Bedah Mayat Ditinjau dari Etika Hukum da

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Ilmu pengetahuan di masa kini sangatlah berbeda dari pengetahuan zaman

dahulu kala. Seiring dengan majunya pengembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan, didapatkan dari hasil trial and eror. Dari sinilah para ahli
menemukan hal hal yang baru. Begitu juga halnya di dalam bidang kesehatan,
untuk mendapatkan sesuatu dibutuhkan pengorbanan atau sesuatu yang di jadikan
penelitian. Hal yang dapat di jadikan penelitian sangatlah bervariasi tergantung
tujuan dan hasil apa yang ingin di capai oleh para peneliti itu sendiri. Ilmu
pengetahuan di zaman sekarang dapat di gunakan untuk berbagai macam hal.
Salah satunya bisa untuk mengetahui sebab-sebab kematian seseorang dengan
cara membedahnya.
Sejarah medis telah mencatat bahwa otopsi mayat, atau dengan kata lain
ilmu kedokteran forensik mulai diperkenalkan dari Negara Arab, kemudian
berkembang ke Yunani dan negara-negara barat seterusnya ke seluruh dunia.
Perkembangan kemajuan ilmu kedokteran dalam ilmu bedah adalah berbasis
kepada keilmuan yang dibawa oleh Ibnu Sina. Perkembangan dari waktu ke waktu

melalui penelitian dan studi ilmuwan medis telah menghasilkan teknologi modern
dalam ilmu otopsi mayat dengan cara lebih ilmiah untuk menemukan keadilan
yang diinginkan.
Pada abad ke 21 ini, otopsi mayat adalah satu hal yang tidak dapat
dihindari dan tidak asing di kalangan umat Islam. Ini karena ia adalah tindakan
yang harus diambil dan dilakukan untuk kepentingan masyarakat seperti untuk
menyelesaikan kasus kriminal atau bukan kasus kriminal serta penelitian dalam
bidang medis. Walau bagaimana pun dalam urusan otopsi mayat, Islam telah

1

menetapkan beberapa pedoman yang harus diikuti agar tidak timbul kontradiksi
antara klaim Islam dengan praktek yang dilakukan dalam bidang medis.
1.2.

Rumusan Masalah

1.

Etika apa saja yang harus di lakukan pada saat proses pembedah mayat


secara umum?
2.

Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : ”Memecahkan tulang

orang mati itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam
hal dosanya”, bagaimana tanggapan hadits tersebut secara umum ?

1.3.

Tujuan
1. Mengetahui tujuan di lakukannya bedah mayat.
2. Mengetahui kaitan antara etika, hukum, dan agama dalam bidang bedah
mayat.
3. Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam islam.
4. Mengetahui tinjauan hukum bedah mayat dalam hukum kesehatan yang
berlaku di Indonesia.

2


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
2.1

Tinjauan Pustaka
Mayat adalah orang yang telah meninggal atau mati.Sedangkan seseorang

dinyatakan mati adalah apabila fungsi sistem jantung-sirkulasi dan pernafasan
terbukti telah berhenti secara permanen , atau apabila kematian batang otak telah
dapat di buktikan.(UU Kesehatan No.36 Tahun 2009,pasal 117).
Secara etimologi bedah mayat adalah pengobatan dengan jalan memotong
bagian tubuh seseorang. Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Al-Jirahah
yang berarti melukai, mengiris, atau operasi pembedahan. Sedangkan secara
terminologi bedah mayat adalah suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam.
Secara terminologis berarti suatu penyelidikan atau pemeriksaan tubuh
mayat, termasuk alat-alat atau organ tubuh dan susunannya pada bagian dalam
setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan sebab
kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun menjawab

misteri suatu tindak kriminal. Dalam ilmu kedokteran dikenal dengan istilah
autopsi.
Setelah dilakukan pembedahan atau pelukaan, dengan tujuan menentukan
sebab kematian seseorang, baik untuk kepentingan ilmu kedokteran maupun
menjawab misteri suatu tindak kriminal. Bedah mayat adalah suatu upaya tim
dokter ahli untuk membedah mayat, karena ada suatu maksud atau kepentingan
tertentu. Jadi, bedah mayat tidak boleh dilakukan oleh sembarangan orang,
walaupun hanya sekedar mengambil barang dari tubuh (perut) mayat itu. Sebab,
manusia harus dihargai kendatipun ia sudah menjadi mayat. Apalagi yang ada
hubungannya dengan ilmiah pengetahuan dan penegakan hukum.

