Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Penyakit Bawaan Makanan terhadap Pengetahuan Siswa i Kelas IV, V dan VI Mengenai Penyakit Bawaan Makanan di Sekolah Dasar Negeri 060929 Medan Johor 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP PENYAKIT BAWAAN MAKANAN
2.1.1 Pengertian Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan adalah penyakit yang dihantarkan melalui
pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh
konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi. Sebagai
tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat dasar lain yang mengandung
bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi pun dapat
menyebabkan penyakit.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam
kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak
memperhatikan kebersihan lingkungan, maka makanan dapat merugikan
bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat
berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada
manusia.
Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari
makanan asal hewan yang terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang
terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama prosesing atau
pengolahan dapat berperan sebagai media penularan juga.
Penularan foodborne diseases oleh makanan dapat bersifat infeksi.

Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang
hidup, biasanya berkembang biak pada tempat terjadinya peradangan. Pada

9
Universitas Sumatera Utara

10

kasus foodborne diseases, mikroorganisme masuk bersama makanan yang
kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne
diseases dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian.

Hingga saat ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah
diidentifikasikan. Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang
disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan parasit yang dapat
dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit bawaan makanan adalah
keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat kimia yang
telah mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat
bawaan makanan tidak memiliki suatu gejala khusus, melainkan masingmasing memiliki gejala yang berbeda-beda. Walaupun demikian, mikroba
ataupun racun tersebut kesemuanya memasuki tubuh manusia melalui

saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan seringkali menyebabkan
sebuah gejala disana. Jadi, rasa mual (nausea ), muntah, nyeri kontraksi
perut dan diare dapat dikatakan sebagai gejala umum yang tampak pada
banyak penyakit yang dibawa oleh makanan.
Banyak mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari satu
cara, sehingga kita tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita derita
adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Pembedaan khas menjadi
penting guna menemukan rekomendasi tepat guna untuk menghentikan
penyebaran suatu penyakit, sarana kesehatan masyarakat perlu mengetahui
cara penyakit itu menyebar. Bakteri ini juga dapat menyebar antar anakanak di penitipan anak jika higienis pribadi tidak dijaga dengan baik. Tolak

Universitas Sumatera Utara

11

ukur penghentian penyebaran penyakit tersebut bergantung banyak dari
penyebab yang disebutkan tadi, jadi penyebaran bakteri dapat dihentikan
mulai dari membuang makanan dan minuman yang terkontaminasi
(Knechtges, 2005).
2.1.2 Jenis-jenis penyakit bawaan makanan

Hingga saat ini lebih dari 250 jenis penyakit bawaan makanan telah
diidentifikasikan. Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang
disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan parasit yang dapat
dibawa oleh makanan. Jenis penyakit bawaan makanan sering kita jumpai
seperti penyakit yang terdapat dalam sistem pencernaan, seperti cholera ,
helminthic infections (kecacingan), dysenter (disentri), dan tifus

2.1.3 Penyebab Penyakit Bawaan Makanan
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus penyakit bawaan
makanan antara lain: industrialisasi, urbanisasi, perubahan populasi dan
gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran lingkungan dan
kurangnya pengetahuan pada konsumen makanan dan konsumen tentang
pengendalian penggunaan makanan.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan
dengan penyakit bawaan air, yang dimaksud dengan penyakit bawaan
adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan
sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen. Beberapa penyakit
bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh
virus, bakteri, ataupun jamur (Depkes, 2003).


Universitas Sumatera Utara

12

Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba karena beberapa hal antara
lain:
a. mengolah makanan dan minuman dengan tangan kotor,
b. mamasak sambil bermain dengan hewan piaraan,
c. menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan
lainnya,
d. dapur yang kotor,
e. alat masak yang kotor,
f. memakan makanan yang sudah jatuh ke tanah,
g. makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat
menjangkau, makanan yang masih mentah dan yang sudah matang
disimpan secara bersama-sama dalam satu tempat,
h. makanan dicuci dengan air kotor,
i. pengolah makanan yang menderita penyakit menular.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Penyakit Bawaan
Makanan

Terdapat beberapa faktor yang berperan dalam penyebaran penyakit
bawaan makanan, yaitu sebagai berikut:
a. Peranan Mikroba dalam Penyakit Bawaan Makanan
Penyakit bawaan makanan disebabkan akibat konsumsi makanan
atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba
merupakan jasad hidup yang ukurannya kecil sering hal ini karena
ukurannya

yang

kecil,

digolongkan

menjadi

yaitu:

(1)Jasad


Universitas Sumatera Utara

13

prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera ); (2)
Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan
protozoa (Divisio Protista ); dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan
multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio
Animalia.
Berbagai jenis mikroba pathogen dapat mencemari makanan
yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal
pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan
intoksikasi (keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat
menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal
ini diakibatkan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh melalui
makanan yang sudah tercemar mikroba. Intoksikasi merupakan
keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik
itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba tumbuh pada makanan
dan memproduksi toksin, jika makanan tertelan, maka toksin tersebut
yang menyebabkan gejala bukan patogennya (Ames, 1994).

Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola
penyebarannya yaitu:
a) Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan
laut) seperti kerang-kerangan mentah.
b) Virus yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak
langsung dengan orang yang terinfeksi atau melalui konsumsi
makanan dan minuman yang telah terkontaminasi

Universitas Sumatera Utara

14

c) Jamur yaitu melalui makanan yang berasal dari tumbuhan
seperti sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara
maksimal.
b. Peranan Bakteri dalam Penyakit Bawaan Makanan
1. Salmonella
Salmonelosis adalah penyakit pada saluran gastrointestine

yang


mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon.

Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella.
Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak
berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.50,8 μm. Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald Smith
pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari
nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur dari Smith.
Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anerob, pada
suhu 15–41C (suhu pertumbuhan optimum 37oC dan pH
pertumbuhan 6–8). Beberapa spesies dari Salmonella antara lain
adalah Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella
cholerasuis.
a) Sifat Patogenitas Salmonella
Masuknya Salmonela typhi dan Salmnella paratyphi ke
dalam

tubuh

manusia


terjadi

melalui

makanan

yang

terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam
lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

15

berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke
lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan
difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri

dapat hidup dan berkembang biak di makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian
ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya menuju ke
pembuluh darah

(mengakibatkan bakteremia) kemudian

menuju hati dan limpa.
Di organ-organ ini bakteri meninggalkan sel fagosit dan
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk
ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama
cairan empedu diekskresikan ke dalam lumen usus.
Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian
masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri
itu kemudian menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik
sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan
pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.
b) Epidemiologi infeksi oleh Salmonella

Salmonellosis
memakan

bakteri

disebarkan

pada

Salmonella

orang-orang

yang

dengan

mengkontaminasi

Universitas Sumatera Utara

16

(mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan
dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun
perjangkitan-perjangkitan

dari

penyakit

baru-baru

ini

melibatkan telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi
yang digiling dan daging-daging lain yang dimasak dengan
buruk), produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air
yang tercemar. Pencemaran dapat datang dari feses hewan atau
manusia

yang

berhubungan

dengan

makanan

selama

pemrosesannya. Feses dari orang-orang yang terinfeksi akan
mencemari sumber air atau makanan dari orang-orang yang
tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang berpotensi
dari Salmonella adalah hewan seperti kura-kura, anjing,
kucing, kebanyakan hewan ternak, dan manusia yang
terinfeksi.
Pola penyebaran penyakit ini pada tubuh manusia adalah
melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari,
usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia
bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar. Saat
kuman masuk kesaluran pencernaan manusia, sebagian kuman
mati oleh asam lambung dan sebagian kuman masuk ke usus
halus. Dari usus halus kuman beraksi sehingga bisa
”menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus halus,
kuman masuk ke kelenjar getah bening, kepembuluh darah,

Universitas Sumatera Utara

17

dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan
lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung
kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan
atau minuman yang tercemari.
c) Gejala dari infeksi Salmonella
Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam
setelah makan makanan yang tercemar oleh Salmonella. Gejala
awal yaitu timbulnya rasa sakit perut yang mendadak disertai
dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan
lendir atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan muntah
kemudian terjadi demam dengan suhu 38–39o Celcius. Gejalagejala ini disebabkan oleh endotoksin tahan panas yang
dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut biasanya
akan hilang dalam waktu 2–5 hari.
d) Pencegahan Salmonelosis
Kebanyakan

kasus

Salmonelosis

disebabkan

karena

memakan makanan yang tercemar. Oleh karena itu pencegahan
yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut: Memasak
dengan baik makanan yang dibuat dari daging; menyimpan
makanan pada suhu lemari es yang sesuai; melindungi
makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan
hewan lain; penggunaan metode produksi dan pengolahan

Universitas Sumatera Utara

18

makanan yang semestinya, serta kebersihan pribadi yang baik
serta hidup dengan cara-cara yang memenuhi syarat kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus infeksi makanan oleh
Salmonella maka harus segera dilaporkan pada Dinas
Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah
yang sesuai untuk

melindungi masyarakat dari suatu

perjangkitan keracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang
efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.
2. Clostridium
Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan keracunan
makanan oleh bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang
berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian karena selama
bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan
penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu toksin
bakteri paling mematikan yang dapat terbentuk pada makanan
kaleng yang tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi.
Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum.
a) Sifat patogenitas Clostridium
Toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium adalah
racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal
(mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan
0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh
33

milyar

tikus.

