T PAUD 1302285 Chapter1

(1)

Yunita, 2016

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab pertama ini, penulis akan menguraikan fokus masalah yang dijadikan sebagai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan, manfaat penelitian dan struktur organisasi penulisan tesis. Uraian dalam bab ini antara lain sebagai berikut:

A. Latar Belakang Penelitian

Guru adalah salah satu pekerjaan yang dipilih seseorang, disesuaikan dengan minat dan kemampuannya. Menurut Sumsion (2005) profesi guru di Taman Kanak-kanak adalah pekerjaan yang kental dengan isu gender (Moss, 2000) karena profesi ini banyak dilakukan oleh wanita dibandingkan laki-laki.

Hal tersebut dapat dilihat dari data-data di bawah ini yang menyatakan guru laki-laki sangat sedikit di TK. Disebagian besar negara Eropa hanya 1-4% guru laki-laki yang mengajar di Taman Kanak-kanak (Peteers, 2007; Sumsion, 2005; Tsigra, 2010) dan 8% di negara Denmark dan Spanyol (Sumsion, 2005; Tsigra, 2010), sedangkan data yang peneliti dapatkan saat mengikuti tes Program Latihan Profesi Guru di Bandung, dari 40 guru di kelas hanya ada 2 orang guru laki-laki dan sisanya adalah guru perempuan. Kedua guru laki-laki tersebut hanya mengajar sebagai guru B.Inggris dan bekerja dibagian administrasi. Selanjutnya saat peneliti menjadi operator sekolah kecamatan coblong ternyata hanya ada 1 orang guru laki-laki yang mengajar di TK dari 157 orang guru yang terdiri dari 31 sekolah (IGTKI Coblong, 2014). Dari dua hal tersebut dapat dilihat bahwa masih sedikit guru laki-laki yang mengajar di TK dan menjadi Guru Kelas.

Banyaknya hambatan yang dihadapi oleh laki-laki ketika ingin menjadi guru maupun setelah menjadi guru di Taman Kanak-kanak (Capuozzo, 2011; Daitmans, 2011; Gundling, 2011; Sheppard, 2011; Wardle, 2011) menyebabkan laki-laki sangat sedikit memilih profesi ini. Sosok guru


(2)

Yunita, 2016

perempuan dalam profesi ini lebih dominan dibandingkan laki-laki karena jumlahnya yang lebih banyak. Meskipun tidak ada peraturan dalam Permendikbud No. 137 tahun 2014 dan Permen Pendidik PAUD No. 16 tahun 2007 yang menyatakan bahwa profesi ini hanya cocok untuk salah satu

gender (Kemendikbud, 2007a; Kemendikbud, 2014b) namun Taman Kanak-kanak masih kental dengan budaya perempuan di masyarakat. Pandangan orang tua dan lembaga-lembaga sekolah masih menganggap bahwa perempuan adalah sosok yang tepat untuk mengajar di Taman Kanak-kanak

(Daitsman, 2011). Dominasi perempuan menyebabkan guru laki-laki

dianggap gay ketika mengambil profesi ini (Capuozzo, 2011; Sheppard, 2011; Wardle, 2011). Gaji yang kecil dan kualifikasi yang tinggi menyebabkan minat laki-laki berkurang. Menurut Skelton (2002), Brownhill & MacCromack (2014) karena beberapa hal tersebut menyebabkan adanya pandangan tentang feminisasi dalam pengajaran di Taman Kanak-kanak dan hal tersebut akan mengakibatkan dampak yang negatif bagi anak. Meskipun demikian, hal tersebut menyebabkan permintaan guru laki-laki di TK menjadi bertambah banyak dan motivasi guru laki-laki untuk mengajar di Taman Kanak-kanak lebih besar.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa guru laki-laki sosoknya memberikan banyak manfaat bagi perkembangan anak (Scelfo, 2007; Sommers, 2000; Maine Boys Network, 2007; Johnson, 2008). Seimbangnya sosok guru laki-laki dan perempuan di sekolah akan memberikan dampak lebih baik dibanding hanya didominasi oleh salah satu sosok guru saja.