3

A.

Tujuannya bedah mayat
Bedah mayat memiliki berbagai tujuan yang bermacam-macam.Tujuan di

lakukan bedah mayat yang ditinjau dari aspek dan tujuannya bedah mayat dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a.

Bedah Mayat Klinis

Bedah mayat klinis ini adalah pembedahan yang dilakukan terhadap mayat
yang meninggal di rumah sakit, setelah mendapat perawatan yang cukup dari para
dokter. Bedah mayat ini biasanya dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
secara umum atau secara mendalam. Sifat perubahan suatu penyakit setelah
dilakukan pengobatan secara intensif terlebih dahulu semasa hidupnya dan untuk
mengetahui secara pasti jenis penyakit mayat yang tidak diketahui secara
sempurna selama dia sakit. Dengan melakukan otopsi ini seorang dokter dapat
mengetahui penyakit yang menyebabkan kematian jenazah tersebut, sehingga
kalau memang itu suatu wabah dan di khawatirkan akan menyebar bisa segera
diambil tindakan preventif, demi kemashlahatan.
b.

Bedah Mayat Anatomis

Bedah mayat anatomis adalah pembedahan mayat dengan tujuan menerapkan
teori yang diperoleh oleh mahasiswa kedokteran atau peserta didik kesehatan

lainnya sebagai bahan praktikum tentang ilmu viral tubuh manusia (anatomi).
Praktek yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mengetahui seluk-beluk
organ tubuh manusia. Agar bisa mendeteksi organ tubuh yang tidak normal dan
terserang penyakit untuk mengobatinya sedini mungkin atau tujuan lainnya seperti
untuk mengetahui penyebab kematiannya seiring maraknya dunia kriminal saat
ini, dengan membedah jasad manusia.
c.

Bedah Mayat Forensik

Bedah mayat forensik adalah bedah mayat yang bertujuan mencari kebenaran
hukum dari suatu peristiwa yang terjadi, seperti dugaan pembunuhan, bunuh diri
atau kecelakaan. Bedah mayat semacam ini biasanya dilakukan atas permintaan
pihak kepolisian atau kehakiman untuk memastikan sebab kematian seseorang.
Misalnya, karena tindak pidana kriminal atau kematian alamiah melalui visum

4

dokter kehakiman (visum et reperthum) biasanya akan diperoleh penyebab
sebenarnya, dan hasil visum ini akan mempengaruhi keputusan hakim dalam

menentukan hukuman yang akan dijatuhkan. Jika sebelum divisum telah diketahui
pelakunya, maka visum ini berfungsi sebagai penguat atas dugaan yang terjadi.
Akan tetapi jika tidak diketahui secara pasti pelakunya dan jika bukan karena
kematian secara alamiah maka bedah mayat ini merupakan alat bukti bahwa
kematiannya bukan secara alamiah dengan dugaan pelakunya orang-orang
tertentu. Seorang hakim wajib memutuskan suatu perkara hukum secara benar dan
adil diperlukan bukti-bukti yang sah dan akurat. Autopsi Forensik merupakan
salah satu cara atau media untuk menemukan bukti.
d.

Bedah Mayat sebagai Donor
Bagi seseorang yang pada waktu hidupnya telah bersedia untuk

mendonorkan organ tubuhnya , maka apabila orang ini meninggal dunia, perlu
dilakukan bedah mayat. Tujuan bedah mayat ini adalah untuk mengambil organ
tubuh yang di donorkan untuk di pindahkan kepada organ tubuh orang lain yang
menerimanya.
B.

Sebab-sebab yang Memungkinkan untuk di lakukan proses bedah mayat

Banyak kemungkinan yang dapat terjadi sehingga terjadinya pembedahan

pada mayat. Kemungkinan terjadinya pembedahan mayat dapat disebabkan oleh :
a.

