Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita Oleh Kantor Pajak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank sebagai lembaga intermediasi memiliki fungsi sebagai perantara
keuangan. Dalam peranannya tersebut, terdapat hubungan antara bank dan nasabah
didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu
bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banknya, apabila
masyarakat percaya untuk menempatkan uangnya dalam produk-produk perbankan
yang ada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan tersebut bank dapat memobilisasi
dana dari masyarakat untuk ditempatkan di banknya dan menyalurkan kembali dalam
bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa perbankan.1
Selanjutnya sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat berarti bahwa
perbankan dituntut berperan aktif dalam menggali dana masyarakat dalam rangka
pembangunan nasional. Selanjutnya tujuan perbankan Indonesia adalah bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat.2
Pada prinsipnya Bank berkerja berdasarkan asas kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat, dimana dalam tugasnya menghimpun dana dari masyarakat dan
1


Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral sebagai upaya penyelesaian kredit
bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, Hlm. 1
2
Zainal Asikin, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
2015, Hlm.17-18

1

Universitas Sumatera Utara

2

menyalurkannya kembali kepada masyarakat. Masyarakat sebagai nasabah merasa
percaya pada bank bahwa dana masyarakat yang disimpan di bank merasa aman,
uang yang disimpan tidak akan disalahgunakan, tidak hilang dan terhindar dari
kejahatan. Masyarakat juga tidak menemui kesulitan dalam menarik uangnya. 3
Dilain pihak bank sebagai penerima dana simpanan dari masyarakat tersebut
berkewajiban mengelola dengan baik dana simpanan tersebut dan wajib menyediakan
dana tersebut kembali apabila sewaktu-waktu masyarakat ingin menariknya kembali.

Salah satu kegiatan pokok bank dalam menyalurkan dana masyarakat adalah
dalam bentuk pemberian kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana.
Dikarenakan kebutuhan masyarakat yang beraneka ragam sesuai perkembangan
selalu

meningkat,

sedangkan

kemampuan

modal

usahanya

terbatas

maka

diperlukannya tambahan modal usaha dari bank untuk meningkatkan usahanya.

Istilah kredit bukan hal yang asing lagi dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat. Berbagai macam transaksi sudah banyak dijumpai seperti jual-beli
barang dengan cara kreditan. Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan)
tetapi pembayaran barang dilakukan secara angsuran. Selain itu dijumpai banyak
warga masyarakat yang menerima kredit dari koperasi maupun bank untuk
kepentingan

memenuhi

kebutuhan

hidupnya.

Masyarakat

pada

umumnya

3


Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tindakan di Bidang Yuridis, Rineka
Cipta, Jakarta, 2009, Hlm. 64.

Universitas Sumatera Utara

3

mengartikan kredit sama dengan utang karena setelah jangka waktu tertentu mereka
wajib membayar dengan lunas.4
Kredit berasal dari bahasa Latin yaitu Credere (lihat pula credo dan
creditum), yang kesemuanya berarti kepercayaan (dalam bahasa Inggris faith dan
trust). Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur (yang memberi kredit,
lazimnya bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah, penerima
kredit) mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan syaratsyarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan (membayar kembali) kredit
yang bersangkutan.5
Apabila hal tersebut dihubungkan dengan tugas bank, maka terkandung
pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada
nasabah (debitur) karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar
lunas pinjamannya setelah jangka waktu yang ditentukan.6

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara kreditur
(bank) dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dengan kata lain kredit
berarti kepercayaan. Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa
dipercaya sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon

4

Ibid, Hlm. 152
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2001, Hlm. 236
6
Ibid.
5

Universitas Sumatera Utara

4


nasabah debitur harus dicurigai setengah mati. Setelah lulus sensor dari phak
kreditur/bank barulah kepercayaan timbul, dan kreditpun diberikan. 7
Pengertian kredit menurut pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
adalah sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
diantara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga”
Dasar dari perjanjian kredit adalah pinjam meminjam sebagaimana diatur di
dalam KUH Perdata, Pasal 1754 yang disebutkan bahwa pinjam meminjam adalah
persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari
macam dan keadaan yang sama pula.8
Pada prinsipnya bank akan merealisasi kredit kepada debitur setelah terpenuhi
lima faktor analisis 5 C (the five of credit analysis) yang menjadi patokan penilaian
terhadap debitur yaitu watak (character), kemampuan (Capacity), modal (Capital),
penilaian agunan (Collateral), dan prospek usaha (Condition of Economy). Prinsip 5
C ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan

7

Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta,
2004. Hlm.165.
8
Ibid, Hlm.184

Universitas Sumatera Utara

5

kemampuan membayar (ability to pay) dari nasabah untuk melunasi kembali
pinjaman beserta bunganya.9
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan :
“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,
Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah
Debitur untuk melunasi Utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan”.

