Kebijakan Pembatasan Impor Indonesia Pad

“Kebijakan Pembatasan Impor Indonesia Pada Komoditas
Hortikultura Terhadap Perdagangan Bebas World Trade Organization
(WTO)”

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Ekonomi Politik Internasional
Dosen:
Leonard F. Hutabarat, Ph.D
Imelda Sianipar, MA

Oleh:
Danita Pravinska
1170750006

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
JAKARTA, 30 Januari 2014

1


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam
yang melimpah dan juga memiliki tanah yang subur. Ini terbukti dengan
luasnya lahan pertanian dan perkebunan di Indonesia yang juga merupakan
negara agraris menjadikan Indonesia sebagai negara yang dinilai mampu
bersaing dengan negara – negara lain terutama dari bidang pertanian
maupun hortikultura. Indonesia yang dahulu pernah mengalami masa
kejayaannya melalui potensinya di dalam sektor pertanian, membuat negara
– negara lain merasa tersaingi dan takut jika hasil komoditas atau produksi
pertanian maupun hortikultura Indonesia lebih diminati masyarakatnya
dibandingkan dengan hasil produksi dalam negeri negara tersebut.
Seiring berkembangnya zaman, dimana negara – negara dituntut untuk
dapat meningkatkan kemampuannya di dunia internasional terutama pada
zaman saat ini globalisasi yang sudah menyebar ke seluruh dunia membuat
negara – negara di dunia harus mampu bersaing baik negara besar, negara

berkembang, maupun negara miskin harus pintar – pintar mengelola sumber
daya alam yang dimiliki agar dapat bersaing dengan negara lain demi
tercapainya dan terpenuhinya kebutuhan dalam negerinya sehingga mampu
untuk menyejahterakan rakyat – rakyatnya. Indonesia sebagai salah satu
negara berkembang yang dulu kehadirannya selalu diperhitungkan oleh
negara lain, yang masih mampu memenuhi kebutuhan pangannya dari hasil
panen lahan pertanian milik sendiri tapi kini Indonesia terlihat tidak mampu
lagi untuk memenuhi permintaan masyarakat. Indonesia memang selalu
berusaha untuk dapat menghasilkan produk pertanian dan hortikultura
sebaik mungkin yang tidak kalah kualitasnya dengan produksi dari negara –

2

negara lainnya, namun tetap saja pemerintah Indonesia harus mengimpor
kebutuhan pangan rakyatnya dari negara lain.
Miris memang jika Indonesia yang dijuluki sebagai negara agraris
tetapi tidak mampu memenuhi permintaan hasil pertanian ataupun hasil
hortikultura di dalam negerinya. Ini terbukti dengan melihat fakta pada
tahun 2010 impor komoditas hortikultura mencapai 1,5 juta ton dengan nilai
US$ 1,2 miliar, dan meningkat menjadi 2,05 juta ton yang nilainya

mencapai US$ 1,6 miliar pada tahun 2011. Sementara pada tahun 2012
volume impor menembus angka 2,2 juta ton dengan nilai perdagangan
mencapai US$ 1,8 miliar. Dan hal tersebut menyebabkan neraca
perdagangan hortikultura Indonesia negatif yang pada tahun 2010 neraca
volume dan nilai perdagangan defisit sebesar 1,1 juta ton dengan nilai US$
902 juta. Sedangkan pada 2011, defisit neraca volume dan nilai perdagangan
hortikultura mencapai 1,6 juta ton dengan nilai mencapai US$ 1,1 miliar.1
Kebenaran dari data tersebut membuktikan bahwa komoditas hortikultura
domestik

mengalami

kemunduran,

dengan

melihat

jumlah


impor

hortikultura yang dilakukan Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar
nasional terjawab sudah dengan semakin bertambahnya volume impor
Indonesia di setiap tahunnya.
Pada tahun 2012 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian
dan

Kementerian

Perdagangan

membuat

satu

kebijakan

untuk


menyelamatkan produksi hortikultura dalam negeri dengan menerbitkan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012, tentang rekomendasi
impor hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60 Tahun
2012, tentang ketentuan impor produk hortikultura. Dengan dikeluarkannya
kebijakan dari kedua Kementerian tersebut mungkin akan membawa hasil
hortikultura Indonesia kembali berkembang dan dapat bersaing dengan hasil
produksi hortikultura negara lain, sehingga permintaan pasar dalam negeri
1 http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/12/27/mygq5k-kemendag-buka-kranimpor-hortikultura-600-ribu-ton (Diakses pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 14.07 wib)

3

pun tidak lagi harus bergantung dengan barang – barang impor serta tingkat
impor Indonesia kepada negara lain bisa lebih diminimalisir lagi.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa rumusan masalah
yaitu sebagai berikut:
1) Apa keuntungan yang diperoleh Indonesia dari kebijakan
pemerintah mengenai proteksionis tersebut?