Untuk mengeluarkan janin
Pada prinsipnya ajaran Islam meberikan tuntunan pada umatnya agar

selalu berijtihad dalam hal-hal yang tidak ada ditemukan nashnya dan sebagai
landasannya adalah firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 78:Artinya:“Dan
berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia
Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu kesempitan
dalam agama …….”
Untuk mengatasi kesulitan yang dialami manusia, harus menggunakan
akal pikiran yang disebut dengan ijtihad dalam Islam, yang hasilnya untuk
kemaslhatan umat dengan ketentuan, bahwa kemaslahatan umum lebih
diutamakan dari kemaslhatan perorangan. Demikian juga halnya dengan
5

kemaslahatan orang hidup lebih diutamakan dari pada kemaslahatan orang mati.

Hal ini berarti jani itu perlu untuk diselamatkan.
Dalam hal ini, Islam membolehkan membedah mayat yang di dalam
rahimnya terdapat janin yang masih hidup. Urusan tersebut diserahkan kepada
dokter ahli untuk melaksanakannya, dan merawat janin yang diselamatkan itu.
Bahkan ada pendapat yang menagtakan, wajib hukumnya membedah mayat, bila
diperkirakan dokter, janinnya masih hidup.
b.

Untuk mengeluarkan benda berharga dari mayat
Apabila seseorang menelan sesuatu yang bukan miliknya, misalnya

menelan permata orang lain yang sangat berharga yang mengakibatkan ia
meninggal dunia, selanjutnya pemilik barang tersebut menuntut agar permata
tersebut dikembalikan kepadanya. Maka tidak ada cara lain yang ditempuh kecuali
dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan permata tersebut dari jasadnya.
Melihat persoalan seperti kasus di atas, perlu ditentukan status hukum bedah
mayat tersebut apakah dibolehkan atau diharamkan. Berdasarkan ajaran Islam
haram hukumnya seseorang menguasai suatu barang yang bukan haknya.
Tindakan yang demikian akan menjadi ganjalan bagi orang yang mati di alam
sesudah kematiannya karena ia masih terkait dengan hak orang lain.

Dalam keadaan mati, orang tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Oleh karena
itu orang hiduplah yang berkewajiban untuk menolongnya, terutama sekali
keluarganya yang harus memprakarsai pembedahannya untuk mengeluarkan
barang milik orang lain tersebut dari perutnya guna mengembalikan kepada
pemiliknya. Dalam hal seperti di atas tidak ada cara lain yang bisa ditempuh
kecuali dengan membedah mayat itu untuk mengeluarkan barang yang ada di
perut mayat.
c.

Menegakkan Kepentingan Penegakkan Hukum
Peralatan modern kadang-kadang sulit juga membuktikan sebab-sebab

kematian seseorang dengan hanya penyelidikan dari luar tubuh mayat. Kesulitan
tersebut, cukup menjadi alasan untuk membolehkan membedah mayat sebagai
bahan penyelidikan, karena sangat diperlukan dalam penegakkan hukum, dan
6

sesuai dengan kaidah fiqhiyyah : “Tidak haram bila darurat dan tidak makruh
karena hajat.”
Apabila penegak hukum tidak mau mengusut kejahatan, karena yang

dianiaya sudah meninggal dunia, lalu takut mengadakan pengusutan dengan cara
pembedahan mayat, maka berarti dia memberi jalan kepada penjahat untuk tidak
takut beraksi. Hukum harus ditegakkan meskipun harus dengan jalan melakukan
bedah mayat dan pembongkaran kuburan untuk pencapaian keadilan.
d.

