dan 3 kali lebih tinggi terhadap trauma gigi dibanding anak dengan overjet yang normal. Penggunaan kawat ortodonti dapat meningkatkan trauma pada jaringan lunak seperti bibir dan ginggiva pada saat terjadi trauma pada rongga mulut. Anak yang memiliki penyakit akut seperti kejang dan penyakit jantung akan rentan terjatuh sehingga meningkatkan resiko trauma pada gigi anteriornya.20 Kondisi lain seperti kebiasaan bernafas dengan mulut juga merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya trauma gigi.21

2.3 Klasifikasi Trauma

Sistem klasifikasi yang saat ini digunakan secara umum adalah berdasarkan

Application of International Classification of Diseases to Dentristry and Stomatology

dari World Health Organization (WHO) dan dimodifikasi oleh Andreasen. Klasifikasi ini dapat digunakan untuk mengklasifikasikan trauma gigi dan jaringan pendukungnya dan dapat digunakan baik pada gigi sulung maupun gigi permanen. Klasifikasi ini terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:25

2.3.1 Kerusakan pada Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa terdiri atas 7 bagian, yaitu25-27: a). Retak mahkota (email infraction) yaitu fraktur tidak sempurna atau keretakan pada email tanpa kehilangan struktur gigi.

b). Fraktur email (email fracture/ uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada bagian email gigi tanpa melibatkan bagian dentin maupun pulpa gigi.

c). Fraktur email dentin (uncomplicated crown fracture), yaitu fraktur pada bagian email dan dentin gigi tanpa melibatkan pulpa.


(23)

d). Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture), yaitu fraktur pada email dan dentin gigi yang telah melibatkan pulpa.

e). Fraktur mahkota yang akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown root fracture), yaitu fraktur pada email, dentin, dan sementum tanpa melibatkan pulpa.

f). Fraktur mahkota akar yang kompleks (complicated crown root fracture), yaitu fraktur pada email, dentin dan sementum yang telah melibatkan pulpa.

g). fraktur akar (root fracture), yaitu fraktur yang melibatkan dentin, sementum dan melibatkan pulpa.

Gambar 1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa28

2.3.2 Kerusakan pada Jaringan Pendukung

Kerusakan pada Jaringan Pendukung terbagi atas 8 bagian, yaitu25,27:


(24)

b). Kominusi soket alveolar rahang bawah yaitu hancur dan pemampatan yang terjadi pada soket alveolar rahang bawah, terjadi pada trauma intrusi dan luksasi lateral.

c). Fraktur dinding soket alveolar rahang atas yaitu fraktur pada bagian labial atau palatal dinding soket tulang alveolar rahang atas.

d). Fraktur dinding soket alveolar rahang bawah yaitu fraktur pada bagian labial atau lingual dinding soket tulang alveolar rahang bawah.

e). Fraktur prosesus alveolaris rahang atas, yaitu fraktur pada prosesus alveolaris rahang atas, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

f). Fraktur prosesus alveolaris rahang bawah, yaitu fraktur pada prosesus alveolaris rahang bawah, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

g). Fraktur rahang atas, yaitu fraktur pada tulang maksila dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

h). Fraktur rahang bawah, yaitu fraktur pada tulang mandibula dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

2.3.3 Kerusakan pada Jaringan Periodontal

Kerusakan pada jaringan periodontal terbagi menjadi 6 bagian, yaitu20,25,27: a). Konkusio yaitu trauma terhadap jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi menjadi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

b). Subluksasi yaitu trauma terhadap jaringan pendukung gigi yang menyebabkan terjadinya kegoyangan tanpa disertai perubahan posisi gigi.

c). Luksasi yaitu perubahan posisi gigi dalam arah lateral, palatal, lingual maupun labial dan menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal dan kontusi atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

d). Luksasi ekstrusi, yaitu terlepasnya sebagian gigi dari soketnya yang menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal. Luksasi ekstrusi disebut juga avulsi parsial.


(25)

e). Luksasi intrusi yaitu masuknya gigi ke dalam soket tulang alveolar yang menekan ligamen periodontal dan umumnya menyebabkan fraktur pada soket tulang alveolar.

f). Avulsi, yaitu terlepasnya gigi secara keseluruhan dari soketnya. Pada kondisi ini, ligamen periodontal terputus dan dapat disertai dengan fraktur pada tulang alveolar.

Gambar 2. Kerusakan pada jaringan periodontal28

2.3.4 Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak Rongga Mulut

Kerusakan pada gingiva atau jaringan lunak rongga mulut terbagi atas 3 bagian, yaitu20,25,27:

a). Laserasi adalah luka pada bagian mukosa berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

b). Kontusio yaitu luka memar tanpa disertai robeknya jaringan mukosa dan biasanya menyebabkan perdarahan submukosa.

c). Luka abrasi yaitu luka superfisial yang disebabkan oleh gesekan atau goresan pada permukaan mukosa.

2.4 Riwayat, Pemeriksaan Dan Diagnosis

Anamnesis mengenai riwayat terjadinya trauma dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh merupakan hal yang wajib dilakukan untuk mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat. Pemeriksaan penunjang seperti radiografi dapat digunakan


(26)

Penanganan dini trauma gigi sangat berpengaruh pada vitalitas dan proses penyembuhan gigi serta jaringan sekitarnya.1

Riwayat kejadian yang lengkap memberikan informasi penting bagi perawatan.17 Anamnesis dilakukan untuk menanyakan beberapa hal mengenai riwayat trauma, antara lain; usia pasien, waktu terjadinya trauma karena hasil perawatan sangat tergantung dari seberapa cepat perawatan dilakukan terutama dalam kasus avulsi dan luksasi lateral, bagaimana dan dimana trauma terjadi serta status imunisasi tetanus anak untuk menentukan kebutuhan akan suntikan ATS (Anti Tetanus Serum). Perlu juga ditanyakan apakah anak mengalami gejala lain seperti kehilangan kesadaran, sakit kepala, muntah, atau gejala trauma kepala lain untuk mengetahui kebutuhan akan pertolongan medis secara khusus secepat mungkin, apakah terdapat luka di bagian tubuh yang lain, perawatan darurat yang telah diberikan pada anak dan apakah anak pernah mengalami trauma gigi sebelumnya. Riwayat kesehatan umum serta ada tidaknya kelainan perdarahan atau alergi anak juga perlu diketahui untuk memberikan perawatan yang sesuai.1,26,29,30,31

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secara sistematis. Sangat penting melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan tubuh pasien untuk melihat trauma pada bagian tubuh lain yang mungkin terjadi sebelum melakukan pemeriksaan terhadap gigi pasien.17 Pemeriksaan pada rongga mulut dimulai dengan memeriksa luka pada jaringan lunak termasuk untuk melihat adanya benda lain yang masuk ke dalam luka, dilanjutkan dengan memeriksa gigi untuk melihat adanya fraktur ataupun keretakan pada gigi. Pemeriksaan vitalitas pulpa dilakukan jika ditemui adanya fraktur pada mahkota gigi. Perubahan posisi gigi perlu diperhatikan untuk melihat apakah gigi bergerak ke arah lateral maupun aksial. Pemeriksaan mobilitas gigi dapat membantu dalam menentukan tipe luksasi yang terjadi pada gigi. Tes perkusi dapat dilakukan untuk memeriksa keadaan ligamen periodontal. Tes ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati dimulai dengan mengggunakan ujung jari kemudian kaca mulut. Sensitivitas terhadap sentuhan ataupun tekanan mengindikasikan adanya kerusakan pada ligamen periodontal.25,27,30,31


(27)