Racun

ini

menyerang

urat

syaraf,

Universitas Sumatera Utara

19

menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara
kerja toksin ini adalah dengan menghambat pembebasan
asetilkolin oleh serabut syaraf ketika impuls syaraf lewat di
sepanjang syaraf tepi.
b) Epidemiologi botulisme
Clostridium botulinum tersebar luas di lingkungan darat
dan perairan. Jika sporanya mencemari makanan yang sudah
diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat
berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan
toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi
yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam
usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air
besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan
karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium
botulinum pada bayi.
c) Gejala dari keracunan botulisme
Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48
jam setelah mengkonsumsi makanan yang sudah tercemar.
Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar,
penglihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan
tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada kantung
kemih dan semua otot yang bekerja di daerah tersebut.
Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya

Universitas Sumatera Utara

20

gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja
lagi. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis
lemah, sembelit, nafsu makan buruk, otot lisut. Jika gejala
penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi
kelumpuhan dan gangguan pernafasan.
d) Pencegahan botulisme
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali
mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan
dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru
(khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya
pengalengan,

fermentasi,

pengawetan

dengan

garam,

pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini
mencemari produk pangan dalam kaleng yang beredar asam
rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik
penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan
madu.
Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri
ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit
pada daging

yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah

tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan
memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk
selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin
terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan

Universitas Sumatera Utara

21

pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi
pangan kaleng yang kemasannya telah menggembung.
3. Staphylococcus
Keracunan makanan oleh Staphylococcus, keracunan makanan
yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan
oleh beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada makanan
yang

tercemar.

Salah

satu

contoh

spesiesnya

adalah

Staphylococcus aureus yaitu merupakan bakteri berbentuk bulat
(coccus), yang
berpasangan,

bila diamati
membentuk

di bawah

rantai

pendek,

mikroskop
atau

tampak

membentuk

kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme
ini Gram-positif.
Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat
tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh
manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah
memasuki makanan.
a) Sifat patogenitas Staphylococcus
Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus bersifat tahan
panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit.
Makanan yang telah tercemar

jika dibiarkan dalam suhu

kamar selama delapan sampai sepuluh jam dapat menghasilkan
toksin

dalam

jumlah

yang

memadai

yang

dapat

Universitas Sumatera Utara

22

mengakibatkan

keracunan makanan.Sekalipun makanan ini

kemudian disimpan di dalam lemari es selama berbulan-bulan,
toksinnya tidak akan musnah.
Pemasakan kembali makanan tersebut juga tidak akan
mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai saat ini tidak
ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati
keracunan makanan oleh Staphylococcus.
b) Epidemiologi keracunan makanan oleh Staphylococcus
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus
yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya keracunan
makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur yang
sama antara makanan yang tercemar dengan yang ada pada
tangan orang yang menangani makanan tersebut.
Adapun makanan

yang dapat menunjang pertumbuhan

Staphylococcus antara lain adalah kue dengan saus yang
terbuat dari telur, susu, dan daging olahan. Sayangnya
makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang
cukup banyak biasanya memiliki penampilan, bau, dan rasa
yang normal
c) Gejala keracunan makanan oleh Staphylococcus
Gejala keracunan Staphylococcus akan segera terlihat
setelah mengkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah
enterotoksin yang termakan akan menentukan waktu timbulnya

Universitas Sumatera Utara

23

gejala serta parah atau tidaknya infeksi tersebut. Biasanya
gejala akan timbul sekitar 2 sampai 6 jam setelah makan
makanan tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah
mual,

muntah,

retching

(seperti

muntah

tetapi

tidak

mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas.
d) Pencegahan Keracunan Makanan oleh Staphylococcus
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan,
namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan
dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling
besar adalah kontaminasi silang, yaitu apabila makanan yang
sudah dimasak bersentuhan dengan bahan
peralatan

mentah

atau

yang terkontaminasi (misalnya alas pemotong).

Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar
menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan
racun.
2.1.5 Peranan Virus dalam Penyakit Bawaan Makanan
Virus merupakan parasit mikroorganisme obligate intraseluler yang
hanya dapat berkembang biak di dalam sel. Genom virus terdiri dari asam
nukleat yang di replikasi didalam sel inang. Secara umum virus umumnya
berukuran 15-300 nm yang dapat memfiltrasi bakteri yang melaluinya.
Komposisi virus terdiri atas DNA atau RNA, tidak ada divisi khusus untuk
virus. Tidak mengalami pertumbuhan ekstraseluler pada fase laten dan tidak

Universitas Sumatera Utara

24

terjadi metabolisme enzimatik. Replikasi virus dilakukan didalam ribosom
pada sel inang.
Virus-virus yang sering terlibat dalam foodborne diseases adalah sebagai
berikut:
1. Rotavirus
Rotavirus

adalah

virus

yang

menyebabkan

gastroenteritis.

Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang disebabkan berbagai
macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular dan merupakan
penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare
setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka
kejadiannya mencapai jutaan kasus tiap tahunnya.
Siapapun bisa mendapatkan Gastroenteritis virus dan kebanyakan
orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis virus bisa
serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk
menggantikan apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama
bayi, anak-anak, dan orang tua dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
a) Infeksi oleh Rotavirus
Rotavirus memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus
menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus.