Memperhatikan Kepentingan Pendidikan dan Keilmuan
Diantara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang

susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori
dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap
manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat
yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya
kelak. Sekiranya mayat itu diperlukan sebagai sarana penelitian untuk
mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini
dibolehkan,

karena

pengembangan

ilmu

kedokteran

bertujuan

untuk

mensejahterakan umat manusia.
Pembedahan mayat tidak boleh dilakukan secara berulang-ulang, karena
mayat hendaknya segera dikuburkan bukan untuk dipamerkan. Sebagaimana
sabda Rasulullah yang artinya: “Percepatlah mengantar jenazah ke kuburnya.
Bila dia seorang yang shaleh maka kebaikanlah yang kamu hantarkan kepadanya
dan dia kebalikannya, maka sesuatu keburukan yang kamu tanggalkan dari beban
lehermu.” (HR. Bukhari).
Di antara ilmu dasar dalam pendidikan kedokteran ialah ilmu tentang
susunan tubuh manusia yang disebut anatomi. Untuk membuktikan teori-teori
dalam ilmu kedokteran tersebut, tentu dengan jalan praktek langsung terhadap
manusia. Otopsi menurut teori kedokteran atau bedah mayat, merupakan syarat
yang amat penting bagi seorang calon dokter, dalam memanfaatkan ilmunya
kelak. Sekiranya mayat itu memang diperlukan sabagai sarana penelitian untuk
mengembangkan ilmu kedokteran, maka menurut hukum Islam, hal ini
7

dibolehkan,

karena

pengembangan

ilmu

kedokteran

bertujuan

untuk

mensejahterakan umat manusia.
C.

Tinjauan Hukum Islam terhadap bedah mayat
Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti

tentang bedah mayat akan tetapi, terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat ini. Seperti janji Allah
SWT yang akan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya. Diangkasa mar
(ufuk) dan yang ada didalam diri manusia itu sendiri. Seperti dijelaskan dalam
Surat Funssilat Ayat 53 yang artinya: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kebesaran) Kami disegenap penjuru dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu benar. Tidak cukupkah (bagi
kamu) bahwa tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”. Pengertian dalam
diri manusia ini menurut para mufasir, berarti didalam tubuh manusia ada nilai
ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.
Dan dalam Surat Al-anbiya Ayat 35 yang Artinya: “Setiap yang bernyawa
itu akan mengalami mati, Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”.
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa Allah SWT menyatakan bahwa setiap
yang bernyawa akan mengalami kematian, dengan kematian itu akan diuji unsur
kejahatan dan kebaikan dan ayat ini sangat berkaitan dengan pernyataan Allah
SWT bahwa manusia adalah makhluk mulia. Yakni dalam Surat Al-Isra’ Ayat 70.
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak Adam, dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka diatas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna.”.
Untuk menyingkap kebenaran atau ketidakbenaran dalam diri manusia di
dunia, diperlukan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Sebab kemampuan yang
dimiliki manusia terbatas. Dan semua cabang ilmu pengetahuan itu tidak mungkin
dimiliki oleh satu orang saja. Oleh karenanya diperlukan orang yang ahli dibidang
tertentu untuk menjawab persoalan yang muncul jika kita tidak mengetahuinya.
8

Contoh konkretnya adalah orang yang sakit perlu bertanya kepada dokter
tentang penyakitnya agar bisa diobati. Hukum bedah mayat dengan tujuan
anatomis dan klinis dapat berpedoman kepada hadits Rasulullah SAW yang
menganjurkan untuk berobat, karena setiap penyakit ada obatnya. (H.R. Abu Daud
dari Abu Darda). Hadits ini juga mengandung anjuran untuk mengembangkan
ilmu kesehatan, seperti bedah mayat untuk mengantisipasi penyakit yang belum
ditemukan obatnya pada saat itu. Sedangkan bedah mayat dengan tujuan forensik
merupakan salah satu upaya menetapkan hukum secara adil adalah wajib
hukumnya. Ini berdasarkan Firman Allah SWT Surat An-Nisa Ayat 58 yang
Artinya: “Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh : Allah sebaik-baiknya
yang memberi pengajaran kepadamu, sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha
Melihat.”.
Jadi pembedahan mayat dengan tujuan sebagai alat bukti dalam tindak
pidana dapat dibenarkan. Sebab alat bukti merupakan salah satu unsur dalam
proses perkara di pengadilan.
D.