Berdasarkan penjelasan ketentuan diatas, kredit atau pembiayaan berdasarkan
prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam
pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan
atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya
sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan
prospek usaha dari nasabah debitur.
Agunan kredit (Collateral) menjadi salah satu unsur terpenting dalam
pemberian kredit karena berfungsi memberikan hak dan kekuasaan kepada bank
sebagai kreditur untuk mendapat pelunasan dari hasil penjualan barang agunan
tersebut apabila debitur tidak mampu melunasi hutangnya sesuai waktu yang telah
9

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hlm.71

Universitas Sumatera Utara


6

ditentukan dan dilain pihak juga memberikan kepastian hukum terhadap bank untuk
dapat mengeksekusi agunan kredit apabila debitur wanprestasi.
Setiap kali ada perjanjian jaminan, selalu dipastikan ada perjanjan yang
mendahuluinya, yaitu perjanjian utang piutang atau perjanjian kredit yang disebut
perjanjian pokok. Oleh karena itu, tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada
perjanjian pokoknya. Sebab perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi
selalu didasarkan atas perjanjian yang terjadi sebelumnya. Berlakunya perjanjian
jaminan selalu bergantung dengan perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokoknya
selesai maka perjanjian jaminannya juga ikut selesai. Sifat perjanjian yang demikian
disebut accesoir.10
Dalam perspektif hukum kebendaan, lembaga jaminan merupakan hak
kebendaan, yaitu hak kebendaan yang memberi jaminan dan dengan sendirinya
pengaturannya terdapat di dalam Buku II KUH Perdata. Apabila menilik sistematika
KUH Perdata, terkesan hukum jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja,
berhubung pengaturannya terdapat dalam Buku II KUH Perdata. Padahal disamping
jaminan

kebendaan,


dikenal

juga

jaminan

perseorangan

(Persoonlijke

zekerheidrechten, personal guaranty), yang pengaturannya terdapat didalam Buku III
KUH Perdata.11
Ketentuan yang mengatur mengenai lembaga dan ketentuan hak jaminan
dimulai dari pasal 1131 sampai dengan pasal 1232, dimana mengatur tentang piutang-

10
11

Gatot Supramono, Op.cit., Hlm. 197

Rachmadi Usman, Op. cit., Hlm. 34

Universitas Sumatera Utara

7

piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotek. Tetapi pengaturan tentang hipotek
tidak digunakan lagi karena telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan
Tanah. Sementara untuk pembebanan hipotek atas benda-benda bergerak lainnya
selain hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, seperti
hipotek kapal laut tetap menggunakan lembaga dan ketentuan hipotek yang diatur
didalam KUH Perdata. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996,
maka pengikatan objek jaminan utang berupa tanah sepenuhnya dilakukan melalui
lembaga jaminan Hak Tanggungan.
Pada Pasal 1131 KUH Perdata menegaskan bahwa “Segala kebendaan si
berhutang, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”.
Kemudian di Pasal 1132 KUH Perdata ditegaskan bahwa “Kebendaan tersebut
menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutamakan padanya
pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut keseimbangan yaitu menurut
besar kecil piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang ada
alasan-alasan yang sah dan didahulukan”.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yang
dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah :
“Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

Universitas Sumatera Utara

8

merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lainnya”.
Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah penguasaan hak
atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah
yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan,
melainkan untuk menjual jika debitur cidera janji dan mengambil dari hasilnya
seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.
Objek Hak Tanggungan adalah tanah. Hak Tanggungan juga dapat
dibebankan pada barang-barang yang ada di atas tanah tersebut sifatnya menyatu
dengan tanah. Barang-barang yang dimaksud adalah bangunan, tanaman dan hasil
karya seperti patung, candi, gapura, relief dan sebagaimana yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Begitu pula jika ada bangunan dibawah
permukaan tanah seperti basement, juga dapat dibebani Hak Tanggungan. Apabila
barang-barang tersebut ikut dijadikan objek Hak Tanggungan dengan tanahnya, maka
harus disebutkan dengan tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan bahwa
yang dibebani Hak Tanggungan tanah beserta barang-barang di atas/bawah
permukaan dengan dijelaskan bentuk barangnya.12

