Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091 Pid. Sus. 2013 Pn. Mdn).

BAB I
PENDAHULUN
A.Latar Belakang
Hukum adalah sesuatu yang berkenaan dengan kehidupan manusia.Ia lahir
dalam pergaulan dan perkembangan ditengah masyarakat serta berperan dalam
hubungan antar individu dan antar kelompok. Hukum masuk dalam kehidupan
dalam bentuk ketentuan-ketentuan yang juga dinamakan kaidah-kaidah atau
norma-norma sosial. Seperti norma-norma sosial lain berisi serangkaian ketentuan
yang tentang larangan-larangan dan perintah-perintah serta anjuran-anjuran.
Norma hukum memiliki ciri khas yang berbeda dengan norma-norma sosial lain
yaitu ia memiliki daya memaksa untuk ditaati dan dipatuhi. Daya memaksa itu
yang kita kenal sebagai sanksi. Karena keperangkatannya berupa daya paksaan
yang terkandung dalam hukum, maka ia bisa mengatur kehidupan bersama
manusia dengan pedoman-pedoman antara lain menunjukkan perilaku yang tidak
baik bila dilakukan dapat berakibat membahayakan kehidupan bersama atau
merugikan kepentingan dan hak seseorang atau warga masyarakat dengan
larangan-larangan,sedangkan terhadap perilaku yang baik bila dilakukan
membawa dampak positif bagi kehidupan masyarakat dituangkan dalam perintahperintah dan anjuran-anjuran. 1
Peran hukum cenderung menjaga dan menjamin ketertiban melalui
pemberian pedoman berperilaku dengan perintah-perintah dan larangan-larangan
yang bila perlu melakukan tindakan-tindakan paksaan dalam rangkaian


1

Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, (Jakarta: Alumni, 1986) hal.18

11
Universitas Sumatera Utara

perlindungan hak dan kepentingan warga masyarakat yang dirugikan atau
diganggu oleh anggota masyarakat lain. Tindakan hukum ini berusaha menjamin
keadilan didalam pergaulan hidup, sehingga ia menjaga ketertiban dan keadilan.
Hukum berperan pula mendorong proses pembangunan suatu masyarakat sebagai
rekayasa sosial. Disamping itu, hukum juga mengendalikan para pelaksana
penegak dan pengendali hukum supaya mereka mematuhi hukum, agar gerak
kerja hukum menjadi sesuai dengan hakikatnya sebagai sarana ketertiban,
keadilan dan pengamanan serta penunjang pembangunan. Hampir tiap masyarakat
memiliki hukum yang berperan didalamnya, baik dalam bentuk kaidah tak tertulis
maupun yang tertulis. Semakin kompleks dan majemuk suatu masyarakat, apalagi
dalam keterkaitan kerjasama Internasional seperti bidang niaga serta masalahmasalah yang membutuhkan kerjasama Internasional, maka pada masyarakat itu
dibutuhkan bahkan diisyaratkan pengaturan dan pengendalian dalam bentuk

Undang-Undang tertulis. 2
Narkotika sebagai salah satu masalah pada masyarakat dan berkaitan
dengan dunia Internasional jelas memerlukan perangkat-perangkat hukum dalam
bentuk Undang-Undang tertulis. Hukum Narkotika itu haruslah merupakan
hukum yang dapat menjangkau kemasa depan dan senantiasa mampu
mengkomodir permasalahan Narkotika dari masa kemasa. 3
Narkotika merupakan obat atau zat yang sangat bermanfaat dan diperlukan
untuk pengobatan penyakit tertentu.Narkotika juga dapat berdampak negatif jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat
2

Hukum-on.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-supremashi hukum dan.html?m=1. Diakes
pada tanggal 19 November 2015, pukul 12.00 wib
3
Soedjono Dirdjosisworo. Op. Cit., hal 4

12
Universitas Sumatera Utara

menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat

khususnya generasi muda jika dipergunakan tanpa adanya pengendalian dan
pengawasan yang ketat. 4
Masalah penyalahgunaan Narkotika telah menjadi masalah Nasional yang
tidak pernah henti-hentinya dibicarakan. Permasalahan penyalahgunaan Narkotika
telah menjadi pemberitaan hampir setiap harinya. Penyalahgunaan Narkotika
dapat menimbulkan kerusakan fisik, mental, emosi dan sikap dalam masyarakat.
Masalah penyalahgunaan Narkotika telah mengancam bangsa dan masyarakat
tertentu sehingga menjadi suatu kejahatan terorganisasi nasional ataupun
transnasional. Kejahatan terorganisasi transnasional merupakan ancaman
terhadap Negara dan masyarakat yang mengikis Human security dan kewajiban
dasar Negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban salah santu bentuk
permasalahan kejahatan terorganisasi adalah perdagangan gelap Narkotika (dellict
drug trafficking). 5
Kejahatan Narkotika pada dasarnya termasuk kejahatan terhadap
pembangunan dan kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan
keprihatinan Nasional dan Internasional. Ruang lingkup dan dimensi kejahatan
Narkotika sangat luas, sehingga kegiatan dan aktivitasnya mengandung ciri
sebagai organized crime, white colorcrime,corporate crime dan transnasional
crime. 6


