Identifikasi Soil Transmitted Helminthes pada Sayuran Selada di Kota Medan Tahun 2015

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Talitha Letitia

Tempat / Tanggal Lahir : Merbau / 08 Desember 1993 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Cangkir no. 14 ayahanda, Medan 20118

Orang Tua : Parlindungan Siagian Lamsa br. Naibaho Riwayat Pendidikan :

1. TK Kasih Ibu (1999) 2. SDn 1 Merbau (2000) 3. SMPN 1 Merbau (2006)

4. SMA Swasta Santo Thomas 1 Medan (2009)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 – Sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Seksi Acara Porseni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2014)


(2)

(3)

(4)

Lampiran 4

Selada Kontaminasi luar STH luar

Selada Luar

Kontaminasi

dalam STH Dalam Pasar

P1S1 Positive Larva Filariform d1 Positive Larva Filariform Pasar Medan Timur P1S2 Positive Larva Filariform d2 Negative Tidak Ada Pasar Medan Timur P1S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Negative Tidak Ada Pasar Medan Timur P1S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Medan Timur P1S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Medan Timur P2S1 Positive Larva Filariform d1 Positive Larva Filariform Pasar Kampung Durian P2S2 Positive Larva Rhabditiform d2 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Durian P2S3 Positive Larva Filariform d3 Positive Larva Filariform Pasar Kampung Durian P2S4 Positive Larva Rhabditiform d4 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Durian P2S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Durian P3S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Cemara P3S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Cemara P3S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Cemara P3S4 Negative Tidak Ada d4 Positive Larva Filariform Pasar Cemara P3S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Negative Tidak Ada Pasar Cemara P4S1 Positive Larva Rhabditiform d1 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Lalang P4S2 Positive Larva Filariform d2 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Lalang P4S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Lalang P4S4 Positive Larva Rhabditiform d4 Negative Tidak Ada Pasar Kampung Lalang P4S5 Negative Tidak Ada d5 Positive Larva Rhabditiform Pasar Kampung Lalang

P5S1 Positive Larva Filariform d1 Positive Larva Filariform

Pasar Medan Perjuangan

P5S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Perjuangan

P5S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Perjuangan

P5S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Perjuangan

P5S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Perjuangan P6S1 Positive Larva Filariform d1 Negative Tidak Ada Pasar Halat P6S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Halat P6S3 Negative Tidak Ada d3 Positive Larva Rhabditiform Pasar Halat P6S4 Positive Larva Rhabditiform d4 Negative Tidak Ada Pasar Halat P6S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Halat P7S1 Positive Larva Filariform d1 Positive Larva Filariform Pasar Pusat Pasar P7S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Pusat Pasar P7S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Pusat Pasar P7S4 Negative Tidak Ada d4 Positive Larva Rhabditiform Pasar Pusat Pasar P7S5 Negative Tidak Ada d5 Positive Larva Rhabditiform Pasar Pusat Pasar P8S1 Positive Larva Rhabditiform d1 Negative Tidak Ada Pasar Muara Takus P8S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Muara Takus P8S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Muara Takus P8S4 Positive Larva Filariform d4 Positive Larva Filariform Pasar Muara Takus P8S5 Positive Larva Filariform d5 Positive Larva Filariform Pasar Muara Takus P9S1 Negative Tidak Ada d1 Positive Larva Rhabditiform Pasar Padang Bulan P9S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Padang Bulan


(5)

P9S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Padang Bulan P9S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Padang Bulan P10S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Pringgan P10S2 Negative Tidak Ada d2 Positive Larva Filariform Pasar Pringgan P10S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Negative Tidak Ada Pasar Pringgan P10S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Pringgan P10S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Negative Tidak Ada Pasar Pringgan P11S2 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Medan Johor P11S2 Positive Larva Rhabditiform d2 Negative Tidak Ada Pasar Medan Johor P11S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Medan Johor P11S4 Positive Larva Rhabditiform d4 Negative Tidak Ada Pasar Medan Johor P11S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Positive Larva Rhabditiform Pasar Medan Johor

P12S1 Positive Larva Rhabditiform d1 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Tuntungan

P12S2 Positive Larva Rhabditiform d2 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Tuntungan

P12S3 Negative Tidak Ada d3 Positive Larva Rhabditiform

Pasar Medan Tuntungan

P12S4 Positive Larva Filariform d4 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Tuntungan

P12S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada

Pasar Medan Tuntungan P13S1 Positive Telur Ascaris d1 Negative Tidak Ada Pasar Selayang P13S2 Negative Tidak Ada d2 Positive Larva Filariform Pasar Selayang P13S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Negative Tidak Ada Pasar Selayang P13S4 Positive Larva Filariform d4 Negative Tidak Ada Pasar Selayang P13S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Negative Tidak Ada Pasar Selayang P14S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Amplas P14S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Amplas P14S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Amplas P14S4 Positive Larva Rhabditiform d4 Negative Tidak Ada Pasar Amplas P14S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Amplas P15S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Pelita P15S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Pelita P15S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Pelita P15S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Pelita P15S5 Positive Larva Filariform d5 Negative Tidak Ada Pasar Pelita P16S1 Negative Tidak Ada d1 Positive Larva Filariform Pasar Sunggal P16S2 Positive Larva Rhabditiform d2 Negative Tidak Ada Pasar Sunggal P16S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Positive Larva Rhabditiform Pasar Sunggal P16S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Sunggal P16S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Sunggal P17S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Helvetia P17S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Helvetia P17S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Helvetia P17S4 Positive Larva Filariform d4 Negative Tidak Ada Pasar Helvetia P17S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Helvetia P18S1 Negative Tidak Ada d1 Positive Larva Filariform Pasar Hindu P18S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Hindu P18S3 Positive Larva Filariform d3 Positive Larva Filariform Pasar Hindu P18S4 Negative Tidak Ada d4 Positive Larva Rhabditiform Pasar Hindu P18S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Hindu P19S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Petisah P19S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Petisah


(6)

P19S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Positive Larva Rhabditiform Pasar Petisah P19S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Petisah P19S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Petisah P20S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Tj. Rejo P20S2 Positive Larva Filariform d2 Negative Tidak Ada Pasar Tj. Rejo P20S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Tj. Rejo P20S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Tj. Rejo P20S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Negative Tidak Ada Pasar Tj. Rejo P21S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Marelan P21S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Marelan P21S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Marelan P21S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Marelan P21S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Marelan P22S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Deli P22S2 Positive Larva Rhabditiform d2 Positive Larva Rhabditiform Pasar Deli P22S3 Negative Tidak Ada d3 Negative Tidak Ada Pasar Deli P22S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Deli P22S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Deli P23S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Belawan P23S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Belawan P23S3 Positive Larva Rhabditiform d3 Negative Tidak Ada Pasar Belawan P23S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Belawan P23S5 Positive Larva Rhabditiform d5 Positive Larva Rhabditiform Pasar Belawan P24S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Medan Area P24S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Medan Area P24S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Medan Area P24S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Medan Area P24S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Medan Area P25S1 Negative Tidak Ada d1 Negative Tidak Ada Pasar Labuhan P25S2 Negative Tidak Ada d2 Negative Tidak Ada Pasar Labuhan P25S3 Positive Larva Filariform d3 Negative Tidak Ada Pasar Labuhan P25S4 Negative Tidak Ada d4 Negative Tidak Ada Pasar Labuhan P25S5 Negative Tidak Ada d5 Negative Tidak Ada Pasar Labuhan


(7)

Lampiran 5

Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH

Kontaminasi

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Positive 51 40,8 40,8 40,8

Negative 74 59,2 59,2 100,0

Total 125 100,0 100,0

Distribusi Frekuensi STH

STH

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Larva Filariform 23 18,4 18,4 18,4

Larva Rhabditiform 27 21,6 21,6 40,0

Tidak Ada 74 59,2 59,2 99,2

Telur Ascaris 1 ,8 ,8 100,0

Total 125 100,0 100,0

Disitribusi Kontaminas STH Bagian Dalam

KontaminasiD

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Positive 25 20,0 20,0 20,0

Negative 100 80,0 80,0 100,0


(8)

Distribusi Frekuensi STH Bagian Dalam

STHdalam

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid

Larva Filariform 13 10,4 10,4 10,4

Larva Rhabditiform 12 9,6 9,6 20,0

Tidak Ada 100 80,0 80,0 100,0

Total 125 100,0 100,0

Distribusi Frekuensi STH Berdasarkan Pasar Tradisional

Pasar1 * STH Crosstabulation

STH Total

Larva Filariform Larva Rhabditiform

Tidak Ada Telur Ascaris

Pasar1

Pasar Medan Timur

Count 2 1 2 0

% within STH 8,7% 3,7% 2,7% 0,0% 4,0

Pasar Pringgan

Count 0 2 3 0

% within STH 0,0% 7,4% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Medan Johor

Count 0 3 2 0

% within STH 0,0% 11,1% 2,7% 0,0% 4,0

Pasar Medan Tuntungan

Count 1 2 2 0

% within STH 4,3% 7,4% 2,7% 0,0% 4,0

Pasar Selayang

Count 1 2 1 1

% within STH 4,3% 7,4% 1,4% 100,0% 4,0

Pasar Amplas

Count 1 1 3 0

% within STH 4,3% 3,7% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Pelita

Count 2 0 3 0

% within STH 8,7% 0,0% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Sunggal

Count 0 2 3 0

% within STH 0,0% 7,4% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Helvetia

Count 1 0 4 0


(9)

% within STH 4,3% 0,0% 5,4% 0,0% 4,0

Pasar Petisah

Count 0 1 4 0

% within STH 0,0% 3,7% 5,4% 0,0% 4,

Pasar Kampung Durian

Count 2 3 0 0

% within STH 8,7% 11,1% 0,0% 0,0% 4,0

Pasar Tj. Rejo

Count 1 1 3 0

% within STH 4,3% 3,7% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Marelan