12

Gatot Supramono, Op.cit., Hlm. 203

Universitas Sumatera Utara

9

Hak Tanggungan mempunyai 4 (empat) ciri-ciri yaitu13 :
1. Memberikan kedudukan mendahulukan (hak Preference) kepada pemegangnya.
2. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek tersebut
berada.
3. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
dan

memberikan

jaminan

kepastian

hukum

kepada

pihak-pihak

yang

berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Pemegang Hak Tanggungan mempunyai kedudukan yang diutamakan,
sebagaimana ditegaskan pada pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996.
Oleh karena itu pasal ini menunjukkan bahwa pemegang Hak Tanggungan
berkedudukan sebagai kreditur yang preferen, oleh karena itu dengan sendirinya
mempunyai hak preferensi terhadap kreditur-kreditur lainnya (droit de preference).14
Kedudukan sebagai kreditur preferen berarti kreditur yang bersangkutan
didahulukan didalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi benda pemberi
jaminan tertentu yang dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan secara khusus
diperikatkan untuk menjamin tagihan kreditur. Dengan demikian kedudukan sebagai
kreditur preferen baru mempunyai peranannya dalam suatu eksekusi. Itu pun kalau
harta debitur tidak cukup untuk memenuhi semua utangnya.15

13

Fuady Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, Hlm. 66
Andy Hartanto, Hukum Jaminan dan Kepailitan Hak Kreditur Separatis Dalam Pembagian
Hasil Penjualan Benda Jaminan Debitur Pailit, Lkasbang Justitia, Surabaya, 2014, Hlm.35
15
Rachmadi Usman, Op.cit., Hlm. 336
14

Universitas Sumatera Utara

10

Undang-Undang Hak Tanggungan telah memberikan perlindungan hukum
bagi pemegang Hak Tanggungan dalam eksekusi barang jaminan. Sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 5 ayat 2 dan 3, atas dasar pasal ini peringkat masing-masing
Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada kantor pertanahan.
Hal ini berkaitan dengan hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan
sendiri melalui pelelangan umum, jika debitur cidera janji.
Kemudian pada Pasal 7 ditegaskan bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti
obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu berada (droit de suite). Oleh karena itu
walaupun obyek Hak Tanggungan telah berpindah tangan dan menjadi milik orang
lain, kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan tetap mempunyai hak untuk
melakukan eksekusi lelang.
Pada Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b yaitu : Apabila debitur cidera janji, maka
berdasarkan :
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak tanggungan
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang hak
tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya
Dari uraian tersebut diatas, sangat jelas bahwa Undang-Undang Hak
Tanggungan telah memberikan dasar pengaturan hukum terhadap perlindungan
kepada kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan, tetapi menjadi permasalahan
apabila berkaitan dengan utang pajak debitur. Karena bisa saja debitur selain
memiliki utang kepada kreditur yaitu bank, debitur juga memiliki utang pajak kepada

Universitas Sumatera Utara

11

negara. Dalam hal ini akan timbul hak mendahului negara yaitu apabila wajib pajak
pada saat yang sama disamping mempunyai utang-utang pribadi (perdata), juga
mempunyai utang terhadap negara (fiskus), apabila harta kekayaan wajib pajak tidak
mencukupi untuk melunasi semua utang-utangnya, maka negara mempunyai hak
untuk mendahului atas segala tagihan pajak tersebut.
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Kota sebagai salah satu
Instansi Vertikal dari Kanwil Direktorat Jendral Pajak Sumatera Utara I diberikan
target penerimaan negara tahun 2015 sebesar Rp. 1.532.753.500.00. Seksi penagihan
beserta jurusita pajak bekerjasama dalam pelaksanaan seluruh kegiatan penagihan
atas pajak terutang wajib pajak. Utang pajak muncul akibat adanya pajak yang masih
harus dibayarkan oleh wajib pajak termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda
atau kenaikan yang muncul dalam surat ketetapan pajak termasuk sanksi administrasi
berupa bunga, denda atau kenaikan yang muncul dalam surat ketetapan pajak atau
surat tagihan pajak berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan.16
Utang pajak menurut hukum pajak terdiri dari dua pendapat yang berbeda
yaitu :
1. Pendapat

pertama

menyatakan

bahwa

utang

pajak

timbul

pada

saat

diundangkannya Undang-Undang pajak yang berarti bahwa begitu suatu UndangUndang pajak diundangkan oleh pemerintah, maka pada saat itulah utang pajak
timbul.