Bayi dan anak kecil yang terkena trauma dapat diperiksa dengan cara menidurkan anak pada pangkuan orangtua/ pengasuh dengan pandangan ke atas. Tangan anak diletakkan di bawah tangan ibu dan dokter gigi duduk di depan ibu dengan kepala anak terletak pada pangkuannya. Posisi ini memungkinkan dokter gigi untuk dapat melihat kedua rahang anak. Dokter gigi dapat menggunakan molt mouth-prop atau mengikat jari tangannya dengan menggunakan bantalan dan adhesive tape.1

Gambar 3. Posisi pemeriksaan anak 1

Pemeriksaan radiografi dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang setelah pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat tahap perkembangan akar, trauma yang terjadi pada akar, ukuran pulpa, jarak dengan garis fraktur, dan kelainan pada jaringan pendukung seperti adanya benda asing yang masuk ke dalam jaringan lunak.17,29,33 Pengambilan radiografi dari beberapa sudut dan teknik dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang perubahan yang terjadi pada kompleks dentolaveolar.25

Kerusakan pada benih gigi permanen lebih banyak terjadi pada anak yang mengalami luksasi intrusi dan avulsi karena posisi benih gigi insisivus permanen yang dekat dengan akar gigi sulung. Sangat penting untuk menginformasikan orang tua akan berbagai kemungkinan masalah yang dapat terjadi pada gigi permanen anak.


(28)

Efek trauma pada gigi permanen tergantung pada beberapa hal, yaitu arah dan perpindahan apeks gigi sulung, derajat kerusakan tulang alveolar, dan tahap pembentukan benih gigi permanen.17

2.5 Penanganan Darurat

Perawatan darurat merupakan awal dari perawatan. Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut, semua jaringan lunak harus dirawat dengan baik. Pembersihan luka dengan baik merupakan tolak ukur pertolongan pertama, irigasi yang perlahan dengan larutan saline akan membantu mengurangi jumlah jaringan yang mati. Antiseptik permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit atau mukosa daerah luka. Pencegahan tetanus dilakukan dengan membersihkan luka sebaik-baiknya, menghilangkan benda asing dan eksisi jaringan nekrotik. Dokter gigi bertanggung jawab untuk memutuskan apakah injeksi tetanus diperlukan bagi pasien yang mengalami avulsi gigi, kerusakan jaringan lunak yang parah atau luka karena objek yang terkontaminasi tanah. Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada jaringan sekitar, apabila luka telah dibersihkan dengan baik maka pemberian antibiotik harus dipertimbangkan kembali.1

Gigi insisivus terletak pada palatal dan sangat dekat dengan apeks gigi insisivus sulung pada awal perkembangan gigi permanen. Dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkan kemungkinan kerusakan pada gigi permanen di bawahnya. Perawatan fraktur email dan email-dentin cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam, namun bila anak kooperatif dapat dilakukan penambalan dengan menggunakan Glass Ionomer Cement (GIC) atau kompomer. Fraktur akar jarang terjadi pada trauma gigi sulung, namun bisa terjadi; mahkota yang tergeser menjauh dari posisi seharusnya oleh karena terjadi fraktur akar sebaiknya dicabut tanpa mengganggu bagian akar yang masih vital. Gigi yang berpindah tempat ke arah bukal/ labial atau lingual/ palatinal serta menyebabkan kegoyangan yang parah dilakukan perawatan dengan mereposisi gigi kemudian diikat dengan teknik splinting. Gigi yang mengalami intrusi dibiarkan untuk kembali erupsi dan apabila gigi hanya


(29)

mengalami kegoyangan ringan maka perawatan yang diperlukan adalah observasi untuk melihat apakah terjadi perubahan warna pada email. Gigi yang mengalami avulsi tidak perlu dilakukan replantasi karena koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi permanen. Space maintainer dapat digunakan untuk menggantikan gigi yang mengalami avulsi jika gigi anak belum lengkap untuk menghindari terjadinya gigi berjejal.1,17

2.6 Perawatan Trauma

Hasil dari sebuah survei di Amerika menunjukkan bahwa hampir sepertiga anak dengan gigi sulung dan seperempat orang dewasa mengalami kejadian trauma gigi, namun sangat sedikit jumlah perawatan trauma gigi yang ditemui. Keadaan ini disebabkan karena orang tua tidak menganggap trauma gigi sebagai kejadian emergensi yang membutuhkan perawatan segera. Alasan lain adalah karena perawatan trauma seperti luksasi cukup memakan biaya, waktu, membutuhkan dokter gigi spesialis yang berbeda untuk perawatan dan kunjungan berkala untuk kontrol. Rata-rata jumlah kunjungan untuk perawatan trauma gigi hanya berkisar antara 1,9 sampai 9,1 kunjungan per tahun.18

Trauma pada jaringan lunak yang menyebabkan perdarahan akan cenderung menyebabkan orang tua segera mencari perawatan. Suatu penelitian dengan variabel trauma gigi sulung, ada tidaknya perdarahan dan waktu yang berlalu sampai menerima perawatan menunjukkan bahwa 32% anak menerima perawatan dalam 2-24 jam setelah kejadian, dan 31,3% menerima perawatan 1-7 hari setelah kejadian trauma. Penelitian lain di Brazil menyatakan hanya 15,2% orangtua yang segera mencari perawatan, 4,9% menunda perawatan dan selebihnya tidak mencari perawatan dokter gigi, hal ini disebabkan orang tua yang kurang memberi perhatian terhadap gigi sulung dan kurangnya pengetahuan orang tua tentang kerusakan pada gigi permanen yang mungkin terjadi akibat trauma pada gigi sulung.12

Penelitian terhadap 99 kasus trauma pada gigi sulung yang dirawat di Turki melaporkan perawatan yang paling banyak dilakukan adalah pengamatan dengan


(30)

12,1%, penambalan 6,06%, 1% pemberian fluor, 1% replantasi, dan 11,11% tidak dilakukan perawatan yaitu pada gigi yang mengalami avulsi.4 Hasil perawatan yang diharapkan adalah penyembuhan pulpa dan jaringan lunak disekelilingnya, namun trauma gigi seringkali diikuti oleh berbagai komplikasi, seperti nekrosis, periodontitis apikal, diskolorasi mahkota, fistel, dan resorpsi akar. Hasil dari perawatan trauma tergantung dari tipe trauma, seberapa cepat anak mendapat perawatan dan kualitas perawatan. Komplikasi trauma gigi dapat terjadi beberapa bulan bahkan beberapa tahun setelah trauma terjadi.18

2.7 Pencegahan Trauma

Trauma pada gigi memang sulit untuk diantisipasi, namun dapat dilakukan pencegahan. Orangtua dan pengasuh anak dapat diedukasi untuk melakukan pencegahan trauma pada anak diantaranya, menggunakan seat belts atau child restraint saat berkendara, menggunakan helm saat bersepeda, dan memakai

mouthguard. Penggunaan mouthguard merupakan metode yang sangat baik untuk mencegah terjadinya trauma gigi anterior anak pada saat berolahraga.17,20

Terdapat tiga jenis mouthguard yang tersedia, yaitu:23

1. Ready-made mouthguard, yaitu pelindung mulut yang siap pakai. Jenis ini dijual di toko- toko olahraga namun kebanyakan tidak sesuai dengan rongga mulut pemakainya.

2. Mouth-formed mouthguard, yaitu pelindung mulut yang terbuat dari karet atau bahan thermoplastik yang berbentuk seperti rahang. Jenis ini dapat disesuaikan di dalam mulut pemakai.

3. Custom made mouthguard, yaitu pelindung mulut yang dicetak secara individual oleh dokter gigi dengan menggunakan bahan cetak. Jenis ini paling disarankan karena paling baik dalam melindungi, nyaman, dan tidak mengganggu pernafasan maupun bicara, juga lebih tahan dibandingkan jenis lainnya dan dapat dibuat dari berbagai bahan.