4

Paragraf pertama Penjelasan Umum UU.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/kejahatan_terorganisasi_transnasional. Diakses pada
tanggal 19 November pukul 12.00 wib
6
Taufik Makaroa, Suhasril, zakky, Tindak pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2003), hal. 89
5

13
Universitas Sumatera Utara

Kejahatan Narkotika yang sejak lama menjadi musuh bangsa kini
semakinmengkhawatirkan Bangsa-bangsa beradab hingga saat ini. Aksi mafia
seakan tak mampu terbendung oleh gebrakan aparat penegak hukum diberbagai
belahan

dunia


ini.Masyarakat

meski

dengan

begitu

gencarnya

memerangi

kejahatan

sering mendengar pernyataan tentang membangun komitmen

bersama memberantas Narkotika oleh seluruh dunia. Tak sedikit badan-badan
dunia yang terlibat, namun ternyata peredaran gelap Narkotika terus meningkat.
Berbagai indikasi menunjukkan bahwa kejahatan Narkotika merupakan kejahatan
extra ordinary crime. Adapun pemaknaannya adalah sebagai suatu kejahatan yang

berdampak besar dan multi dimensional terhadap sosial, budaya, ekonomi dan
politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang ditimbulkan oleh kejahatan
ini. Untuk itu extraordinary punishment kiranya menjadi relevan mengiringi
model kejahatan yang berkarakteristik luar biasa yang dewasa ini kian merambah
ke seluruh dunia sebagai transnasional crime. 7

Persoalan Narkotika adalah permasalahan Internasional. Kecanduan
Narkotika adalah sebuah kehancuran bagi seorang remaja. Narkotika bahkan
menjadi kehancuran sebuah keluarga, dan juga mengganggu kestabilan Negara.
Perang terhadap Narkotika telah dilakukan atas nama Negara Amerika latin.
Narkotika adalah sebuah komoditas bisnis yang menggiurkan karena memberikan
keuntungan yang sangat besar. Berbagai cara pemasaran yang diterapkan untuk
mencari calon pembeli. Hasil kajian ilmiah dalam bidang perilaku pemasaran juga
7

A. kadarmanta, kejahatan narkotika;extraordinary crime dan extraordinary punishment,
http://kejahatan –narkotika-extraordinary-crime.html. diakses tanggal 19 november 2015.
Pukul12.01 wib.

14

Universitas Sumatera Utara

telah disalahgunakan untuk memepengaruhi calon konsumen agar mau
mengonsumsi Narkotika. Narkotika hanya akan menjadi komoditas perdagangan
bila ada yang membelinya. Oleh karena itu usaha untuk membangun ketahanan
mental guna menangkal godaan berbagai pihak agar remaja menggunakan
Narkotika harus dilaksanakan dengan kuat. Upaya-upaya preventif untuk
membangun ketahanan mental ini haruslah dilakukan. Mencegah lebih baik dari
pada merehabilitasi. 8
Setiap warga masyarakat wajib sifatnya melaporkan kepada pejabat yang
berwenang (dalam hal ini kepolisian setempat) apabila mengetahui adanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Tata cara pelaporan ini bisa saja
dilakukan secara langsung ketika ada yang dicurigai melakukan kejahatan
Narkotika, bahkan sebagai masyarakat dapat ikut serta melakukan penggrebekan
atau bias dilakukan melalui surat dengan menyebutkan ciri-ciri pelaku, saat-saat
atau cara-cara melakukan, tempat melakukan. Dalam Undang-Undang Narkotika
juga menjelaskan bahwa, pelaporan sangat dilindungi dan mendapat jaminan
kemanan danperlindungan dari yang berwenang. Bahkan warga masyarakat yang
berjasa dalam pengungkapan Narkotika ini, oleh pemerintah akan diberikan
penghargaan. 9

Pertemuan AseanInter-parlement Organizazion( AIPO /Organisasi Antar
Perlemen ASEAN) di Yogyakarta yang mengeluarkan kesepakatan antara lain
agar ASEAN pada tahun 2015 bebas Narkoba. Hasil kesepakatan 10 parlemen

8

Kata pengantar Djamaluddin Ncok, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba dengan
program Aji.Tina afiatin, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. iii
9
Heriadi Willy, Berantas Narkoba tak cukup hanya Bicara (Tanya jawab & opii),
(Yogyakarta:UII press, 2005), hal. 26