Di bawah ini manfaat adanya sosok laki-laki di Taman Kanak-kanak,

Pertama, guru laki-laki dapat dijadikan contoh sebagai laki-laki tradisional bagi anak yang tidak memiliki figur ayah dirumah (Jensen, 1996), dan hal tersebut, diyakini oleh salah satu TK yang dijadikan tempat penelitian dalam penelitian ini. Kepala sekolah di TK tersebut menyatakan bahwa TK nya biasanya akan memasukan anak yang tidak memiliki sosok ayah untuk masuk ke kelas yang diajar oleh guru laki-laki di sekolahnya selama rasio anak dan


(3)

Yunita, 2016

mendisiplinkan anak, memiliki otoritas atau man power (Jensen, 1996; Owen,

2003, Sargent, 2005; Tsigra, 2010). Ketiga, dapat mengkonstruksi

perkembangan gender anak laki-laki dengan mengajarkan bagaimana

seharusnya anak laki-laki bersikap atau berprilaku serta memperlihatkan sosok laki-laki yang positif bagi anak perempuan. Keempat, lebih fleksible

dalam memberikan kesempatan pengalaman dan tidak mengintervensi agar anak tidak membentuk pelabelan atau steriotyfe terhadap gender (Jensen, 1996; Tsigra, 2010). Kelima, menjadi role model bagi anak laki-laki (Tsigra, 2010). Keenam, dapat menghilangkan paradigma bahwa guru TK adalah profesi perempuan karena laki-laki mengerjakan tugas-tugas mengajar seperti guru perempuan (Sargent, 2005; Tsigra, 2010).

Dari semua hal di atas, maka guru laki-laki sangat penting keberadaannya bagi anak. Hanya jarang sekali sosok guru laki-laki yang dilihat dari cara atau gaya mereka mengajar di kelas. Ada hal yang terlupakan dalam pentingnya guru laki-laki di Taman Kanak-kanak, bahwa guru laki-laki sosoknya bukan hanya sebagai pengganti figur ayah, ataupun sebagai role model. Role model tidak dipengaruhi oleh gender karena hal tersebut hanya sebagian dari tugas seorang guru (Brownhill 2010; Brownhill & McCormack, 2014, Skelton, 2009).

Salah satu yang terlupakan bahwa guru laki-laki juga memiliki tugas yang sama sebagai pengajar yaitu mengajar di kelas. Meskipun sosok wanita identik dengan mendidik anak karena wanita melahirkan dan menyusui (Daitsman, 2011) namun pandangan tersebut kurang tepat karena tugas guru hanya dilihat sebagai pengasuhan dan bukan sebagai pengajaran pada anak (Acker, 1989; De Lyon & Migniuolo, 1989; Skelton, 2009). Guru laki-laki memiliki kewajiban yang sama dengan guru perempuan (Sargent, 2005). Parnell (2011) menyatakan bahwa guru laki-laki belajar bagaimana menjadi

lembut, penuh kasih sayang, mengeksplorasi dan mengajar dengan

menyenangkan, rapat dipagi hari, belajar merencanakan aktivitas harian untuk berbagai macam tingkatan kelas (RPP atau SKH), berdiskusi tentang topik yang penting dalam rapat guru, bersih-bersih berkelompok sebagai guru di


(4)

Yunita, 2016

Taman Kanak-kanak. Dalam penelitiannya Skelton (2009) menyatakan

bahwa ketika guru laki-laki dan perempuan mengajar di kelas, mereka hanya fokus dengan bagaimana mereka mengajar serta membantu perkembangan anak dengan baik.

Mengajar berkaitan dengan bagaimana seorang guru menerapkan gaya

mengajarnya sesuai dengan karakteristik anak agar semua aspek

perkembangannya tercapai. Menurut Grasha (2002) gaya mengajar adalah bagaimana penampilan seorang guru saat berada di kelas, meliputi prilaku fisik, mental, spiritual, mendengarkan, berbicara, merespon, suara, gaya, gesture, memfasilitasi, mendorong, peka terhadap suatu hal yang terjadi serta terbuka dalam semua pertanyaan yang ada.

Gaya mengajar guru laki-laki yaitu mendominasi, cerewet,

mengontrol kelas (Wood, 2012; McDowell, 1993; Lacey, Saleh, & Gorman, 1998), menekankan kepada kelompok belajar dan kegiatan yang lebih terstruktur (Lacey, Saleh, & Gorman, 1998), lebih banyak bertanya kepada anak agar terjadi interaksi antara anak dan guru, meskipun pertanyaannya pendek namun berkelanjutan (Rashidi & Naderi, 2012). Guru laki-laki menggunakan kewenangan mereka untuk melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan tugas yang memiliki tujuan tertentu untuk kepentingan anak (Chudgar & Sankar, 2008).

Penelitian tentang gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak belum pernah ada sebelumnya namun penelitian tentang perbandingan gaya mengajar laki-laki dan perempuan pernah dilakukan pada guru Sekolah Menengah Pertama dan Perguruan Tinggi. Islahi & Nasreen (2013) dalam penelitiannya pada guru laki-laki dan perempuan di SMP menyatakan bahwa

gender bukanlah salah satu yang menyebabkan gaya mengajar seorang guru lebih efektif bagi perkembangan anak, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan pengajaran yang efektif bagi anak.