(31)

2.8 Kerangka Teori

Mengurangi

Prevalensi dan Etiologi

Overjet > 3mm

Incompetence lip coverage

Trauma Gigi Sulung Anterior

Protrusi

Openbite anterior Klasifikasi WHO

Kerusakan pada Gingiva atau Jaringan Lunak

Rongga Mulut Kerusakan pada

Jaringan Periodontal Kerusakan pada

Jaringan Keras Gigi dan Pulpa

Kerusakan pada Jaringan Pendukung

Penanganan Darurat dan Perawatan Riwayat,

Pemeriksaan Klinis dan Diagnosis

Pencegahan Trauma Faktor


(32)

2.9 Kerangka Konsep

 Prevalensi trauma gigi sulung anterior

 Distribusi frekuensi berdasarkan:  Etiologi terjadinya trauma  Lokasi kejadian

 Klasifikasi WHO yang dapat diperiksa secara klinis

 Tindakan orangtua Anak usia 1-4 tahun

Faktor risiko:

 Usia kejadian trauma

 Jenis kelamin


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei deskriptif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan pada 3 TK, 5 PAUD dan 16 Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Waktu penelitian yaitu 8 bulan (September 2014-April 2015), proposal penelitian dilakukan selama 4 bulan, pengumpulan data 2 bulan, pengolahan dan analisis data 2 minggu (minggu ke 4 Februari- minggu ke 2 Maret) serta penyusunan laporan selama 3 minggu (minggu ke 2 Maret- minggu pertama April).

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah seluruh anak usia 1-4 tahun pada TK, PAUD dan Posyandu dari Puskesmas di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Sampel penelitian ini adalah seluruh anak usia 1-4 tahun yang mengunjungi Posyandu dari Puskesmas dan seluruh murid TK dan PAUD yang telah ditetapkan sebelumnya pada Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan yang telah didapatkan peneliti secara random. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara

multistage sampling, sehingga didapatkan 8 Posyandu-Puskesmas 1 TK, dan 2 PAUD dari kecamatan lingkar dalam dan 8 Posyandu-Puskesmas, 2 TK dan 3 PAUD dari kecamatan lingkar luar. Anak usia 1-4 tahun diambil dari 16 Posyandu- Puskesmas, 3 TK dan 5 PAUD tersebut sampai memenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan dua kriteria yaitu kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Kriteria eksklusi adalah sampel yang memnuhi kriteria inklusi tetapi dikeluarkan


(34)

Kriteria inklusi dalam penelitian ini: 1. Orang tua yang bersedia diwawancarai

2. Anak sehat (anak dalam kondisi dapat dilakukan pemeriksaan) Kriteria ekslusi dalam penelitian ini:

1. Anak yang tidak mendapatkan izin dari orang tua 2. Anak yang tidak kooperatif

3. Anak dengan kebutuhan khusus

Untuk mendapatkan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus jumlah sampel untuk estimasi proporsi. Rumus ini dipakai karena penelitian ini menggunakan skala pengukuran kategorikal yaitu skala nominal. Skala nominal tidak mempunyai makna besaran, tetapi hanya sekedar pemberian label.

n = Zα2.P.Q d2

= 1,962 . 0,366 . (1-0,366) (0,05)2

= 357

Dengan ketentuan:

n : jumlah sampel

Zα : deviat baku alfa = 1,96

P : proporsi kategori variabel yang diteliti = 36,6% 34 Q : 1-P = 1-0,366 = 0,634

d : presisi (0,05)

Dari rumus tersebut, presisi penelitian berarti kesalahan penelitian yang masih bisa diterima untuk memprediksi proporsi yang akan diperoleh yaitu 5% karena peneliti ingin mendapatkan hasil penelitian yang lebih tepat. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out saat penelitian maka ditambahkan jumlah 5%, sehingga besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 375 orang. Besar sampel akan didistribusikan merata pada masing-masing kecamatan.


(35)

3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian: 1. Elemen gigi

2. Usia responden 3. Usia kejadian trauma 4. Lokasi kejadian trauma 5. Jenis kelamin

6. Klasifikasi trauma gigi sulung anterior menurut WHO yang dapat diperiksa secara klinis

7. Etiologi

8. Tindakan orangtua

3.4.2 Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Gigi

sulung antrerior

Gigi insisivus satu dan dua serta kaninus sulung atas dan bawah

Observasi Kuesioner Nominal

Usia Responden

Usia responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dihitung berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun kelahiran sampai penelitian dilakukan yaitu 1-4 tahun (5 tahun kurang satu hari)

Wawancara Kuesioner Nominal

Usia kejadian trauma

Usia anak saat mengalami trauma gigi (riwayat trauma) yang didapat dari wawancara orangtua.


(36)

Jenis kelamin

Jenis kelamin responden, yaitu laki-laki atau perempuan

Observasi Kuesioner Nominal

Lokasi kejadian

Tempat anak mengalami trauma gigi sulung anterior yaitu: di rumah, di sekolah, di ruang bermain, di jalan, dan di tempat lainnya (sebutkan)

Wawancara Kuesioner Nominal

Klasifikasi trauma pada gigi sulung anterior menurut WHO yang dilihat secara klinis

1. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa

Retak mahkota

(email infraction) yaitu

fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal

Fraktur email yang

tidak kompleks

(uncomplicated crown

fracture) yaitu fraktur

yang hanya mengenai lapisan email saja.

Fraktur email dentin

(uncomplicated crown

fracture) yaitu fraktur

pada mahkota gigi yang

Wawancara dan

pemeriksaan klinis

Sonde, kaca mulut, pinset, senter, dan kuesioner


(37)

hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

Fraktur mahkota

yang kompleks

(complicated crown

fracture) yaitu fraktur

yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

2. Kerusakan pada jaringan periodontal

Konkusio yaitu gigi yang lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa disertai kegoyangan atau perubahan posisi

Subluksasi yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi

Luksasi ekstrusi

(partial displacement)

yaitu pelepasan sebagian gigi keluar dari soketnya sehingga menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang


(38)

Lateral luksasi yaitu perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal, maupun lateral, yang menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut.

Luksasi intrusi yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar sehingga mahkota gigi akan terlihat lebih pendek.

Avulsi yaitu

pergerakan seluruh gigi keluar dari soketnya.

Lain-lain (sebutkan)

yaitu trauma gigi yang tidak dapat masuk dalam klasifikasi trauma gigi WHO

Etiologi Penyebab dari trauma gigi sulung anterior yang dialami anak, yaitu karena belajar berjalan, terjatuh pada saat bermain,


(39)

kecelakaan, kekerasan fisik, dan lain-lain (sebutkan)

Tindakan orang tua

Perlakuan yang segera dilakukan orang tua kepada anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior, yaitu dibiarkan saja, dibawa ke dokter umum atau spesialis anak, dibawa ke drg, dibawa ke puskesmas, dan lain-lain (sebutkan)

Wawancara Kuesioner Nominal

2.5.Metode Pengumpulan Data/ Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data dilakukan secara survei lapangan dengan mengunjungi subjek penelitian sebanyak 377 anak yang berusia 1-4 tahun pada 3 TK, 5 PAUD dan 16 Posyandu-Puskesmas di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah pemeriksaan klinis terhadap gigi anterior sulung anak yang mengalami trauma dan wawancara dengan orang tua mengenai riwayat trauma anak dengan bantuan kuesioner.

Tahap pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan random untuk mendapatkan masing-masing satu kecamatan di lingkar luar dan satu kecamatan di lingkar dalam dari 21 kecamatan di Kotamadya Medan, terpilihlah Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan.