15
Universitas Sumatera Utara

Negara-Negara di ASEAN ini muncul karena menilai kejahatan penggunaan obatobatan terlarang dan peredaran gelapnya sudah sangat memprihatinkan.
Kesepakatan ini juga diharapkan agar adanya perjanjian ekstradisi diantara 10
Negara di ASEAN karena saat sekarang ini banyak pelaku kejahatan yang
menyangkut Narkotika tidak dapat di ekstradisi. Selain itu juga dalam rangka
kesepakatan tersebut perlu adanya kerjasama pertukaran informasi dengan ASEAN

senior officials on drug matters (ASOD). Kerjasama Negara ASEAN dalam hal
penanggulangan masalah Narkotika ini mutlak diperlukan, mengingat jalur
peredaran gelap Narkotika yang masuk ke Indonesia banyak berasal dari Negara
Colombia, China dan daerah segita emas yang meliputi Negara Laos, Birma dan
Thailand. 10
Melihat peredaran gelap dan penyalahgunaan Narkotika yang telah
merasuk kesemua sendi-sendi

kehidupan masyarakat, maka waktu tersebut

bukanlah sesuatu yang begitu lama mengingat kejahatan Narkotika ini adalah
kejahatan terorganisir yang melibatkan jaringan Nasional mapun Internasional
dengan sistem sel/terputus serta terselubung. Memiliki beribu cara operasi
peredaran yang melibatkan uang banyak atau keuntungan yang besar, sehingga
dengan keuntungan yang besar tersebut para Bandar Narkotika akan berbuat
apapun untuk mencapai tujuannya.
Kejahatan Narkotika dari hari kehari selalu saja meningkat, itu disebabkan
indikasi yang ada hubungan dengan Narkotika sebagai Tindak Pidana kejahatan
dengan bisnis erat sekali. Bisnis Narkotika memang sangat mejanjikan


10

Ibid hal 155

16
Universitas Sumatera Utara

keuntungannya. Dari pengakuan pecandu sekaligus pengedar Narkotika
mengatakan,1 butir ekstacy yang ia beli seharga RP.60.000,-/RP 75.000,-dapat ia
jual dengan seharga Rp.100.000-Rp 125.000,- 1 gram sabu seharga 350.000 dapat
dijual kembali seharga Rp.500.000,-/ Rp.600.000. keuntungan yang diperoleh
bahkan bisa menjadi bertambah besar ketika para pengerdarnya menjual dalam
bentuk sekali pakai atau disebut paket hemat Rp.150.000,-/Rp20.000,- dan
terkadang ketika barangnya langka, maka hargapun dapat mencapai dua kali lipat.
Inilah bisnis yang menjanjikan keuntungan. 11

Orang menjadi pemakai/ pecandu, pengedar atau lainnya, maka bukan
hanya harta saja yang habis atau hukuman senantiasa menantinya, melainkan
nyawapun dapat melayang jika tidak cepat menyadari kekeliruan melakukan
perederan gelap dan menyalahgunakan Narkotika ini. Yang terbaik menolak

Narkotika adalah “katakan tidak pada Narkotika”.
Salah satu kasus tindak pidana Narkotika berdasarkan putusan Pengadilan
Negeri Medan adalah putusan Nomor. 2091/Pid. Sus/2013/PN. Mdn, dengan
nama terdakwa YUDI HASMIR SIREGAR,SH. Bahwa ia terdakwa melakukan
tindak pidana narkotika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “Tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika golongan I (satu) bukan tanaman beratnya melebihi
5 gram” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 112 ayat (2) Jo.
Pasal132 ayat(1) UU No 35 tahun 2009 Tentang Narkotika. Dengan kronologis
Tim dari BNN R.I telah melakukan penangkapan terhadap rekan terdakwa
11

Ibid halaman 161

17
Universitas Sumatera Utara

(Salmon alias Budi) dengan membawa Narkotika Golongan I jenis shabu dengan
berat brutto 21 gram, dan setelah diinterogasi ternayata Salmon mendapatkan
Narkotika tersebut dari Yudi Hasmir Siregar,SH. Kemudian Tim BBN R.I
kemudian melakukan pendrobrakan ketempat terdakwa yang sedang menghisap
Narkotika Golongan I jenis shabu, dan ditemukan barang bukti lainnya yaitu :
Narkotika Golongan I jenis shabu dengan berat brutto 6.582,3 gram, Tablet/pil
berwarna abu-abu dengan logo “kepala kelinci /playboy sebanyak 47 butir, serbuk
berwarna putih dan merah dengan berat brutto 178,4 gram.
Penyalahgunaan Narkotika yang dilakukan terdakwa merupakan salah satu
jenis tindak pidana Narkotika yang sering kita jumpai dikalangan masyarakat kita,
baik oleh masyarakat biasa, pegawai Negeri maupun pejabat Negara sehingga
sangat perlu diberikan Hukuman yang sangat pantas bagi pelakunya, karena
perbuatan tersebut merupakan perdagangan Narkotika yang merupakan akar atau
sumber seseorang memperoleh barang haram tersebut dan Permasalahan ini
sangat meresahkan Masyarakat setiap saat.
B . Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan sehubungan dengan judul skripsi
ini adalah :
1. Bagaimana Formulasi perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam
tindak pidana Narkotika menurut UU 35 Tahun 2009 tentang Tindak Pidana
Narkotika ?
2. Bagaimana Penerapan pertanggung jawaban pidana menurut Undang-undang
35 tahun 2009 pada perkara pidana Reg. No. 209. Pid. Sus/2013/PN.Mdn?