Nama virus rota

didasarkan pada gambaran mikroskop elektron dari pinggir luar
kapsid sebagai pinggiran suatu roda yang mengelilingi jari-jari
yang memancar dari inti yang menyerupai pusat. Partikel-partikel

Universitas Sumatera Utara

25

mempunyai kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar antara
60-75 nm
b) Patogenitas
Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Virusvirus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak
mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam
lumen usus dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian
terdapat dalam tinja. Diare yang disebabkan oleh rotavirus akibat
gangguan penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena sel
yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum matang yang
tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan
fungsi normal.
c) Epidemiologi dan Imunitas
Rotavirus

merupakan

penyebab

tunggal

penyakit

gastroenteritis. Infeksi rotavirus biasanya meningkat selama musim
dingin. Infeksi simtomatik paling sering terjadi pada anak berusia
antara 6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya terjadi melalui rute
oral fekal. Rotavirus muncul secara serentak. Saat usia 3 tahun,
90% anak memiliki serum antibody terhadap satu tipe atau lebih.
Faktor kekebalan local, seperti IgA sekretoris atau interferon,
penting untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus.

Universitas Sumatera Utara

26

d) Gejala
Gejala yang timbul antara lain diare berupa buang air besar
yang berupa air (water ), demam, nyeri perut, dan muntah-muntah,
sehingga terjadi dehidrasi.. Gejala utama Gastroenteritis virus
adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam
serta muntah. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam,
menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya muncul dalam waktu 4
sampai 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung selama 1
sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10 hari.
Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan
cairan

dapat

mematikan

kecuali

kalau

diobati.

Untuk

mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala dehidrasi
yaitu anak rewel, kehausan, minta minum terus, sehingga makin
muntah karena kebanyakan, mata cekung, kulit pada daerah perut
dan dahi tidak kenyal (jika dicubit tidak kembali).
e) Cara Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan gastroenteritis adalah pengobatan suportif, untuk
mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu
dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan
elektrolit baik secara intravena maupun oral. Mengingat penyakit
diare rotavirus sangat mudah menular, maka perlu dilakukan
langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan merawat

Universitas Sumatera Utara

27

terpisah anak yang terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya.
Untuk pencegahan agar tidak mudah terinfeksi rotavirus,
pemberian imunisasi bisa dilakukan.
Apalagi, semua anak pasti pernah mengalami diare. Salah satu
diare yang mengancam adalah karena rotavirus. Perkembangan
terakhir dengan teknologi kedokteran saat ini telah ditemukan
vaksin untuk rotavirus. Vaksin ini dapat diberikan 2-3 kali pada
bayi usia 6-8 minggu.
2. Norovirus
Norovirus merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk
virus. Merupakan virus utama penyebab penyakit perut. Termasuk
salah satu jenis virus yang belum diketahui dengan pasti. Penyebab
penyakit perut dan penyakit berbahaya lainnya yang menyangkut
pencernaan. Merupakan virus dari family calciviridae. Virus ini
memiliki RNA tunggal yang tidak terbelit. Virus ini menginjeksi dari
manusia ke manusia lainnya. Gejala penyakitnya sering terlihat pada
penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih,
kerang-kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan
lainnya. Masa inkubasinya berkisar 1-2 hari.
3. Virus Hepatitis
Virus dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik
berbahan PET (Poly Ethylene Terphalate), kebanyakan merupakan
jenis virus yang menjadi penyebab hepatitis. Golongan yang termasuk

Universitas Sumatera Utara

28

virus ini adalah sebagai berikut: Reo virus, menginfeksi intestines,
paru-paru, ginjal, hati.
Dan rotavirus: memiliki 11 segmen dari untaian ganda RNA,
panjangnya berkisar 70 nm, bentuk tubuh berulik dengan axis tengah
dan radiasi terbuka. Merupakan penyebab diare dengan resiko
kematian yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anakanak seperti yang telah dijelaskan tadi.
a) Hepatitis A dan E
Virus hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti
kontak orang ke orang atau melalui konsumsi makanan dan
minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang telah terinfeksi
virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang
mengontaminasi

makanan

sehingga

orang-orang

ini

tidak

diperbolehkan menangani makanan meskipun mereka tidak terlihat
sakit. Oleh karena itulah, orang-orang yang bekerja menangani
makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus diberi
vaksinasi hepatitis A. Setelah tertelan, ketahanan virus hepatitis A
terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan masuk ke
usus halus.
Virus ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak
dan menyebar ke sel-sel yang berdekatan dan kemudian masuk ke
hati (liver ) lewat peredaran darah keluar. Virus Hepatitis A
menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel dipenetrasi, virus