2) Bagaimana reaksi negara – negara anggota WTO terhadap
kebijakan pembatasan impor hortikultura Indonesia?

1.3

Kerangka Teori
Untuk menjawab dan menganalisis rumusan masalah di atas, maka
kerangka teori yang akan digunakan adalah sebagai berikut:
1.3.1 Proteksionisme
Proteksionisme adalah kebijakan ekonomi yang membatasi
perdagangan antar negara melalui cara tata niaga, pemberlakuan tarif
bea masuk impor (tariff protection), jalan pembatasan kuota (nontariff protection), sistem kenaikan tarif dan aturan berbagai upaya
menekan impor bahkan larangan impor.2 Apapun ancaman terhadap
produk lokal harus diminimalkan. Hal penting itu menurut Murray N.
Rothbard dalam proteksionis yaitu, proteksionisme itu adalah hanya
kekuatan untuk mengekang perdagangan saja. Terlepas dari apa yang
pemerintahan inginkan demi tercapainya kepentingan ekonomi
mereka, proteksionisme bisa digunakan atau ditinggalkan demi
kepentingan ekonominya.3


2 Jeffry Frieden and David Lake, (2000), International Political Economy: Perspective On Global
Power and Wealth, New York: St. Martin’s Press, p. 306.
3 M. N. Rothbard, (1986), Protectionism and The Destruction of Prosperity, Monograph: Ludwig
Von Mises Institute, p.1-6.

4

Proteksionisme merupakan kebijakan ekonomi yang diwarisi
dari sistem merkantilisme yang berkembang sejak abad pertengahan.
Alexander Hamilton (1755-1804) dalam laporannya yang berjudul
Report On Manufactures (1791), Hamilton mengemukakan bahwa
negara harus berperan aktif dalam mengembangkan sistem produksi
sedemikian rupa tidak saja dalam hal akumulasi kapital, tetapi juga
dalam mengatasi pelbagai hal di dalam sistem perdagangan
internasional yang dapat merugikan kepentingan nasional.4 Bagi
Hamilton, kebijakan ekonomi suatu negara harus diabdikan pada
kepentingan nasional, dalam hal ini adalah perlindungan industri
domestik dari ancaman pihak asing.
Fredich List (1789-1846), menyatakan bahwa disiplin politik
ekonomi harus dimulai dengan pengakuan terhadap hakikat hubungan

internasional yang sarat dengan konflik kepentingan, terutama antara
negara – negara industri maju dengan negara – negara miskin yang
berkonsentrasi pada produk pertanian dan bahan mentah. Pemikiran
List ini pada dasarnya menyatakan bahwa kepentingan negara –
negara industri maju sangat sesuai dengan prinsip perdagangan bebas
yang mengharuskan negara lain untuk berdagang dengan mereka.5
Kebijakan proteksionis biasanya diinginkan kelompok – kelompok
yang diuntungkan seperti produsen barang – barang konsumsi yang
mendapat saingan dari produsen serupa dari negara lain seperti bahan
pangan, tekstil, pakaian, elektronik, dan otomotif. Dukungan terhadap
proteksi juga datang dari para pekerja yang bekerja di sektor – sektor
tersebut. Maka, arah kebijakan suatu negara ditentukan oleh kuat atau
tidaknya lobi kelompok – kelompok tersebut sehingga suatu negara
tidak bisa secara konsisten memberlakukan proteksionisme atau
sistem perdagangan bebas.6
4 Bob Sugeng Hadiwinata, (2002), Politik Bisnis Internasional, Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
hal. 58.
5 Ibid, hal. 59.
6 Ibid, hal. 60.


5

Menurut DR. Boediono, “Proteksi” berarti perlindungan yang
diberikan kepada suatu sektor ekonomi atau industri di dalam negeri
terhadap persaingan dari luar negeri. Proteksi diberikan karena tanpa
itu sektor ekonomi tersebut tidak bisa bersaing dengan barang –
barang luar negeri, karena misalnya barang – barang impor harganya
lebih murah atau kualitasnya lebih baik atau penampilannya lebih
menarik dan banyak sebab lainnya.7 Proteksi bisa berbentuk: (a)
pengenaan tarif; (b) pelanggaran impor; (c) kuota impor; dan (d)
subsidi.8
1.3.2 Perdagangan Bebas (Free Trade)
Teori perdagangan dunia mempunyai dasar bahwa setiap negara
mempunyai keunggulan komparatif absolut dan relatif dalam
menghasilkan suatu komoditas dibandingkan negara lain9. Suatu
negara akan mengekspor komoditas yang memiliki keungguan
komparatif tersebut dan mengimpor komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif yang lebih rendah. Perdagangan antarnegara
ini akan membawa dunia pada penggunaan sumber daya langka secara
lebih efisien dan setiap negara dapat melakukan perdagangan bebas