Count 0 0 5 0

% within STH 0,0% 0,0% 6,8% 0,0% 4,0

Pasar Deli

Count 0 1 4 0

% within STH 0,0% 3,7% 5,4% 0,0% 4,0

Pasar Belawan

Count 0 2 3 0

% within STH 0,0% 7,4% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Medan Area

Count 1 0 4 0

% within STH 4,3% 0,0% 5,4% 0,0% 4,0

Pasar Labuhan

Count 1 0 4 0

% within STH 4,3% 0,0% 5,4% 0,0% 4,0

Pasar Cemara

Count 0 1 4 0

% within STH 0,0% 3,7% 5,4% 0,0% 4,0

Pasar Kampung Lalang

Count 1 3 1 0

% within STH 4,3% 11,1% 1,4% 0,0% 4,0

Pasar Medan Perjuangan

Count 2 0 3 0

% within STH 8,7% 0,0% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Halat

Count 1 1 3 0

% within STH 4,3% 3,7% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Pusat Pasar

Count 2 0 3 0

% within STH 8,7% 0,0% 4,1% 0,0% 4,0

Pasar Muara Takus

Count 3 1 1 0

% within STH 13,0% 3,7% 1,4% 0,0% 4,0

Pasar Padang Bulan

Count 0 0 5 0

% within STH 0,0% 0,0% 6,8% 0,0% 4,0


(10)

% within STH 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0

Perbedaan Kontaminasi STH pada selada bagian luar dengan selada bagian dalam

Kontaminasi * KontaminasiD Crosstabulation

KontaminasiD Total Positive Negative

Kontaminasi

Positive

Count 13 38 51

% of Total 10,4% 30,4% 40,8%

Negative

Count 12 62 74

% of Total 9,6% 49,6% 59,2%

Total

Count 25 100 125


(11)

HEALTH RESEARCH ETHICAL COMMITTEE

Of North Sumatera

c/oMEDICALSCHOOL, UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. Mansyur No. 5 Medan, 20155 – INDONESIA

Tel: +62-61-8211045; 8210555 Fax: +62-61-8216264, E-mail: [email protected]

FORMULIR ISIAN OLEH PENELITI

Nama lengkap anda :

Alamat (harap ditulis dengan lengkap) :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain :

Alamat lain yang dapat dihubungi :

Telp/Fax/HP/E-mail/lain-lain : TALITHA LETITIA 1

0813 6004 6096 / [email protected] Jl. Cangkir no 14 Ayahanda, Medan 20118

Jl. Jend. Sudirman no. 30 Merbau

[email protected] 2

3

4


(12)

Nama Institusi Anda (tulis beserta alamatnya) :

Judul Penelitian :

DAFTAR PERTANYAAN :

1. Subyek yang digunakan pada penelitian Anda :

penderita Non Penderita Hewan

2. Jumlah Subyek yang digunakan dalam penelitian Anda :125

3. Keterangan: Sayuran Selada yang segar yang dijual di pasar tradisional Kota Medan 4. Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini (pekiraan) untuksetiapsubjek

: 1 jam

5. Rangkaian usulan penelitian mencakup objektif penelitian manfaat/relevansi dari hasil penelitian disertai alasan/motivasi dilakukannya penelitian dan resiko yang mungkin timbul disertai cara penyelesaian masalahnya (ditulis dengan bahasa yang dapat dimengerti secara umum).

Tidak ada

6. Apakah masalah etik menurut Anda dapat terjadi pada penelitian Anda ini : Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

6

Identifikasi Soil Transmitted Helminthes pada Sayuran Selada di Pasar Tradisional di Koa Medan Tahun 2015


(13)

Tidak ada

7. Jika subjeknya manusia, apakah percobaan terhadap hewan sudah pernah dilakukan?. Jika tidak ,sebutkan alasan mengapa langsung dilakukan terhadap manusia ( berikan argumentasi anda secara jelas dan mudah dimengerti).

Tidak ada.

8. Prosedur pelaksanaan penelitian atau percobaan (frekwensi, interval, dan jumlah total segala tindakan invasif yang dilakukan, dosis dan cara penggunaan obat, isotop, radiasi atau tindakan lainnya) sebutkan!

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium.

9. Bahaya potensial yang langsung atau tidak langsung, segera atau kemudian dan cara yang digunakan guna pencegahannya (disebutkan jenis bahayanya).

Tidak ada.

10. Pengalaman terdahulu sebelum atau sesudah penelitian dari tindakan yang akan dilakukan (baik sendiri ataupun perorangan)

Pengalaman terdahulu dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya ditemukan Ascaris lumbricoides pada sayuran yang dijual di pasar tradsional.

11. Jika penelitian dilaksanakan pada orang sakit, sebutkan apa kegunaan bagi sisakit, dan bagaimana pula kompensasi yang diberikan jika terjadi kerugian pada jiwanya.

Tidak ada.


(14)

Tidak ada.

13. Apa hak dan kewajiban yang bisa Anda berikan sebagai jaminan dan imbalan bagi objek tersebut?. Jika terdapat ganti rugi, sebutkan pula berapa jumlah yang diberikan!

Hak yang dapat peneliti berikan adalah memberikan informasi mengenai penelitian ini dengan jelas kepada subyek penelitian.Kewajiban peneliti adalah melaksanakan penelitian dengan baik terhadap subyek penelitian tanpa menimbulkan kerugian bagi mereka.

14. Sejauh mana hubungan antara subjek manusia yang diteliti dengan peneliti? (ceklist yang benar) :

a. hubungan dokter – pasien b. Hubungan guru – murid c. Hubungan majikan -anak buah d. Mitra

e. Keluarga f. Lain-lain √

15. Jelaskan cara pencatatan selama penelitian termasuk efek samping dan komplikasinya bila ada!

Tidak ada.

16. Jelaskan cara memberitahu dan mengajak subjek (lampiran contoh surat persetujuan penderita)! Bila memberitahukan dan kesediannya secara lisan, tulisan atau karena sesuatu hal penderita tidak dapat diminta pernyataan ataupun persetujuannya, beri pula alas an untuk itu.


(15)

17. Apakah subjek diansuransikan? a. Ya

b. Tidak √

Medan, 15 Juli2015

Mengetahui, Menyatakan :

Dosen Pembimbing KTI PenelitiUtama

(dr. Yoan Carolina Panggabean MKT) (Talitha Letitia) NIP. 19760421 200312 2 003 NIM. 120100393


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Asihka, V., Nurhayati, Gayatri. 2014. Distribusi Frekuensi Soil Transmitted Helminths pada Sayuran Selada (Lactuca Sativa) yang Dijual di Pasar tradisional dan Pasar Modern di Kota Padang. MKI 3(3): 480-483.

Benti, G., Gemechum F. 2014. Parasitic Contamination on Vegetables Irrigated with Awash River in Selected Farms, Eastern Showa, Etiopia. J Parasitol Vector Biol, 6(7) : 103-109.

Budiawati. 2001. Frekuensi Soil Transmitted Helminth pada Murid SD Negri No. 28 Bangun Rejo Kecamatan Kinali Kabupaten Pasama. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Centers for Disease Control and Prevention, 2014. Parasites - Soil-transmitted Helminthes (STHs). http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2014/chapter-3-infectious-diseases-related-to-travel/helminths-soil-transmitted, diakses 15 mei 2015.

Eraky, M.A., Rashed, S.M., Nasr, M.E.S., El-Hamshary, A.M.S., El-Ghannam, E.S. 2014. Parasitic Contamination of Commonly Consumed Fresh Leafy Vegetables in Benha, Egypt. J Parasitol Res, 2(4).

Eryani, D., Fitriangga, A., Kahtam, M.I. 2014. Hubungan Personal Hiegine dengan Kontaminasi Telur Soil Transmitted Helminthes pada Kuku dan Tangan Siswa SDN 07 Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.


(17)

Hidayati, Nuruliana, D. 2000. Analisis Sistem Pemasaran Bawang Daun ( Allium fistulosum) (Studi Kasus Suka Mulya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Humaidi, N.Q. 2013. Identifikasi Cysticercosis Bovis pada Steak Daging Sapi di Rumah Makan Jalan Dr.Mansyur Medan Tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Idahosa, O.T. 2011. Parasitic Contamination of Fresh Vegetables Sold in Josh Market. Globe J Med Res, 11(1).

Julianti. 2006. Pemeriksaan residu pertisida, telur dan larva cacing pada seledri (Apium greveolens L) sebelum dan sesudah dicuci yang dibeli di Pasar tradisional Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Jusuf, A., Ruslan, Selomo, M., 2013. Gambaran Parasit Soil Transmitted Helminthes dan Tingkat pengetahuan , Sikap serta Tindakan Petani Sayuran di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Karupiah, G. A/P. 2011. Perbedaan Hiegine Sayuran yang Dijual di Pasar Tradisional dengan Pasar Modern. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Kementerian Kesehatan RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Rupublik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 Tentang Pendoman Pengendalian Cacingan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.


(18)

Marianto. 2012. Kontaminasi Sistiserkosis pada Daging dan Hati Sapi dan Babi yang Dijual di Pasar Tradisional pada Kecamatan Medan Kota. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Roberts, L., Janovy, J, Jr. 2005. Foundation of Parasitology. 7th ed. USA: Gerald D. Schmidt & Larry S. Roberts’. 397-434.

Rustia, H.N., Wispriyono, B., Susanna, D., Luthfiah, D.S. 2010. Lama Pajanan Organofosfat terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Makara, Kesehatan 14(2): 95-101.

Said, D.E.S. 2012. Detection of Parasites in Commonly Consumed raw Vegetables. Alex J Med, 4(8) : 345-352.