18
Universitas Sumatera Utara

C. Tujuan dan Manfaat Penulisaan
1.Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk

mengetahui

mengenai

Formulasi

perbuatan

pidana

dan

pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana Narkotika menurut UU 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika.
b. Untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban pidana UU No 35 Tahun
2009 terhadap putusan No Reg.2091/Pid.Sus. 2013/PN.Mdn.
2. Manfaat Penulisan
Adapun yang diharapkan penulis dalam penulisan skripsi ini agar dapat manfaat
sebagai berikut :
a. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan masukan sekaligus menambah pengetahuan dibidang ilmu
hukum, khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penerapan sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika.
b.Manfaat praktis
Dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti dalam skripsi ini
dengan memberikan pengetahuan tambahan dan informasi yang dapat membantu
pihak-pihak yang menghadapi kasus tindak pidana Narkotika, khususnya bagi
aparatur Negara yang bertugas dalam bidang peradilan Pidana.

19
Universitas Sumatera Utara

D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul Pertanggung jawaban Pidana Terhadap pelaku Tindak
Pidana Narkotika sesuai UU 35 Tahun 2009. (studi putusan No.reg.2091/Pid.
Sus. 2013/PN. Mdn) adalah membahas mengenai tentang pertanggung jawaban
pidana terhadap pelaku tindak pidana Narkotika berdasarkan pasal 112 ayat (2) Jo.
Pasal 132 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 serta penerapan Putusan No.Reg.
2091/Pid. Sus. 2013/PN. Mdn, yang penulisannya disusun dan dibahas
berdasarkan pemikiran dari penulis sendiri meskipun hal ini telah banyak
dituangkan dalam berbagai tulisan, namun dalam hal yang berbeda dapat
dikategorikan sebagai penelitian baru karena baik judul dan permasalahannya
yang

dibahas

berbeda,

sehingga

dapat

dipertanggungjawabkan

apabila

dikemudian hari terdapat judul dengan pembahasan yang sama.

E. Tinjauan kepustakaan
1. Pengertian Pidana dan Tindak Pidana
a. Pengertian Pidana
Hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata pidana
berarti hal yang di pidanakan yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal
yang tidak sehari-hari dilimpahkan. Tentunya ada alasan untuk melimpahkan
pidana ini dan alasan ini selayaknya ada hubungan dengan suatu keadaan, dalam

20
Universitas Sumatera Utara

mana seorang oknum yang bersangkutan bertindak kurang baik. Maka unsur
“human” sebagai suatu pembalasan adalah tersirat dalam kata “pidana.” 12
Secara sederhana dapat dikemukakan bahwa hukum pidana merupakan
hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undangundang beserta saksi pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku. 13
Untuk memberikan penjelasan tentang arti pidana secara lebih kongkrit
berikut penulis kutipkan beberapa pengertian pidana menurut para ahli,
diantaranya:
Mr. W. P. J. Pompe memberikan batasan yang dimaksud dengan hukum
pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatanperbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
Prof. Sudarto,S.H. Mendefiniskan bahwa yang dimaksud dengan pidana
adalah penderitaan yang disengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Pada umumnya para sarjana menyebutkan hakekat dari pidana itu adalah
penderitaan atau nestapa, Demikian juga misalnya pendapat Bonger yang
menyatakan bahwa pidana adalah mengenakan suatu penderitaan, karena orang itu
telah melakukan suatu perbuatan yang merugikan masyarakat. Ini sama dengan
yang dikatakan oleh Roeslan Saleh bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini
berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja Negara pada pembuat delik itu. 14
b. Pengertian Tindak Pidana
12

Wirjono Supramono, Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT. Eresco,
1986), hal .1
13
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), hal. 6
14
http://www.pdat.co.id/hg/newbooks_pdat/2006/09/25/nwb,20060925-02,id.html.
Diakses pada tanggal 18 febuari 2015, pukul 13.15 Wib