yang menguntungkan dengan melakukan spesialisasi sesuai dengan
keunggulan yang dimilikinya.
Pokok perdagangan bebas berpangkal pada paham kebebasan
individu yang bermula dikembangkan oleh ekonom – ekonom Klasik
(Laissez Faire). Menuruti paham Laissez Faire kemakmuran optimal
yang terdapat pada jalur pendapat, yaitu jalur perdagangan bebas akan
tercapai bila terdapat hal – hal berikut ini:

7 Boediono, (1990), Ekonomi Internasional, Yogyakarta: BPFE – Yogyakarta, hal. 161.
8 Ibid, hal. 184.
9 Daniel Trefler, (1993), Trade Liberalization and the Theory of Endogenous Protection: An
Econometric Study of U.S Import Policy, Journal of Political Economy, 101, Chicago: University
of Chicago Press, p. 138.

6

a. Pemerintah ataupun instansi – instansinya tidak campur tangan
dalam kegiatan ekonomi.
b. Situasi pasar, baik pasar faktor maupun pasar barang bebas
(free competition), sehingga harga faktor – faktor produksi

akan turun sampai pada produktivitas, batasnya (prinsip
marginalisme).
c. Doktrin perdagangan bebas dan doktrin klasik menganggap
bahwa full employment sebagi suatu tingkat kegiatan ekonomi
yang wajar (normal).
d. Tingkat mobility faktor produksi yang disebabkan oleh
perbedaan – perbedaan riil (real returns). Semakin besar
tingkat mobilitas pekerjaan (occupational mobility), semakin
besar pula keuntungan yang diperoleh dari perdagangan bebas.
Sistem perdagangan yang bebas (free trade) baik untuk
perdagangan dalam negeri (domestik) ataupun perdagangan luar
negeri, akan menjadi semakin besarlah kemungkinan – kemungkinan
untuk perkembangan ekonomi, perbaikan mutu barang dan pekerjaan,
serta penggunaan – penggunaan faktor ekonomi ke arah yang lebih
efisien. Demikian pula arah perdagangan bebas, menjadi semakin
luas, tidak terikat ataupun tertuju kepada satu negara. Dengan adanya
syarat

(pasarnya

kompetitif),

maka

barang



barang

yang

diperdagangkan dalam sistem perdagangan bebas akan bersaing satu
sama lain. Persaingan tesebut akan mendorong para pengusaha untuk
memperbaiki mutu barangnya, agar dapat bersaing dan menang dalam
persaingan di pasar dengan persaingan yang bersifat selektif.10
Setiap negara mempunyai dasar kondisi ekonomi yang berbeda
– beda, maka dengan begitu disusunlah kebijakan – kebijakan
ekonomi yang bersifat nasional, untuk menjamin kepentingan masing
– masing negara. Misalnya dengan peraturan – peraturan yang tampak
membatasi atau menghambat proses perdagangan bebas. Prinsip
10 Sobri, (2001), Ekonomi Internasional: Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya, Yogyakarta:
BPFE UII – Yogyakarta, hal. 242-243.

7

persaingan dan perdagangan bebas akan baik hasilnya bagi negara –
negara yang sudah maju industri dan perekonomiannya, tetapi
sebaliknya untuk negara – negara yang sedang berkembang
perekonomiannya sangat memerlukan pembatasan – pembatasan dan
peraturan – peraturan untuk melindungi diri sendiri dari akibat –
akibat persaingan bebas, misalnya dengan perdagangan internasional
yang bercorak protektif.11