Sary, M.R., Haslinda, L., Ernalia, Y. 2014. Hubungan Higien Personal dengan Infestasi Soil Transmitted Helminths pada Ibu Hamil di Kelurahan Sri Meranti Daerah Pesisir Sungai Siak, Pekanbaru. J of Med, 1(2).

Siregar, R.S.N. 2011. Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian di Pasar Modern Carrefour Citra Garden Padang Bulan Medan dengan Pasar tradisional Pajak Sore Padang Bulan Medan. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Suriptiastuti. 2006. Infeksi Soil Transmitted Helminthes : Ascariasis, Trichiuriasis dan Cacing Tambang. Universa Medicana 25(2).

Waikagul, J. Thairungroj, M., Nontasut, P., Maipanich, W., Rojkittikhun, W., Komalamisram C., et al. 2002. Medical Helminthology. Department of Helminthology Faculty of Tropical Medicine Madihol University Bangkok. Thailand, 10-38.


(19)

Wardhana, K.P., kurniawan, B., Mustofa, S. 2014. Identifikasi telur Soil Transmitted Helminthes pada Lalapan Kubis ( Brassica oleracea) di Warung-Warung Makan Universitas Lampung. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Widjaja, 2014. Prevalensi dan Jenis Telur Cacing Soil Transmitted Helminthes pada Sayuran Kemangi Pedagang Ikan Bakar di Kota Palu. J epidemiol zoonosis, 5(2): 61-66.

World Health Organization. 2013. Soil-transmitted helminth infections.


(20)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

No .

Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur

Skala

1. Selada Sayuran yang kaya akan air. Biasanya dimakan mentah atau sebagai lalapan. Terdapat 2 bagian selada yang akan diperiksa yaitu

- Selada bagian luar diambil

3 lapis dari bagian luar. Selada bagian dalam adalah sisa dari selada bagian luar yg diambil. Keduanya

- Ordinal

 Telur  Larva


(21)

selada bagian luar dan selada bagian dalam. dilihat kontaminasi STH dengan metode sedimentasi. 2. Pasar

tradisio-nal Tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi secara langsung. Dikelola oleh pemerintah baik negri maupun swasta. - - - -

3. Kontam-inasi STH Dikatakan terkontaminasi STH apabila ditemukan telur/larva cacing pada sampel(sayur-an). Sampel sayuran Pemeriksaan sampel sayur dengan metode sedimentasi. Hasil pemerik-saan telur cacing: (+) terkonta-minasi (-) Tidak terkonta-minasi Kategorik


(22)

4. STH Nematoda usus. Terdiri dari cacing A.lumbricoides T. trichiura, N. americanus, A. duodenale.

- - - -

5. Telur dan larva STH

Stadium infeksius dan stadium diagnosis dari STH.

Terdiri dari telur dan larva STH termasuk larva

rhabditiform dan filariform.

Mikroskop Sedimentasi Hasil pemerik-saan telur cacing: (+) terkonta-minasi (-) Tidak terkonta-minasi


(23)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) dimana pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali pada satu saat.

4.2 Waktu dan Tempat penelitian

4.2.1 Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada bulan September 2015 sampai November 2015. Pemilihan waktu penelitian dengan mempertimbangkan waktu, dana dan sumber daya.

4.2.2 Tempat penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di pasar tradisional di Kota Medan. Pemeriksaan telur dan larva STH dilaksanakan di Laboratoriun Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada bulan September 2015 sampai November 2015.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah sayuran selada mentah yang dijual di pasar tradisional di Kota Medan.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel yang diambil adalah sayuran selada mentah yang ambil secara acak berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.


(24)

a. Kriteria Inklusi

1. Sayuran selada yang dijual di pasar tradisional di Kota Medan 2. Sayuran selada yang segar.

b. Kriteria Eksklusi

1. Sayuran selada yang sudah layu.

Sayuran selada dibeli di 25 pasar tradisional kemudian dari tiap-tiap pasar diambil 5 selada dari pedagang yang berbeda dan diberi label pada tiap-tiap sampel. Terdapat 125 selada yang dibeli di seluruh pasar tradisional di Kota Medan. Setelah itu dilakukan pembagian antara selada bagian luar dan bagian dalam dan dilakukan pemeriksaan dengan metode sedimentasi kepada sampel yang sudah diberi label satu persatu. Terdapat 250 sampel yang dibagi menjadi dua bagian. 125 sampel merupakan selada bagian luar dan 125 sampel yang lain adalah bagian dalam.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, besar sampel ditentukan dengan teknik cluster sampling yaitu dengan membagi populasi sebagai cluster-cluster kecil yaitu Medan bagian Kota, Timur, Barat, Selatan dan Utara, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih secara random. Setelah itu diletakkan di dalam kantong plastik yang bersih dan diberi label.

Pemeriksaan telur cacing menggunakan metode tak langsung dengan teknik sedimentasi (pengendapan). Sayuran direndam dengan larutan NaOH 0,2% dan kemudian larutan hasil rendaman disentrifugasi sehingga didapatkan endapan. Hasil endapan selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop. Pada sampel sayuran yang ditemukan adanya telur STH, ditentukan jumlah kontaminasi dan jenis telurnya. Terdapat 2 bagian dari sampel yang akan diperiksa, yaitu selada bagian luar dengan selada bagian dalam. Dimana sampel bagian luar yaitu 3 lembar pertama pada selada


(25)

bagian luar dan bagian sampel dalam yaitu sisa dari selada bagian luar yang telah diambil.

4.5 Pengolahan dan Analisis data

Data diperoleh dari hasil pemeriksaan telur STH pada sayuran selada bagian luar dan bagian dalam yang dilakukan di Pasar tradisional di Kota Medan. Data dan hasil laboratorium dikumpulkan dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS.

4.6 Alat-alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan antara lain: 1. Beaker glass

2. Pipet tetes

3. Alat sentrifugasi dan tabungnya 4. Rak tabung

5. Pinset 6. Ember

7. Neraca Ohaus 8. Object glass 9. Cover glass 10.Mikroskop

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1. Larutan NaOH 0,2%

2. Larutan eosin 1% 3. Aquades


(26)

4.7 Prosedur Penelitian

1. Membagi sayuran menjadi 2 bagian yaitu selada bagian luar dengan selada bagian dalam

2. Memotong sayuran menjadi bagian-bagian kecil.

Merendam sayuran dengan 500ml larutan NaOH 0,2% dalam beaker glass 1000 ml.

3. Setelah 30 menit, mengaduk sayuran dengan pinset hingga merata lalu sayuran dikeluarkan.

4. Menyaring air rendaman kemudian memasukkan ke dalam beaker glass lain dan mendiamkan selama satu jam.

5. Membuang air yang di permukaan beaker glass, air di bagian bawah beaker glass beserta endapannya diambil dengan volume 10-15 ml menggunakan pipet dan masukkan ke dalam tabung sentrifugasi.

6. Menyentrifugasi air endapan dengan kecepatan 1500 putaran/menit selama lima menit.

7. Membuang supernatan dan mengambil bagian bawah endapan kemudian memeriksanya secara mikroskopis.

8. Mengambil larutan eosin memakai pipet dan meneteskan satu tetes pada object glass.

9. Mengambil endapan dari tabung sentrifugasi satu tetes lalu meneteskan pada object glass yang telah diberi eosin.

10. Menutup hati-hati dengan cover glass (cairan harus merata dan tidak boleh ada gelembung udara).


(27)

4.8 Alur Penelitian

Populasi

Sampel Kriteria Inklusi

dan Eksklusi

Selada bagian dalam

Selada bagian luar

Sedimentasi

Sentrifugasi

Analisis mikroskopis

Analisis Statistik

Terkontaminasi

Tidak


(28)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 25 pasar tradisional yang terletak di Kota Medan. Adapun batas atas Kecamatan Medan Kota merupakan Kecamatan Medan Timur, batas kanan adalah Kecamatan Medan Area, batas kiri adalah Kecamatan Medan Maimun, batas bawah adalah Kecamatan Medan Amplas dan pertengahan adalah Kecamatan Medan Barat.

Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan dari bulan September sampai November 2015. Sampel penelitian yaitu sayuran selada sebanyak 125 sampel yang didapat dari pedagang sayuran di pasar tradisional di Kota Medan dengan metode cluster sampling.

5.1.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan dilakukan dengan membawa sampel yang diambil dari setiap pasar ke Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk diperiksa kemudian setiap sampel dibagi menjadi selada bagian luar dan selada bagian dalam. Setiap sampel diperiksa dengan menggunakan teknik sedimentasi (pengendapan) dengan menggunakan larutan NaOH 0,2%. Kemudian dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis untuk melihat ada tidaknya STH pada sampel. Berikut hasil pemeriksaan STH pada sampel selada.

Apabila ditinjau dari tempat pengambilan sampel, ditemukan variasi antara STH yang mengkontaminasi sampel. Pada tabel selanjutnya akan ditampilkan frekuensi distribusi STH yang ditemukan pada masing-masing pasar.