21
Universitas Sumatera Utara

Tindak pidana adalah tindakan yang dinilai melanggar ketentuan KUHP.
Maksudnya ialah apabila ada seseorang melakukan tindakan melanggar hukum
maka orang tersebut dapat dikenai salah satu pasal dalam KUHP, yang dimaksud
pelanggaran adalah tindakan menurut hukum yang berlaku tidak boleh
dilakukannya misalnya melakukan tindakan penadahan. Dapat dimengerti apa
yang dimaksud dengan istilah “tindak pidana” atau dalam bahasa belanda
strafbaar feit yang sebenarnya istilah resmi dalam strafwetboek atau kitab
Undang-Undang hukum pidana yang sekarang berlaku Indonesia, ada istilah
dalam bahasa lain yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang
pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku ini dapat dilakukan
merupakan “subyek” tindak pidana berbicara tentang subjek tindak pidana,
pikiran selanjutnya diarahkan kepada wujud perbuatan sebagai unsur tindak
pidana. Wujud dari perbuatan ini pertama-tama harus dilihat pada rumusan tindak
pidana dalam pasal-pasal tertentu dari perbuatan pidana. Perumusan ini dalam
bahasa Belanda dinamakan delicts-omschrijving. 15
Didalam peraturan Perundang-Undangan di Indonesia tidak ditemukan
definisi tindak pidana. Pengertian tindak pidana yang dipahami selama ini
merupakan kreasi teoritis para ahli hukum. 16Para ahli hukum pidana umumnya
masih memasukkan kesalahan sebagai bagian dari tindak pidana. Demikian
dengan apa yang didefinisikan oleh Simons dan Van Hamel. Simons mengatakan
strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang diancam dengan pidana, bersifat melawan

15

Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT.Eresco,
2000), Hal. 55-56
16
Chairul Huda, Dari tiada pidana tanpa kesalahan menuju tiada pertanggungjawaban
pidana tanpa kesalahan, (Jakarta :Prenada Media Grup, 2008), Hal. 26

22
Universitas Sumatera Utara

hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang
bertanggungjawab. 17Sedangkan

mampu

Van

Hamel

mengatakan

bahwa

strafbaarfeit itu adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam Undang-undang,
bersifat melawan hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. 18
Dalam hukum pidana di Indonesia, sebagaimana di Negara-Negara civil
law lainnya, tindak pidana umumnya dirumuskan dala kodifikasi. Sejauh ini tidak
terdapat ketentuan dalam KUHP maupun peraturan perundang-undangan lainnya,
yang merinci lebih lanjut mengenai cara bagaimana merumuskan suatu tindak
pidana. Tindak pidana berisi larangan terhadap perbuatan. Dengan demikian,
pertama-tama suatu tindak pidana berisi larangan terhadap kelakuan-kelakuan
tertentu. Tindak pidana berisi rumusan tentang akibat-akibat yang terlarang untuk
diwujudkan. 19

2. Pertanggungjawaban Pidana
Menurut kamus Besar Bahasa belanda Indonesia, “tanggung jawab” adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa, boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Pidana adalah kejahatan (tentang
pembunuhan, perampokan,dsb). 20Hal pertama yang perlu diketahui mengenai
pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana adalah
bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang
telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin
17

.S.R. sianturi,Asas-asas hukum pidana di Indonesia dan Penetapannya, (Jakarta :
Alumni Ahaem-Pthaem,1986 ), Hal. 205
18
Ibid
19
Chairul Huda, Op. Cit., Hal. 31
20
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pusaka, 1991), Hal. 1006

23
Universitas Sumatera Utara

dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan
pidana. 21

Dengan

demikian,pertanggungjawaban

pidana

pertama-tama

tertanggung pada dilakukannya tindak pidana.
Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat
(liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur
suatu tindak pidana.Dengan demikian, kesalahan ditempatkan sebagai faktor
penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur
mental dalam tindak pidana. Setiap sistem hukum modern mengadakan
pengaturan tentang bagaimana mempertanggungjawabkan orang yang telah
melakukan tindak pidana. Baik di Negara-Negara Civil law maupun common law,
umumnya pertanggungjawaban pidana dirumuskan secara negatif. Hal ini berarti,
dalam hukum pidana di Indonesia, sebagaimana sistem civil law lainnya,
menyebabkan pembuat tidak dipertanggungjawabkan. 22Dengan demikian, yang
diatur adalah keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan pembuat tidak dipidana,
yang untuk sebagian adalah alasan penghapus kesalahan. Sedangkan dalam
praktik peradilan di Negara-negara common law, diterima berbagai alasan umum
pembelaan

(general

Defence)

ataupun

alasan

umum

peniadaan

pertanggungjawaban ( general excausing liability) 23. Pertanggungjawaban pidana
dipandang ada, kecuali ada alasan-alasan penghapus pidana tersebut. Dengan kata
lain, criminal lability dapat dilakukan sepanjang pembuat tidak memiliki
‘defence’ ketika melakukan tindak pidana itu. Untuk menghindari pengenaan
pidana, terdakwa harus dapat membuktikan bahwa dirinya mempunyai ‘defence’
21