BAB 2
PEMBAHASAN

11 Ibid, hal. 245.

8

2.1

Keuntungan Yang Diperoleh Indonesia Dari Kebijakan Proteksionis
Tersebut
Indonesia sebagai negara berkembang yang ingin keberadaannya
selalu diakui oleh dunia internasional dengan kekhasannya yang tidak
dimiliki negara lain untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara
yang tidak bisa dipandang hanya dengan sebelah mata saja. Produk
hortikultura merupakan komoditi yang mempunyai potensi ekonomi bagi
masyarakat Indonesia, sehingga kegiatan produksi, penyediaan, pengadaan
dan distribusi produk hortikultura menjadi sangat penting. Untuk itu
pemerintah dengan membuat suatu kebijakan bahwa Indonesia bukan
sebagai negara yang hanya mengandalkan produk luar negeri untuk menjadi
konsumsi bagi rakyatnya.12 Dengan dikeluarkannya kebijakan oleh
pemerintah yakni Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60 Tahun 2012,
tentang rekomendasi impor hortikultura dan Peraturan Menteri Perdagangan
Nomor 60 Tahun 2012, tentang ketentuan impor produk hortikultura
bertujuan untuk memberikan batasan pada hasil produksi impor komoditas
hortikultura dari banyak negara asing.
Kementerian Pertanian melalui Ditjen Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian membatasi hanya memberikan izin tujuh komoditas
hortikultura, buah, dan sayur impor masuk ke Indonesia. Pelaksana tugas
(plt) Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
Kementerian Pertanian Haryono menyatakan, bahwa tujuh komoditas
tersebut yakni sayuran yang terdiri dari bawang bombay, bawang merah dan
bawang putih, serta komoditas buah-buah yaitu jeruk siam, jeruk mandarin,
lemon, grapefruit/pamelo, anggur, apel dan kelengkeng. Sebanyak 13
produk hortikultura lainnya dilarang masuk sementara yakni kentang, kubis,
wortel, cabe, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, krisan,
anggrek, dan heliconia.13 Sebenarnya dengan adanya kebijakan tentang
pembatasan impor atau proteksionis terhadap barang – barang luar negeri

12 http://www.scisi.co.id/scisi/commodity/index/28 (Diakses pada tanggal 3 Januari 2014 pukul
22.08 wib)

9

akan menguntungkan bagi Indonesia terutama bagi para petani maupun para
pembudidaya tanaman – tanaman hortikultura.
Kebijakan seperti ini sebenarnya juga banyak dilakukan oleh negara –
negara lain, karena pembatasan impor seperti impor hortikultura ini tidak
hanya untuk mengurangi ketergantungan kepada negara lain, tapi melainkan
pengaturan impor tersebut dibolehkan untuk melindungi produk lokal agar
tetap dapat menunjukkan kualitasnya. Pemerintah dalam hal ini tepat
sasaran dalam mengeluarkan kebijakan proteksionis tersebut, karena
sebenarnya petani – petani Indonesia masih sanggup menyediakan serta
menghasilkan komoditas hortikultura, dan juga masih mampu mencukupi
produksi pangan bagi masyarakat Indonesia, sehingga kebijakan tersebut
ditujukan untuk mengurangi impor komoditas hortikultura dan melindungi
komoditas di dalam negeri.
Berikut ini adalah tabel hasil produksi komoditas hortikultura yang
dibatasi impornya periode 2011-2013:14

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Komoditas
Bawang Merah (ton)
Bawang Putih (ton)
Kentang (ton)
Kubis/Kol (ton)
Wortel (ton)
Cabe Besar (ton)
Cabe Rawit (ton)
Jeruk Siam (ton)
Jeruk Mandarin (ton)
Anggur (ton)
Apel (ton)
Nanas (ton)
Melon (ton)
Pisang (ton)

2011
893.124
14.749
955.488
1.363.741
526.917
888.852
594.227
1.721.880
97.069
11.938
200.173
1.504.626
103.840
6.132.695

Produksi
2012*
889.002
16.604
969.663
1.432.318
544.623
1.003.085
696.964
1.498.183
117.008
15.525
313.727
1.275.490
70.583
6.270.813

2013**
959.953
13.286
823.856
1.355.892
455.695
964.121
639.765
1.288.585
125.956
17.013
362.912
1.145.806
70.009
6.380.471

13 http://www.antaranews.com/berita/360877/kementan-batasi-tujuh-komoditas-hortikulturaimpor (Diakses pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 18.59 wib)
14http://hortikultura.deptan.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=445&Itemid=666 (Diakses pada tanggal 3 Januari 2014
pukul 20.12 wib)

10

15
16
17
18

Mangga (ton)
Pepaya (ton)
Durian (ton)
Krisan (Tangkai)

19
20

Anggrek (Tangkai)
Heliconia (Tangkai)

2.131.139
958.251
883.969
305.867.882

2.038.146
942.215
812.433
384.215.341

15.490.256
2.791.257

16.689.363
2.961.385

2.092.901
1.006.494
859.318
478.625.94
9
18.135.793
3.791.257

Keterangan: *) Angka Prognosa
**) Angka Ramalan/Perkiraan
Sumber: Kementerian Pertanian (Diolah)