16

Hasil Wawancara dengan Irvan Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli

2016

Universitas Sumatera Utara

12

2. Pendapat kedua menyatakan bahwa utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya
surat ketetapan pajak oleh pemerintah selaku fiskus.17
Utang pajak yang timbul memberikan hak yang diistimewakan (Privelege),
bagi kantor pajak selaku fiskus terhadap segala kekayaan yang dimiliki oleh debitur
selaku wajib pajak. Pengertian privilege dirumuskan padal Pasal 1134 KUHPerdata
ayat 1 yaitu :
Hak Istimewa ialah suatu hak yang oleh Undang-Undang diberikan kepada
seorang berpiutang, sehingga tingkatannya lebih tinggi daripada orang
berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.
Dari pasal diatas jelaslah, bahwa hak privelege atau hak istimewa itu suatu
hak yang diberikan oleh Undang-Undang, artinya Undang-Undang telah menetapkan
atau menyebutkan piutang-piutang tertentu, yang didasarkan kepada sifatnya dari
piutang-piutang tertentu tersebut sebagai piutang yang diistimewakan atau
didahulukan sehingga memberikan kedudukan yang lebih didahulukan kepada
pemegangnya dalam mengambil pelunasan piutang dibandingkan dengan kreditur
lainnya.18
Negara yang dalam hal ini diwakili KPP Pratama Medan Kota sebagai
pelaksana kewenangan penuh atas utang pajak tersebut. Oleh karena itu KPP Pratama
Medan Kota memiliki hak mendahului atas hutang pajak yang harus dilunasi wajib
pajak. Hal ini diatur dalam Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
17

Wirawan B.Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2001,

Hlm.21
18

Rachmadi Usman, Op.Cit., Hlm.520

Universitas Sumatera Utara

13

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) disebutkan :
Ayat (1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barangbarang milik penanggung pajak;
Ayat (2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputi pokok pajak, bunga, denda administrasi, kenaikan dan biaya
penagihan;
Ayat (3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu
lainnya, kecuali terhadap :
a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk
melelang suatu barang bergerak maupun tidak bergerak
b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamtkan suatu barang
c. Biaya perkara, yang semata-mata disebakan pelelangan dan penyelesaian
suatu warisan
Dari penjelasan pasal diatas menyebutkan bahwa negara mempunyai
kedudukan yang diistimewakan atas barang-barang milik wajib pajak yang akan
dilelang dimuka umum, Dengan demikian negara dalam hal ini KPP Pratama Medan
Kota mendapat pembagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang
milik penanggung pajak. Setelah utang pajak terlunasi, barulah diselesaikan
pembayaran kepada kreditur lainnya.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota agar utang pajak
tersebut dilunasi adalah dengan melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak.
Penagihan pajak menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah serangkaian tindakan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur
atau

mengingatkan,

melaksanakan

penagihan

seketika

dan

sekaligus,

Universitas Sumatera Utara

14

memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.19
Penagihan pajak dengan melakukan penyitaan atas barang jaminan yang
dibebani Hak Tanggungan menjadikan terjadinya konflik kepentingan antar negara
sebagai pihak yang menyita obyek tersebut sebagai pelunasan utang pajak wajib
pajak atau penangung pajak dan dilain pihak bank sebagai pemegang Hak
Tanggungan juga memiliki kedudukan yang diutamakan dalam eksekusi barang
jaminan untuk pelunasan utang kredit apabila debiturnya cidera janji. Seperti yang
terjadi pada KPP Pratama Medan Kota, dimana CV. XX sebagai wajib pajak dan juga
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bergerak di bidang jual-beli
berkedudukan di Medan. CV. XX juga merupakan nasabah kredit pada Bank YY.
Dalam setiap transaksi jual beli yang dilakukan oleh CV. XX seharusnya disetorkan
juga Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas jual beli tersebut tetapi sejak tahun 2008 s/d
2011, CV. XX tidak pernah menyetorkan PPN yang dibayarkan kepadanya kepada
Negara. Sehingga CV. XX terutang pajak PPN kepada KPP Pratama Medan Kota.
Oleh karena itu dilakukan kegiatan penagihan aktif oleh jurusita KPP Pratama Medan
Kota. Penagihan aktif tersebut dengan melakukan penyitaan terhadap rumah dan
bangunan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor xxx/HS II. Dimana tanah dan
bangunan tersebut kepemilikan Sertifikatnya atas nama salah satu pengurus CV. XX
tersebut. Pada saat dilakukan penyitaan oleh KPP Pratama Medan Kota CV. XX