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, ( Jakarta: Rineka Cipta, 1993), Hal.155
Andi Zainal Abidin, Hukum pidana I, (Jakarta : Sinar Grafika, 1983) ,Hal.260
23
Chairul huda, Op.Cit., Hal. 63

22

24
Universitas Sumatera Utara

ketika melakukan tindak pidana itu. Untuk menghindari pengenaan pidana,
terdakwa harus dapat membuktikan bahwa dirinya mempunyai alasan
penghapusan pidana ketika melakukan tindak pidana. 24
Selanjutnya tidak ada gunanya untuk mempertanggungjawabkan terdakwa
atas perbuatannya apabila perbuatannya itu sendiri tidaklah bersifat melawan
hukum, maka dapat dikatakan bahwa terlebih dahulu harus ada kepastian tentang
adanya perbuatan pidana, dan kemudian semua unsur-unsur kesalahan harus
dihubungkan pula dengan perbuatan pidana yang melakukan, sehingga untuk
adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa maka haruslah:
a. Melakukan perbuatan pidana
b. Mampu bertanggung jawab
c. Dengan sengaja atau kealpaan
d. Tidak adanya alasan pemaaf

3 . Pengertian Narkotika dan Tindak Pidana Narkotika
a. Pengertian Narkotika
Dari kata penyalahgunaan Narkotika menandakan bahwa Narkotika tidak
selalu bermakna negatif. Jika Narkotika digunakan dengan baik dan benar
Narkotika akan memberikan manfaat khususnya di dalam bidang kesehatan dalam
hal digunakan sebagai obat bius. Di dalam dunia kesehatan Narkotika di kenal
sebagai NAPZA (Narkoba, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya).

24

Ibid,Hal.64

25
Universitas Sumatera Utara

Dengan perkembangan teknologi dan industri obat-obatan, maka
katagori jenis zat-zat narkotika semakin meluas pula seperti yang tertera dalam
Lampiran Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika:
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman,
baik sintetis maupun semisintesis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, megurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang di bedakan ke dalam
golongan-golongan sebagaimana yang terlampir di dalam Undang-Undang ini.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut, maka
obat-obatan semacam Narkotika berkembang pula cara pengolahannnya dan
peredarannya. Namun belakangan diketahui bahwa zat-zat Narkotika memiliki
daya kecanduan yang bisa menimbulkan ketergantungan. Dengan demikian, maka
untuk jangka waktu yang cukup panjang bagi si pemakai memerlukan pengobatan,
pengawasan dan pengendalian guna bisa disembuhkan.
Melihat, begitu besarnya efek negatif yang timbulkan dari Narkotika
apabila tidak digunakan sesuai dengan peruntukkannya, maka pemerintah perlulah
mengawasi peredarannya di masyarakat. Agar Narkotika tersebut tidak
dipersalahgunakan oleh sebagian kalangan yang akan merugikan diri mereka
sendiri. Oleh karenanya dikeluarlah Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika agar peredarannya di masyarakat dapat diawasi secara ketat
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 4 Undang-Undang No.35 Tahun 2009
Tentang Narkotika.

26
Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a. Menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. Mencegah,

melindungi,

dan

menyelamatkan

bangsa

Indonesia

dari

penyalahgunaan Narkotika;
c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekusor narkotika; dan
d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalahguna
dan Pecandu Narkotika.
Sedangkan untuk pengertian Narkotika sering diistilahkan sebagai drug
yaitu sejenis zat yang dapat mempengaruhi tubuh si pemakai. Pengaruh-pengaruh
tersebut berupa: 25
a. Pengaruh menenangkan.
b. Pengaruh rangsangan (rangsangan semangat dan bukan rangsangan seksual).
c. Menghilangkan rasa sakit.
d. Menimbulkan halusinasi atau khayalan.
Sudarto mengatakan bahwa:

26

“Kata Narkotika berasal dari perkataan

Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”Smith Kline
dan Frech Clinical Staff mendefinisikan bahwa: 27
“Narkotika

adalah

ketidaksadaran

atau

zat-zat

atau

pembiusan

obat-obat
dikarenakan

yang

dapat

zat-zat

mengakibatkan

tersebut

bekerja

mempengaruhi susunan saraf sentral. Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk
candu, zat-zat yang dibuat dari candu (morphine, codein, methadone).”
25

Soedjono Dirdjosisworo, Kriminologi, (Bandung : Citra Aditya, 1995) , hlm. 157
Taufik Makarao, Suhasril, dan H.Moh Zakky, Op.Cit., hlm. 17.
27
Ibid, hlm. 18