(29)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi STH Berdasarkan Pasar Tradisional PASAR STH Total Larva Filariform Larva Rhabditiform Tidak Ada Telur Ascaris lumbricoides

Pasar Medan Timur 2 1 2 0 5

1,60% 0,80% 1,60% 0,00% 4,00%

Pasar Pringgan 0 2 3 0 5

0,00% 1,60% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Medan Johor 0 3 2 0 5

0,00% 2,40% 1,60% 0,00% 4,00%

Pasar Medan

Tuntungan 1 2 2 0 5

0,80% 1,60% 1,60% 0,00% 4,00%

Pasar Selayang 1 2 1 1 5

0,80% 1,60% 0,80% 0,80% 4,00%

Pasar Amplas 1 1 3 0 5

0,80% 0,80% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Pelita 2 0 3 0 5

1,60% 0,00% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Sunggal 0 2 3 0 5

0,00% 1,60% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Helvetia 1 0 4 0 5

0,80% 0,00% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Hindu 1 0 4 0 5

0,80% 0,00% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Petisah 0 1 4 0 5

0,00% 0,80% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Kampung

Durian 2 3 0 0 5

1,60% 2,40% 0,00% 0,00% 4,00%

Pasar Tj. Rejo 1 1 3 0 5

0,80% 0,80% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Marelan 0 0 5 0 5

0,00% 0,00% 4,00% 0,00% 4,00%

Pasar Deli 0 1 4 0 5

0,00% 0,80% 3,20% 0,00% 4,00%


(30)

0,00% 1,60% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Medan Area 1 0 4 0 5

0,80% 0,00% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Labuhan 1 0 4 0 5

0,80% 0,00% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Cemara 0 1 4 0 5

0,00% 0,80% 3,20% 0,00% 4,00%

Pasar Kampung

Lalang 1 3 1 0 5

0,80% 2,40% 0,80% 0,00% 4,00%

Pasar Medan

Perjuangan 2 0 3 0 5

1,60% 0,00% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Halat 1 1 3 0 5

0,80% 0,80% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Pusat Pasar 2 0 3 0 5

1,60% 0,00% 2,40% 0,00% 4,00%

Pasar Muara Takus 3 1 1 0 5

2,40% 0,80% 0,80% 0,00% 4,00%

Pasar Pd. Bulan 0 0 5 0 5

0,00% 0,00% 4,00% 0,00% 4,00%

Dari Tabel 5.1 diketahui bahwa distribusi frekuensi STH hampir merata pada setiap pasar, distribusi telur Ascaris lumbricoides 1 (0,8%) hanya terdapat di Pasar Selayang.

Pemeriksaan distribusi frekuensi kontaminasi STH dilakukan untuk melihat prevalensi STH yang terdapat di pasar tradisional di Kota Medan.

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH

Kontaminasi STH F %

Terkontaminasi 51 40,8

Tidak terkontaminasi 74 59,2


(31)

Pada tabel 5.2 diketahui bahwa dari 125 sampel selada yang diperiksa terdapat 51 selada yang terkontaminasi STH (40,8%) dan 74 selada tidak ditemukan adanya kontaminasi STH (59,2%).

Jenis STH yang terdapat dalam sampel bervariasi. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan di laboratorium parasitologi, berikut dapat dilihat frekuensi distribusi masing-masing STH pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi STH

STH F %

Larva Filariform 23 18,4

Larva Rhabditiform 27 21,6

Telur Ascaris lumbricoides 1 0,8

Total 51 40,8

Dari Tabel 5.3 diketahui bahwa pada sampel penelitian terdapat 1 telur Ascaris lumbricoides (0,8%).

Adapun pemeriksaan sampel selada pada bagian dalam dilakukan untuk melihat bagaimanakah kontaminasi STH antara selada bagian luar dengan selada bagian dalam. Pada tabel berikut dilihat hasil distribusi frekuensi STH pada selada bagian dalam.

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH Pada Selada Bagian Dalam

Kontaminasi STH bagian dalam F %

Terkontaminasi 25 20

Tidak terkontaminasi 100 80

Total 125 100

Dari tabel 5.4 terdapat 25 selada bagian dalam yang terkontaminasi STH (20%) dan 100 selada bagian dalam yang tidak terkontaminasi STH (80%).

Pada tabel berikut juga ditampilkan jenis STH yang mengkontaminasi selada bagian dalam.


(32)

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi STH Pada Selada Bagian Dalam

STH bagian dalam F %

Larva Filariform 13 10,4

Larva Rhabditiform 12 9,6

Total 25 20.0

Pada tabel 5.5 pada sampel yang sama dengan memeriksa ada tidaknya kontaminasi STH pada bagian dalam, ditemukan 12 larva rhabditiform hookworm (9,6%).

Adapun penghitungan distribusi frekuensi kontaminasi STH yang dinilai pada selada bagian luar dengan bagian dalam untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara kontaminasi STH pada bagian dalam dengan bagian luar. Pada tabel selanjutnya akan ditampilkan frekuensi kontaminasi dari selada bagian luar dan bagian dalam yang diperiksa.

Tabel 5.6 Perbedaan Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH Selada Bagian Luar dengan Selada Bagian Dalam

Kontaminasi Selada Luar

Kontaminasi Selada dalam

Total Terkontaminasi Tidak

terkontaminasi

Terkontaminasi 13 38 51

10,40% 30,40% 40,80%

Tidak terkontaminasi 12 62 74

9,60% 49,60% 59,20%

Total 25 100 125

20,00% 80,00% 100,00%

Pada Tabel 5.6 diketahui kontaminasi STH pada selada bagian luar sebanyak 51 (40,80%) dan kontaminasi STH pada selada bagian dalam sebanyak 25 (20%). Ditemukan perbedaan yang signifikan antara kontaminasi STH pada selada bagian dalam dengan selada bagian luar.


(33)

5.2. Pembahasan

Pada penelitian ini ditemukan distribusi STH merata pada setiap pasar, kemungkinan karena seluruh pasar di Kota Medan mempunyai distributor yang sama atau berasal dari sumber perkebunan selada yang sama. Adapun beberapa pedagang yang dilakukan tanya-jawab sebagian besar menjawab selada berasal dari perkebunan di Brastagi dan hanya sebagian yang menjawab selada yang dijual tersebut berasal dari Sidikalang. Adapun perbedaan STH yang mengkontaminasi sayuran terdapat pada pasar selayang yang ditemukannya telur Ascaris lumbricoides. Hal ini terjadi bisa karna beberapa faktor baik sistem irigasi yang masih menggunakan air yang terkontaminasi ataupun bisa penggunaan tinja sebagai pupuk sayuran.

Pada penelitian ini prevalensi kontaminasi STH pada sayuran selada yang dijual di Pasar Tradisional di Kota Medan mencapai 40,80% dari 125 sampel yang diperiksa. Adapun hal-hal yang menyebabkan masih tingginya kontaminasi oleh STH yaitu dari letak geografis, penggunaan tinja sebagain pupuk, sistem irigasi dengan air yang terkontaminasi oleh STH dan dari letak pertumbuhan selada sendiri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karupiah (2011), dengan menggunakan metode sentrifugasi diketahui bahwa prevalensi kontaminasi STH di pasar tradisional sekitar Kota Medan mencapai 85% dari 40 selada yang diperiksa.

Pada penelitian ini didapatkan kontaminasi larva dari hookworm sebesar 40%. Penelitian oleh Idahosa (2011) yang dilakukan di Nigeria juga digambarkan STH yang paling banyak megkontaminasi sayuran adalah hookworm yaitu sebanyak 28,2%, hal ini juga berbanding lurus dengan penelitian yang dilakukan oleh Karupiah (2011) yang dilakukan di Kota Medan menunjukkan kontaminasi STH yang terbanyak adalah larva dari hookworm sebanyak 30% . Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi oleh hookworm adalah kelembaban dan temperatur yang sesuai dengan siklus hidup hookworm, suhu optimum untuk perkembangan hookworm adalah 280-320C.


(34)

STH banyak ditemukan pada negara-negara beriklim tropis dan subtropis dan pada daerah dengan tingkat hiegenitas dan sanitasi yang rendah. (Bethony et al., 2006). Indonesia sendiri adalah negara tropis, dan masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki hiegenitas dan sanitasi yang rendah. Hal ini menjadi faktor utama mengapa masih tingginya prevalensi kontaminasi STH . Adapun faktor resiko lain yang menyebabkan masih tingginya kontaminasi STH adalah pemakaian tinja sebagai pupuk untuk sayuran yang dimakan mentah (Supriastuti, 2006). Dalam perrtumbuhannya, selada identik berkontak langsung dengan tanah mengakibatkan transmisi STH lebih mudah terjadi. Bentuk selada yang berlekuk-lekuk juga memungkinkan parasit untuk menempel dan tetap berada dalam selada bahkan setelah pencucian dilakukan.

Pada penelitian ini, dilakukan pemeriksaan kontaminasi STH pada selada bagian dalam. Didapatkan kontaminasi STH sebanyak 20% dari 125 sampel yang diperiksa dan jenis STH yang mengkontaminasi adalah larva filariform dari hookworm 13 (10,4%) dan larva rhabditiform hookworm 12 (9,6%). Belum ada penelitian yang melakukan pemeriksaan selada bagian dalam sebelumnya.

Pada penelitian ini dapat dilihat perbandingan frekuensi distribusi antara selada bagian dalam dan selada bagian luar, terdapat perbedaan jumlah kontaminasi STH sebanyak 26 (20,80%). Dari hasil tersebut terdapat perbedaan antara kontaminasi selada bagian luar dengan kontaminasi selada bagian dalam. Adapun perbedaan mungkin dikarenakan morfologi selada yang berlapis-lapis mengakibatkan bagian dalam kurang terpapar oleh lingkungan luar.

Pada penelitian ini STH yang ditemukan adalah larva hookworm 40% dan telur Ascaris lumbricoides 0,8%, sementara pada penelitian yang dilakukan Eraky et al. (2014) ditemukan Ascaris lumbricoides 0,6% dan tidak ditemukan larva hookworm. Selain itu juga, menurut said (2012) ditemukan telur Ascaris lumbricoides 20,3% dan tidak ditemukan larva hookworm. Dan pada penelitian yang


(35)

dilakukan Idahosa (2011) ditemukan 6 ( 2,4%) telur Ascaris lumbricoides, 5 (2,0%) telur Trichuris trichiura dan 70 (28,2%) larva hookworm.