Dari data

yang terdapat dalam tabel mengenai hasil produksi

beberapa komoditas yang dibatasi impornya di atas terlihat bahwa dari
periode tahun 2011, 2012, dan 2013 tingkat produksi tersebut di atas
walaupun untuk beberapa komoditas mengalami peningkatan di setiap
tahunnya dan ada pula yang mengalami penurunan dimana ketidakstabilan
dari data tersebut bukan berarti Indonesia tidak sanggup untuk memenuhi
kebutuhan panggannya. Namun jika dilihat dari jumlahnya, Indonesia masih
mampu untuk mengatasi kebutuhan pangan bagi masyarakatnya. Hal ini
sebagai bukti kalau negara Indonesia masih bisa memproduksi komoditas
hortikultura yang impornya dibatasi dalam kebijakan pemerintah tersebut,
dengan jumlah produksinya yang cukup banyak maka tidak ada salahnya
jika kebijakan terhadap impor komoditas hortikultura itu dibuat dan
dikeluarkan oleh pemerintah untuk mempertahankan kepentingan nasional
negara.
Dengan melihat Indonesia sebagai negara agraris dan bertani
merupakan mata pencaharian yang banyak ditemukan hampir di seluruh
Indonesia,

dimana

para

petani

adalah

pihak

terpenting

dalam

membudidayakan dan juga meningkatkan daya produksi pertanian di
Indonesia terutama komoditas hortikultura. Adanya kebijakan pembatasan
impor hortikultura dari pemerintah, tidak hanya memberikan keuntungan
bagi negara saja tetapi keuntungan bagi masyarakat Indonesia seperti petani
– petani tanaman hortikultura tersebut. Para petani dapat terus menanam,
memproduksi hasil dari ladangnya, serta meningkatkan kualitas hasil

11

pertaniannya untuk terus dapat bersaing dengan hasil produksi hortikultura
negara lain. Walaupun terkadang hasil komoditas hortikultura dalam negeri
sering dibanding – bandingkan dengan produk impor, mulai dari harga,
kualitas dan juga bentuknya tapi para petani maupun pemerintah melalui
Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan pasti akan selalu
berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan untuk
menyaingi produk dari negara lain dengan berbagai cara, agar kedepannya
Indonesia dapat mandiri dan dapat mengatasi kebutuhan pangan dengan
caranya sendiri tanpa harus mengandalkan impor komoditas hortikultura.

2.2

Reaksi Negara Anggota WTO Terhadap Kebijakan Proteksionis
Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara anggota World Trade Organization
(WTO) yang sudah bergabung selama 19 tahun masih dapat dikatakan
sebagai anggota yang masih muda yang berada di dalam organisasi
perdagangan dunia tersebut. WTO sebagai sebuah rezim internasional yang
mengatur perdagangan negara – negara di dunia internasional, dengan
tujuan untuk membantu negara – negara anggotanya untuk melakukan
perdagangan dengan lancar dan sebebas mungkin. Perdagangan bebas
tersebut terjalin dengan menghapus bea masuk (tariff) dan tindakan seperti
larangan impor atau kuota yang selektif untuk membatasi jumlah (volume)
impor.15 Dalam hal mengenai pedagangan bebas, World Trade Organization
(WTO) mempunyai aturan ataupun kebijakan tentang perdagangan bebas
(free trade). Perjanjian perdagangan dalam WTO melingkupi perdagangan
yang berhubungan dengan pertanian, tekstil dan pakaian, perbankan,
telekomunikasi, belanja pemerintah, standart industri dan kemanan produk,
peraturan sanitasi makanan, kekayaan intelektual, dan sebagainya. Prinsip –

15 http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/who_we_are_e.htm (Diakses pada tanggal 5
Januari 2014 pukul 19.47 wib)

12

prinsip perdagangan internasional dalam WTO yang harus dipatuhi oleh
negara anggotanya menyangkut perdagangan bebas, antara lain:16
A. Trade Without Discrimination
1) Most-Favoured-Nation (MFN): Treating Other People Equally
(Perlakuan yang Sama Terhadap Semua Mitra Dagang)
MFN adalah prinsip perdagangan dalam WTO yang
mengatur tentang pemberian perlakuan yang sama antar mitra
perdagangan, tanpa pengecualian antara semua negara anggota
WTO (tidak memandang negara yang kaya atau miskin, kuat atau
lemah). Hal ini berarti MFN mengatur bahwa setiap negara
anggota WTO harus menurunkan atau menghilangkan hambatan
perdagangan dinegaranya dan membuka pasar dalam negeri.
Prinsip ini berlaku bagi semua perdagangan barang atau jasa dan
diatur dalam artikel pertama GATT (Pasal 2 – General Agreement
on Trade in Services/GATS) dan (Pasal 4 – Trade Related Aspects
of Intellectual Property Rights/TRIPs).
2) National Treatment (Perlakuan Nasional): Treating Foreigners and
Local Equally
Yaitu

