Identifikasi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Kubis Segar di Pasar Tradisional di Kota Medan pada Tahun 2015

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Helminthiasis
Cacing merupakan parasit yang bisa terdapat pada manusia dan

hewan yang sifatnya merugikan. Manusia merupakan hospes definitif dari
beberapa nematoda usus.Sebagian besar dari nematoda ini menyebabkan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus terdapat sejumlah

spesies yang ditularkan melalui tanah dan disebut “ Soil Transmitted Helminths “
seperti Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale,
Trichuris trichiura (Sutanto, 2008).

Infeksi Soil Transmitted Helminths ini merupakan infeksi paling umum di

daerah tropis terutama pada masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di daerah


kumuh. Infeksi ini dapat terjadi bila manusia tertelan telur/larva infeksius

(A.lumbricoides dan T.trichiura) atau dengan penetrasi bentuk larva filariform
(larva hookworm) yang berada di tanah (WHO, 2008).
2.1.1 Ascaris Lumbricoides(Cacing Gelang)
2.1.1.1 Morfologi dan Daur Hidup
Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa

hidup di rongga usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000
– 200.000 butir sehari; terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi.

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi

bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila
tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus
menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian

mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah,
lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui


Universitas Sumatera Utara

5

bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan
rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva

akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva

berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing
dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan (Sutanto, 2008).
2.1.1.2 Patofisiologi
Menurut Effendi yang dikutip Surat Keputusan Menteri Kesehatan (2006)

di samping itu gangguan dapat disebabkan oleh larva yang masuk ke paru-paru

sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada dinding alveolus yang disebut
Sindroma Loeffler. Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya
ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti mual,


nafsu makan berkurang, diare. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak dapat
terjadi gangguan penyerapan makanan (malabsorbtion). Keadaan yang serius, bila

cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi penyumbatan pada usus (Illeus
obstructive).

2.1.1.3 Gejala Klinik dan Diagnosa
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa

dan larva. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga

terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara

ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat
darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan operatif.

Pada fase migrasi larva, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan larva

dalam sputum atau bilas lambung (Sutanto, 2008). Sindroma Löeffler yang khas
lebih sering terlihat di daerah dimana penularan musimannya tinggi.


Selama fase intestinal, diagnosis dapat dibuat dengan menemukan telur

(belum atau sudah dibuahi ) atau cacing dewasa dalam tinja. Telur-telur lebih
mudah dilihat pada sediaan basah langsung atau sediaan basah dari sedimen yang

Universitas Sumatera Utara

6

telah dikonsentrasi (Gracia, 2010). Berikut adalah gambar telur dan cacing
Ascaris lumbricoides.

Gambar 1 : Ascaris lumbricoides jantan
dan betina.

Gambar 2 : Ascaris lumbricoides fertilised
corticated.

Gambar 3 : Ascaris lumbricoides unfertilised

corticated.

Gambar 4 : Ascaris lumbricoides unfertilised
decorticated.

Universitas Sumatera Utara

7

2.1.1.4 Epidemiologi

Gambar 5 : Ascaris lumbricoides fertilised
Decorticated.

Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak
terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing
gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau
minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur
cacing) ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).


2.1.2 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang)
2.1.2.1 Morfologi dan Daur Hidup
Hospes definitif parasit ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di

rongga usus halus dengan giginya melekat pada mukosa usus. Cacing dewasa
jantan berukuran panjang 7-11 mm x lebar 0.4-0.5 mm. Cacing dewasa

Ancylostoma duodenale cenderung lebih besar dari pada Necator americanus.

Cacing dewasa jarang terlihat, karena melekat erat pada mukosa usus dengan
bagian mulutnya yang berkembang dengan baik.

Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva fiariform yang

terdapat di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama
larva dibawa aliran darah vena ke jantung bagian kanan dan kemudian ke paruparu. Larva menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring,

kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di situ. Cacing melekat di
mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut


Universitas Sumatera Utara

8

permanen yang khas terbentuk. Bentuk betina mulai mengeluarkan telur kira-kira
lima bulan setelah permulaan infeksi, meskipun periode prepaten dapat

berlangsung dari 6 sampai 10 bulan. Apabila larva filariform A.duodenale
tertelan, mereka dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa
melalui siklus paru-paru.

Telur-telur yang keluar bersama tinja biasanya berada pada stadium awal

pembelahan. Bentuknya lonjong dengan ujung bulat melebar dan berukuran kirakira, panjang 60µm dan lebar 40µm. Ciri-ciri khasnya yaitu adanya ruang yang

jernih diantara embrio dengan kulit telur yang tipis. Telur dapat tetap hidup dan
larva akan berkembang secara maksimum pada keadaan pada keadaan lembab,
teduh dan tanah yang hangat, telur akan menetas 1 sampai 2 hari kemudian.
Dalam 5 sampai 8 hari akan tumbuh larva infektif filariform dan dapat tetap hidup
dalam tanah untuk beberapa minggu (Gracia, 2010).

2.1.2.2 Patofisiologi
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tapi melekat dengan

giginya pada dinding usus dan menghisap darah.Infeksi cacing tambang

menyebabkan kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita
mengalami kekurangan darah akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta
menurunkan produktivitas.

Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak dianggap sebagai

kecacingan karena kekurangan darah bisa terjadi oleh banyak sebab (Surat
Keputusan Menteri Kesehatan, 2006).
2.1.2.3 Gejala klinik dan Diagnosa

Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung

dari jumlah larva .Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan

kemungkinan infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesikular dan terbuka karena

garukan. Berkembangnya vesikel dari ruam papula eritematosa disebut sebagai

Universitas Sumatera Utara

9

‘ground itch’. Pneumonitis yang disebabkan karena migrasi larva tergantung dari

pada jumlah larva yang ada. Larva ini tidak menyebabkan tingkat sensitisasi yang
sama seperti pada Ascaris lumbricoides.

Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh 1) nekrosis jaringan

usus yang berada di dalam mulut cacing dewasa dan 2) kehilangan darah karena

langsung dihisap oleh cacing dan 3) terjadinya perdarahan terus menerus di
tempat asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi
antikoagulan oleh cacing.

Pada infeksi akut dengan banyak cacing, dapat disertai kelemahan, nausea,


muntah, sakit perut, diare dengan tinja hitam atau merah (tergantung jumlah darah

yang keluar) lesu dan pucat. Seperti pada infeksi parasit lainnya, jumlah cacing
yang banyak pada anak-anak muda dapat menimbulkan gejala sisa yang serius,

dan kematian. Selama fase usus akut dapat dijumpai peningkatan eosinofilia
perifer.

Pada infeksi kronik, gejala utamanya adalah anemia defisiensi besi

(mikrositik, hipokrom) dengan pucat, edema muka dan kaki, lesu dan kadar

haemoglobin sampai 5g/dL atau kurang. Dapat dijumpai kardiomegali, serta
retardasi mental dan fisik.

Hitung telur 5 per mg tinja jarang mempunyai arti klinis, lebih besar dari

20mg biasanya dihubungkan dengan timbulnya gejala-gejala, dan 50 per mg atau
lebih merupakan infeksi cacing yang sangat berat.


Diagnosis pasti infeksi cacing tambang tergantung dari ditemukan telur

dalam tinja, terutama karena gejala-gejalanya sulit dibedakan dengan malnutrisi.
Telur terbaik dilihat dengan sediaan langsung atau sedimen konsentrasi, tetapi

akan mengalami kerusakan pada sediaan dengan pulasan permanen (Gracia,
2010). Berikut adalah gambar telur, larva dan cacing hookworm.

Universitas Sumatera Utara

10

Gambar 6 :Necator americanus jantan dan betina.

Gambar 7 :Ancylostoma duodenale jantan dan betina.