19

Erly Suandy, Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2008, Hlm. 173

Universitas Sumatera Utara

15

tidak dapat menyerahkan sertifikat asli dari tanah dan bangunan tersebut dikarenakan
sertifikat aslinya telah dijadikan jaminan kredit di Bank YY.20
Pada prinsipnya pembebanan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit pada
lembaga keuangan baik Bank ataupun Non Bank bertujuan untuk melindungi hak
sebagai kreditur dalam rangka pelunasan piutangnya, apabila debitur cidera janji.
Akan tetapi dikarenakan aturan Pasal 21 Undang-Undang Pajak, menyebabkan
kreditur akan sulit mendapat pelunasan terhadap piutangnya apabila debitur yang
bersangkutan mempunyai utang pajak yang tidak dilunasinya. Oleh karena itu
ketidakmampuan debitur untuk melunasi kreditnya, akan menimbulkan kredit macet
yang merugikan bank sebagai kreditur.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul tesis “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan
Terhadap Barang Jaminan Yang Disita Oleh Kantor Pajak”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hukum barang jaminan yang telah dipasang Hak
Tanggungan yang disita oleh kantor pajak?

20

Hasil Wawancara dengan Irvan, Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli

2016

Universitas Sumatera Utara

16

2. Bagaimana ketentuan penyitaan yang dilakukan oleh kantor pajak atas barang
jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan?
3. Bagaimana

perlindungan

hukum

terhadap

kreditur

pemegang

Hak

Tanggungan terhadap barang jaminan yang disita oleh kantor pajak?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kedudukan hukum barang jaminan yang telah dipasang Hak
Tanggungan yang disita oleh kantor pajak.
2. Untuk mengetahui ketentuan penyitaan yang dilakukan oleh kantor pajak atas
barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak
Tanggungan yang barang jaminannya disita oleh kantor pajak

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna baik
secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Secara Teoritis diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan
bahan masukan dan kontribusi pemikiran dalam bidang ilmu pengetahuan hukum
pada umumnya dan khususnya yang menyangkut perlindungan hukum terhadap

Universitas Sumatera Utara

17

kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap barang jaminan yang disita oleh
kantor pajak.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan
kepada masyarakat pada umumnya dan juga pihak kreditur yaitu bank dalam
kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang Hak
Tanggungan.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti terhadap
hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera
Utara, maka diketahui bahwa belum pernah ada penelitian yang berjudul
“Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang
Disita oleh Kantor Pajak“.
Adapun judul penelitian yang ada kaitannya dengan kedudukan obyek
jaminan Hak Tanggungan adalah sebagai berikut :
1. Rinto (NIM 067011068) mahasiswa Program Magister Kenotariatan Universitas
Sumatera Utara, dengan judul tesis “Tinjauan Hukum Terhadap Sita Jaminan
Yang Diletakkan Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan”. Adapun
permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah :
a. Bagaimana permohonan sita Jaminan atas sebidang tanah yang telah dibebani
Hak Tanggungan oleh pihak ketiga?

Universitas Sumatera Utara

18

b. Bagaiman sikap hakim dalam memberikan putusan terhadap permohonan sita
jaminan atas tanah yang sudah dibebani Hak Tanggungan?
c. Bagaimana dampak dan upaya hukum terhadap penetapan sita jaminan atas
tanah yang sudah dibebani Hak Tanggungan?
2. Mirza Prima Kusumaningayu (NIM. 127011166), mahasiswa Program Magister
Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul tesis Perlindungan
Hukum Kreditur Pemegang Hak Fidusia Terhadap Objek Jaminan Fidusia Yang
Disita Pengadilan Tindak Pencucian Uang (Studi Putusan MA No. 1607/K/PID.
SUS/2012). Adapun permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut adalah:
a. Bagaimana kriteria penilaian kreditur terhadap debitur yang dipandang layak
dalam suatu perjanjian kredit mobil yang diikat dengan jaminan fidusia?
b. Bagaimana status hukum objek jaminan fidusia yang dirampas/dsita oleh
negara melalui suatu putusan pengadilan berkaitan dengan kasus tidak pidana
pencucian uang dalam hal debitur tidak mampu membayar hutangnya?
c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur penerima jaminan fidusia
terhadap obyek jaminan fidusia yang disita oleh negara melalui putusan
pengadilan berkaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang?
Dari judul penelitian tersebut tidak ada kesamaan dengan penelitian yang
penulis lakukan. Dengan demikian judul ini belum ada yang membahasnya sehingga
penelitian ini dijamin keasliannya dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Universitas Sumatera Utara