(36)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut:

1. Telur STH yang ditemukan pada penelitian ini adalah telur Ascaris lumbricoides.

2. Larva STH yang ditemukan pada penelitian ini adalah larva filariform dan larva rhabditiform dari Hookworm.

3. Ditemukan kontaminasi STH pada selada bagian luar lebih banyak dari selada bagian dalam.

6.2. Saran

Dari seluruh penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitia ini, yaitu:

1. Perlu dilakukan promosi kebersihan dan kesehatan untuk meningkatkan lagi sanitasi, hiegine dan kebiasaan masyarakat sehingga dapat memutuskan siklus hidup ataupun penyebaran STH.

2. Kepada konsumen, diharapkan sebelum mengkonsumsi sayuran mentah disarankan untuk mencuci bersih sayuran terlebih dahulu.

3. Menghentikan penggunaan tinja sebagai pupuk untuk sayuran yang dimakan sehari-hari.

4. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk melakukan penelitian yang lebih lengkap berikutnya.


(37)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Soil Transmitted Helminths

Soil Transmitted Helminths adalah nematoda usus yang dalam siklus hidupnya membutuhkan tanah untuk proses pematangan. Kecacingan oleh STH ini ditularkan melalui telur cacing yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terinfeksi. Di daerah yang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mencemari tanah. Empat spesies yang paling umum menginfeksi manusia adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) (Wardhana et al., 2014).

2.1.1 Ascaris lumbricoides

A. Hospes, Nama Penyakit dan Habitat

Manusia merupakan satu-satunya hospes A. lumbricoides. Penyakit yang disebabkannya disebut askariasis. Cacing dewasa hidup di dalam lumen usus halus (yeyunum) manusia. Sedangkan larvanya masuk ke dalam pembuluh darah dan bermigrasi melalui paru-paru (Budiawati, 2001).

B. Epidemiologi

Parasit ini ditemukan di seluruh dunia (kosmopolit), 1.27 milyar lebih atau sekitar seperempat dari populasi dunia terinfeksi (Roberts et al., 2005). Parasit ini lebih banyak ditemukan di daerah beriklim tropik dengan kelembaban tinggi, terutama di daerah dengan sanitasi yang buruk merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan telur (Waikagul et al., 2002).

Defekasi yang sembarangan akan mencemari tanah dengan telur yang dapat bertahan hidup selama bulanan bahkan tahunan. Tanah liat, kelembaban yang tinggi dan suhu yang berkisar 25-30OC merupakan hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur A. lumbricoides menjadi bentuk infektif. Telur-telur ini tahan


(38)

terhadap disinfektan karena lapisan telur nya mengandung ascarosides sehingga pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik sulit. Pada suhu yang lebih rendah akan menghambat pertumbuhan telur tetapi menguntungkan lamanya kehidupan. Telur akan rusak oleh sinar matahari langsung dalam 15 jam dan mati pada suhu >40OC (Robert et al., 2005).

Semua golongan umur dapat terinfeksi oleh parasit ini tetapi anak-anak pada golongan umur 5-9 tahun lebih sering terkena infeksi dengan memakan makanan yang kurang bersih ataupun memakan makanan dengan tangan yang terkontaminasi. Sanitasi lingkungan yang buruk seperti kurangnya pemakaian jamban keluarga, tempat pemukiman yang padat dan kotor akan menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja seperti memudahkan terjadinya infeksi parasit ini. Di beberapa daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk, terutama di Asia, Jerman dan beberapa negara Mediteranian, sayuran yang tidak dimasak merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kontaminasi telur A.lumbricoides, bahkan debu yang tertiup angin dapat membawa telur pada kondisi tertentu (Roberts et al., 2005).

C. Morfologi dan Siklus Hidup

Parasit ini merupakan parasit usus terbesar. Cacing dewasa berbentuk silindris yang mengecil pada kedua ujungnya, berwarna putih susu sampai coklat muda (Waikagul et al., 2002). Cacing jantan mempunyai panjang 15-31 cm dengan diameter 2-4 mm dan mempunyai ekor yang membengkok. Cacing betina mempunyai panjang 20-49 cm dengan diameter 3-6 mm dan mempunyai ekor lurus (Robert et al., 2005). Cacing ini pada mulutnya mempunyai 3 bibir dengan gigi-gigi kecil (dentikel) pada pinggirnya. Bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan. Pada hipodermis terdapat sel otot somatik yang besar dan panjang yang berguna untuk mempertahankan posisinya di dalam usus halus manusia. Alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung di dalam rongga badan. Cacing jantan merniliki 2 buah spikulum yang dapat dikeluarkan dari kloaka,


(39)

Bagian ini lebih kecil dan dikenal sebagai cincin kopulasi (Copulatrix ring) (Budiawati, 2001).

Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi berbentuk ovoid dan berukuran 60 x 45 μ, bila baru dikeluarkan berisi satu sel tunggal dan tidak infektif. Terdapat 3 tipe telur yang dapat diobservasi yaitu (1) telur yang dibuahi, berbentuk bulat atau oval dengan dinding telur yang kuat dan berwarna coklat keemasan. Ukurannya berkisar antara 55-57 μ panjangnya, dan 30-50 μ lebarnya. Terdiri dari 3 lapis: Bagian luar dilapisi oleh albuminoid, bagian tengah glikogen dan bagian dalam dilapisi oleh lapisan lipoid. (2) Telur yang mengalami dekortikasi yang dibuahi maupun tidak dibuahi, tidak memiliki lapisan albuminoid yang juga berwarna coklat keemasan. (3) Telur yang tidak dibuahi memiliki dinding yang tipis dan berbentuk irregular. Ukurannya berkisar antara 88-95 μ panjangnya dan 44 μ lebarnya. Dinding telur terdiri dari 2 lapisan: lapisan luar dilapisi oleh albuminoid dan lapisan dalam oleh glikogen. Lapisan albuminoid ini kadang-kadang hilang atau dilepaskan oleh zat kimia sehingga menghasilkan telur tanpa kulit (decorticated) (Waikagul et al., 2002).

Gambar 1.1. Telur Ascaris lumbricoides (CDC, 2014)

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif tersebut bila tertelan manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti


(40)

aliran darah menuju ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan (Wardhana et al., 2014).

Gambar 1.2 Daur hidup Ascaris lumbricoides (CDC, 2014)

D. Patologi dan Gejala Klinik

Infeksi dari cacing A. lumbricoides yang mengandung l0 sampai 20 ekor cacing sering berlalu tanpa diketahui hospes dan baru ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin atau bila cacing dewasa keluar sendiri dengan tinja. Patogenesis yang disebabkan infeksi A. lumbricoides dihubungkan dengan respon imun hospes, efek migrasi larva, efek mekanik cacing dewasa, defisiensi gizi akibat keberadaan cacing dewasanya (Budiawati, 2001).


(41)

Gejala yang dapat ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa hal. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya beratnya infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan dan kerentanan penderita terhadap infeksi cacing. Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Migrasi larva ke paru-paru menimbulkan gejala yang disebut "Sindroma Loeffler" berupa demam, eosinofilia, urtikaria dan perubahan pada hati. Iritasi bronkial menyebabkan batuk spasmodik. Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu 3 minggu (Wardhana et al., 2014).

Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa di dalam usus biasanya ringan, seperti : mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak bisa terjadi malabsorpsi sehingga akan memperberat gejala malnutrisi. Cacing dewasa memperoleh makanan dengan merampas sari-sari makanan hospes. Diketahui bahwa 20 ekor cacing dewasa memakan 2 gr hidrat arang dan 0,79 gr protein sehari. Dengan demikian, infeksi berat yang disebabkan beratus-ratus cacing akan merampas sebagian besar makanan hospes sehingga akan menimbulkan gangguan gizi pada anak. Bila cacing mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat, maka diperlukan tindakan operatif (Budiawati, 2001).

E. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung. Kebanyakan diagnosis dibuat untuk mengidentifikasi karakteristik telur dalam tinja atau melihat ada tidaknya cacing dewasa keluar baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui tinja. A. lumbricoides harus dicurigai ketika muncul gejala-gejala klinis seperti diatas. Pada kasus ringan biasanya asimtomatik.


(42)

F. Pengobatan

Mebendazole adalah terapi pilihan dan pyrantel pamoate sebagai cadangan. Nitazoxamide untuk pengobatan cryptosporodial diarrhea diperkirakan dapat mengobati beberapa jenis helminthes, termasuk A. lumbricoides.

G. Pencegahan

1. Sanitasi yang baik.

2. Mencuci tangan sebelum makan.

3. Edukasi kepada anak untuk menjauhkan tangan dari mulut pada saat bermain di tanah.

4. Mencuci dengan bersih sayuran yang tidak dimasak (Waikagul et al., 2002).

2.1.2 Trichuris trichiura

A. Hospes, Nama Penyakit dan Habitat

Manusia merupakan hospes utama T. trichiura, akan tetapi cacing tersebut juga pernah dilaporkan di dalam kera dan babi. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. T. trichiura terutama hidup di caecum, akan tetapi dapat juga ditemukan di apendiks dan ileum bagian distal. Pada infeksi berat, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum dan kadang-kadang terlihat pada mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejan pada waktu defekasi (Budiawati, 2001).

B. Epidemiologi

Penyebaran cacing ini secara kosmopolit. Lebih banyak ditemukan di daerah panas dan lembab dan dengan sanitasi yang buruk. Parasit ini termasuk yang kedua tersering pada infeksi STH pada negara tropis (Waikagul et al., 2002). Frekuensi di Indonesia tinggi, pada beberapa daerah pedesaan berkisar antara 30-90%. Di Amerika Selatan angka prevalensinya berkisar antara 20-25%. Yang penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah oleh tinja, sehingga pemakaian tinja sebagai


(43)

bentuk infektif pada tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum 30oc. Tanah yang tercemar dengan telur-telur cacing dari penderita akan menjadi sumber penularan kepada orang lain melalui tangan, makanan dan minuman yang telah terkontaminasi dengan telur yang sudah dalam stadium infektif (Budiawati, 2001).

C. Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing ini dikenal sebagai cacing cambuk karena bagian anterior seperti cambuk, tiga perlima dari tubuhnya dilalui oleh esophagus yang sempit. Bagian posteriornya lebih tebal, dua perlima dari tubuhnya berisi usus dan seperangkat alat reproduksi. Panjang cacing jantan 30-45 mm dan cacing betina 35-50 mm. Bagian posterior cacing betina membulat tumpul dan bagian posterior cacing jantan melingkar dengan satu spikulum dan sarung yang retraktil (Waikagul et al., 2002).

Jumlah telur yang dihasilkan setiap hari oleh cacing betina diperkirakan antara 3.000-10.000 butir. Telurnya berukuran 50-54 μ x 22-23 μ berbentuk seperti tempayan dengan tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutub. Kulit bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Sel telur yang dibuahi waktu dikeluarkan cacing betina belum membelah. Perkembangan embrio terjadi di luar hospes. larva stadium pertama yang infektif dan belum menetas dibentuk dalam waktu 3-4 minggu dalam lingkungan yang sesuai yakni tanah hangat, basah dan tempat teduh. Telur-telur kurang resisten dibanding telur A. lumbricoides terhadap pengeringan, panas dan dingin (Waikagul et al., 2002). Cacing cambuk tidak membutuhkan hospes perantara untuk tumbuh menjadi bentuk infektif (Wardhana et al., 2014).


(44)

Infeksi terjadi bila telur matang tertelan oleh manusia, larva yang keluar dari dinding telur yang sudah dicerna masuk ke dalam usus halus bagian proksimal dan menembus vili usus, menetap disitu selama 3-10 hari dekat kripta lieberkuhn. Setelah menjadi dewasa, cacing turun makin ke bawah ke daerah caecum. Suatu struktur yang menyerupai tombak pada bagian anteriornya yang seperti cambuk tertanam ke dalam mukosa usus hospesnya, tempat cacing itu mengambil makanannya. Sekresi mungkin dapat mencairkan sel-sel mukosa yang berdekatan. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai menjadi dewasa yang menghasilkan telur ialah 30-90 hari, hidupnya mungkin selama beberapa tahun (Budiawati, 2001).

Gambar 2.2 Daur hidup Trichuris trichiura (CDC, 2014)

D. Patologi dan Gejala Klinik

Cacing yang menginfeksi kurang dari 100 jarang menyebabkan infeksi ataupun dapat menyebabkan infeksi tanpa gejala yang khas. Kasus berat terjadi dan pada beberapa keadaan dapat meyebabkan kematian (Roberts et al., 2005).

Kerusakan mekanis pada mukosa dan respon alergi hospes merupakan faktor utama untuk setiap kelainan patologi yang berkaitan dengan infeksi ini dan berhubungan erat dengan jumlah cacing, lamanya infeksi dan umur serta status


(45)

usus dan menghisap darah, disamping itu dari tempat perlengketannya dapat terjadi perdarahan sehingga bisa menyebabkan anemia. Anemia yang jelas dapat menyertai infeksi Trichuris trichiura dengan kadar Hb serendah 3 gr per 100 ml darah. Setiap hari seekor cacing menghisap darah sebanyak 0,005 ml. Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan tinja. Pada infeksi yang berat timbul keluhan karena iritasi pada mukosa, seperti nyeri perut, sukar untuk buang air besar, mencret, kembung, sering flatus, rasa mual, muntah dan turunnya berat badan. Bahkan pada keadaan berat sering ditemukan malnutrisi, terutama pada anak-anak dan kadang-kadang juga terjadi perforasi dan prolaps rekti (Waikagul et al., 2002).

E. Diagnosis

Diagnosis T.trichiura berdasarkan penemuan telur yang khas seperti tempayan di dalam tinja (Waikagul et al., 2002).

F. Pengobatan

Pengobatan trichuriasis tidak seefektif pengobatan parasit usus lainnya. Bagaimanapun, mebendazole 100 mg perhari selama 3 hari memberikan hasil yang cukup memuaskan, sedangkan pemberian albendazole 400 mg dosis tunggal atau dosis ganda selama 2 sampai 3 hari memberikan hasil yang baik (Waikagul et al, 2002).

G. Pencegahan

Hiegenitas perorangan sangat penting. Dalam komunitas, edukasi kesehatan sangat diperlukan pada beberapa aspek misalnya: sanitasi, buangan limbah, pembuangan tinja manusia yang layak. Pembangunan jamban dan pemakaian yang tepat sangat bermanfaat dalam mengontrol infeksi (Waikagul et al., 2002).


(46)

2.1.3 Necator americanus dan Ancylostoma duodenale

A. Hospes, Nama Penyakit dan Habitat

Cacing tambang yang menginfeksi manusia ada 2 jenis yaitu Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Kedua cacing ini disebut cacing tambang karena pada zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja tambang yang belum mempunyai sanitasi yang memadai. Telur dari kedua cacing ini lebih sering disebut sebagai cacing tambang. Cacing tambang dewasa dapat dibedakan dari bentuk, ukuran dan morfologi serta mulut. Hospes defenitif kedua spesies ini adalah manusia. Cacing ini menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Cacing dewasa meletakkan dirinya pada mukosa usus halus terutama di yeyenum, beberapa di duodenum dan jarang di ileum dengan dua pasang gigi pada A. duodenale dan sepasang benda kitin pada N. americanus (Budiawati, 2001).

B. Epidemiologi

Penyebaran cacing tambang di seluruh daerah khatulistiwa, yang kelembaban dan temperaturnya menguntungkan untuk perkembangan larva di tanah. Tanah gembur (pasir, humus) merupakan tempat pembiakan yang baik untuk larva cacing tambang. Suhu optimum bagi N. americanus adalah 280-320C. Ini adalah salah satu sebab mengapa N. americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada A. duodenale (Budiawati, 20001). Dalam diskusi biologi pada hookworm, hal ini terjadi karena kombinasi dari sanitasi yang buruk dan lingkungan yang memiliki tingkat endemik yang tinggi (Roberts et al., 2005).

C. Morfologi dan Siklus Hidup

Ukuran A. duodenale sedikit lebih besar dari N. americanus. Cacing dewasa jantan berukuran 5-11 mm x 0,3-0.45 mm dan cacing betina 9-13 mm x 0,35-0,6 mm. Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N. americanus


(47)

mempunyai benda kitin, sedangkan A. duodenale ada dua pasang gigi (Wardhana et al., 2014).

Telur cacing tambang berbentuk oval, tidak berwarna dan berukuran 40 x 60 μ. Dinding luar dibatasi oleh lapisan vitelline yang halus, di antara ovum dan dinding telur terdapat ruangan yang jelas dan bening. Telur yang baru keluar bersama tinja mempunyai ovum yang mengalami segmentasi 2, 4, dan 8 sel. Bentuk telur N. americanus tidak dapat dibedakan dari A. duodenale. Jumlah telur per-hari yang dihasilkan seekor cacing betina N. americanus sekitar 9.000-10.000, sedangkan pada A. duodenale 10.000-20.000 butir (Wardhana et al., 2014).

Gambar 3.1 Telur cacing tambang (hookworm) (CDC, 2014)

Telur cacing tambang dikeluarkan bersama tinja dan berkembang di tanah. Dalam kondisi kelembaban dan temperatur yang optimal, telur akan menetas dalam 1-2 hari dan melepaskan larva rhabditiform yang berukuran 250-300 μm. Setelah dua kali mengalami perubahan akan terbentuk larva filariform. Perkembangan dari telur ke larva filariform adalah 5-10 hari. Kemudian larva menembus kulit manusia dan masuk ke sirkulasi darah melalui pembuluh darah vena dan sampai di alveoli. Setelah itu larva bermigrasi ke saluran nafas atas yaitu dari bronkhiolus ke bronkus, trakea, faring, kemudian tertelan, turun ke esofagus dan menjadi dewasa di usus halus (Wardhana et al., 2014).


(48)

Gambar 3.2 Daur hidup cacing tambang (hookworm) (CDC, 2014)

Kerusakan jaringan dan gejala penyakit dapat disebabkan oleh larva maupun cacing dewasa. Larva menembus kulit dan membentuk maculopapula dan eritem, sering disertai rasa gatal yang hebat, disebut ground itch atau dew itch. Sewaktu larva berada dalam aliran darah dalam jumlah banyak atau pada orang yang sensitif dapat menimbulkan bronkitis atau bahkan pneumonitis (Wardhana et al., 2014).

D. Patologi dan Gejala Klinik

Gejala klinik dan patologis penyakit cacing ini bergantung pada jumlah cacing yang menginfeksi usus; paling sedikit 500 cacing diperlukan untuk menyebabkan terjadinya anemia dan gejala klinik pada pasien dewasa.

l. Stadium larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut "ground itch". Perubahan pada paru biasanya ringan.

2. Stadium dewasa

Gejala tergantung pada : (a). spesies dan jumlah cacing dan (b). keadaan gizi penderita ( Fe dan protein ).


(49)

Tiap cacing N. americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,05-0,34 cc. Biasanya tejadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Rasa tak enak diperut, kembung, sering flatus, mencret-mencret merupakan gejala iritasi cacing terhadap usus halus yang terjadi lebih kurang 2 minggu setelah larva mengadakan penetrasi ke dalam kulit. Anemia akan terjadi 10-20 minggu setelah infestasi cacing (Budiawati, 2001).