Tinjauan hukum yang berlaku di Indonesia terhadap bedah mayat
Penyelesaian kejahatan terutama yang berkaitan dengan tubuh dan nyawa

tidak selalu dapat diselesaikan oleh ilmu hukum sendiri. Dapat dikatakan seperti
itu karena memang obyek kejahatannya adalah tubuh dan nyawa manusia,
sedangkan tubuh dan nyawa manusia adalah kajian bidang ilmu kedokteran.
Dengan demikian seringkali untuk kepentingan pembuktian dan penyelidikan
sebab-sebab kematian lapangan ilmu hukum meminta bantuan kepada bidang
kedokteran.
Salah satunya Ilmu kedokteran dalam hukum pidana diposisikan sebagai
ilmu pembantu hukum pidana dimana dalam hal penyelesaian perkara pidana
disebut sebagai ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran forensik berperan
dalam pengungkapan kasus-kasus yang berakibat timbulnya luka dan kematian,

9

tanpa bantuan ilmu kedokteran forensik mustahil bagi ilmu hukum untuk dapat
mengungkapkan misteri kejahatan tersebut.
Tanda kematian merupakan cara yang digunakan untuk menentukan
seseorang telah benar-benar mati, banyak pendapat yang mendefinisikan tanda
kematian (sign of death) ini tetapi yang lebih penting untuk diamati dari berbagai
tanda kematian ada tiga macam yaitu lebam mayat (livoris mortis), kaku mayat
(rigor mortis), dan penurunan suhu mayat (algor mortis). Kepentingan dari
observasi pada tiga hal ini adalah untuk menentukan sebab kematian, cara
kematian, dan waktu atau saat kematian.
Untuk memperoleh kebenaran, maka ilmu kedokteran memerlukan teori
dan praktek yang lazim kita kenal dengan autopsi atau bedah mayat. Proses
autopsi inilah yang akan mengantarkan kepada hal-hal yang dikenal dengan Seven
“W” of Darjes, yaitu: perbuatan apa yang telah dilakukan; di mana perbuatan itu
dilakukan; bilamana perbuatan itu dilakukan; bagaimana perbuatan itu dilakukan;
dengan apa perbuatan itu dilakukan; mengapa perbuatan itu dilakukan dan siapa
yang melakukan. Hasil pemeriksaan mayat dan bedah mayat (autopsi) disebut
sebagai visum et repertum. Hasil dari visum et repertum inilah yang dapat
dijadikan bukti yang dapat dilihat dan ditemukan.
Adanya visum et repertum sebagai hasil dari penyelidikan dapat memberi
keterangan kepada penegak hukum untuk mengetahui pelaku tindak pidana. Di
Indonesia, undang-undang melarang warganya untuk menghalangi petugas
melakukan

pembedahan

atas

mayat

demi

kepentingan

peradilan.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222 dijelaskan, "Barangsiapa
dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pemeriksaan
mayat untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan
bulan atau denda paling banyak/sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah."
Untuk

mengantisipasi

kemaslahatan

bedah

mayat

ini,

Majelis

Pertimbangan Kesehatan dan Syarak Departemen Kesehatan RI pada Fatwa No. 4
tahun 1955 mengisyaratkan dibolehkannya bedah mayat dengan tujuan
kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan dokter, dan penegakan keadilan. Akan
10

tetapi kebolehan itu dibatasi sekedar dalam keadaan darurat menurut kadar
kepentingannya.
Autopsi untuk pemeriksaan mayat demi kepentingan pengadilan di
maksudkan untuk mengetahui sebab-sebab kematiannya di sebut juga obductie Di
Indonesia masalah bedah mayat atau autopsi diatur di dalam Pasal 134 Undangundang No 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang berbunyi sebagai
berikut:
1. Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian
bedah mayat tidak mungkin lagi dihindarkan, penyidik wajib
memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan penyidik wajib menerangkan dengan
jelasnya tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan
tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga
atau pihak yang perlu diberitahu tidak diketemukan penyidik segera
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 133

ayat 3 Undang-undang ini.
Selain itu diperkuat juga oleh Pasal 133 dari Undang-undang tersebut
berbunyi sebagai berikut:
1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang
korban baik keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli kepada ahli kedokteran dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan secara tertulis yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas
untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan
bedah mayat.