negara

anggota

diwajibkan

untuk

memberikan

perlakuan yang sama atas produk impor dengan produk lokal
(paling tidak setelah barang impor tersebut memasuki pasar
domestik atau nasional).
B. Freer Rider: Gradually, Through Negotiation
Menurut WTO, kebijakan tentang perdagangan bebas ditujukan
untuk terjadinya persaingan yang adil, terbuka, dan tidak terdistorsi.
Menurunkan hambatan perdagangan adalah salah satu cara yang
16 http://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htm (Diakses pada tanggal 5
Januari 2014 pukul 21.11 wib)

13

paling efektif untuk mendorong perdagangan. Tetapi, tidak semua
negara dapat dengan mudah untuk menyesuaikan peraturan WTO
dengan peraturan dalam negerinya. Untuk itu WTO memperbolehkan
negara anggota untuk melakukan penyesuaian secara bertahap melalui
“liberalisasi progresif”.
C. Predictability : Through Binding and Transparency
Ketika suatu negara sudah membuat kesepakatan untuk
membuka pasar domestik atas barang atau jasa, mereka terikat oleh
komitmen mereka ini. Sistem ini juga meningkatkan prediktabilitas
dan stabilitas dengan berbagai cara. Salah satu cara yang dilakukan
adalah menghambat penggunaan kuota dan langkah – langkah lain
yang digunakan untuk menetapkan batas jumlah impor.
Peraturan atau kebijakan diatas yang dibuat oleh Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) untuk mengatur jalannya perdagangan
internasional

antar

negara



negara,

dimaksudkan

bahwa

WTO

menginginkan dengan adanya kebijakan atau ketentuan itu negara – negara
dapat melakukan perdagangan internasional atau perdagangan bebas dengan
sebebas – bebasnya. Adanya kebijakan mengenai pembatas impor
komoditas hortikultura yang dibuat oleh pemerintah Indonesia menuai
beberapa protes dari negara anggota WTO. Sebagai salah satu contoh reaksi
tersebut, yaitu seperti yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat. Amerika
Serikat mengadukan Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)
atas kebijakan pembatasan impor produk hortikultura. Dimana Amerika
Serikat menuntut pemerintah merevisi peraturan hortikultura itu, lantaran
menganggap merugikan negara pengekspor produk buah dan sayuran
tersebut.17 Amerika Serikat menggugat Indonesia akibat kebijakan
pembatasan impor komoditas hortikultura itu. Namun menurut pemerintah
Indonesia, Indonesia tidak melanggar ketentuan dari WTO karena
pemerintah yakin bahwa tidak hanya Indonesia yang memiliki peraturan
17 http://nasional.kontan.co.id/news/ini-dia-aturan-revisi-impor-produk-hortikultura (Diakses
pada tanggal 3 Januari 2014 pukul 21.27 wib)

14

mengenai pembatasan impor, pasti banyak dari beberapa negara di dunia
yang mempunyai peraturan proteksi tersebut.
Reaksi berikutnya Amerika Serikat meminta konsultasi dalam
kerangka Dispute Settlement Body atau badan penyelesaian sengketa.
Konsultasi yang diminta oleh Amerika Serikat tersebut merupakan tahap
awal dalam menyelesaikan suatu sengketa, dengan jangka waktu 60 hari.
Namun upaya konsultasi antara kedua negara tidak kunjung membuahkan
hasil, sehingga akibat kegagalan dari fase konsultasi itu Organisasi
Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) akhirnya membentuk
panel yang terdiri dari negara-negara anggotanya untuk memberikan
persetujuan atau penolakan tentang kebijakan perdagangan Indonesia
tersebut. Menurut Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu
Krisnamurti, dibentuknya panel tersebut bukan untuk menentukan dan
mencari siapa yang akan menjadi pemenang dalam sengketa kedua negara
itu, tetapi yang dinilai adalah apakah kebijakan Indonesia tersebut
bertentangan dengan komitmen Indonesia di WTO. Wamendag memastikan
150 negara anggota yang memberi penilaian dalam panel itu nanti akan
objektif dan netral dengan menyampaikan pendapat mereka terhadap kasus
tersebut. Wamendag juga memprediksi Indonesia akan mendapat dukungan
dari negara-negara yang melakukan praktik perdagangan yang serupa
dengan yang dilakukan Indonesia demi melindungi kepentingan nasional
mereka.18
Pada tahap kedua yaitu pembentukan panel biasanya diberikan waktu
maksimum 45 hari untuk pembentukan panel ditambah waktu 6 bulan bagi
panel untuk menghasilkan putusan. Dan menurut aturan dari WTO untuk
penyelesaian sengketa, dengan total jangka waktu penyelesaian satu tahun
(tanpa banding) dan satu tahun tiga bulan (dengan banding). 19 Sebenarnya
18 http://bisnis.liputan6.com/read/550858/sengketa-hortikultura-as-versus-ri-diputuskan-oleh150-negara-wto (Diakses pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 21.48 wib)
19 Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan Intelektual, Sekilas WTO
(World Trade Organization) Edisi Keempat (2006), Jakarta: Departemen Luar Negeri, hal. 49-50.