2. Peneliti menentukan TK, PAUD dan Posyandu-Puskesmas yang akan dijadikan lokasi penelitian dengan menggunakan teknik random, dimana setiap nama Posyandu-Puskesmas, TK dan PAUD di masing-masing kecamatan ditulis di kertas


(40)

semua anak pada TK, PAUD dan Posyandu yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan subjek penelitian.

3. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus ethical clearance di komisi etik Fakultas Kedokteran USU.

4. Peneliti mendatangi setiap lokasi penelitian untuk meminta izin dilakukannya penelitian dan mengetahui jadwal Posyandu di Puskesmas serta jadwal siswa TK/PAUD. Kemudian, peneliti menginformasikan waktu untuk mengumpulkan orang tua kepada pihak sekolah.

5. Pada waktu yang ditentukan peneliti mendatangi TK/PAUD dan menjelaskan kepada orang tua mengenai penelitian yang akan dilakukan dan memberikan surat informed consent untuk meminta kesediaan agar anaknya diizinkan menjadi subjek penelitian. Orang tua yang setuju anaknya dijadikan subjek penelitian, maka dilakukan pemeriksaan klinis pada anak dengan menggunakan dan wawancara pada orangtua mengenai riwayat trauma anak.

6. Pemeriksaan klinis dilakukan di dalam ruangan dengan pencahayaan normal. Anak dan peneliti duduk saling berhadapan, anak di bawah 2 tahun dapat diperiksa dalam pangkuan orangtua dengan posisi orangtua dan pemeriksa duduk saling berhadapan. Pertama-tama gigi anterior anak dikeringkan dengan kapas/kasa dan pinset kemudian dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kaca mulut, sonde dan bantuan senter. Peneliti melakukan pembersihan alat dengan larutan desinfektan dan nierbekken.

7. Orang tua anak yang berhalangan hadir pada saat penelitian, akan dilakukan penjadwalan ulang untuk pertemuan dan memberikan anak lembar

informed consent untuk ditandatangani orang tua jika bersedia anak dijadikan subjek penelitian. Orang tua yang tetap berhalangan hadir pada waktu yang ditentukan tetapi telah mendatangani informed consent, maka peneliti dapat melakukan pemeriksaan klinis pada anak dan riwayat trauma diperoleh dengan cara menghubungi orang tua atau melakukan wawancara ketika orang tua menjemput anak.


(41)

8. Penelitian yang akan dilakukan di Posyandu-Puskesmas dilakukan sesuai jadwal Posyandu di Puskesmas tersebut. Prosedur penelitian dilakukan seperti prosedur penelitian di TK/PAUD.

9. Setelah meneliti 2 TK, 4 PAUD dan 10 Posyandu yang telah ditentukan, jumlah sampel yang terkumpul belum memenuhi jumlah yang diharapkan, sehingga penelitian dilanjutkan pada 1 TK, 1 PAUD dan 6 Posyandu untuk memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.

10. Kuesioner yang telah selesai diisi kemudian dikumpulkan untuk selanjutnya diolah dan dianalisis oleh peneliti.

2.6.Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu:

a. Editing : memeriksa kelengkapan data penelitian yang telah terkumpul. b. Coding : mengklasifikasikan jawaban dengan memberi kode pada masing-masing jawaban.

c. Analisis data dilakukan dengan manual dan komputerisasi sehingga didapatkan hasil berupa persentase.


(42)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Responden

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 377 orang anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Pada Kecamatan Medan Maimun diperoleh 189 anak yang terdiri dari 37 anak usia 1 tahun, 37 anak usia 2 tahun, 53 anak usia 3 tahun, dan 62 anak usia 4 tahun. Pada Kecamatan Medan Perjuangan diperoleh 188 anak yang terdiri dari 31 anak usia 1 tahun, 25 anak usia 2 tahun, 44 anak usia 3 tahun, dan 88 anak usia 4 tahun. Berdasarkan jenis kelamin, subjek penelitian ini terdiri atas 193 anak laki-laki (52%) dan 184 (48%) anak perempuan. Berdasarkan usia subjek penelitian, kelompok usia 1 tahun sebanyak 68 anak (18%), usia 2 tahun sebanyak 62 anak (16,4%), usia 3 tahun sebanyak 97 anak (25,8%), dan usia 4 tahun sebanyak 150 anak (39,8%) (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi karakteristik responden anak di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Karakteristik Jumlah anak (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

193 184

52 48 Usia

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun

68 62 97 150

18 16,4 25,8 39,8

Total 377 100

Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan diperoleh prevalensi anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior sebanyak 24,4% (92 anak). Dari 92 anak yang mengalami trauma, prevalensi trauma


(43)

gigi sulung berdasarkan jenis kelamin diperoleh anak laki-laki sebanyak 12,73% (48 anak) dan anak perempuan sebanyak 11,67% (44 anak) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Jenis Kelamin Jumlah Sampel Persentase Terkena trauma Persentase

Laki-laki Perempuan 193 184 52 48 48 44 12,73 11,67

Total 377 100 92 24,4

Berdasarkan usia kejadian trauma, dari 92 anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior didapat trauma yang terjadi pada usia di bawah 1 tahun sebanyak 13 kasus (13,7%), usia 1 tahun sebanyak 28 kasus (29,5%), usia 2 tahun sebanyak 16 kasus (16,8%), usia 3 tahun sebanyak 21 kasus (22,1%), dan usia 4 tahun sebanyak 12 kasus (12,6%) dan yang tidak diketahui sebanyak 5 kasus (5,3%) (Tabel 4).

Tabel 4. Distribusi frekuensi kasus trauma gigi pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Usia kejadian trauma Frekuensi kasus (n) Persentase (%)

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun Tidak tahu 13 28 16 21 13 5 13,5 29,2 16,7 21,9 13,5 5,2

Total 96 100

4.2 Lokasi Terjadi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Berdasarkan lokasi terjadinya trauma gigi sulung anterior dari 92 orang anak yang mengalami trauma, paling banyak terjadi di rumah yaitu sebanyak 74 kasus


(44)

(77,1%), di sekolah dan arena bermain masing- masing sebanyak 5 kasus (5,2%), di jalan sebanyak 4 kasus (4,2%), di kolam renang sebanyak 2 kasus (2,08%), di masjid sebanyak 1 kasus (1,02%) dan orangtua yang tidak mengetahui tempat terjadinya trauma sebanyak 5 kasus (5,2%) (Tabel 5).

Tabel 5. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan lokasi terjadinya di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Lokasi Terjadinya Trauma Frekuensi Kasus (n) Persentase (%)

Di rumah Di sekolah Di arena bermain Di jalan

Tidak tahu Lain-lain:

-Kolam renang -Masjid

74 5 5 4 5 2 1

77,1 5,2 5,2 4,2 5,2 2,08 1,02

Total 96 100

4.3 Elemen Gigi yang Terkena Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Berdasarkan elemen gigi yang terkena trauma gigi dari 92 anak, paling banyak ditemukan trauma pada gigi 51 sebanyak 64 kasus (52,2%), gigi 52 sebanyak 5 kasus (4,1%), gigi 53 sebanyak 1 kasus (0,8%), gigi 61 sebanyak 38 kasus (31,1%), gigi 62 sebanyak 1 kasus (0,8%), gigi 71 sebanyak 3 kasus (2,4%), gigi 72 sebanyak 2 kasus (1,6%), gigi 73 sebanyak 2 kasus (1,6%), gigi 81 sebanyak 3 kasus (2,4%), dan gigi 82 sebanyak 3 kasus (2,4%) (Tabel 6).