11

3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter
pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik dengan penuh
penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yang memuat
identitas mayat yang dilakukan dengan diberi cap jabatan yang
dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain pada mayat.
Berpijak dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa autopsi
atau bedah mayat adalah suatu pembedahan atau pemeriksaan pada mayat yang
dilakukan oleh para tim dokter ahli dengan dilandasi oleh maksud atau
kepentingan tertentu untuk mengetahui sebab-sebab kematian mayat.
E.

Tinjauan Etika yang berlaku mengenai Bedah Mayat
Bedah Mayat tidak hanya berkaitan dengan agama dan hukum yang

berlaku saja.Etika juga berlaku dalam proses pembedahan mayat. Etika
adalahPemerintah telah memutuskan melalui Peraturan Pemerintah RI No.18
Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah

Mayat Anatomis serta

Transplantasi Alat Dan/Atau Jaringan Tubuh Manusia , bahwa bedah mayat klinis
hanya boleh di lakukan dalam keadaan sebagai berikut :
 Pasal 2
a. Dengan persetujuan penulis penderita dan atau keluarganya yang
terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya
belum dapat di tentukan secara pasti.
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di
duga penderita menderita penyakit yang dapat membahayakan orang
lain atau masyarakat sekitarnya.
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya terdekat, apabila dalam
jangka waktu 2x24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang
meninggal dunia datang ke rumah sakit


Pasal 3

12

Bedah mayat klinis hanya di lakukan di ruangan dalam rumah sakit yang
disediakan untuk keperluan itu.


Pasal 4
Perawatan mayat sebelum, selama, dan sesudah bedah mayat klinis di
laksanakan sesuai dengan masing-masing agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan di atur oleh Menteri Kesehatan.

1.

Pembahasan
Metode melakukan otopsi mayat bukanlah sesuatu yang mutlak. Individu

atau kelompok yang terlibat dalam urusan otopsi mayat harus memenuhi etika
yang digariskan di antaranya
a. Menghormati, menjaga hak dan kemuliaan mayat sebagai manusia
Semua pegawai dan petugas medis yang terlibat dalam proses otopsi harus
menghormati mayat seperti manusia yang masih hidup.Islam menyuruh orang
yang masih hidup agar menjaga kemuliaan, hak dan kehormatan orang yang telah
mati sebagaimana orang hidup terlepas dari ras, agama dan keturunan . Islam
melarang seseorang memperlakukan seseorang yang lain sama ada pada diri,
martabat dan harta mereka. Firman Allah S.W.T. dalam Surah al-Israa 'ayat 70
yang artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam; dan
Kami telah beri mereka menggunakan berbagai kendaraan di darat dan di laut; dan
Kami telah memberikan rezeki kepada mereka dari benda-benda yang baik-baik
dan Kami telah lebihkan mereka dengan selebih-lebihnya atas banyak makhlukmakhluk yang telah Kami ciptakan. "
b. Menyegerakan urusan otopsi mayat

13

Urusan otopsi mayat harus dilakukan dengan cepat agar sejalan sesuai kehendak
Islam yang mewajibkan mayat ditangani dengan segera, sebagaimana hadis yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda yang
berarti: "Segeralah dalam mengurus jenazah karena kalau itu jenazah orang saleh
maka berarti kamu menyegerakan kebaikan dan bila sebaliknya (mayat yang tidak
saleh) maka berarti kamu telah melepaskan kejahatan dari bahumu". (Riwayat
Muslim)

c.

Kebenaran Waris

Untuk kasus otopsi klinis, petugas atau pihak medis yang akan melakukan
pembedahan mayat harus mendapat izin dari waris untuk melakukan otopsi.
d. Melakukan otopsi dengan cermat (tidak kasar)
Operasi harus dilakukan dengan cara cermat sehingga tidak merusak kehormatan
dan kemuliaan mayat. Hadis Rasulullah s.a.w. yang berarti; Dari Aisyah r.a.
Raslululllah s.a.w. bersabda; "Memecahkan / mematahkan tulang mayat sama
seperti memecahkannya / mematahkannya sewaktu hidupnya ". (Riwayat Abu
Daud)
e. Melakukan otopsi mayat sejauh yang diperlukan saja
Otopsi mayat yang dilakukan tidak dapat melampaui batas atau batas rukhsah
yang dibenarkan karena mempertimbangkan hukum asal menyakiti mayat adalah
haram. Jadi, otopsi mayat dapat dilakukan pada setiap anggota mayat yang
diyakini dapat membantu mencapai tujuan operasi dan mengidentifikasi sebabsebab kematian.Ini sesuai dengan metode fiqhiyyah yaitu 'hal dharurat adalah
dihitung berdasarkan kadarnya'.