15

kebijakan pembatasan impor Indonesia hanya membatasi beberapa
komoditas produk hortikultura tertentu saja, karena untuk melindungi
produk lokal dan karena adanya peraturan terkait kepelabuhanan juga. Di
sisi lain, pemerintah akan membawa bukti bahwa kebijakan membatasi
pelabuhan impor hortikultura tidak hanya ditujukan bagi produk Amerika
saja, tapi juga kepada negara – negara lain. Sebab lain Amerika Serikat
memperkarakan Indonesia rupanya negeri adidaya itu merasa disepelekan
pemerintah Indonesia karena produk sayur dan buah mereka kini harus
diperiksa berulang kali di pelabuhan. Menteri Perdagangan Gita Wiryawan
menyatakan, bahwa pembatasan pelabuhan itu bukan hanya kepada Amerika
Serikat saja, Indonesia mengakui standar karantina produk Amerika yang
bagus, tapi Gita Wiryawan berharap Amerika Serikat paham terhadap
pemeriksaan ulang itu karena Indonesia sangat menghormati kedaulatan
suatu negara satu sama lain.20
Jika WTO memutuskan Amerika Serikat menang, konsekuensinya
pemerintah Indonesia harus mencabut kebijakan pengetatan impor
hortikultura. Sebaliknya jika Amerika Serikat kalah, maka kebijakan
pemerintah Indonesia tersebut harus diterima pelaku usaha di negara itu.
Proteksionis dapat dilakukan dan dijadikan sebagai kebijakan nasional suatu
negara dalam meningkatkan perekonomian negaranya. Proteksionis tidak
dapat dihindari, seperti yang dilakukan Indonesia di dalam kebijakan
pemerintahnya dimana kebijakan itu dikeluarkan untuk melindungi para
petani agar terus memproduksi serta melindungi produk domestik Indonesia.
Proteksi atau pembatasan memang tidak sesuai dengan aturan dari
WTO, namun dalam kasus seperti yang dialami oleh Indonesia ini kebijakan
pembatasan impor hortikultura Indonesia tidak akan dengan mudah untuk
dicabut atau dihapuskan karena itu merupakan salah satu kepentingan
nasional Indonesia. Dan jika proteksi itu tidak bisa lagi dihindarkan, maka
WTO akan memberikan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang
20 http://www.merdeka.com/uang/039perang039-indonesia-amerika-soal-impor-hortikulturabelum-mereda.html (Diakses pada tanggal 31 Desember 2013 pukul 21.23 wib)

16

dilakukan. Namun antar negara yang bersengketa, biasanya dari masing –
masing pihak akan menggunakan caranya sendiri untuk memberikan sanksi,
seperti dari pihak Indonesia akan membatasi impor hortikultura dari
Amerika Serikat, kemudian kebijakan Amerika akan membalas sanksi
tersebut dengan memberikan batasan kuota ekspor produk Indonesia ke
Amerika Serikat dan akan berlanjut seperti itu. Kebijakan seperti itulah yang
dapat dilakukan oleh kedua negara, dimana sanksi – sanksi yang diberikan
itu dapat dikatakan sebagai cara untuk mewujudkan kepentingan nasional
masing – masing negara serta untuk mempertahankan daya saing negara di
dalam perdagangan internasional.