(45)

Tabel 6. Distribusi frekuensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan elemen gigi di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Elemen Gigi Frekuensi Kasus (n) Persentase Kasus (%)

51 52 53 61 62 63 71 72 73 81 82 83 64 5 1 38 1 0 3 2 2 3 3 0 52,2 4,1 0,8 31,1 0,8 0 2,4 1,6 1,6 2,4 2,4 0

Total 122 100

4.4 Klasifikasi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Berdasarkan klasifikasi trauma gigi menurut WHO, dari 92 anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan yang mengalami trauma gigi paling banyak mengalami fraktur enamel yaitu sebanyak 36 kasus (29,5%), diikuti konkusi sebanyak 28 kasus (22,8%) dan fraktur enamel dentin sebanyak 20 kasus (16,3%). Kasus luksasi terjadi sebanyak 7 kasus, yaitu 2 kasus (1,6%) luksasi ekstrusi, 3 kasus (2,4%) luksasi lateral dan 2 kasus (1,6%) luksasi intrusi (Tabel 7).


(46)

Tabel 7. Distribusi frekuensi klasifikasi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan klasifikasi trauma WHO di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Klasifikasi Fraktur Frekuensi Kasus (n) Persentase Kasus (%)

Retak mahkota Fraktur email Fraktur email dentin Fraktur mahkota kompleks Konkusi Subluksasi Luksasi ekstrusi Luksasi lateral Luksasi intrusi Avulsi 1 36 20 11 28 17 2 3 2 2 0,8 29,5 16,3 9 22,8 13,8 1,6 2,4 1,6 1,6

Total 122 100

4.5 Etiologi Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK, PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Berdasarkan etiologi trauma gigi dari 92 anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior, paling banyak disebabkan jatuh pada saat bermain sebanyak 59 kasus (61,46%) dan jatuh karena belajar berjalan sebanyak 29 kasus (30,21%) (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Etiologi Frekuensi Kasus (n) Persentase Kasus (%)

Terjatuh karena belajar berjalan Terjatuh karena bermain

Kekerasan fisik oleh orangtua Kecelakaan lalu lintas

Tidak tahu Lain-lain :

- Terjatuh dari ayunan - Terbentur tangan ibu

29 59 0 1 5 1 1 30,21 61,46 0 1,04 5,21 1,04 1,04


(47)

Berdasarkan jenis kelamin, etiologi kejadian trauma gigi yang disebabkan karena terjatuh karena bermain pada anak laki-laki sebanyak 31 kasus (60,8%) dan anak perempuan sebanyak 28 kasus (60,9%), terjatuh karena belajar berjalan pada anak laki-laki sebanyak 15 kasus (29,4%), anak perempuan sebanyak 14 kasus (30,4%). Etiologi kecelakaan lalulintas dialami oleh anak laki-laki sebanyak 1 kasus (1,95%), terjatuh dari ayunan pada saat akan ditidurkan oleh ibu dialami oleh anak perempuan sebanyak 1 kasus (2,2%), terbentur dengan tangan ibu pada saat ibu menyikat gigi anak dialami oleh anak laki-laki sebanyak 1 kasus (1,95%) dan yang tidak diketahui etiologinya terjadi pada anak laki-laki sebanyak 3 kasus (5,9%) dan anak perempuan sebanyak 2 kasus (4,4%) (Tabel 9).

Tabel 9. Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Etiologi Frekuensi Kasus (n) (%)

Laki- laki Perempuan

Jatuh karena belajar berjalan Jatuh karena bermain

Kekerasan fisik oleh orangtua Kecelakaan lalulintas

Tidak tahu Lain-lain:

- Terjatuh dari ayunan - Terbentur tangan ibu

15 (29,4) 31 (60,8) 0 (0) 1 (1,95) 3 (5,9) 0 (0) 1 (1,95) 14 (31,2) 28 (62,2) 0 (0) 0 (0) 2 (4,4) 1 (2,2) 0 (0)

Total 51 (100) 45 (100)

Berdasarkan usia kejadian trauma anak, terjatuh karena bermain merupakan etiologi yang paling banyak terjadi pada anak dengan persentase anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 1 kasus (7,4%), usia 1 tahun 10 kasus (35,7%), usia 2 tahun 15 kasus (93,75%), usia 3 tahun 20 kasus (95,2%) dan usia 4 tahun 13 kasus (100%). Etiologi jatuh karena belajar berjalan dialami anak usia di bawah 1 tahun sebanyak 12 kasus (92,3%) dan usia 1 tahun sebanyak 17 kasus (60,7%), kecelakaan lalu lintas dialami oleh anak usia 3 tahun sebanyak 1 kasus (4,8%), terjatuh dari ayunan dialami


(48)

oleh anak usia 2 tahun sebanyak 1 kasus (6,25%), dan terbentur tangan ibu dialami oleh anak usia 1 tahun sebanyak 1 kasus (3,6%) (Tabel 10).

Tabel 10. Distribusi etiologi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Etiologi Frekuensi Usia Kejadian Trauma (n) (%)

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun

Jatuh karena belajar berjalan Jatuh karena bermain

Kekerasan fisik oleh orangtua Kecelakaan lalulintas Lain-lain:

- Terjatuh dari ayunan - Terbentur tangan ibu 12 (92,3) 1(7,7) 0(0) 0(0) 0(0) 0(0)

17 (60,7)

10 (35,7) 0(0) 0(0) 0(0) 1(3,6) 0 (0) 15(93,75) 0(0) 0 (0) 1 (6,25) 0 (0) 0 (0) 20(95,2) 0 (0) 1 (4,8) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 13 (100) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Total 13 (100) 28 (100) 16 (100) 21 (100) 13 (100) 4.6 Tindakan Orangtua Terhadap Trauma Gigi Sulung Anterior pada

Anak Usia 1-4 Tahun di TK,PAUD dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Tindakan orang tua pada anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior berdasarkan jenis kelamin yaitu dibiarkan saja pada anak laki-laki sebanyak 33 kasus (64,8%), pada anak perempuan sebanyak 26 kasus (57,8%). Orangtua yang membawa anaknya ke bidan, dokter umum/dokter spesialis anak pada anak laki-laki sebanyak 7 kasus (13,7%), pada anak perempuan sebanyak 5 kasus (11,2%), yang dibawa ke dokter gigi pada anak laki-laki sebanyak 1 kasus (1,9%), pada anak perempuan sebanyak 2 kasus (4,4%) dan yang diobati sendiri pada anak laki-laki sebanyak 10 kasus (19,6), pada anak perempuan sebanyak 12 kasus (26,6%) (Tabel 11).


(49)

Tabel 11. Distribusi tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan jenis kelamin di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Tindakan orangtua Frekuensi Kasus (n) (%)

Laki- laki Perempuan

Dibiarkan saja

Dibawa ke bidan, dokter umum/ dokter spesialis anak Dibawa ke dokter gigi Dibawa ke puskesmas Diobati sendiri

33 (64,8) 7 (13,7)

1 (1,9) 0 (0) 10 (19,6)

26 (57,8) 5 (11,2)

2 (4,4) 0 (0) 12 (26,6)

Total 51 (100) 45 (100)

Tindakan orangtua terhadap trauma gigi sulung anterior berdasarkan usia kejadian trauma anak didapatkan, orangtua yang membiarkan trauma gigi pada usia di bawah 1 tahun sebanyak 8 kasus (61,5%), usia 1 tahun sebanyak 18 kasus (64,3%), usia 2 tahun sebanyak 8 kasus (50%), usia 3 tahun sebanyak 13 kasus (61,9%), usia 4 tahun sebanyak 7 kasus (53,8%). Orangtua yang membawa anaknya ke bidan, dokter umum atau dokter spesialis anak pada usia di bawah 1 tahun sebanyak 1 kasus (7,7%), usia 1 tahun sebanyak 4 kasus (14,3%), usia 2 tahun sebanyak 1 kasus (6,25%), usia 3 tahun sebanyak 3 kasus (14,3%), usia 4 tahun sebanyak 3 kasus (23,1%). Orang tua yang membawa anaknya ke dokter gigi pada usia 1 tahun sebayak 2 kasus (7,1%), dan pada usia 2 tahun sebanyak 1 kasus (6,25%). Orangtua yang mengobati sendiri anak pada usia di bawah 1 tahun sebanyak 4 kasus (30,8%), usia 1 tahun sebanyak 4 kasus (14,3%), usia 2 tahun sebanyak 6 kasus (37,5%), usia 3 tahun sebanyak 5 kasus (23,8%), usia 4 tahun sebanyak 3 kasus (23,1%) (Tabel 12).