Universitas Sumatera Utara

29

hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk
menghasilkan komponen-komponen virus yang baru dan memicu
respons antibodi tubuh. Masa inkubasi (masa antara pertama kali
terpapar virus sampai munculnya gejala-gejala virus hepatitis A
adalah 15-50 hari (rata-rata 28 hari). Gejal-gejala awalnya adalah
sakit otot, sakit kepala, hilang nafsu makan (anoreksia ), tidak enak
perut, demam kemudian diikuti sakit kuning yaitu penguningan
kulit, mata, dan selaput lendir serta air kencing berwarna lebih
gelap.
Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah
untuk mendeteksi antibodi immune globulin (Ig) M yang muncul
ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus hepatitis A.
Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga
kebersihan, membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari
kamar mandi, mengganti popok bayi, dan sebelum menangani
makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi
akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar
virus hepatitis A, pemberian suntikan immune globulin bisa
dilakukan. Perlindungan terbaik dari hepatitis A adalah dengan
vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi
mereka yang akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki
tingkat kejadian hepatitis A tinggi, homoseks, pengguna obat-

Universitas Sumatera Utara

30

obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita
liver kronis.
Hepatitis E banyak terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang
buruk. Virus Hepatitis E dapat menular melalui makanan dan air
yang terkontaminasi. Tidak ada bukti penularan virus ini melalui
seks dan transfusi darah. Gejala-gejalanya mirip dengan hepatitis A
dengan masa inkubasi 3-8 minggu (rata-rata 40 hari).
Virus Hepatitis E jarang menyebabkan peyakit hepatitis yang
kronis, namun bisa sangat berbahaya bagi wanita hamil. Tidak ada
terapi khusus untuk hepatitis E dan cara terbaik yang bisa
dilakukan bersifat pencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan
dan pribadi dapat mengurangi risiko hepatitis E. Pencegahan lain
adalah air dan makanan dimasak terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi.
b) Inaktivasi Virus dalam Bahan Pangan
Virus adalah mikroorganisme yang tidak tahan pemanasan dan
ketahanannya sebanding dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan
virus dalam makanan lebih tinggi jika makanan disimpan pada
suhu refrigerasi maupun pembekuan. Meskipun demikian tidak ada
virus yang tahan untuk rentang waktu yang lama jika disimpan
pada suhu ruang atau suhu yang lebih rendah. Inaktivasi virus
dapat

dilakukan

dengan

pemanasan,

pengeringan

maupun

pemberian radiasi elektromagnetik.

Universitas Sumatera Utara

31

Pemanasan pada suhu 55oC selama 30 menit dilaporkan dapat
membunuh berbagai jenis virus dalam susu. Meskipun demikian,
ada laporan yang bertentangan yang menunjukkan bahwa virus
hepatitis A, Norwalk-like serta virus mulut dan kuku dapat
bertahan pada suhu dan waktu tersebut.
2.1.6 Peranan Jamur dalam Penyakit Bawaan Makanan
Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora,
tidak punya klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual.
Jamur tergolong menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang
adalah jamur yang mempunyai filamen sedangkan khamir adalah jamur sel
tunggal yang tidak mempunyai filamen. Jamur dapat bersifat parasit yaitu
memperoleh makanan dari benda hidup atau bersifat saprofit yaitu
memperoleh makanan dari benda mati.
Secara umum jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau
seksual. Spora aseksual dari jamur adalah konidiospora, sporangiospora,
oidium, klamidospora

dan blastospora . Sedangkan spora seksual

dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk lebih jarang, dan dalam
jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa
tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan oospora .
Pertumbuhan fungi pada berbagai bahan pangan, terutama bahan
pangan pokok seperti beras, gandum, jagung, juga biji-bijian seperti
kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sangat merugikan kesehatan manusia
dan juga hewan. Bahan makanan pokok seringkali disimpan dalam jumlah

Universitas Sumatera Utara

32

besar dalam suatu gudang. Apabila kondisi dalam gudang tersebut kurang
baik, maka besar sekali kemungkinannya fungi tertentu akan tumbuh
dalam bahan pangan tertentu.

Dikenal Spesies-spesies fungi tersebut

umumnya dari genus Aspergillus dan Penicillium dan dikenal sebagai
kapang gudang (storage moulds) diantaranya Aspergillus oryzae,
Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, Penicillium
citrinum dan Penicillium italicum. Disamping itu juga ditemukan dari
genus Alternaria, Fusarium, dan Culvularia .

Hasil metabolisme kapang-kapang tersebut yang bersifat racun
dikenal sebagai mikotoksin. Gejala keracunannya dikenal sebagai
mikotoksikosis. Mikotoksin tidak hanya dihasilkan oleh kapang tapi juga
oleh cendawan. Menurut Hudler (1998) diantara cendawan yang menarik
terdapat jenis-jenis bila dimakan menyababkan halusinasi (menghayal
tanpa sadar), antara lain dari genus Psylocybin, spesiesnya antara lain P.
mexicana, P. caerulescens dan P. cubensis. Cendawan Psylocybin sp.

Menghasilkan toksin psylocybin.
Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis
diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia
maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena
(deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller
(1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis
mikotoksin tersebut.