26

27
Universitas Sumatera Utara

Zat-zat yang sering disalahgunakan dan dapat menyebabkan gangguan
dapat digolongkan sebagai berikut: 28
e. Opioda, misalnya morfin, heroin, petidin dan candu;
f. Ganja atau kanabis, misalnya mariyuana dan hashish;
g. Kokain atau daun koka
h. Alkohol yang terdapat dalam minuman keras;
i. Amfetamin
j. Halusinogen, misalnya LSD, meskalin dan psilosin
k. Sedative dan hipnotika, misalnya matal,rivo, nipam;
l. Fensiklidin (PCP);
m. Solven dan inhalansia;
n. Nikotin yang terdapat pada tembakau;
o. Dan kafein yang terdapat pada kopi.
Semua zat ini akan berpengaruh terhadap susuanan saraf pusat otak
sehingga disebut sebagai zat psikotropika atau psikoaktif. Holmes membagai
psikoaktif ke dalam tiga katagori yaitu: 29
a. Depresan, adalah jenis psikoaktif yang mempunyai pengaruh mengurangi
aktivitas fungsional tubuh, yaitu dengan mengurangi dorongan fisiologis dan
ketegangan psikologis. Misalnya: Alkohol dan Heroin
b. Stimulan, adalah zat yang merangsang atau meningkatkan fungsi kerja tubuh.
Ada dua macam yang termasuk pada katagori ini, yaitu amfetamin dan kokain.

28

Tina Afiatin, Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2008) , hlm.6.
29
Ibid, hlm.7.

28
Universitas Sumatera Utara

c. Halusinogen, adalah zat yang efek utamnya mengubah pengalaman persepsi,
termasuk perupahan persepsi yang dramatik, yaitu terjadinya halusinasi.
Misalnya LSD dan Mariyuana.
Narkotika akan menimbulkan daya adiksi (ketagihan) yang sangat berat.
Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual (kebiasaan)
yang sangat tinggi. Ketiga sifat Narkotika ini yang menyebabkan pemakai
Narkotika tidak dapat lepas dari cengkramannya.
b. Tindak Pidana Narkotika.
Tindak pidana Narkotika dapat diartikan dengan suatu perbuatan yang
melanggar ketentuan-ketetuan hukum Narkotika, dalam hal ini adalah Undangundang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan ketentuan-ketentuan lain yang
termasuk dan atau tidak bertentangan dengan Undang-undang tersebut. Tindak
pidana Narkotika juga dapat dikatakan adalah penggunaan atau peredaran
narkotika yang tidak sah (tanpa kewenangan) dan melawan hukum (melanggar
UU Narkotika). 30 Bentuk tindak pidana Narkotika yang umum dikenal antara lain
: 31
a. Penyalahgunaan / melebihi dosis;
b. pengedaran Narkotika;
c. Jual Beli Narkotika.
Dari ketiga tindak Pidana Narkotika itu adalah merupakan salah
satu sebab terjadinya berbagai macam bentuk tindak pidana kejahatan dana
pelanggaran, yang secara langsung menimbulkan akibat demoralisasi terhadap
30

Moh Taufik Makaro, Suhasril, Moh Zakky A.S., Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta:
Ghalian Indonesia, 2003) , hal. 45
31
ibid

29
Universitas Sumatera Utara

masyarakat, generasi muda, dan terutama bagi si pengguna zat berbahaya itu
sendiri, seperti :

1. Pembunuhan;
2. Pencurian;
3. Penodongan;
4. Penjambretan;
5.Pemerasan;
6. Pemerkosaan;
7. Penipuan;
8. Pelanggaran rambu lalu lintas;
9. Pelecehan terhadap aparat keamanan, dan lain-lain.

F. Metode penelitian dan Penulisan
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang terdiri dari : 32
a. Inventarisasi hukum positif
b.Penemuan asas hukum
c. Penemuan hukum inkonkreto
d.Perbandingan hukum
e. Sejarah hukum
f. Harmonisasi hukum

32

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada,2003), hlm 41

30
Universitas Sumatera Utara

g.Sinkronisasi hukum
Berdasarkan 7 jenis penelitian yang diuraikan diatas, maka yang paling tepat
adalah inventarisasi hukum positif dan penemuan hukum inkonkreto.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data tersebut digolongkan
menjadi:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan yang berhubungan erat dengan
permasalahan yang diteliti dan sifatnya mengikat, terdiri dari :
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 tenntang psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
b.Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang berkaitan dengan
penjelasan bahan hukum primer, terdiri dari :
1. Buku-buku yang membahas tentang Narkotika dan Psikotropika
2.Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tindak pidana dan Psikotropika.
c. Bahan Hukum Tersier
Merupakan bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap sumber primer atau sumber sekunder. Contoh: abstrak, almanac, buku
petunjuk, buku tahunan, esiklopedia, indeks artikel kamus, penerbitan pemerintah,
sumber biografi, sumber geografi, dan timbangan buku.