Gambar 8 : Telur hookworm
2.1.2.4 Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah

pedesaan, khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang
langsung berhubungan dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%.

Universitas Sumatera Utara

11

Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di

berbagai daerah tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu

optimum untuk Necator americanus 28º-32ºC, sedangkan untuk Ancylostoma

duodenale lebih rendah (23º-25ºC). Pada umumnya Ancylostoma duodenale lebih
kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain dengan memakai sandal dan sepatu
(Sutanto, 2008) .

2.1.3 Trichuris Trichiura
2.1.3.1 Morfologi dan Daur Hidup
Panjang cacing betina kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4

cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari
panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing

betina bentuknya membulat tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat
satu spikulum. Cacing dewasa hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian

anterior seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina
diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-20.000 butir.

Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih

pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian

dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur
tersebut menjadi matang dalam waktu 3 hingga 6 minggu dalam lingkungan yang

sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang ialah telur yang
berisi larva dan merupakan bentuk infektif .Cara infeksi langsung bila secara

kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan
masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian

distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak
menpunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur tertelan sampai cacing
dewasa betina bertelur ± 30-90 hari (Sutanto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

12

2.1.3.2 Patofisiologi
Cacing cambuk pada manusia terutama hidup di sekum dapat juga

ditemukan di dalam kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak

cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum, kadang-kadang terlihat pada

mukosa rektum, kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami
prolapses

akibat

mengejannya

penderita

sewaktu

defekasi.

Cacing ini

memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus. Pada tempat pelekatannya dapat
menimbulkan perdarahan. Disamping itu cacing ini menghisap darah hospesnya

sehingga dapat menyebabkan anemia ( Surat Keputusan Menteri Kesehatan,
2006).

2.1.3.3 Gejala Klinis dan Diagnosis
Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi cacing

lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis
yang jelas atau sama sekali tanpa gejala. Parasit ini sering ditemukan pada

pemeriksaan tinja secara rutin (Sutanto, 2008). Berikut adalah gambar Trichuris

trichiura.

Gambar 9 :Trichuris trichiura jantan dan betina.

Universitas Sumatera Utara

13

Gambar 10 : Telur Trichuris trichiura.
2.1.3.4 Epidemiologi
Faktor penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah

dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum

30ºC. Pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi
di Indonesia tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya
berkisar 30-90%.

Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan

penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasi

dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan
mencuci sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negeri yang
memakai tinja sebagai pupuk (Sutanto, 2008).

2.1.4 Strongyloides Stercoralis
2.1.4.1 Morfologi dan daur hidup
Hanya cacing betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan

yeyunum. Cacing betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya
2mm.

Universitas Sumatera Utara

14

Cacing berkembangbiak secara parthenogenesis.Telur berisi parasitik

diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi larva

rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini
mempunyai tiga macam daur hidup.

Siklus langsung, sesudah 2 hingga 3 hari di tanah, larva rabditiform yang

berukuran ± 225 ×16 mikron, berubah menjadi larva filariform berbentuk langsing
dan merupakan bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron.

Siklus tidak langsung, pada siklus ini larva rabditiform di tanah berubah

menjadi cacing jantan dan cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas lebih gemuk
dari bentuk parasitik. Cacing betina berukuran 1 mm × 0.06 mm, yang jantan

berukuran 0.75 mm × 0.04 mm, mempunyai ekor melengkung dengan 2 buah
spikulum. Sesudah pembuahan, cacing betina menghasilkan telur yang menetas
menjadi larva rabditiform. Larva rabditiform dalam waktu beberapa hari dapat
menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke dalam hospes baru, atau larva

rabditiform tersebut mengulangi fase hidup bebas. Siklus ini terjadi bila keadaan
lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan
untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri tropik dengan iklim lembab.