Universitas Sumatera Utara

33

Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin
menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain
itu, toksisitas ini juga ditentukan oleh: (1) dosis atau jumlah mikotoksin
yang dikonsumsi; (2) rute pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies;
(5) umur; (6) jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan dan gizi; dan
(8) efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat
pada bahan pangan (Bahri et al., 2002).
Selain faktor dari peran mikroba,bakteri,virus dan jemur. Ada faktor
lain yang dapat terjadinya penyakit bawaan makanan, yaitu sebagai
berikut:
a. Demografi masyarakat
Meningkatnya kelompok individu immunocompromised sebagai
akibat dari peningkatnya penderita human immunodeficiency virus
(HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut usia (manula), akan
lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan melalui
makanan (foodborne diseases), seperti Salmonella, Campylobacter,
Listeria . Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ

tubuh dan keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan
harapan hidup manusia, tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan
kepekaan individu terhadap infeksi foodborne diseases.
b. Human behavior
Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi
terhadap meningkatnya/timbulnya foodborne diseases antara lain

Universitas Sumatera Utara

34

banyaknya fast-food restaurrant, peningkatan kebiasaan makan di
luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi buah
segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah,
makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi hamburger,
scembel eggs, dll).

Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh
patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian.
Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak
sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh
pemasakan tersebut.
c. Perubahan di bidang industri dan teknologi
Peningkatan industri makanan berskala besar yang tersentralisasi
pada satu tempat atau di kota-kota besar akan membawa resiko
terhadap peningkatan penyebaran foodborne diseases. Bila suatu
produk terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi, maka dengan
mudah akan terjadi penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat
pendistribusian produk tersebut. Sebagai contoh, adanya infeksi S.
enteritidis

pada

ayam-ayam

bibit

di

peternakan-peternakan

pembibitan. Hal ini akan memudahkan terjadinya penyebaran agen
penyakit, melalui anak ayam atau telur ayam,

kepeternakan-

peternakan final stock dalam areal yang lebih luas.

Universitas Sumatera Utara

35

d. Perubahan dalam pola perjalanan/travel dan perdagangan global
Hal ini banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s
diseases). Para wisatawan tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit

ditempat yang dikunjunginya, dan akan terbawa ke tempat asalnya.
Dengan terbukanya perdagangan internasional (global), maka akan
membawa konsekuensi terhadap penyebaran penyakit secara bebas.
Masuknya bakteri S. enteritidis ke Indonesia diduga bersamaan
dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa.
e. Adaptasi mikroba
Adanya adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan
seleksi alam. Pengobatan antimikroba, untuk hewan dan manusia,
yang terus-menerus dan tidak terkontrol akan mengakibatkan
timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005) beberapa penyakit yang
bersumber dari makanan dapat digolongkan menjadi :
1. Food Infection (bacteria dan viruses) atau makanan yang
terinfeksi seperti terinfeksi Salmonella, Shigela, Cholera,
Tularemia, Tuberculosis, Brucellosis, Hepatitis.
2. Food Intoxication (bacteria) atau keracunan makanan bakteri
seperti Staphylococcus food poisning, Clostridium perfringens
food

poisoning,

Bortulam

food

poisoning,

Vibrio

parahaemoliticus food poisoning, Bocilus food poisoning.

Universitas Sumatera Utara

36

3. Chemical Food Borne Illnes atau keracunan makanan karena
bahan kimia, seperti Cadmiun, zink, insektisida dan bahan
kimia lain.
4. Poisoning Plant and Animal atau keracunan makanan karena
hewan dan tumbuhan beracun, seperti jengkol, jamur, kentang,
ikan buntal.
5. Parasites atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis,
Cystircercosis, Trichinosis dan Ascariasis.
2.1.7 Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Bawaan Makanan
a) Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan
pada setiap tahap/proses penyajian makanan; dilakukan saat memulai
memasak jajanan yang mau di jual, proses pengolahan sampai
penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran,
dll.
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases diistilahkan from
farm to table, yaitu dari mulai produksi di pengelolaan sampai siap saji

di meja makan.
Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan
dalam lemari pendingin. Makanan cepat basi disimpan dalam suhu
dingin, pisahkan raw materials atau bahan mentah dengan makanan
sudah matang.