19

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada
metodologi, aktivitas penelitian, dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh
teori. Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan
arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan hal yang diamati, karena
penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan
secara khas ilmu hukum.21
Menurut Soerjono Soekanto, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran
atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan
yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.22
Oleh sebab itu kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai
kegunaan sebagai berikut:23
1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan
fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,
membina, struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisidefinisi.
3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti.
21
Ibnu Husni, 2005, ”Penelitian dalam Ilmu Hukum”, http://www.kamus hukum
online.co.id/635 words. htm, diakses pada tanggal 20 Februari 2016.
22
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Penerbit Rhineka Cipta, Jakarta, 1996,
Hlm. 19
23
Ibid, Hlm. 121.

Universitas Sumatera Utara

20

4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, adapun teori yang
akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah:
1. Teori Kepastian Hukum
Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama
adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa
yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi
individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum
bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya
konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus
yang serupa yang telah diputuskan.24
Arti penting kepastian hukum menurut Soedikno Mertokusumo bahwa
masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya
kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan
kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat, tanpa kepastian
hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul
keresahan. Tetapi jika terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum dan ketat
menaati peraturan hukum, maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa
tidak adil. Adapun yang terjadi peraturannya tetap demikian, sehingga harus
ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila

24

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta,
2008, Hlm. 158.

Universitas Sumatera Utara

21

dilaksanakan secara ketat, lex dure, sed tamen scripta (Undang-Undang itu
kejam, tapi memang demikianlah bunyinya).25
Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum,
terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan
kehilangan makna karena tidak dapat lagi digunakan sebagai pedoman perilaku
bagi setiap orang. Kepastian sendiri disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum.
Apabila dilihat secara historis, perbincangan mengenai kepastian hukum
merupakan perbincangan yang telah muncul semenjak adanya gagasan
pemisahan kekuasaan dari Montesquieu.26
Menurut Sudikno Mertokusumo, kepastian hukum adalah jaminan bahwa
hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat memperoleh
haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat
kaitannya dengan keadilan, namun hukum tidak identik dengan keadilan. Hukum
bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan, sedangkan
keadilan bersifat subyektif, individualistis, dan tidak menyamaratakan. 27
Lon Fuller dalam bukunya the Morality of Law mengajukan 8 (delapan)
asas yang harus dipenuhi oleh hukum, yang apabila tidak terpenuhi, maka hukum
akan gagal untuk disebut sebagai hukum, atau dengan kata lain harus terdapat
kepastian hukum. Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :
25
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988,
Hlm. 136.
26
Wordpress.com,“ Memahami Kepastian Dalam Hukum” ,http;/ ngobrolin hukum
wordpress.com/ 2013/ 02/ 05 memahami kepastian dalam hukum/, Diakses tanggal 20 Februari 2016.
27
Sudikno Mertokusumo, Op.cit., Hlm. 160

Universitas Sumatera Utara

22

1. Suatu sistem hukum yang terdiri dari peraturan-peraturan, tidak
berdasarkan putusan-putusan sesat untuk hal-hal tertentu;
2. Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;
3. Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;
4. Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;
5. Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;
6. Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa
dilakukan;
7. Tidak boleh sering diubah-ubah;
8. Harus ada kesesuaian antara peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.28
Pendapat Lon Fuller di atas dapat dikatakan bahwa harus ada kepastian
antara peraturan dan pelaksanaannya, dengan demikian sudah memasuki ranah
aksi, perilaku, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bagaimana hukum positif
dijalankan.29
Teori kepastian hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan
berdasarkan Undang-Undang Hak Tanggungan kedudukan pemegang Hak
Tanggungan adalah sebagai kreditur preference, yang mempunyai hak
didahulukan dari kreditur lain untuk memperoleh pelunasan kredit dari hasil
penjualan objek jaminan kredit apabila debitur wanprestasi.Tetapi dalam hal ini
pemegang Hak Tanggungan tidak dapat mengesekusi karena barang jaminan
disita oleh Kantor Pajak.
2. Teori Perlindungan Hukum.
Perlindungan hukum merupakan satu hal yang terpenting dari unsur yang
harus ada dalam suatu negara. Setiap pembentukan suatu negara pasti di