Siklus ini terjadi di negeri yang lebih dingin dengan keadaan yang kurang
menguntungkan untuk parasit tersebut (Sutanto, 2008).
2.1.4.2 Patofisiologi
Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh, masuk ke

dalam peredaran darah vena, kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru.

Dari paru parasit yang mulai menjadi dewasa menembus alveolus, masuk ke

trakea dan laring. Sesudah sampai di laring terjadi refleks batuk, sehingga parasit

tertelan, kemudian sampai di usus halus bagian atas dan menjadi dewasa. Cacing
betina yang dapat bertelur ditemukan ± 28 hari sesudah infeksi.

Universitas Sumatera Utara

15

Autoinfeksi, larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di

usus atau di daerah sekitar anus (perianal). Bila larva filariform menembus
mukosa usus atau kulit perianal, maka terjadi daur perkembangan di dalam

hospes. Auto infeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis menahun pada penderita
yang hidup di daerah non-endemik (Sutanto, 2008).
2.1.4.3 Gejala klinis dan Diagnosis
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan

kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat.

Cacing dewasa menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan
Strongyloides stercoralis pada umumnya terjadi tanpa diketahui hospesnya karena

tidak menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit seperti

tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah dan tidak mejalar. Mungkin ada mual
dan muntah, diare dan konstipasi saling bergantian. Pada strongiloidiasis dapat
terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup
sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus digestivus dan larvanya dapat
ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung empedu).
Pada

pemeriksaan

darah

mungkin

ditemukan

eosinophilia

atau

hiperosinofilia meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinophil normal.
Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan gejala klinis

yang nyata. Diagnosis pasti ialah dengan menemukan larva rabditiform dalam

tinja segar, dalam biakan atau dalam aspirasi duodenum. Biakan selama sekurangkurangnya 2 × 24 jam menghasilkan larva filariform dan cacing dewasa
Strongyloides stercoralis yang hidup bebas(Sutanto, 2008).
gambar Strongyloides stercoralis.

Berikut adalah

Universitas Sumatera Utara

16

Gambar 11 :Strongyloides stercoralis
2.1.4.4 Epidemiologi
Daerah yang panas , kelembaban tinggi dan sanitasi yang kurang, sangat

menguntungkan cacing Strongyloides stercoralis sehingga terjadi daur hidup yang
tidak langsung.

Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur, berpasir

dan humus. Frekuensi di Jakarta pada tahun 1956 sekitar 10-15%, sekarang jarang
ditemukan. Pencegahan strongiloidiasis terutama tergantung pada sanitasi
pembuangan tinja dan melindungi kulit dari tanah yang terkontaminasi, misalnya
dengan memakai alas kaki (Sutanto, 2008).

Universitas Sumatera Utara

17

2.2 Sayuran
Sayuran adalah salah satu bahan makanan yang merupakan sumber protein

dan mineral bagi tubuh manusia. Sebelum dimakan umumnya sayuran dimasak
terlebih dahulu. Selama sayuran dimasak dengan panas yang cukup tidak ada
masalah. Masalah timbul bila sayuran dimakan tanpa dimasak lebih dahulu.

Dalam hal ini, bersama sayuran bisa ikut bakteri, virus atau parasit patogen yang

cepat atau lambat akan menimbulkan penyakit (Djaafar , 2005). Sayuran mentah

(lalapan) nilai gizinya lebih baik daripada sayuran matang, tapi lebih berisiko
tertular bakteri penyakit. Secara garis besar, lalapan dibedakan atas lalapan
mentah dan lalapan matang. Jenis sayuran yang umum dipakai sebagai lalapan

mentah adalah selada, daun kemangi, kol, seledri dan kubis. Faktor utama yang

perlu dicurigai dalam mengkonsumsi lalapan mentah adalah kontaminasi cacing
berbahaya. Untuk meningkatkan kesuburan tanah sebagai media tempat tumbuh

sayuran, petani sering menggunakan pupuk kotoran manusia. Terutama sayuran
yang menjalar di permukaan tanah atau yang ketinggiannya dekat dengan tanah.

