Isolasi dan Analisis Komponen Minyak Atsiri dari Rimpang Temu giring (Curcuma heyneana Valeton & Zijp) Segar dan Kering Secara GC-MS Chapter II

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Deskripsi tumbuhan
Temu giring merupakan semak semusim dan berbatang semu yang
terdiri atas pelepah daun, permukaannya licin dan berwarna hijau. Batang temu
giring berwarna hijau pucat dan tumbuh tegak yang tersusun atas banyak
pelepah daun. Daunnya berbentuk lanset yang melebar. Helaian daunnya tipis,
uratnya kelihatan dan berwarna hijau muda. Bunga temu giring muncul dari
bagian samping batang semu. Pinggiran mahkota bunga berwarna merah.
Bunga ini memiliki daun-daun pelindung yang berujung lancip. Temu giring
tumbuh liar di pekarangan dan ladang pada tanah yang lembab dan dengan
ketinggian 900 m di atas permukaan laut di tempat yang terlindung (Agoes,
2010).
Rimpang temu giring tumbuh menyebar di sebelah kiri dan kanan batang
secara memanjang sehingga terlihat kurus atau membengkok ke bawah.
Bahagian luar berwarna kuning pucat, bagian tengah berwarna kekuningan dan
sekelilingnya berwarna kuning terang. Secara kesuluruhan, rimpang temu
giring umumnya tumbuh mengarah ke bawah dengan percabangan berbentuk
persegi. Rimpang bagian samping umumnya memiliki rasa lebih pahit (Agoes,

2010).

5
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Sistematika tumbuhan
Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2001),
sistematika tumbuhan temu giring adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae


Bangsa

: Zingiberales

Suku

: Zingiberaceae

Marga

: Curcuma

Jenis

: Curcuma heyneana Val & Zijp.

2.1.3 Penggunaan dalam pengobatan tradisional
Secara tradisional rimpang temu giring mempunyai beberapa khasiat
antara lain sebagai obat luka, obat cacing, obat sakit perut, obat pelangsing,
memperbaiki warna kulit, obat untuk mengatasi perasaan tidak tenang atau

cemas, jantung berdebar-debar, haid tidak teratur, obat rematik, menambah
nafsu makan, meningkatkan stamina, menghaluskan kulit, obat jerawat, obat
cacar air dan obat batuk (Wijayakusuma, 1997).

2.2 Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah zat berbau keras yang terkandung dalam tanaman.
Minyak ini disebut juga minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal
oil), atau minyak esensial (essential oil). Dalam keadaan segar dan murni,

6
Universitas Sumatera Utara

minyak atsiri umumnya tidak berwarna, namun pada penyimpana lama
warnanya bisa berubah lebih gelap karena oksidasi oleh udara. Pencegahannya
minyak atsiri harus terlindung dari pengaruh cahaya, disimpan dalam wadah
tertutup rapat dan di tempat yang kering dan gelap (Gunawan dan Mulyani,
2004).
2.2.1 Keberadaan minyak atsiri pada tumbuhan
Dalam tumbuhan, minyak atsiri terdapat dalam berbagai jaringan,
seperti di dalam rambut kelenjar (suku Labiatae), di dalam saluran minyak

(suku Umbelliferae), didalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (suku
Myrtaceae, Pinaceae dan Rutaceae), serta di dalam semua jaringan (pada suku
Coniferae). Minyak atsiri pada tumbuhan berperan sebagai pengusir serangga
dan hewan pemakan daun. Sebaliknya minyak atsiri dapat berfungsi sebagai
penarik serangga membantu proses penyerbukan dan sebagai cadangan
makanan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
2.2.2 Komposisi minyak atsiri
Pada umumnya perbedaan komposisi minyak atsiri disebabkan
perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, umur panen, metode
ekstraksi yang digunakan dan penyimpanan (Ketaren, 1985)
Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan
kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O),
serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan
belerang (S). Pada umumnya komponen kimia minyak atsiri dibagi menjadi
dua golongan yaitu:

7
Universitas Sumatera Utara

a. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur karbon
(C) dan hidrogen (H). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri
sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren dan seskiterpen (3 unit
isopren).
b. Golongan Hidrokarbon Teroksigenasi
Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur
karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Persenyawaan yang termasuk ke
dalam golongan ini adalah alkohol, aldehid, keton, oksida, ester, eter, dan
fenol. Golongan hidrokarbon teroksigenasi merupakan komponen penting
dalam minyak atsiri karena mempunyai aroma yang lebih kuat (Ketaren, 1985).
2.2.3 Sifat fisikokimia minyak atsiri
Analisis sifat fisikokimia dilakukan untuk mendeteksi pemalsuan,
mengevaluasi mutu dan kemurnian minyak atsiri serta mengidentifikasi jenis
minyak atsiri.
2.2.3.1 Sifat fisika minyak atsiri
Masing-masing minyak atsiri mempunyai konstituen kimia yang berbeda,
tetapi dari segi fisikanya banyak yang sama. Minyak atsiri yang baru
diekstraksi (masih segar) umumnya tidak berwarna atau bewarna kekuningkuningan. Sifat fisika minyak atsiri yaitu bau yang karakteristik, mempunyai
indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif dan mempunyai sudut putar optik
(optical rotation) yang spesifik.


8
Universitas Sumatera Utara

Parameter yang dapat digunakan untuk tetapan fisika kimia minyak atsiri
antara lain:
a. Bobot Jenis
Bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25°C
terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Penentuan bobot jenis
menggunakan alat piknometer. Bobot jenis merupakan salah satu kriteria
penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri (Ketaren, 1985).
b. Indeks Bias
Indeks bias adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara dan
kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Jika cahaya melewati media kurang padat
ke media lebih padat, maka sinar akan membelok atau membias dari garis
normal. Penentuan indeks bias menggunakan alat refraktometer (Ketaren,
1985).
2.2.3.2 Sifat kimia minyak atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan
minyak yang mengakibatkan perubahan sifat kimia minyak adalah proses

oksidasi, hidrolisis, polimerisasi (resinifikasi).
a. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan ikatan
rangkap dalam terpen. Peroksida yang bersifat labil akan berisomerisasi dengan
adanya air, sehingga membentuk senyawa aldehid, asam organik dan keton
yang menyebabkan perubahan bau minyak (Ketaren, 1985).

9
Universitas Sumatera Utara

b. Hidrolisis
Proses hidrolisis terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester.
Proses hidrolisis ester merupakan proses peruraian gugus OR dalam molekul
ester sehingga terbentuk asam bebas dan alkohol. Ester akan terhidrolisis
secara sempurna dengan adanya air dan asam sebagai katalisator (Ketaren,
1985).
c. Resinifikasi
Beberapa fraksi dalam minyak atsiri dapat membentuk resin, yang
merupakan senyawa polimer. Resin ini dapat terbentuk selama proses
pengolahan (ekstraksi) minyak yang mempergunakan tekanan dan suhu tinggi

serta selama penyimpanan (Ketaren, 1985).

2.3 Cara Isolasi Minyak Atsiri
2.3.3 Metode penyulingan (Distillation)
Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah sebagai berikut: uap
menembus jaringan tanaman tanaman dan menguapkan semua senyawa yang
mudah menguap.
a. Penyulingan air (water distillation)
Dengan metode ini bahan yang akan disuling berhubungan langsung
dengan air mendidih. Minyak atsiri akan dibawa oleh uap air dan kemudian
didinginkan dengan mengalirkannya melalui pendingin. Metode ini sesuai
untuk bahan tanaman yang tahan pada pemanasan (Sastrohamidjojo, 2004).

10
Universitas Sumatera Utara

b. Penyulingan uap dan air (steam and water distillation)
Bahan tanaman yang akan diproses dengan metode ini ditempatkan
dalam suatu tempat yang bagian bawah dan tengah berlobang dan terpisah
dengan air sehingga bahan tidak langsung berhubungan dengan air, bahan