Universitas Sumatera Utara

37

1. Pencucian
Pencucian atau pembilasan buah dan sayuran dapat
menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian
dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisida seperti
klorin, dan lain-lain.
Sebelum makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan
dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik,
lalu keringkanlah dengan handuk bersih.
Beberapa aktivitas yang wajib diikuti dengan cuci tangan :(1)
Setelah ke kamar mandi; (2) Setelah batuk, bersin, merokok,
makan, minum; (3) Setelah membersihkan meja; (4) Sebelum
memakai sarung tangan; (5) Setelah memegang hewan; (6)
Ketika berpindah dari makanan mentah ke makanan matang; (7)
Setelah membuang sampah; (8) Setelah memegang alat atau
perlengkapan kotor; (9) Selama menyiapkan makanan.
2. Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat
membiaknya kumanyang menyebabkan racun makanan, yang
tumbuh di antara suhu 5° C dan 60° C.
Untuk berjaga-jaga: 1) Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari
5° C dan ada aliran udara di seputarmakanannya agar pembagian
suhunya merata, 2) Makanan panas patut disimpan di atas suhu
60° C, 3) Makanan yang harus dipanaskan lagi harus cepat

Universitas Sumatera Utara

38

dipanaskan sampai semua bagiannya mencapai suhu 75° C, 4)
Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau
microwave, sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada

suhu ruangan, makincepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa
terbentuk, 5) Agar kuman di dalamnya mati, makanan harus
dimasak matang benar.
Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh
mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan
kimia (desinfektan).Desinfektan merupakan bahan kimia yang
mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif,
tetapi tidak dalam bentuk spora.
Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan
untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara
perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam
air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93
derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit
tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan.
Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang
biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan,
dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat
atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.

Universitas Sumatera Utara

39

b) Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan (Foodborne
Diseases) antara lain :

1. Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna
menentukan jenis organisme penyebabnya,
2. Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan.
Jenis perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan
makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang
dirasakan.
2.1.8 Dampak kesehatan penyakit bawaan makanan
Penyakit bawaan makanan sering kali dipandang sebagai penyakit
yang ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun terkadang
memang benar, pada banyak kasus konsekuensi kesehatan yang terjadi
justru serius dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Persepsi yang
salah ini sebagian terjadi karena kurangnya perhatian yang berikan
terhadap masalah tersebut.
Konsekuensi kesehatan akibat penyakit bawaan makanan bervariasi
menurut patogen penyebabnya, tahapan dan lamanya pengobatan, juga
dengan usia dan faktor lain yang berkaitan dengan daya tahan dan
kerentanan seseorang. Gejalanya yang akut meliputi diare, mual, mual,
muntah, nyeri, kram perut, panas dan jaundice. Pada kebanyakan kasus
lain, pasien dengan fungsi kekebalan yang baik akan sembuh dalam
beberapa hari atau beberapa minggu. Namun, pada kasus lain, khususnya

Universitas Sumatera Utara

40

dikalangan kelompok masyarakat yang rentan (misalnya., lansia, bayi,
anak kecil, ibu hamil dan orang yang mengalami malnutrisi serta gangguan
kekebalan), beberapa penyakit bawaan makanan dapat berakibat fatal
terutama jika tidak tersedia pengobatan yang memadai.
Beberapa infeksi bawaan makanana dapat menimbulkan komplikasi
serius yang memengaruhi sistem kardiovaskuler, ginjal, persendiaan,
pernapasan dan sistem imun. Diantara kelompok yang rentan, efek
kesehatan ini mungkin akan lebih serius lagi. Pada survei terhadap 32.448
kasus penyakit bawaan makanan di negara federasi Rusia, efek kronis pada
kesehatan tampak pada lebih 11% pasien, dengan efek hipetensi dan
kolelitiasis paling sering tampak. Sejumlah pasien juga mengalami infark
miokard.
Contoh komplikasi serius yang berkaitan dengan penyakit bawaan
makanan adalah artritis reaktif serta sindrom rematois, meningitis,
endokarditis, sindrom Reiter, sindrom Guillain-Barre dan sindrom uremik
hemolitik. Contoh, salmonelosis pernah dilaporkan menyebabkan penyakit
astritis reaktif pada beberapa penderitanya. Pada Kejadian Luar Biasa
(KLB) salmonelosis bawaan susu yang terjadi pada tahun 1995 di Illionis,
sekitar 2% penderitanya mengalami artritis reaktif sebagai komplikasi
infeksi tersebut.
Sejumlah pasien khususnya anak-anak yang terjangkit E. Coli dapat
mengalami sindrom uremik hemolitik yang ditandai dengan adanya batu
ginjal akut. Manisfestasi listeriosis dapat meliputi septikemia, meningitis,

Universitas Sumatera Utara

41

ensefalitis, osteomilitis dan endokarditis. Pada ibu hamil penyakit tersebut
dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir mati atau malformasi janin.
Angka fasilitas keseluruhan mencapai sekitar 30%. Pada KLB listeriosis
yang menyerang ibu hamil di Australia Barat, angka fasilitas janin yang
terinfeksi mencapai 50%.
Serangan berulang penyakit bawaan makanan dapat menyebabkan
malnutrisi yang memberikan dampak serius terhadap pertumbuhan dan
sistem imun bayi dan anak. Bayi yang resistensinya terganggu menjadi
rentan terhadap penyakit lain (termasuk infeksi pernapasan) dan
selanjutnya akan terjebak dalam lingkaran setan malnutrisi serta infeksi.
Banyak bayi dan anak tidak dapat bertahan dalam keadaan ini. Setiap
tahun terdapat 12-13 juta balita meninggal dunia akibat efek yang
berkaitan dengan malnutrisi dan infeksi.
Konsekeunsi kesehatan yang serius pernah dilaporkan ketika makan
yang mengandung kontaminan kimia seperti (logam berat seperti metil,
mercury, timbal dan kadmium) dikomsumsi selama beberapa periode.
Timbal dapat memengaruhi hematopoiesis, fungsi ginjal, dan sistem saraf.
Baik markuri maupun timbal merupakan unsur yang berbahaya terutama
bagi ibu hamil.
2.1.9 Pengetahuan, keyakinan dan praktik penjamaah atau konsumen
makanan
Faktor paling penting yang menentukan prevalensi penyakit bawaan
makanan adalah kurangnya pengetahuan di pihak penjamah atau