14

f. Menjaga rahasia mayat
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan yang terlibat
dalam otopsi mayat harus menyimpan rahasia mayat, yaitu tidak mengaibkan dan
tidak mengungkapkan kondisi mayat kepada pihak yang tidak terkait.

g. Tidak menghina, mengejek dan memaki mayat
Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan,yang terlibat
dalam penanganan mayat tidak boleh menghina, mengejek atau memaki mayat.
Hadis Rasulullah s.a.w. yang berarti: "Dari Ibnu Umar telah berkata: Sabda
Rasululllah: Sebutlah kebaikan orang yang telah mati dan berhentilah dari
menyebut keburukan mereka". (Riwayat at-Tirmizi)
h. Mengambil langkah-langkah keamanan
Pegawai dan Petugas medis pemerintah yang menjalankan otopsi mayat harus
mempertimbangkan langkah-langkah keamanan terutama dalam penanganan
mayat yang berisiko terutama bagi kasus penyakit menular.
i. Mengurus mayat dan sampel penelitian (organ atau jaringan) setelah
otopsi dengan sebaik-baiknya
Anggota mayat yang dibedah harus dijahit kembali dengan rapi. Semua organ
atau jaringan yang diambil untuk penelitian harus dikembalikan kepada mayat
sebelum mayat disempurna dan dimakamkan. Untuk kasus yang memerlukan
studi dan penelitian pada sampel dari setiap anggota mayat yang memakan waktu
lama (disimpan bertahun-tahun dalam laboratorium) karena kekurangan ahli,

15

penyakit masih tidak dapat diidentifikasi, kekurangan alat dan sebagainya, maka
jenazah harus disempurna dan dimakamkan dahulu . Sementara organ atau
jaringan yang diambil untuk penelitian harus ditanam atau diserah kepada waris
atau pihak bertanggung jawab. Ulasan dan investigasi atas sampel yang diambil
harus dilakukan dengan segera.

j.

Tidak mengambil jaringan atau organ mayat

Petugas medis yang bersangkutan dan otoritas yang bersangkutan tidak
diperkenankan mengambil setiap jaringan atau organ dari mayat yang dibedah
melainkan dengan kebenaran hukum.
k.

Orang yang diperbolehkan hadir saat otopsi mayat

Hanya petugas medis yang otopsi mayat dan otoritas yang terkait hanya
diperbolehkan berada di dalam kamar otopsi saat otopsi dilakukan. Selain petugas
medis dan otoritas yang terkait dilarang masuk, hal ini dikarenakan untuk menjaga
kelangsungan proses pembedahan dan menjaga kerahasiaan mayat.
Ada sebuah hadist yang hadits yang berbunyi : ”Memecahkan tulang orang mati
itu sama dengan memecahkan tulangnya ketika masih hidup dalam hal dosanya”.
Landasan normatif hukum di tersebut mengisyaratkan keharaman melakukan
pembedahan terhadap mayat. Di sisi lain, ajaran normatif Islam juga menekankan
perlunya mempelajari ilmu pengetahuan termasuk ilmu kedokteran yang
tujuannya untuk mencapai kemaslahatan hidup manusia. Penemuan baru sebagai
hasil dari perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang menjanjikan
kemaslahatan menurut penulis tidak seharusnya diabaikan begitu saja. Disiplin
ilmu yang sangat penting seperti ilmu bedah atau forensik dalam ilmu kedokteran