E. Diagnosis

1. Pemeriksaan tinja untuk mengetahui karakteristik telur. 2. Gejala klinis.

3. Pemeriksaan sputum untuk mengetahui ada tidaknya larva.

4. Biakan tinja untuk membedakan telur N.americanus dan A.duodenale dengan metode Harada—mori (Waikagul et al., 2002).

F. Pengobatan

Mebendazole adalah pilihan pengobatan. Selain untuk mengobati infeksi N. americanus dan A. duodenale obat ini juga dapat mengobati infeksi A. lumbricoides. dosis tunggal selain murah, tepat dan efektif. Sayangnya belum ada keterangan tentang resisten albendazole terhadap N. americanus (Waikagul et al., 2002).

G. Pencegahan

Infeksi cacing tambang dilaporkan lebih banyak pada ras kulit hitam daripada kulit putih, pada generasi muda daripada generasi tua, pada laki-laki daripada perempuan. Resiko tinggi infeksi ini terjadi pada petani yang menggunakan pupuk dari tinja, pada orang-orang yang berjalan tanpa menggunakan alas kaki dan pada orang yang mengkonsumsi sayuran mentah (Waikagul et al., 2002)

Pencegahan yang efektif bergantung pada peningkatan kesehatan dan sanitasi yang adekuat.


(50)

Hal-hal lain yang harus dilakukan:

1) Mengobati orang yang positif terkena infeksi dan mencegah reinfeksi dengan menghentikan pencemaran tanah.

2) Memberikan edukasi tentang infeksi parasit, hiegenitas perorangan dan sanitasi. 3) Pembuangan tinja yang bersih dan mencegah penggunaan pupuk dari tinja

(Waikagul et al., 2002).

2.2 Selada (Lactuca sativa)

Selada (Lactuca sativa) termasuk tanaman setahun atau semusim yang banyak mengandung air (herbaceous). Batangnya pendek berbuku-buku tempat kedudukan daun. Daun-daun selada bentuknya bulat panjang, mencapai ukuran 25 cm dan lebarnya 15 cm atau lebih.

Di daerah yang beriklim sedang (sub-tropis) tanaman selada mudah berbunga. Bunganya berwarna kuning, terletak pada rangkaian yang lebat dan tangkai bunganya dapat mencapai ketinggian 90 cm. Bunga ini menghasilkan buah berbentuk polong, yang berisi biji. Biji selada berbentuk pipih, berukuran kecil-kecil serta berbulu tajam.

Selada dapat ditanam pada berbagai jenis tanah, namun pertumbuhan yang baik akan diperoleh bila ditanam pada tanah gembur, lembab dan mengandung cukup bahan organik. Diasumsikan selada dan STH hidup dalam kondisi tanah yang serupa. Daun selada berposisi duduk sehingga kontak langsung dengan tanah. Keadaan ini memungkinkan telur STH akan mudah menempel pada daun selada yang berada dekat dengan lokasi BAB terutama pada bagian krop terluar dan ujung bagian selada.

Berbeda dengan sayuran lain, selada tidak pernah dimasak karena setelah dimasak rasanya menjadi agak liat. Hal ini memungkinkan telur STH dengan mudah


(51)

masuk ke dalam tubuh karena selada yang dikonsumsi tidak dicuci bersih (Asihka et al., 2014).

2.3. Pemeriksaan Soil Transmitted Helminths pada Sayuran

Sayuran lalapan merupakan jenis sayuran yang dikonsumsi secara mentah. Hal ini dikarenakan tekstur dan organoleptik sayuran lalapan ini memungkinkan untuk dikonsumsi secara mentah. Kelebihan sayuran lalapan adalah ketika dikonsumsi zat-zat gizi yang terkandung didalamnya tidak mengalami perubahan (Wardhana, 2014)

Salah satu metode pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi telur STH pada sayuran adalah dengan metode tak langsung. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur cacing dapat terkumpul. Metode ini menghasilkan sediaan yang lebih bersih daripada metode yang lain.

Metode tak langsung dibagi menjadi dua cara yaitu sedimentasi (pengendapan) dan flotasi (pengapungan). Prinsip dari teknik sedimentasi adalah memisahkan antara suspensi dan supernatan dengan adanya sentrifugasi sehingga telur cacing dapat terendap. Sedangkan prinsip dari teknik flotasi adalah berat jenis telur cacing lebih kecil daripada berat jenis NaCl jenuh sehingga mengakibatkan telur cacing akan mengapung di permukaan larutan.

Pemeriksaan dengan teknik sedimentasi dan flotasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Teknik sedimentasi memerlukan waktu lama, tetapi mempunyai keuntungan karena dapat mengendapkan telur tanpa merusak bentuknya. Pada teknik flotasi, pemeriksaan tidak akurat bila berat jenis larutan pengapung lebih rendah daripada berat jenis telur dan jika berat jenis larutan pengapung ditambah maka akan menyebabkan kerusakan pada telur (Wardhana, 20014).


(52)

2.4 Kerangka Teori

Sayuran

- Penggunaan tinja sebagai pupuk - Sistem irigasi yang buruk - Pencemaran tanah oleh feses yang terkontaminasi

- Sanitasi dan hiegenitas yang buruk

Kontaminasi


(53)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecacingan adalah masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan di dunia. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) kira-kira 2 milyar atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted Helminthes (STH). Infeksi STH tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis dan subtropis, dengan jumlah terbesar terjadi di Sub-Saharan Afrika, Amerika, China dan Asia Timur (WHO, 2013). Di Indonesia sendiri prevalensi infeksi STH berada pada 40%-60% dan tersebar luas baik di perkotaan maupun di pedesaan (Menkes, 2006).

Transmisi telur cacing ke manusia bisa terjadi dari tanah yang mengandung telur cacing, STH yang dikeluarkan bersamaan dengan tinja orang yang terkontaminasi. Di daerah yang tidak memiliki sanitasi yang memadai, telur ini akan mengkontaminasi tanah. Manusia dapat terinfeksi ketika termakan telur infektif (Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura) atau larva (Ancylostoma duodenale) dalam makanan yang terkontaminasi (contohnya pada sayuran yang tidak dimasak, dicuci atau dikupas secara hati-hati). Selain itu infeksi juga dapat terjadi melalui minuman yang terkontaminasi dan pada anak-anak yang bermain di tanah tanpa mencuci tangan sebelum makan. Tidak ada transmisi langsung dari orang ke orang atau infeksi dari feses segar, karena telur yang keluar bersama tinja membutuhkan waktu sekitar 3 minggu untuk matang dalam tanah sebelum menjadi infektif (WHO, 2013). Infeksi STH dapat menimbulkan anemia, defisiensi vitamin A, malnutrisi dan gangguan tumbuh kembang (CDC, 2014). Faktor lain yang mempengaruhi angka kejadian penyakit kecacingan adalah lingkungan yang menyokong untuk perkembangan STH yaitu kondisi tanah yang gembur dan lembab (Asihka et al., 2014).


(54)

Sayuran sangat penting untuk kesehatan dan membentuk komponen utama dari kebutuhan pangan di setiap keluarga. Sayuran merupakan penyumbang energi yang diperlukan manusia sebagai makanan suplemen atau nutrisi. Sayuran pada hakekatnya dapat meningkatkan kualitas makanan dan memiliki air yang tinggi seperti yang terlihat pada selada dan kubis. Banyak sayuran yang merupakan sumber yang baik dari vitamin C , karoten dan unsur mineral seperti zat besi dan vitamin termasuk tiamin ( vitamin B12 ) , niacin dan riboflavin (Idahosa, 2011). Selada merupakan sayuran yang digemari, terutama selada keriting. Terbukti dari selada yang mudah ditemukan pada makanan asing seperti salad, hot dog, hamburger, sandwich. Makanan Indonesia juga banyak menggunakan selada seperti gado-gado, lalapan, nasi goreng dan lalapan pecel lele (Asihka et al., 2014).

Berdasarkan hasil pemeriksaan telur STH pada lalapan (kol, kemangi, selada dan terong) di pasar tradisional, supermarket dan restoran di Kota Medan didapatkan hasil bahwa selada yang dijual di pasar tradisional dan supermarket tidak memenuhi syarat kesehatan. Ditemukan telur Ascaris lumbricoides pada selada yang dijual di pasar tradisional dan ditemukan telur Trichuris trichiura pada selada yang dijual di supermarket (Ashika et al., 2014).

Masih tingginya prevalensi kecacingan dan kontaminasi telur STH pada sayuran menjadi alasan penting bagi saya untuk mengidentifikasi telur STH di pasar tradisional di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu apakah jenis STH yang ditemukan pada sayuran selada di pasar tradisional di Kota Medan?


(55)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi STH pada sayuran selada di pasar tradisional di Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui jenis telur STH yang mengkontaminasi sayuran selada di pasar tradisional di Kota Medan.

b. Untuk mengetahui jenis larva STH yang mengkontaminasi sayuran selada di pasar tradisional di Kota Medan.

c. Untuk membandingkan kontaminasi STH pada selada bagian luar dengan selada bagian dalam.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah dan kontaminasi telur cacing pada sayuran.

b. Bagi ilmu kedokteran komunitas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan infeksi STH dalam suatu komunitas.

c. Bagi instansi terkait, diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data pendukung atau bahan perencanaan dalam pencegahan kasus kecacingan, khususnya infeksi dari STH.

d. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan infeksi STH, sehingga dapat dilakukan pencegahan terjadinya infeksi.