(50)

Tabel 12. Distribusi tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun berdasarkan usia kejadian trauma di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan

Tindakan Orangtua

Frekuensi Usia Kejadian Trauma (n) (%) < 1

tahun

1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun

Dibiarkan saja Dibawa ke bidan, dokter umum/ dokter spesialis anak

Dibawa ke dokter gigi Dibawa ke puskesmas Diobati sendiri 8 (61,5) 1 (7,7) 0 (0) 0 (0) 4 (30,8) 18 (64,3) 4 (14,3) 2 (7,1) 0 (0) 4 (14,3) 8 (50) 1 (6,25) 1 (6,25) 0 (0) 6 (37,5) 13 (61,9) 3 (14,3) 0 (0) 0 (0) 5 (23,8) 7 (53,8) 3 (23,1) 0 (0) 0 (0) 3 (23,1)


(51)

BAB 5 PEMBAHASAN

Trauma gigi sulung anterior adalah kerusakan jaringan keras gigi dan atau periodontal karena kontak yang keras dengan suatu benda yang tidak terduga sebelumnya pada gigi anterior baik pada rahang atas maupun rahang bawah. Trauma pada gigi sulung anterior dapat menyebabkan rasa sakit, hilangnya fungsi, mempengaruhi estetis dan dapat menyebabkan trauma psikologi pada anak maupun orangtua.1

Sampel pada penelitian ini adalah anak berusia 1 sampai 4 tahun yang diperoleh berdasarkan kriteria inklusi yaitu anak sehat dan orang tua yang bersedia diwawancarai sehingga didapat sampel sebanyak 377 anak. Usia kejadian trauma didapat melalui wawancara dengan orangtua sampel sehingga didapat usia kejadian trauma yaitu dari usia dibawah 1 tahun sampai 4 tahun.

Berdasarkan pemeriksaan klinis pada anak dan wawancara dengan orangtua didapatkan prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan sebesar 24,4%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian di Rasht, Iran yang meneliti trauma gigi sulung anterior anak usia 2-5 tahun dengan prevalensi sebesar 23,8%15, namun berbeda dengan penelitian di Brazil yang mendapatkan prevalensi trauma gigi sulung pada anak usia 1-5 tahun sebesar 36,8%.5 Perbedaan ini kemungkinan disebabkan jumlah sampel, kelompok usia, metode penelitian dan lingkungan yang berbeda.15

Anak laki-laki cenderung lebih beresiko terkena trauma dibandingkan anak perempuan. Beberapa penelitian di Brazil menyatakan bahwa anak laki-laki lebih banyak mengalami trauma gigi sulung daripada anak perempuan, hal ini dihubungkan dengan aktivitas bermain anak laki-laki yang cenderung lebih keras dan lebih aktif dibandingkan dengan anak perempuan.4,5,11,13 Pada penelitian ini didapati persentase kejadian trauma pada anak laki-laki (52,2%) sedikit lebih tinggi dibandingkan pada


(52)

dkk di Rasht dan penelitian Costa, dkk di Brazil yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara jumlah trauma pada anak laki-laki dengan perempuan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena anak pada usia prasekolah memiliki faktor resiko yang sama dan jenis permainan yang tidak jauh berbeda.9,15

Hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang usia rawan terjadinya trauma gigi sulung. Beberapa literatur menyebutkan bahwa usia rawan terjadinya trauma adalah usia 1,5-2,5 tahun disebabkan karena pada usia ini anak mulai belajar berjalan dan berlari sementara koordinasi otot motoriknya masih kurang sempurna.3,33 Berbeda dengan penelitian lain yang menyebutkan bahwa anak pada usia yang lebih tua cenderung lebih banyak mengalami trauma disebabkan aktivitas anak yang lebih aktif dan sering bermain di luar rumah, seperti pada penelitian di Brazil tahun 2010 menyatakan kejadian trauma pada anak berusia 4-5 tahun mencapai 46,1%.11 Pada penelitian ini kejadian trauma paling banyak ditemui pada usia yang lebih muda yaitu usia 1 tahun (29,2%), dan 3 tahun (21,9%). Pada usia di bawah 1 tahun dan 2 tahun masing masing 13,5% dan 16,7%, sementara pada usia yang lebih tua kejadian trauma lebih sedikit ditemui yaitu pada usia 4 tahun (13,5%) (Tabel 4). Beberapa penelitian lain juga mendukung hal ini, antara lain penelitian di Turki yang menyatakan 39,2% trauma terjadi pada usia 1-2 tahun dan penelitian Brazil yang menyatakan 46,5% trauma terjadi pada usia 1-3 tahun.4,5

Lokasi yang paling umum terjadinya trauma adalah di rumah karena anak pada usia prasekolah lebih banyak beraktifitas di lingkungan rumah. Pada penelitian ini, kasus trauma yang terjadi di rumah adalah sebanyak 77,1%, di sekolah dan arena bermain masing-masing 5,2%, di jalan 4,2%, di kolam renang 2,08% dan di masjid 1,02% (Tabel 5). Hasil ini didukung oleh penelitian oleh Vejdani, dkk di Rasht yang menyatakan 59,8% kejadian trauma terjadi di rumah.15

Beberapa kasus trauma gigi pada anak tidak hanya melibatkan satu gigi saja, namun dapat melibatkan 1-3 gigi dengan dampak yang berbeda-beda pada masing-masing gigi. Hasil ini didukung oleh penelitian Arikan, dkk di Turki yang menyatakan bahwa 58,8% pasien menderita trauma yang melibatkan lebih dari satu gigi.4 Pada penelitian ini didapati 26 dari 96 kejadian trauma (27,08%) melibatkan


(53)

lebih dari satu gigi pada saat terjadi trauma. Sebagian besar kasus trauma gigi pada penelitian ini melibatkan gigi insisivus sentralis rahang atas yaitu sebesar 83,3% dan gigi anterior yang paling jarang terkena trauma adalah gigi kaninus (2,4%). Hasil ini didukung oleh penelitian Vuletic, dkk yang mendapatkan 81,1% trauma gigi pada insisivus sentralis dan 15,6% pada insisivus lateralis12, hal ini disebabkan karena posisi gigi insisivus sentralis yang paling protrusi di dalam rongga mulut sehingga lebih beresiko mengalami trauma saat terjatuh.9 Penyebab lainnya adalah karena insisivus sentralis rahang atas juga erupsi lebih cepat daripada insisivus lateralis sehingga lebih lama beresiko terhadap terjadinya trauma. Posisi insisivus sentralis pada rahang atas yang terfiksasi oleh tengkorak juga memberikan resiko trauma yang lebih tinggi dibandingkan dengan gigi insisivus sentralis pada rahang bawah yang bisa digerakkan apabila terjadi trauma sehingga dampak trauma dapat berkurang.4

Jenis trauma yang banyak terjadi pada gigi sulung adalah fraktur pada jaringan keras yaitu fraktur email, fraktur email dentin dan trauma pada jaringan periodontal yaitu luksasi. Penelitian oleh Arikan mendapatkan trauma yang paling banyak terjadi adalah luksasi sebanyak 46,5%, sementara penelitian oleh Bhayya, dkk di India mendapatkan fraktur email sebagai tipe trauma yang paling banyak terjadi (55,6%).4,14 Tipe trauma yang paling banyak terjadi dalam penelitian ini adalah fraktur email (29,5%) diikuti dengan konkusi (22,8%), fraktur email dentin (16,3%), subluksasi (13,8%), fraktur mahkota kompleks (9%), luksasi (5,6%) dan avulsi (1,6%) (Tabel 7). Konkusi didapat cukup tinggi pada penelitian ini, kemungkinan disebabkan karena trauma banyak terjadi pada usia yang lebih muda dimana anak mengalami trauma saat merangkak sehingga trauma yang terjadi tidak terlalu parah.

