Pembatalan Perjanjian Baku yang Melanggar Undang-Undang Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K Pdt.Sus-Bpsk 2013

ABSTRAK
Perjanjian baku adalah perjanjian yang mengikat para pihak yang
menandatanganinya, setiap kerugian yang timbul dikemudian hari akan tetap ditanggung
oleh para pihak berdasarkan klausula perjanjian tersebut, kecuali jika klausula tersebut
yang dilarang berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Masalah muncul ketika adanya kontrak atau perjanjian
ditetapkan secara sepihak yang lazimnya dilakukan oleh pelaku usaha, disebut dengan
kontrak baku atau kontrak adhesi (standard contract) yang klausulanya mengandung
keadaan yang bersifat membatasi kewajiban pelaku usaha dalam pelaksanaan perjanjian
yang disebut dengan nama klausula eksonerasi. Yang menjadi kajian dalam penelitian ini
adalah putusan Mahkamah Agung Nomor 368K/Pdt.Sus-BPSK/2013 dalam memeriksa
perkara perdata khusus tentang keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen pada tingkat kasasi dalam perkara antara: Penggugat PT. Express Limo
Nusantara sebagi pelaku usaha melawan Dedek Cahyo sebagai konsumen.
Permasalah yang menjadi fokus kajian dalam tesis ini adalah: Bagaimana bentuk
perjanjian baku yang melanggar undang-undang berdasarkan putusan Mahkamah Agung
(Nomor 368 K/Pdt.Sus-BPSK/2013), Bagaimana akibat hukum pembatalan perjanjian
baku yang melanggar undang-undang berdasarkan putusan Mahkamah Agung (Nomor
368 K/Pdt.Sus-BPSK/2013), Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pelaku Usaha
Yang Mengalami Kerugian Atas Pembatalan Perjanjian Baku Yang Melanggar UndangUndang. Penelitian ini menggunakan teori teori kepastian hukum. Penelitian ini bersifat
deskriptif analitis dengan metode pendekatan yuridis normatif.

Hasil penelitian diketahui bahwa: 1) Pasal-pasal di dalam perjanjian kerjasama
pelaku usaha dan konsumen termasuk kepada 8 (delapan) daftar negative Klausula Baku
yang dilarang Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 dan di
dalamnya terdapat klausula eksonerasi yaitu syarat yang secara khusus membebaskan
pengusaha dari tanggung jawab terhadap akibat yang merugikan yang timbul dari
pelaksanaan perjanjian. 2) Surat Perjanjian Kerjasama pelaku usaha dan konsumen
adalah merupakan klausa yang dilarang oleh UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun
1999 yang berakibat batal demi hukum. 3) Perjanjian kerjasama antara pengusaha dan
konsumen merupakan tanggung jawab pada isi dan apa yang ditanda tanganinya, tidak
ada alasan bagi konsumen merasa ditipu oleh pengusaha atas perjanjian kerjasama yang
telah mereka sepakati. Dalam kasus ini telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh
konsumen kepada pelaku usaha yang mengakibatkan kerugian materil. Disarankan perlu
diperjelas lebih spesifik tentang pembuatan klausula baku, agar dalam pembuatannya
tidak melanggar undang-undang. Perlunya putusan yang lebih memberikan keadilan bagi
pihak yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum, agar tercapainya kepastian
hukum dan keadilan dalam memutuskan suatu perkara, sehingga terdapat keseimbangan
dalam putusan tersebut. Hakim seharusnya lebih memberikan putusan yang lebih adil,
dan memberikan sanksi kepada konsumen yang telah melakukan wanprestasi.
Kata Kunci : Perjanjian Baku, Pelaku Usaha, Konsumen.


i

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Standard contract is a binding agreement of the stakeholders who sign it. Any
loss which occurs later will be their responsibility, based on the clause of the
contract, unless the clause is forbidden according to Article 18 of Law No 8/1999 on
Consumer Protection. The problem arises when the contract is signed unilaterally,
usually by business people; it is called standard contract which clause limits business
people to implement the agreement which is called exoneration clause. The analysis
of the research is the Supreme Court’s Ruling No. 368/Pdt.Sus-BPSK/2013 in
examining a special civil case on complaint about the Decision of Consumer Dispute
Settlement Body in the cassation appeal between PT Express Limon Nusantara as
business person and Dedek Cahyo as consumer.
The research problems are as follows: how about standard contract which
violates law based on the Supreme Court’s Ruling No. 368/Pdt.Sus-BPSK/2013, how
about legal consequence of the cancellation of standard contract which violates law
based on the Supreme Court’s Ruling No. 368/Pdt.Sus-BPSK/2013, and how about

legal protection for standard contract which violates law. The research used theory
of legal certainty with judicial normative and descriptive analytic methods.
The result of the research showed that 1) articles in the mutual agreement
between business person and consumer in 8 (eight) negative list of standard contract
which is forbidden by Law on Consumer Protection No. 8/1999 which contains
exoneration clause, a special requirement for exempting business person from
liability for the harmful effect as the result of the contract, 2) Mutual Agreement
certificate between business person and consumer is not allowed by Law on
Consumer Protection No. 8/1999 is cancelled by law, 3) Mutual agreement between
business person and consumer is the responsibility in the contents and signature;
there is no reason for consumer to be felt deceived by the business person on the
cataract which has been signed by both parties. In this case, consumer has breached
the contract (default) toward business person that causes financial loss. It is
recommended that standard clause be specific so that it does not violate law. The
ruling should have the sense of justice for those who should get legal protection so
that legal certainty and justice in handing down a ruling so that there will balance in
the ruling. A judge has to be fair in his ruling and give sanction upon consumers who
have breached a contract.
Keywords: Standard Contract, Business Person, Consumer


ii

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 890K/PDT.SUS/2012 TAHUN 2013 MENGENAI PEMBATALAN MEREK WHITE HORSE DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

Putusan Mahkamah Agung No. 295K/Pdt.Sus/2013 Tentang Pembatalan Paten Sederhana Dihubungkan Dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2001 Tentang Paten.

0 1 1

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 582.K/PDT.SUS/2011 TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN KPPU DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 DAN HUKUM ACARA PERDATA (HIR).

0 0 1

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 K/Pdt.Sus/HKI(M)/2013 TENTANG PEMBATALAN MEREK DAGANG BABY DIOR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

Pembatalan Putusan Pengadilan Niaga Oleh Mahkamah Agung Dalam Hal Terjadi Kesalahan Penerapan Hukum Pembuktian (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor : 45 K/Pdt.Sus/2013).

0 1 14

Pembatalan Perjanjian Baku yang Melanggar Undang-Undang Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K Pdt.Sus-Bpsk 2013

0 0 18

Pembatalan Perjanjian Baku yang Melanggar Undang-Undang Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K Pdt.Sus-Bpsk 2013

1 1 26

Pembatalan Perjanjian Baku yang Melanggar Undang-Undang Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K Pdt.Sus-Bpsk 2013

0 0 47

Pembatalan Perjanjian Baku yang Melanggar Undang-Undang Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 368 K Pdt.Sus-Bpsk 2013

0 0 5