Dalam penelitian lainnya, Laird (2007) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan di Perguruan Tinggi menggunakan berbagai macam gaya mengajar tergantung dengan lingkungan, jurusan, siswa dan tujuan yang akan


(5)

Yunita, 2016

dicapai untuk kepentingan siswa. Dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas, lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai. Meskipun demikian, Grasha (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa laki-laki biasanya menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model saat berada di kelas pada tingkat Perguruan Tinggi. Dalam keefektifan pengajaran di kelas pun, gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman Kanak-kanak, guru laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai dengan kebutuhan anak di kelas.

Berdasarkan uraian di atas dan research yang telah dilakukan sebelumnya, maka studi ini ingin mengkritisi, mencari tahu dan membuktikan bahwa guru laki-laki dapat mengajar di Taman Kanak-kanak dengan melihat bagaimana gaya mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran serta hambatannya di Taman Kanak-kanak. Selain itu, penelitian ini ingin melihat manfaat yang dapat diberikan oleh guru laki-laki terhadap perkembangan anak di Taman Kanak-kanak. Implikasi dari penelitian ini yaitu menemukan gaya mengajar yang tepat dan sesuai yang dapat diterapkan oleh guru laki-laki di Taman Kanak-kanak. Oleh sebab itu, judul dari penelitian ini adalah Gaya Mengajar Guru Laki-Laki di Taman Kanak-kanak.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Isu yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu masih banyaknya masyarakat yang berpandangan bahwa guru perempuan lebih pantas mengajar di TK dan tidak untuk guru laki-laki. Terutama dalam mendidik dan mengajar anak, gaya mengajar guru laki-laki dianggap kurang sesuai karena perempuan memiliki kodrat untuk melahirkan dan mengasuh


(6)

Yunita, 2016

anak sedangkan laki-laki tidak. Hal tersebut dikuatkan bahwa guru laki-laki biasanya menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model

(Grasha, 2002), yang biasanya digunakan kepada siswa tingkat atas. Meskipun demikian, dalam penelitian Laird (2007), Islahi & Nasreen (2013) dalam setting tingkat pendidikan yang berbeda menyatakan bahwa gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas, lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai. Dalam keefektifan pengajaran di kelas pun, gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada

gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman Kanak-kanak, guru laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai dengan kebutuhan anak di kelas.

Adapun uraian dari pokok permasalahan di atas terkait dengan

kekeliruan pemahaman tentang guru laki-laki dihubungkan dengan

bagaimana gaya mengajarnya di kelas antara lain sebagai berikut:

1. Banyaknya pandangan bahwa guru laki-laki tidak dapat mengajar di TK karena yang melahirkan dan mengasuh anak adalah perempuan. Hal tersebut menyebabkan guru perempuan lebih dibutuhkan di Taman Kanak-kanak.

2. Gaya mengajar guru laki-laki tidak tepat dalam setting Taman Kanak-kanak.

3. Gaya mengajar laki-laki menggunakan gaya mengajar formal authority

dan personal model.

4. Gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang

membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas,

lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai (Laird, 2007). 5. Gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana


(7)

Yunita, 2016

yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada gender (Islahi & Nasreen, 2013).

6. Gaya mengajar yang ditampilkan oleh guru laki-laki dalam proses pembelajaran dapat membantah ataupun mengkuatkan bahwa laki-laki dapat mengajar di Taman Kanak-kanak atau tidak.

Sesuai dengan latar belakang dan fokus masalah di atas maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

2. Apa saja faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

3. Bagaimana gaya mengajar laki-laki pada proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

4. Apa kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman kanak-kanak dalam penelitian ini?

5. Apa manfaatnya gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak untuk perkembangan anak dalam penelitian ini?

C. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat

mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

3. Untuk mengetahui gaya mengajar pada proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

4. Untuk mengetahui kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.


(8)

Yunita, 2016

5. Untuk mengetahui manfaat gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak terhadap perkembangan anak dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

pengetahuan tentang pandangan, faktor yang mempengaruhi guru laki-laki mengajar di Taman kanak-kanan. Selain itu memberikan informasi gaya mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran yang sesuai bagi anak di Taman Kanak-kanak, hambatan dan kesulitan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman Kanak-kanak serta mengetahui manfaatnya bagi perkembangan anak sebagai rujukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang ingin melanjutkan penelitian yang serupa.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan yang dapat diaplikasikan oleh guru dalam proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak khususnya bagi guru laki-laki.