16

perlu diselaraskan dengan prinsip-prinsip hukum Islam, karena ia berada di antara
perintah dan larangan. Dalam tiadanya keharaman dalam kondisi darurat, seperti
halnya tidak adanya kemakruhan dalam kondisi darurat. Maka jika autopsi
tersebut dipahami sebagai hal yang bersifat darurat, artinya satu-satunya cara
membuktikan, maka autopsi itu sudah menempati level darurat, dan karena itu
status hukumnya dibolehkan dan dapat disimpulkan bahwa autopsi atau bedah
mayat untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran hukumnya boleh, bahkan jika
dipahami sebagai kondisi yang berada pada level darurat maka hukumnya
menjadi wajib.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sesuai

dengan

tinjauan

pustaka

dan

pembahasan

yang

sudah

dikemukakanmengenai bedah mayat , maka dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Bedah mayat adalah suatu tindakan dokter ahli untuk membedah mayat
karena dilandasi oleh suatu maksud atau kepentingan-kepentingan tertentu
seperti: kepentingan penegakkan hukum; menyelamatkan janin yang
masih hidup di dalam rahim mayat; untuk mengeluarkan benda yang
berharga dari mayat; dan untuk keperluan penelitian ilmu kedokteran.
Tindakan pembedahan yang didasari oleh motif-motif tersebut dibolehkan
dalam ajaran Islam, bahkan bisa dihukumkan wajib apabila keperluan
bedah itu menempati level hajat atau darurat. Namun pada proses
pembedahan mayat tetap harus mematuhi etika yang telah di
tetapkan,selain

itu

diwajibkan

pula

untuk

menjaga

kerahasiaan,

menghormati dan memuliakan mayat serta menyegerakan proses autopsi
serta mendapatkan izin dari ahli waris tentunya.
2. Hadits yang melarang memecahkan tulang mayat atau dengan kata lain
merusak mayat dalam pemaknaan penulis adalah apabila bedah mayat atau
17

autopsi yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan tanpa tujuan yang
benar, maka hukumnya haram. Termasuk pula bila pembedahan mayat itu
melampaui batas dari tujuan yang dibutuhkan .
3.2 Saran
Dengan adanya peraturan tersebut, proses pembedah mayat yang di
lakukan harus mengikuti peraturan yang telah pemerintah tetapkan.Selain itu
proses pembedahan mayat harus di lakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan tugas tersebut.
Pelaksanaan medis juga harus dilakukan dengan memperhatikan norma yang
berlaku dalam masyarakat yaitu norma hukum, agama, dan kesopanan.Selain itu
dalam proses nya banyak sekali norma yang di patuhi untuk menjaga kehormatan
dan kemulian mayat tersebut sebagaimana manusia.
Masyarakat luas harus memaklumi dan mengikuti ketentuan yang berlaku
apabila proses bedah mayat memang betul-betul di butuhkan untuk proses
hukum.Karena islam sendiri pun sangat menjunjung tinggi tentang hukum yang
sangat mementingkan keadilan dan kemaslahatan umat.

18

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

ANALISA BIAYA OPERASIONAL KENDARAAN PENGANGKUT SAMPAH KOTA MALANG (Studi Kasus : Pengangkutan Sampah dari TPS Kec. Blimbing ke TPA Supiturang, Malang)

24 196 2

Kajian Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Edible Film dari Tiga Jenis Pati (Kimpul, Ubi Jalar Putih dan Singkong) dengan Penambahan Filtrat Kunyit (Curcuma longa Linn.) Sebagai Penghambat Bakteri Salmonella.

16 119 21

Isolasi Senyawa Aktif Antioksidan dari Fraksi Etil Asetat Tumbuhan Paku Nephrolepis falcata (Cav.) C. Chr.

2 95 93

Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang Mengandung Etil p-Metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)

7 83 104

Aplikasi penentu hukum halal haram makanan dari jenis hewan berbasis WEB

48 291 143

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Pengaruh Etika Profesi dan Pengalaman Auditor Terhadap Audit Judgment (Penelitian pada Kantor Akuntan Publik di Wilayah Bandung yang Terdaftar di BPK RI)

24 152 62

Model Stokastik Curah Hujan Harian dari beberapa Stasiun Curah Hujan di Way Jepara

6 35 58

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22