28

Tesis Hukum.com, Asas Kepastian Hukum, http:// tesis hukum.com/ Pengertian asas
kepastian hukum menurut para ahli/, diakses Tanggal 20 Februari 2016
29
Ibid

Universitas Sumatera Utara

23

dalamnya ada hukum untuk mengatur warga negaranya. Dalam suatu negara,
pasti terjadi hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan inilah
yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan hukum akan menjadi hak bagi
warga negara. Disisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara
untuk melindungi bagi warga negaranya.
Perlindungan hukum menurut Soetjipto Rahardjo adalah adanya upaya
melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan
kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya
dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari
hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh
karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan
dalam bentuk adanya kepastian hukum.30
Soetiono berpendapat, perlindungan hukum merupakan tindakan atau
upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban
dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya
sebagai manusia31
Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa: Perlindungan hukum
merupakan perlindungan harkat dan martabat dan pengakuan terhadap hak asasi

30

Soetjipto Rahardjo, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alumni Bandung, Bandung, 1983,

Hlm. 121
31

Pratama Ray, ”Teori Perlindungan Hukum”, http:// Ray pratama. Blogspot.co.id/ 2015/ 04/
teori perlindungan hukum .html, Diakses tanggal 15 Maret 2016

Universitas Sumatera Utara

24

manusia yang dimiliki oleh subyek hukum dalam Negara hukum dengan
berdasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku di Negara tersebut guna
mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. Perlindungan hukum itu pada
umumnya berbentuk suatu peraturan tertulis, sehingga sifatnya lebih mengikat
dan akan mengakibatkan adanya sanksi yang harus dijatuhkan kepada pihak yang
melanggarnya.32
Menurut Philipus M. Hadjon, dibedakan dua macam perlindungan
hukum, yaitu:33
1. Perlindungan hukum yang preventif yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya permasalahan atau sengketa.
2. Perlindungan hukum yang represif yang bertujuan untuk menyelesaikan
permasalahan atau sengketa yang timbul.
Teori Perlindungan Hukum digunakan dalam penelitian ini dengan alasan
dalam Undang-Undang Hak Tanggungan telah diatur secara jelas mengenai hakhak pemegang Hak Tanggungan sebagai bentuk perlindungan hukumnya, akan
tetapi perlindungan hukum yang diberikan kepada pemegang Hak Tanggungan
menjadi lemah apabila berkaitan dengan utang pajak.
2. Kerangka Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antar abstrak dan
32

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,
1987, Hlm. 205
33
Ibid

Universitas Sumatera Utara

25

kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.34
Dalam kerangka konsepsional diangkapkan beberapa konsepsi atau
pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum,35 guna
menghindari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga
diergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini.
Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus
didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil
dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu :
1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.36
2. Debitur adalah pihak yang berhutang ke pihak lain, biasanya dengan
menerima sesuatu dari kreditur yang dijanjikan debitur untuk dibayar kembali
pada masa yang akan datang.37
3. Kreditur adalah pihak (perorangan, organisasi, perusahaan atau pemerintah)
yang memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau
layanan jasa yang diberikannya (biasanya dalam bentuk kontrak atau
34

Samadi Surabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, Hlm.3.
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Rhineka Cipta, jakarta, 1996, Hlm. 19.
36
Zainal Asikin, Op. Cit., Hlm. 28.
37
Wikipedia Indonesia, “Debitur”, http://id.wikipedia.org/wiki/debitur, diakses tanggal 20
Februari 2016.
35

Universitas Sumatera Utara

26

perjanjian) dimana diperjanjikan bahwa pihak kedua tersebut akan
mengembalikan properti yang nilainya sama atau jasa.38
4. Jaminan Bank adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk
melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.
5. Barang jaminan adalah harta kekayaan milik debitur, penjamin utang dan atau
pihak ketiga yang diikat sebagai jaminan untuk penyelesaian utang. 39
6. Perlindungan Hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan seseorang
dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak
dalam kepentingannya tersebut. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah
satu sifat dan sekaligus merupakan tujuan dari hukum adalah memberikan
perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Oleh karena itu perlindungan
hukum terhadap masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk adanya
kepastian hukum.40
7. Kreditur preference adalah Kreditur yang mempunyai hak mendahului karena
sifat piutangnya oleh undang-undang diberikan kedudukan istimewa.41
8. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
38