Etiologi trauma tergantung pada usia anak. Frekuensi trauma cenderung meningkat saat anak mulai merangkak, berdiri, belajar berjalan dan biasanya berkaitan dengan masih kurangnya koordinasi motorik anak, sementara pada anak yang lebih tua, terjatuh dihubungkan dengan aktivitas bermain anak yang semakin aktif dari sebelumnya.1,29 Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa penyebab yang paling banyak terjadinya trauma gigi sulung adalah karena terjatuh, baik terjatuh


(54)

penelitian ini didukung oleh penelitian di Rasht, Iran yang mendapatkan etiologi trauma karena terjatuh sebanyak 95,6%.15 Sebanyak 4 anak mengalami dua kejadian trauma gigi pada penelitian ini dan 5 orang anak yang orang tuanya tidak mengetahui penyebab terjadinya trauma pada gigi anak. Kondisi ini sangat disayangkan dan menjadi perhatian bagi tenaga kesehatan untuk memberikan informasi kepada orangtua untuk lebih mengawasi anaknya. Anak yang mengalami benturan di daerah kepala dapat menderita trauma pada bagian otak dan harus mendapat pemeriksaan lebih lanjut, oleh karena itu sangat penting untuk memperhatikan gejala yang terjadi pada anak setelah mengalami trauma seperti sakit kepala, muntah, ataupun amnesia.15 Menurut literatur, perbedaan jenis permainan pada anak laki-laki dan anak perempuan akan mempengaruhi etiologi terjadinya trauma, dimana anak laki-laki cenderung lebih aktif dan banyak mengalami trauma akibat bermain dibanding anak perempuan.8 Etiologi trauma gigi antara anak laki-laki dengan anak perempuan pada penelitian ini tidak terlalu berbeda. Etiologi terjatuh karena bermain pada anak laki-laki 60,8% dan pada anak perempuan 62,2%, etiologi terjatuh karena belajar berjalan pada anak laki-laki 29,4% dan pada anak perempuan 31,2%. Etiologi lainnya, antara lain kecelakaan lalulintas dialami oleh satu orang anak laki-laki, terjatuh dari ayunan di dalam rumah saat akan ditidurkan dialami oleh satu orang anak perempuan, terbentur tangan ibu pada saat akan menyikat gigi anak dialami oleh satu orang anak laki-laki. Tingginya kejadian trauma akibat terjatuh karena bermain dapat dihindari dengan menggunakan alat pelindung seperti mouthguard dan penggunaan helm pada saat anak bersepeda.16,33

Etiologi trauma gigi sangat dipengaruhi oleh usia kejadian trauma. Pada usia yang lebih muda etiologi terjatuh karena belajar berjalan merupakan etiologi yang paling banyak ditemui yaitu pada usia di bawah 1 tahun sebanyak 12 dari 13 kejadian trauma (92,3%) dan usia 1 tahun 17 dari 28 kejadian trauma (60,7%), sementara pada usia yang lebih tua terjatuh karena bermain menjadi etiologi yang paling banyak terjadi yaitu pada anak usia 2 tahun 15 dari 16 kejadian trauma (93,75%), usia 3 tahun 20 dari 21 kejadian trauma (95,2%), dan pada anak usia 4 tahun 13 kejadian trauma (100%) (Tabel 10). Hasil ini didukung oleh penelitian Unal dkk di Turki tahun 2014


(55)

yang meneliti trauma pada anak usia 0-14 tahun dan menyatakan bahwa etiologi terjatuh paling banyak dialami oleh anak usia 3-5 tahun.22

Trauma pada gigi anterior, selain menyebabkan rasa sakit juga dalam jangka panjang akan menyebabkan kehilangan fungsi dan mempengaruhi estetis sehingga memberi dampak terhadap psikologi anak, selain itu juga dapat mempengaruhi pertumbuhan gigi permanen anak6, oleh karena itu kasus trauma gigi sulung anterior seharusnya menjadi kejadian yang darurat dan membutuhkan perawatan segera, karena jika semakin lama dibiarkan akan mempengaruhi prognosis gigi anak ke depannya. Secara umun, orangtua kurang memberi perhatian terhadap trauma yang terjadi pada gigi sulung anaknya. Kondisi ini disebabkan karena orangtua yang tidak mengetahui tentang trauma gigi dan efeknya terhadap gigi permanen anak. Penelitian di Rasht mendapati bahwa tidak ada orang tua yang membawa anaknya ke dokter gigi untuk merawat giginya setelah terjadi trauma.15 Penelitian di Brazil mendapati hanya 15,2% orangtua yang segera merawat gigi anak, 4,9% tidak segera membawa anak berobat dan 79,9% membiarkan saja gigi anak yang terkena trauma.11 Pada penelitian ini, orangtua yang membiarkan saja trauma yang terjadi pada gigi anaknya ada sebesar 61,5% . Dalam penelitian ini juga diketahui tidak ada orangtua yang membawa anaknya ke dokter gigi untuk melakukan perawatan terhadap gigi yang mengalami trauma. Sebanyak 12,5% kasus dibawa ke bidan, dokter umum dan dokter spesialis anak disebabkan luka pada bagian tubuh lain yang dialami anak. Sementara 3,1% kasus dibawa ke dokter gigi adalah untuk melakukan tindakan darurat dan menghilangkan rasa sakit yang dialami anak namun tidak melakukan perawatan lanjutan pada gigi anak.

Pada penelitian ini juga diketahui bahwa sebanyak 22,9% kasus trauma gigi diobati sendiri oleh orangtua. Tindakan yang dilakukan beragam, mulai dari membersihkan dengan larutan desinfektan, menghentikan perdarahan dengan mengompres dengan menggunakan es, mengolesi luka dengan madu dan memberikan obat pereda rasa sakit pada anak baik obat tradisional maupun obat generik dari apotik. Dalam beberapa kasus, anak dibawa oleh orangtua berobat ke dokter beberapa


(1)

22. Unal M, Oznurhan F, Kapdan A, Aksoy S, Durer A. Traumatic dental injuries in children. experience of a hospital in the Central Anatolia Region of Turkey. Eur J Paediat Dent 2014; 15(1): 17-22.

23. Ranka M. Trauma to primary dentition and its sequelae. Dental Update 2013. Sept: 534-42.

24. Andlaw RJ, Rock WP. Perawatan gigi anak (A manual of Paedodontics). Ed.2., Alih Bahasa. Djaya A. Jakarta: Widya Medika, 1992: 195-235.

25. Bakland L, Andreasen JO. Dental traumatology: essential diagnosis and treatment planning. Endodontic Topics 2014; 7: 14-34.

26. The American Academy of Pediatric Dentistry. Guideline on management of acute dental trauma. AAPD 2011; 34(6): 230-238.

27. Heasman P. Master dentistry volume two restorative dentistry, pediatric dentistry and orthodontics, 2nd ed., Philadelphia: Elsevier, 2008: 189-92. 28. The dental trauma guide. <http://www.dentaltraumaguide.org/Primary_teeth.

aspx>. (18 September 2014).

29. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas tiga ellis pada gigi tetap insisif sentral atas. Indonesia J Dent 2008; 15(2): 169-74.