Pencemaran sayuran oleh telur cacing telah dilaporkan beberapa kali di Jakarta
baik pada sayuran yang dijual di pasar maupun sayuran di kebun (Astawan, 2004).

2.2.1 Tanaman Kubis
Kubis (Brassica oleracea var capitata) yang dimaksud di sini adalah kubis

yang berbentuk telur yang bentuknya seperti kepala. Tanaman kubis yang

dibudidayakan umumnya tumbuh semusim (annual) ataupun dwi musim
(biannual) yang berbentuk urdu, sistem perakaran yakni menembus pada

kedalaman tanah antara 20-30 cm. Batang tanaman kubis umumnya pendek dan
banyak mengandung air. (Pracaya, 2011) Kubis pada umumnya di Indonesia

banyak ditanam di dataran tinggi 1000-2000 meter di atas permukaan laut (dpl),
tetapi setelah ditemukan kultivar atau varietas yang tahan panas, tanaman kubis

dapat diusahakan di dataran rendah 100-200 meter dpl, walaupun hasilnya tidak

Universitas Sumatera Utara

18

sebaik yang ditanam di dataran tinggi. (Pracaya, 2011) Keadaan iklim yang cocok
untuk tanaman kubis adalah daerah yang relatif lembab dan dingin. Kelembaban

yang diperlukan tanaman kubis adalah 80%-90% dengan suhu berkisar antara

15ºC-20ºC, serta cukup mendapatkan sinar matahari. Kubis yang ditanam di
daerah yang bersuhu 25ºC terutama varietas-varietas untuk dataran tinggi akan
gagal membentuk krop. Demikian pula tempat penanaman yang kurang
mendapatkan sinar matahari (terlindung), pertumbuhan tanaman kubis kurang

baik dan mudah terserang penyakit dan pada waktu kecil sering terjadi
pertumbuhan terhenti. (Pracaya, 2011)

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi STH

adalah terkontaminasinya sumber air dengan parasit tersebut. Parasit ini dapat

menkontaminasi air karena dekatnya sumber air dengan feces yang mengandung
parasit tersebut. (Soemirat, 2005) Adapun sumber dan cara pengolahan air yang
sering digunakan oleh masyarakat, yaitu

a) Sumber air: air hujan, air permukaan (sungai, danau, mata air, air sungai), air
tanah (sumur dangkal dan sumur dalam)

b) Pengolahan air: pengendapan, penyaringan, penyimpanan
2000).

(Kusnoputranto,

(Gambar 12)

Universitas Sumatera Utara

19

2.3.2 Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta

ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya

ada proses tawar-menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los
dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar.

Kebanyakan menjual kebutuhan sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa
ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian barang elektronik, jasa dan

lain-lain. Selain itu, ada pula yang menjual kue-kue dan barang-barang lainnya.
Pasar seperti ini masih banyak ditemukan di Indonesia, dan umumnya terletak
dekat kawasan perumahan agar memudahkan pembeli untuk mencapai
pasar.(Setiawan, 2008).

Beberapa pasar tradisional di Kota Medan (Lilananda, 2009):
1. Pusat pasar merupakan salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah
ada sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur
mayur.

2. Pasar petisah menjadi acuan berbelanja yang murah dan berkualitas.
3. Pasar beruang yang terletak di Jalan Beruang.

4. Pasar simpang Limun merupakan salah satu pasar tradisonal yang cukup tua

dan menjadi trade mark Kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan
Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis.

5. Pasar ramai yang terletak di Jalan Thamrin yang bersebelahan dengan
Thamrin Plaza.

6. Pasar simpang Melati terkenal sebagai tempat perdagangan sayur.

Universitas Sumatera Utara

20

2.4 Kerangka Teori

Sayuran

Faktor
-

Pupuk
Kotoran
Irigasi

Kontaminasi
-

Telur
larva

Konsumen

Tinja

Universitas Sumatera Utara