Universitas Sumatera Utara

42

konsumen makanan dan ketidakpedulian (sekalipun mereka tahu)
terhadapa pengelolaan makanan yang aman.
Sejumlah survei terhadap KLB penyakit bawaan makanan yang
terjangkit diseluruh dunia memperlihatkan bahwa sebagian besar kasus
penyakit bawaan makanan terjadi akibat kesalahan penanganan pada saat
penyiapan makanan tersebut baik di rumah, jasa katering, kantin rumah
sakit, sekolah atau dipangkalan militer, atau pada saat jamuan makanan
atau pesta. Sebagian besar kasus penyakit bawaan makanan sebenarnya
dapat di hindari-kendati bahan pangan untuk membuatnya sudah
terkontiminasi, jika penjemaah makanan itu telah dilatih dengan lebih baik
dalam hal keamanan pangan.
Penelitian selama lima tahun yang dilaksanakan di Arab Saudi
terhadap penyakit bawaan makanan menunjukan angka insidensi sebesar
22 kasus per-100.000 penduduk. Pada 56,7% kasus, pengelolaan makanan
dilakukan dengan cara yang salah dirumah. Asrama pekerja dan tempat
pengelolaan makanan juga menjadi sumber utama KLB penyakit bawaan
makanan. sebagian besar KLB tersebut disebabkan oleh kekeliruan
pengelola selama penyiapan makanan. Situasi ini dinyatakan serupa juga
dilaporkan de negara lain, termasuk negara industri. Di negara
berkembang , penjaja makanan kakilima merupakan sumber penting lain
penularan penyakit bawaan makanan.
Makanan yang disajikan di pesawat udara dan kapal pesiar juga
pernah terlibat dalam KLB penyakit bawaan makanan. Diseluruh dunia,

Universitas Sumatera Utara

43

hasil survey terhadap KLB penyakit bawaan makanan menunjukan bahwa
sebagian besar kejadian tersebut terjadi karena penanganan makanan yang
dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme dan disertai dengan
bertahan atau bertumbuhnya mikroorganisme itu sendiri.
2.2 KONSEP PENGETAHUAN
2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
dan telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan
sehingga menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra pendengaran (telinga), dan
indra penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana
diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut
akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,
bukan

berarti

seseorang

yang

berpendidikan

rendah

mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan
pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan
tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif
dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang

Universitas Sumatera Utara

44

semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan
menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu (WHO, 2010).
2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (ovent behavior ). Dari pengalaman
dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng dari pada prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Tingkatan pengatahuan yang tercakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah yang
dipelajari sebelumnya. termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.
b. Memahami (comprehention)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek
tersebut,

tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut

harus dapat mengintrepretasikan secara benar tentang objek yang di
ketahui tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
di maksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang
diketahui tersebut pada situasi yang lain.

Universitas Sumatera Utara

45

d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemunkinan mencari hubungan atara komponenkomponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang di
ketahui.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan seseorang untuk merangkum
atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponenkomponen pengetahuan yang dimilikinya.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian teerhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini
dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan
sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.2.3 Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut :
a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1. Cara coba salah (Trial and Error )
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan
dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah
dana apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba.
Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan

Universitas Sumatera Utara

46

2. Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin –
pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama,
pemegang pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang
menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang
mempunyai

otoritas,

tanpa

menguji

terlebih

dahulu

atau

membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris
maupun penalaran sendiri
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman

yang

pernah

diperoleh

dalam

memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu
b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer
disebut metode penelitian. Cara ini mula – mula dikembangkan oleh
Francis Bacon (1561 – 1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold
Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian
yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.
2.2.4 Proses Prilaku “Tahu”
Prilaku adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun tidak diamati oleh pihak luar. Sedangkan belum

Universitas Sumatera Utara

47

mengadopsi prilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni :
a. Awareness ( Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek)
b. Interest (merasa tertarik) dimana individu mulai menaruh perhatian
dan tertarik pada stimulus
c. Evaluation ( menimbang–nimbang ) individu akan mempertimbangkan
baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut bagi dirinya, berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi
d. Dimana individu mulai mencoba prilaku baru