33

Yaitu bahan yang

33

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta : PT. Raja Garfindo Persada,2003), hal 30

31
Universitas Sumatera Utara

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder yang mana terdiri dari 34 :
1. Kamus Hukum
2. Kamus Bahasa Indonesia
3. Kamus Bahasa Inggris
4. Artikel dan laporan dari media massa ( surat kabar, jurnal hukum, majalah dan
lain sebagainya)
3. Tehnik pengumpulan Data
Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode
pengupulan data yang digunakan adalah dengan studi kepustakaan ( Library
Reseach) dan studi dokumen. Studi kepustakaan dalam penelitian ini adalah
mencari landasan teoritis dan permasalahan penelitian. Sehingga penelitianyang
dilakukan bukan aktivitas yang bersifat trial and error. 35Studi kepustakaan yang
dilakukan dalam penelitian ini ialah pengumpulan data

penelitian melalui

penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur-literatur yang berhubungan
dengan rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini. Sedangkan studi
dokumen dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan penelitian ilmiah ini.
4. Analisi Data
Penelitian hukum umumnya menggunakan analisis kualitatif, dengan
alasan: (1) Data yang terkumpul berupa kalimat-kalimat pernyataan: (2) Data
yang terkumpul umumnya berupa informasi ; (3) Hubungan antara variable tidak
34

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2004 )hlm 52
35
Bambang Sunggono, Op.cit., hlm. 112

32
Universitas Sumatera Utara

dapat diukur dengan angka. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan analisis data kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori,
definisi dan substansi yang berasal dari berbagai literature terkait dalam penelitian
ini serta berasal dari peraturan perundang-undangan terkait. 36

G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan dibagikan menjadi 4 (Empat) bab, yaitu :
BAB I: Bab ini akan dimulai dengan memaparkan latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat tulisan, keaslian penulisan,
tinjauan pustaka, metode penulisan, dan sistematika Penulisan yang
dilakukan dalam penulisan skripsi.
BAB II: Bab ini akan membahas Tiga (3) sub bab, sub bab pertama mengenai
sejarah tindak pidana narkotika, sub bab yang kedua mengenai
perbuatan pidana Narkotika menurut UU No.35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, dan sub bab yang ke Tiga (3)mengeani pertanggungjawaban
Pidana Narkotika Menurut UU No.35 Tahun 2009 .
BAB III: Bab ini akan membahas dua sub bab, sub bab yang pertama mengenai
kasus tindak pidana narkotika berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Medan Reg. No 2091/Pid. Sus. 2013/PN/Mdn yang mencakup
mengenai

kronologis

kasus

,dakwaan,

Tuntutan,

fakta-fakta

dipersidangan, pertimbangan Hakim, Putusan. Dan sub Bab kedua akan

36

Abdulkadir Muhammad.,Loc.cit,hlm 92

33
Universitas Sumatera Utara

menganilisis bagaimana putusan Pengadilan Negeri Medan pada
putusan Reg.No 2091/Pid.Sus.2013/PN/Mdn.
BAB IV: Bab ini merupakan bab terakhir sebagai bab penutup yang berisikan
kesimpulan dari seluruh bab-bab yang terdapat dalam skripsi ini sebagai
jawaban dari permasalahan yang kemudian dibuat saran-saran yang
merupakan sumbangan pemikiran penulis terhadap permasalahan yang
telah dikemukakan dalam skripsi ini.

34
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Hukuman Kepada Anak Pelaku Tindak Pidana Pencabulan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor: I/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Ptk dan Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2/Pid.Sus-Anak/2014/PN.Mdn)

2 81 104

Pertimbangan Hakim Dalam Penjatuhan Hukuman Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Penggelapan (Studi Putusan Nomor : 06/Pid.Sus-Anak/2014/Pn.Mdn)

2 50 101

Penerapan Sanksi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Pencurian (Studi Kasus Putusan No 2.235./Pid.B/2012/PN.Mdn.)

10 234 98

Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

4 52 94

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091/Pid. Sus. 2013/Pn. Mdn).

0 26 118

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091 Pid. Sus. 2013 Pn. Mdn).

0 0 9

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091 Pid. Sus. 2013 Pn. Mdn).

0 0 1

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091 Pid. Sus. 2013 Pn. Mdn).

0 0 46

Pertanggung Jawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika Sesuai UU No. 35 Tahun 2009. (Studi Putusan No. 2091 Pid. Sus. 2013 Pn. Mdn).

0 0 4

BAB III ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TERHADAP PERTANGGUNG JAWABAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI PUTUSAN NO. 294PID.SUS2015PN-MEDAN) Unsur unsur pertanggung jawaban pidana - Pertanggung Jawaban Tindak Pidana Penganiayaan (Studi Putusan No. 294/PID.SUS/2

0 0 31