BAB 3
PENUTUP

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan kelebihannya
yang memiliki wilayah pertanian yang dapat ditemukan hampir di seluruh
Indonesia, berusaha untuk menuju ke arah perekonomian yang lebih maju
dan lebih baik lagi. Dengan kebijakan pemerintah Indonesia mengenai
pembatasan impor komoditas hortikultura adalah sebagai arah kebijakan
perekonomian pemerintah pusat untuk membangun perekonomian Indonesia
baik perekonomian daerah maupun nasional, sehingga pemerintah nantinya

17

dengan bertahap dapat mengurangi ketergantungan ekonominya terhadap
negara – negara lain yang dimulai dengan melakukan pembatasan impor
produk hortikultura tersebut. Selama ini dengan tingkat impor komoditas
hortikultura yang tinggi, dinilai bahwa pemerintah tidak mampu mencukupi
kebutuhan pangan dalam negeri. Namun sebenarnya para petani masih
sanggup memproduksi komoditas hortikultura untuk negara. Oleh karena
itu, kebijakan pemerintah tersebut adalah untuk melindungi produksi dalam
negeri agar tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri. Dan terkait
pembatasan impor beberapa produk hortikultura pada dasarnya mengacu
pada kepentingan dalam negeri sebagaimana layaknya negara berkembang
yang berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan para petani lokal di dalam
negerinya.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebenarnya tidak hanya
dilakukan oleh Indonesia saja, tapi hampir semua negara pasti mempunyai
kebijakan yang hampir sama dengan Indonesia demi mewujudkan dan
mempertahankan kepentingan nasionalnya. Proteksi terhadap produk
hortikultura Indonesia yang dinilai menyalahi peraturan dari World Trade
Organization (WTO) oleh Amerika Serikat, membuat Indonesia harus
berusaha mempertahankan kebijakannya tersebut. Sebenarnya Indonesia
tidak melanggar komitmen sebagai negara anggota WTO, hal itu karena
Indonesia memberikan pembatasan hanya untuk beberapa jenis komoditas
hortikultura yang dianggap tidak perlu untuk mengimpor terlalu banyak.
Dan kebijakan tersebut juga untuk mengatur jalannya proses masuknya
barang impor di pelabuhan – pelabuhan Indonesia agar lebih tertib dan agar
tidak terjadi penyelundupan supaya administrasi dalam pendistribusian
produk – produk impor menjadi teratur, tidak menyalahi aturan dan efektif.
Dengan begitu posisi Indonesia setidaknya dapat lebih dihormati oleh
negara – negara lain, karena dengan proses sedemikian rupa bahwa
keamanan dalam menerima barang – barang impor di pelabuhan Indonesia
membuatnya menjadi lebih ketat demi terciptanya keamanan untuk produk

18

impor tersebut. Intinya kebijakan perdagangan Indonesia sangat bervariasi
untuk memenuhi kebutuhan dinamika pembangunan Indonesia dalam
menghadapi perubahan perekonomian global.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Boediono. (1990). Ekonomi Internasional. Yogyakarta: BPFE –
Yogyakarta.
Frieden, Jeffry and David Lake. (2000). International Political Economy:
Perspective On Global Power and Wealth. New York: St. Martin’s
Press.
Hadiwinata, Bob Sugeng. (2002). Politik Bisnis Internasional. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Rothbard, M. N. (1986). Protectionism and The Destruction of Prosperity.
Monograph: Ludwig Von Mises Institute.

19

Sobri. (2001). Ekonomi Internasional: Teori, Masalah dan
Kebijaksanaannya. Yogyakarta: BPFE UII – Yogyakarta.

Jurnal:
Direktorat Perdagangan, Perindustrian, Investasi dan Hak Kekayaan
Intelektual. (2006). “Sekilas WTO (World Trade Organization)”. Edisi
Keempat. Jakarta: Departemen Luar Negeri.
Trefler, Daniel. (1993). “Trade Liberalization and the Theory of
Endogenous Protection: An Econometric Study of aU.S Import
Policy”. Journal of Political Economy No. 101. Chicago: University
of Chicago Press.

Internet:
www.antaranews.com
www.deptan.go.id
www.kontan.co.id
www.liputan6.com
www.medeka.com
www.republika.co.id
www.scisi.co.id
www.wto.org

20

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Analisis pengaruh modal inti, dana pihak ketiga (DPK), suku bunga SBI, nilai tukar rupiah (KURS) dan infalnsi terhadap pembiayaan yang disalurkan : studi kasus Bank Muamalat Indonesia

5 112 147

Dinamika Perjuangan Pelajar Islam Indonesia di Era Orde Baru

6 75 103

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh Kerjasama Pertanahan dan keamanan Amerika Serikat-Indonesia Melalui Indonesia-U.S. Security Dialogue (IUSSD) Terhadap Peningkatan Kapabilitas Tentara Nasional Indonesia (TNI)

2 68 157

Pengaruh Kebijakan Hutang Dan Struktur Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Deviden Pada PT. Indosat

8 108 124