Wikipedia Indonesia, “kreditur”, http:/id.wikipedia.org/wiki/kreditur, diakses tanggal 20
februari 2016.
39
Wikipedia Indonesia, “barang jaminan” http:/id.wikipedia.org/wiki/jaminan diakses tanggal
23 September 2016.
40
Soetjipto Rahardjo, Op.Cit., Hlm. 121.
41
Hukum
Online
“Kreditur
Preference”,
www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatis-dengan-krediturkonkuren, diakses tanggal 23September 2016.

Universitas Sumatera Utara

27

lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.42
9. Sita atau penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak
untuk menguasai barang penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk
melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.43
10. Wajib Pajak adalah orang pribadi ataupun badan yang berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan untuk menjalankan kewajiban perpajakan
termasuk didalamnya pemunutan pajak atau pemotong pajak tertentu.
11. Kantor pajak adalah unit kerja dari direktorat Jenderal pajak yang
melaksanakan pelayanan kepada masyarakat baik yang telah terdaftar sebagai
wajib pajak maupun tidak.44

G. Metode Penelitian
Untuk keberhasilan suatu penelitian yang baik dalam memberikan gambaran
dan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian
sangat ditentukan oleh metode penelitian yang digunakan. Dapat dikutip pendapat
Soerjono Soekanto mengenai penelitian hukum, sebagai berikut :

42

Gatot Supramono,Op. Cit., Hlm. 201.
Wirawan B.Ilyas dan Drichar Burton, Op.Cit., Hlm. 41.
44
Kantor Pajak, http:/earste/wordpress.com/2011/12/31/kantor-pajak/, diakses tanggal 20
februari 2016
43

Universitas Sumatera Utara

28

Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yag
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya,
Selain itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap faktor hukum
tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang ditimbulkan dari gejala yang bersangkutan.45
1. Spesifikasi Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
yuridis normatif yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa
hukum yang tertulis dari bahan perpustakaan atau data sekunder belaka yang lebih
dikenal dengan nama bahan sekunder dan bahan acuan dalam bidang hukum atau
bahan rujukan bidang hukum46
Sesuai dengan jenis penelitiannya yakni penelitian yuridis normatif, maka
digunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Aproach) yaitu pendekatan
undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan peraturan
yang berkaitan dengan tesis ini.
2. Sumber Data
Data pokok dalam penelitian ini adalah data sekunder47yang meliputi:

45

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, 2009, Hlm. 18.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1985, Hlm. 33
47
Penelitian Normatif data sekunder sebagai sumber/bahan informasi dapat merupakan bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum
Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, Hlm. 14
46

Universitas Sumatera Utara

29

a. Bahan hukum primer, yang terdiri dari :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan
3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
4) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum
Perpajakan
5) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar
hukum serta bahan dokumen-dokumen lainnya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelesan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar
sepanjang memuat informasi yang relevan dengan materi penelitian ini.48
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka
penulis menggunakan 2 (dua) metode pengumpulan data, yakni :
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Sehubungan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka
pengumpulan data akan dilakukan melalui penelitian kepustakaan,

yaitu

dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa

48

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., Hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara

30

peraturan erundang-undangan, buku-buku atau literature, jurnal ilmiah,
majalah-majalah artikel.
b. Penelitian lapangan (field research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara melaksanakan wawancara
dengan jurusita KPP Pratama Medan Kota sebagai informan.
4. Analisis Data
Berdasarkan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini,
maka alat pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapatpendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok
permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundangundangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain.
b. Pedoman Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap informan dengan menggunakan pedoman
wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya, wawancara ini dilakukan
dengan dengan cara terarah dan sistematis maupun wawancara bebas dan
mendalam yang ditujukan kepada informan sehingga dapat menjadi sumber
data yang akurat untuk menjawab permasalahan di atas. Adapun yang
menjadi informan dalam penelitian ini adalah pegawai jurusita KPP Pratama
Medan Kota yang menangani langsung penyitaan dalam kasus yang akan
diteliti dalam tesis.

Universitas Sumatera Utara