hanya dialiri oleh uap (Sastrohamidjojo, 2004).
c. Penyulingan uap (steam distillation)
Uap yang digunakan lazim mempunyai tekanan yang lebih besar
daripada tekanan atmosfer dan dihasilkan dari hasil penguapan air yang berasal
dari sumber uap selanjutnya di alirkan melalui pendingin (Sastrohamidjojo,
2004).
2.3.4 Metode pengepresan atau pemerasan
Metode ini dilakukan terutama untuk minyak-minyak atsiri yang stabil
dan tidak tahan pemanasan, juga terhadap minyak atsiri yang bau dan
warnanya berubah akibat pengaruh penyari. Metode ini juga hanya cocok
untuk minyak atsiri yang rendemennya relatif besar (Gunawan dan Mulyani,
2004).
2.3.5 Metode penyarian
Metode penyarian digunakan untuk minyak atsiri yang tidak tahan
pemanasan. Metode ini dipilih karena kadar minyaknya di dalam tanaman
sangat rendah/kecil sehingga bila dipisahkan dengan metode lain minyaknya
akan hilang selama proses pemisahan. Pengambilan minyak atsiri dengan cara
ini diyakini sangat efektif karena sifat minyak atsiri yang larut sempurna di
dalam pelarut organik nonpolar (Gunawan dan Mulyani, 2004).


11
Universitas Sumatera Utara

2.3.6 Metode enfleurage
Metode ini adalah metode penarikan minyak atsiri yang dilekatkan pada
media lilin. Metode ini digunakan karena diketahui ada beberapa jenis bunga
yang setelah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam
menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/ minggu. Bunga ditaburkan
pada lapisan lilin sampai kerja enzim bunga habis dam menghasilkan lapisan
lilin yang berbau harum selanjutnya dikerok dan diekstraksi menggunakan
etanol (Gunawan, 2004).

2.4 Kromatografi Gas
Kromatografi gas merupakan metode untuk pemisahan dan identifikasi
senyawa-senyawa yang mudah menguap serta untuk melakukan analisis
kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen campuran
kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan polaritas komponen
komponen sampel. Fase gerak akan membawa campuran sampel menuju

kolom fase diam. Campuran dalam fase gerak akan berinteraksi dengan fase
diam. Setiap komponen yang terdapat dalam campuran berinteraksi dengan
kecepatan dan intensitas yang berbeda di mana interaksi komponen sampel
dengan fase diam dengan waktu yang paling singkat akan keluar pertama dari
kolom dan yang paling lama akan keluar paling akhir (Eaton, 1989).

12
Universitas Sumatera Utara

Waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan di kolom
disebut waktu tambat (waktu retensi, retention time, Rt) yang diukur mulai saat
penyuntikan sampel sampai saat elusi terjadi (dihasilkan puncak atau peak)
(Gritter, et al.,1991).
2.4.1 Gas pembawa
Gas pembawa harus memenuhi persyaratan antara lain harus inert, murni
dan mudah diperoleh. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang
dipakai. Semua gas ini harus inert, dapat dibeli dalam keadaan murni dan
kering yang dapat dikemas dalam tangki bertekanan tinggi. Gas pembawa yang
sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2) dan
karbondioksida (CO2) (Agusta, 2000).
2.4.2 Sistem injeksi
Cuplikan dimasukkan ke dalam ruang suntik melalui gerbang suntik
(injection port), biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum dan
pemisah karet (rubber septum). Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri,
terpisah dari kolom dan biasanya pada suhu 10-15°C lebih tinggi dari suhu
kolom. Jadi seluruh cuplikan diuapkan segera setelah disuntikkan dan dibawa
ke kolom (Gritter, et al.,1991).
2.4.3 Kolom
Kolom

merupakan

tempat

terjadinya

proses

pemisahan

karena

didalamnya terdapat fase diam. Kolom juga merupakan komponen sentral pada
kromatografi gas (packing column) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kolom dapat di bagi menjadi 2 tipe, yaitu:

13
Universitas Sumatera Utara

a. Kolom kemas (packed column)
b. Kolom kapiler (capillary column)
Kolom kemas adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca, atau plastik
yang berisi penyangga padat yang inert. Fase diam, baik berwujud padat
maupun cair diserap atau terikat secara kimia pada permukaan penyangga
tersebut. Kolom kemas (packed column) mempunyai diameter 0,5 cm dan
panjang sampai 5-10 m (Agusta, 2000).
Kolom kapiler kini lebih banyak digunakan untuk menganalisis
komponen minyak atsiri. Hal ini disebabkan oleh kelebihan kolom tersebut
yang memberikan hasil analisis dengan daya pisah yang lebih tinggi sekaligus
memiliki sensitivitas yang tinggi. Bahan kolom biasanya dari gelas baja tahan
karat atau silika. Keuntungan kolom kapiler adalah jumlah sampel yang
dibutuhkan sedikit dan pemisahan lebih sempurna. Kolom kapiler biasanya
mempunyai diameter 0,1 mm dan panjang mencapai 30 m (Agusta, 2000).
2.4.4 Detektor
Detektor berfungsi sebagai pendeteksi komponen-komponen yang telah
dipisahkan dari kolom secara terus-menerus, cepat, akurat dan dapat
melakukan pada suhu yang lebih tinggi. Prinsip kerja detektor adalah
mengubah sifat-sifat molekul dari senyawa organik menjadi arus listrik
kemudian arus listrik tersebut diteruskan ke rekorder untuk menghasilkan
kromatogram. Detektor yang umum digunakan:
a. Detektor hantaran panas (Thermal Conductivity Detector (TCD))
b. Detektor ionisasi nyala (Flame Ionization Detector ( FID))

14
Universitas Sumatera Utara

c. Detektor penangkap elektron (Electron Capture Detector (ECD))
d. Detektor fotometrik nyala (Flame Photomertic Detector (FPD))
e. Detektor nyala alkali
f. Detektor spektroskopi massa
Detektor yang peka terhadap senyawa organik yang mengandung fosfor
adalah FID, ECD, dan FPD. Pada penelitian ini, digunakan detektor penangkap
elektron. Detektor ini merupakan modifikasi dari FID yaitu pada bagian tabung
ionisasi. Dasar dari ECD ialah terjadinya absorbsi e- oleh senyawa yang
mempunyai afinitas terhadap e-bebas (senyawa-senyawa elektronegatif).
Detektor ini mengukur kehilangan sinyal ketika analit terelusi dari kolom
kromatografi. Detektor ini peka terhadap senyawa halogen, karbonil
terkojugasi, nitril, nitro dan organo logam, namun tidak peka terhadap
hidrokarbon, keton dan alkohol (McNair, 1988).
2.4.5 Rekorder
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang
diperkuat melalui amplifier dan diubah menjadi bentuk puncak-puncak dalam
kromatogram. Dari kromatogram yang diperoleh dapat dilakukan analisis
kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif dengan cara membandingkan
waktu retensi sampel dengan standar. Analisa kuantitatif dengan menghitung
luas area maupun tinggi dari kromatogram. Sinyal analitik yang dihasilkan
detektor dikuatkan oleh rangkaian elektronik agar bisa diolah oleh rekorder
atau sistem data. Rekorder bekerja dengan cara mengerakkan kertas dengan
kecepatan tertentu. Di atas kertas tersebut dipasangkan pena yang digerakkan

15
Universitas Sumatera Utara

oleh sinyal keluaran detektor sehingga posisinya akan berubah-ubah sesuai
dengan dinamika keluaran penguat sinyal detektor. Hasil rekorder adalah
sebuah kromatogram bentuk puncak-puncak dengan pola yang sesuai dengan
kondisi sampel dan jenis detektor yang digunakan (McNair, 1988).
2.5

Spektrometri Massa (MS)
Spektrometri massa pada umumnya digunakan untuk menentukan

massa molekul, menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum
Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra) dan mengetahui
informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasi.
Keuntungan utama spektrometri massa sebagai metode analisis yaitu
metode ini lebih sensitif dan spesifik untuk identifikasi senyawa yang tidak
diketahui atau untuk menetapkan keberadaan senyawa tertentu. Hal ini
disebabkan adanya pola fragmentasi yang khas sehingga dapat memberikan
informasi mengenai bobot molekul dan rumus molekul. Puncak ion molekul
penting dikenali karena memberikan bobot molekul senyawa yang diperiksa.
Puncak paling kuat pada spektrum, disebut puncak dasar (base peak),
dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan puncak lain, termasuk puncak ion
molekulnya dinyatakan sebagai persentase puncak dasar tersebut (Silverstein,
et al.,1985).

16
Universitas Sumatera Utara