30. Finn SB. The care of injuries to the anterior teeth in children. In: Finn SB et al. Clinical Pedodontics, 2nd ed.,Philadelphia: WB Saunders Co., 1962: 330-62. 31. Mc Donald RE, Avery DR, Dean JA. Management of trauma to the teeth and

supporting tissues. In: Mc Donald RE, Avery DR, Dean JA. Dentistry for The Child and Adolescent, 8th ed., London, 2004: 453-72.

32. Schwartz S. Management of traumatic injuries to children’s teeth. Dentalcare.com Continuing Education Course 2012. Sept 27: 2-17.

33. Mathewson RJ, Primosch RE. Fundamentals of pediatric dentistry. 3rd ed. Missouri: Quintessence Publishing Co,Inc.,1995: 285-98.

34. Wendt FP, Torriani DD, Assucao MCF, Romano AR, Bonow MLM, Da Costa CT, et al. Traumatic dental injuries in primary dentition: epidemiological study among preschool children in South Brazil. Dent Traumatol 2010; 26(2): (abstract).


(2)

Lampiran 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK

PREVALENSI TRAUMA GIGI SULUNG ANTERIOR PADA ANAK USIA 1-4 TAHUN DI TK/PAUD DAN POSYANDU KECAMATAN MEDAN MAIMUN

DAN MEDAN PERJUANGAN

No. Kartu : Tanggal : Pemeriksa :

I. Identitas Responden

Nama :

1. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Tanggal Lahir :

2. Usia :

1. 1 Tahun 3. 3 Tahun

2. 2 Tahun 4. 4 Tahun

II. Riwayat dan Pemeriksaan Dental

3. Apakah pasien pernah mengalami trauma gigi? : 1. Ya 2. Tidak

4. Elemen gigi yang mengalami trauma :

(Jika gigi yang mengalami trauma lebih dari satu, isi kotak kedua dan ketiga.)

61 62 63

53 52 51

83 82 81 71 72 73

Elemen Gigi: Elemen Gigi:

4 5 6

1 2 3

No. Koding:

4.2. 4.1. 3. 2. 1.


(3)

5. Tipe trauma gigi yang terjadi :

6. Usia terjadi trauma gigi :

1. < 1 Tahun 4. 3 Tahun

2. 1 Tahun 5. 4 Tahun

3. 2 Tahun 6. Tidak tahu 7. Penyebab terjadinya trauma gigi :

1. Terjatuh karena belajar berjalan 2. Terjatuh karena bermain

3. Kekerasan fisik oleh orang tua 4. Kecelakaan lalu lintas

5. Tidak tahu

6. Lain-lain (sebutkan): 8. Tempat terjadinya trauma gigi :

1. Di rumah 2. Di sekolah

3. Di arena bermain 4. Di jalan

5. Tidak tahu

6. Dan lain-lain (sebutkan):

9. Tindakan orang tua terhadap trauma gigi sulung anterior : 1. Dibiarkan saja

2. Dibawa ke dokter umum atau dokter spesialis anak 3. Dibawa ke dokter gigi

4. Dibawa ke puskesmas 5. Diobati sendiri

6. Lain-lain (sebutkan): 9.3.

9.2. 9.1. 8.3. 8.2. 8.1. 7.3. 7.2. 7.1. 6.3. 6.2. 6.1. 5.3. 5.2. 5.1. 1. Retak mahkota

2. Fraktur enamel

3. Fraktur enamel-dentin 4. Fraktur mahkota kompleks 5. Konkusi

6. Subluksasi

7. Luksasi ekstrusi 8. Luksasi lateral 9. Luksasi intrusi 10. Avulsi


(4)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth. Ibu/ Bapak ... Di tempat

Saya adalah Yohana M. Hutabarat salah satu mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan dokter gigi di Fakultas kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara. Bersama ini saya mohon kesediaan Ibu/ Bapak untuk mengizinkan anak Ibu/

Bapak ikut serta sebagai subjek dalam penelitian saya yang berjudul: “ Prevalensi

Trauma Gigi Sulung Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di TK dan Posyandu Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi trauma gigi sulung anterior pada anak usia 1-4 tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Perjuangan. Tidak hanya itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk melihat bagaimana dan dimana trauma sering terjadi serta bagaimana tindakan orangtua terhadap anak yang mengalami trauma gigi sulung anterior.

Ibu/ Bapak perlu mengetahui bahwa trauma adalah suatu injuri (luka) atau kerusakan pada struktur gigi yang sering menimpa gigi susu anak- anak. Terlukanya gigi susu anak memiliki dampak bagi kelangsungan pertumbuhan dan perkembangan gigi anak selanjutnya,

Saya berharap Ibu/ Bapak berkenan ikut serta dalam penelitian saya ini, serta mengizinkan anak Ibu/ Bapak untuk saya jadikan subjek penelitian saya ini. Dalam penelitian ini, anak yang memiliki pengalaman trauma pada gigi susunya akan dilakukan suatu pemeriksaan untuk melihat trauma yang terjadi pada gigi susu anak. Pemeriksaan ini akan menggunakan alat berupa sonde, kaca mulut, pinset dan senter. Pemeriksaan ini akan berlangsung sekitar 10 menit. Setelah pemeriksaan, peneliti akan melakukan wawancara mengenai pengalaman trauma yang menimpa gigi susu anak, yaitu penyebab trauma, lokasi trauma, serta tindakan Ibu/ Bapak terhadap anak yang mengalami trauma pada gigi susunya.


(5)

Jika Ibu/ Bapak berkenan ikut serta dan mengizinkan anak Ibu/ Bapak menjadi subjek penelitian saya, Ibu/ Bapak dan anak Ibu/ Bapak akan mendapatkan informasi mengenai kondisi rongga mulut anak, mengetahui beberapa perawatan dan tindakan orangtua yang dapat dilakukan terhadap trauma gigi susu anak, serta dapat melakukan pencegahan untuk trauma gigi dengan lebih mewaspadai aktivitas yang tidak aman untuk anak Ibu/ Bapak. Namun, selama penelitian ini berlangsung tentulah akan menyita waktu Ibu/ Bapak yang mungkin dapat menghambat jalannya pekerjaan Ibu/ Bapak dan anak sebagai subjek penelitian tentulah juga akan tersita waktu bermain atau belajarnya selama penelitian berlangsung. Tidak hanya itu, anak juga akan merasa sedikit lelah karena harus membuka mulut saat dilakukan pemeriksaan trauma pada gigi susunya.

Apabila Ibu/ Bapak bersedia, maka lembaran persetujuan menjadi subjek penelitian yang terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan kepada peneliti. Surat kesediaan ini tidak bersifat mengikat dan Ibu/ Bapak dapat mengundurkan diri dari penelitian ini selama penelitian berlangsung. Demikianlah penjelasan saya tentang penelitian ini, mudah- mudahan keterangan dari saya diatas dapat dimengerti. Atas kesediaan Ibu/ Bapak dan anak Ibu/ Bapak dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, November 2014

Yohana M. Hutabarat

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Hp. : 085261281419


(6)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI SUBJEK PENELITIAN SETELAH

PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Alamat :

No. Telepon/ Hp. : Nama orangtua :

Sekolah :

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan kepada ibu/

bapak dan anak sebagai subjek penelitian yang berjudul: “ Prevalensi Trauma Gigi

Anterior pada Anak Usia 1-4 Tahun di Kecamatan Medan Maimun dan Medan

Perjuangan”, secara sadar dan tanpa paksaan, saya beserta anak saya bersedia ikut serta dalam penelitian yang dilakukan oleh Yohana M. Hutabarat sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun saya berhak membatalkan persetujuan ini.

Medan,... .

Yang menyetujui, Orangtua subjek penelitian

(...)