(56)

ABSTRAK

Tingkat konsumsi sayuran mentah seperti selada cukup banyak ditemui di Indonesia. Konsumsi sayuran selada yang tidak higiene yaitu tanpa dicuci terlebih dahulu akan menyebabkan kontaminasi parasit. Oleh sebab itu kesadaran tentang pentingnya higiene pada sayur selada sebaiknya dimiliki baik oleh pengusaha maupun oleh pembeli.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Dilakukan juga pembandingan antara selada bagian luar dengan selada bagian dalam untuk melihat apakah ada perbedaan kontaminasi. Sampel penelitian adalah sayuran selada yang diperoleh dari 25 pasar tradisional di Kota Medan yang kemudian diperiksa di laboratorium parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan metode sedimentasi. Data diolah dengan program SPSS versi 20. Dari penelitian ini diketahui bahwa secara keseluruhan, sayur selada bagian luar dengan bagian dalam di pasar tradisional menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit masing-masing 51 sampel (40,8%) dari 125 sampel yang diperiksa dan 25 sampel (20%) dari 125 selada yang diperiksa. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan masih tingginya kontaminasi parasit dalam sayuran. Hanya dengan mencuci sayuran sebelum dijual dan dikonsumsi dapat mengurangi kontaminasi oleh parasit.


(57)

ABSTRACT

In Indonesia there are high level of consumption in raw vegetables such as lettuce. Consumption of non hygienic lettuce which hasn’t been washed cleanly can cause parasite contamination. Therefore, consumer and green grocers should realise the importance of hygiene before consuming or selling those lettuces.

This is a descriptive study with cross sectional design. Experiment has been carried out to see whether there differences in contamination on outer side of the lettuce and inner side of the lettuce. Sampel was collected from 25 different wet markets in Medan city where later on it was checked in laboratory by using sedimentation method. Collected data was tabulated using SPSS version 2.0. overall from this research, both outer and inner part of lettuce has shown positive results in contamination of parasites, there was 51 sampel (40.8%) out of 125 sampel which has been checked and 25 sampel (20%) out of 125 sampel for the inner part of lettuce. According to this research, it has been concluded that there are still high level of contamination in lettuce. This parasitic contamination can be only reduced with proper washing metho before selling it and consuming it.


(58)

IDENTIFIKASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHES

PADA SAYURAN SELADA DI PASAR TRADISIONAL

DI KOTA MEDAN TAHUN 2015

OLEH:

TALITHA LETITIA

120100393

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(59)

IDENTIFIKASI SOIL TRANSMITTED HELMINTHES

PADA SAYURAN SELADA DI PASAR TRADISIONAL

DI KOTA MEDAN TAHUN 2015

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

OLEH:

TALITHA LETITIA

120100393

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(60)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Identifikasi Soil Transmitted Helminthes pada Sayuran Selada di Kota Medan Tahun 2015

Nama : Talitha Letitia

NIM : 120100393

Pembimbing, Penguji 1

... ...

(dr. Yoan Carolina Panggabean, MKT) (Prof.Dr.dr. Rozaimah Zain Hamid, MS, Sp.FK) NIP : 19760421 200312 2 003 NIP : 19530417 198003 2 001

Penguji 2

... (dr. Edy Ardiansyah, M.ked(OG), Sp.OG)

NIP : 19650801 199603 1 001 Medan, 14 Januari 2016

Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

... Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH


(61)

ABSTRAK

Tingkat konsumsi sayuran mentah seperti selada cukup banyak ditemui di Indonesia. Konsumsi sayuran selada yang tidak higiene yaitu tanpa dicuci terlebih dahulu akan menyebabkan kontaminasi parasit. Oleh sebab itu kesadaran tentang pentingnya higiene pada sayur selada sebaiknya dimiliki baik oleh pengusaha maupun oleh pembeli.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Dilakukan juga pembandingan antara selada bagian luar dengan selada bagian dalam untuk melihat apakah ada perbedaan kontaminasi. Sampel penelitian adalah sayuran selada yang diperoleh dari 25 pasar tradisional di Kota Medan yang kemudian diperiksa di laboratorium parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan menggunakan metode sedimentasi. Data diolah dengan program SPSS versi 20. Dari penelitian ini diketahui bahwa secara keseluruhan, sayur selada bagian luar dengan bagian dalam di pasar tradisional menunjukkan hasil positif kontaminasi parasit masing-masing 51 sampel (40,8%) dari 125 sampel yang diperiksa dan 25 sampel (20%) dari 125 selada yang diperiksa. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan masih tingginya kontaminasi parasit dalam sayuran. Hanya dengan mencuci sayuran sebelum dijual dan dikonsumsi dapat mengurangi kontaminasi oleh parasit.


(62)

ABSTRACT

In Indonesia there are high level of consumption in raw vegetables such as lettuce. Consumption of non hygienic lettuce which hasn’t been washed cleanly can cause parasite contamination. Therefore, consumer and green grocers should realise the importance of hygiene before consuming or selling those lettuces.

This is a descriptive study with cross sectional design. Experiment has been carried out to see whether there differences in contamination on outer side of the lettuce and inner side of the lettuce. Sampel was collected from 25 different wet markets in Medan city where later on it was checked in laboratory by using sedimentation method. Collected data was tabulated using SPSS version 2.0. overall from this research, both outer and inner part of lettuce has shown positive results in contamination of parasites, there was 51 sampel (40.8%) out of 125 sampel which has been checked and 25 sampel (20%) out of 125 sampel for the inner part of lettuce. According to this research, it has been concluded that there are still high level of contamination in lettuce. This parasitic contamination can be only reduced with proper washing metho before selling it and consuming it.


(63)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas segala rahmat-Nya saya dapat menyusun karya tulis ilmiah ini. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan berjudul ―Identifikasi Soil Transmitted

Helminthes pada Sayuran Selada di Kota Medan Tahun 2015‖.

Penulis melakukan penyusunan karya tulis ilmiah ini memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama kepada :

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K), selaku ketua komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara yang telah memberikan izin penelitian.

dr. Yoan Carolina, MKT, selaku dosen pembimbing yang dengan tulus meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan motivasi dan semangat hingga karya tulis ilmiah ini dapat penulis susun. Prof. Dr. dr. Rozaimah Zain-Hamid, Sp.FK dan dr. Edy Ardiansyah, M.Ked (OG), Sp.OG(K), selaku dosen penguji yang telah memberi masukan dan bantuan dalam penelitian ini.

Pihak Departemen Parasitologi yang telah memberi izin untuk melakukan penelitian di laboratorium tersebut.


(64)

Seluruh Dosen dan pegawai di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas semua jasa-jasa dalam memberikan bantuan selama perkuliahan.

Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan dan penulis mengharapkan semoga karya tulis ilmiah ini nanti akan bermanfaat bagi semua pihak demi perkembangan dan kemajuan Civitas Akademika.

Medan, 7 Desember 2015 Penulis,

Talitha Letitia NIM : 120100393


(65)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ……….. i

Abstrak ...………... ii

Abstract ………... iii

Kata Pengantar……….……… iv

Daftar Isi……….………... vi

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

Daftar Singkatan...……..………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……….... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 2

1.3 Tujuan Penelitian………..…... 3

1.3.1 Tujuan Umum………... 3

1.3.2 Tujuan Khusus………... 3

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 4

2.1 Soil Transmiited Helmitnhes... 4

2.1.1 Ascaris lumbricoides... 5

2.1.2 Trichuris trichiura ... 10


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ……….. i

Abstrak ...………... ii

Abstract ………... iii

Kata Pengantar……….……… iv

Daftar Isi……….………... vi

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

Daftar Singkatan...……..………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang……….... 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 2

1.3 Tujuan Penelitian………..…... 3

1.3.1 Tujuan Umum………... 3

1.3.2 Tujuan Khusus………... 3

1.4 Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………. 4

2.1 Soil Transmiited Helmitnhes... 4

2.1.1 Ascaris lumbricoides... 5

2.1.2 Trichuris trichiura ... 10


(2)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Selada (Lactuca sativa)... 17

2.3 Pemeriksaan Soil Transmitted Helminthes Sayuran ... 18

2.4 Kerangka Teori ...19

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 20

3.1 Kerangka Konsep Penelitian………. 20

3.2 Definisi Operasional……….. 20

BAB 4 METODE PENELITIAN………. 23

4.1 Jenis Penelitian……….. 23

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian………... 23

4.2.1 Lokasi Penelitian………. 23

4.2.2 Waktu Penelitian………. 23

4.3 Populasi dan Sampel……….. 23

4.3.1 Populasi……….. 23

4.3.2 Sampel………. 23

4.4 Teknik Pengumpulan Data………... 24

4.5 Pengolahan dan Analisa Data………... 25

4.6 Alat-alat dan Bahan Penelitian... 25

4.7 Prosedur Penelitian ... 26

4.8 Alur Penelitian ... 27

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian……….. 28


(3)

5.2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium ... 28

5.2 Pembahasan……… 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan………. 36

6.2 Saran……… 36

DAFTAR PUSTAKA………..…… 37 LAMPIRAN


(4)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Nomor Nama Halaman

3.2 Definisi Operasional 24

5.1

Distribusi Frekuensi STH berdasarkan Pasar

Tradisional 27

5.2 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH 29

5.3 Distribusi Frekuensi STH 29

5.4 Distribusi Frekuensi Kontaminasi STH pada Selada bagian dalam

29

5.5 Distribusi Frekuensi STH pada Selada bagian luar 30

5.6 Perbedaan Distribusi Frekuensi STH pada Selada bagian luar dengan bagian dalam


(5)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Nama Halaman

1.1 Telur Ascaris lumbricoides 7

1.2 Daur hidup Ascaris lumrbicoides 8

2.1 Telur Trichuris trichiura 11

2.2 Daur hidup Trichuris trichiura 12

3.1 Telur Hookworm 15


(6)

Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 Surat Persetujuan Etik

Lampiran 3 Surat Keterangan Departmen Parasitologi Lampiran 4 Data Induk

Lampiran 5 Output spss