E. Struktur Organisasi Penulisan Tesis

Sitematika penulisan dalam penelitian ini meliputi beberapa bagian antara lain sebagai berikut:

1. Bab I berisi tentang latar belakang masalah yang dikaji oleh penulis terkait dengan isu gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak serta berbagai faktor dan hambatan di dalamnya serta keikutsertaan laki-laki dalam mengajar di Taman Kanak-kanak. Bab ini juga berisi tentang rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian beserta sistematika penulisan.

2. Bab II berisi tentang landasan teori dalam penelitian ini yang terdiri teori terkait dengan gaya mengajar guru di Taman Kanak-kanak yang meliputi definisi, tipe, karakteristik, dan gaya mengajar secara umum dan gaya mengajar laki-laki secara khusus. Teori lain yang dikaji dalam bab ini yaitu teori terkait dengan tren gender pada pengajar atau guru di TK.


(9)

Yunita, 2016

Selain dua teori pokok tersebut, bab ini juga disertai dengan kajian penelitian-penelitian terdahulu yang dapat menjadi penunjang dan landasan dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Bab III berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi subjek dan lokasi penelitian, metode dan desain penelitian, penjelas istilah, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian hingga teknik analisis data.

4. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab IV ini akan menguraikan tentang hasil dan uraian pembahasan terkait dengan gaya mengajar guru laki-laki di TK beserta hambatan dan manfaatnya bagi perkembangan anak.

5. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi yang diberikan oleh peneliti terhadap beberapa pihak terkait.


(1)

Yunita, 2016

Taman Kanak-kanak. Dalam penelitiannya Skelton (2009) menyatakan

bahwa ketika guru laki-laki dan perempuan mengajar di kelas, mereka hanya fokus dengan bagaimana mereka mengajar serta membantu perkembangan anak dengan baik.

Mengajar berkaitan dengan bagaimana seorang guru menerapkan gaya

mengajarnya sesuai dengan karakteristik anak agar semua aspek

perkembangannya tercapai. Menurut Grasha (2002) gaya mengajar adalah bagaimana penampilan seorang guru saat berada di kelas, meliputi prilaku fisik, mental, spiritual, mendengarkan, berbicara, merespon, suara, gaya, gesture, memfasilitasi, mendorong, peka terhadap suatu hal yang terjadi serta terbuka dalam semua pertanyaan yang ada.

Gaya mengajar guru laki-laki yaitu mendominasi, cerewet,

mengontrol kelas (Wood, 2012; McDowell, 1993; Lacey, Saleh, & Gorman,

1998), menekankan kepada kelompok belajar dan kegiatan yang lebih terstruktur (Lacey, Saleh, & Gorman, 1998), lebih banyak bertanya kepada anak agar terjadi interaksi antara anak dan guru, meskipun pertanyaannya pendek namun berkelanjutan (Rashidi & Naderi, 2012). Guru laki-laki menggunakan kewenangan mereka untuk melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan memberikan tugas yang memiliki tujuan tertentu untuk kepentingan anak (Chudgar & Sankar, 2008).

Penelitian tentang gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak belum pernah ada sebelumnya namun penelitian tentang perbandingan gaya mengajar laki-laki dan perempuan pernah dilakukan pada guru Sekolah Menengah Pertama dan Perguruan Tinggi. Islahi & Nasreen (2013) dalam penelitiannya pada guru laki-laki dan perempuan di SMP menyatakan bahwa

gender bukanlah salah satu yang menyebabkan gaya mengajar seorang guru lebih efektif bagi perkembangan anak, laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan pengajaran yang efektif bagi anak.

Dalam penelitian lainnya, Laird (2007) menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan di Perguruan Tinggi menggunakan berbagai macam gaya mengajar tergantung dengan lingkungan, jurusan, siswa dan tujuan yang akan


(2)

Yunita, 2016

dicapai untuk kepentingan siswa. Dari kedua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas, lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai. Meskipun demikian, Grasha (2002) menyatakan dalam penelitiannya bahwa laki-laki biasanya menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model saat berada di kelas pada tingkat Perguruan Tinggi. Dalam keefektifan pengajaran di kelas pun, gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman Kanak-kanak, guru laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai dengan kebutuhan anak di kelas.

Berdasarkan uraian di atas dan research yang telah dilakukan sebelumnya, maka studi ini ingin mengkritisi, mencari tahu dan membuktikan bahwa guru laki-laki dapat mengajar di Taman Kanak-kanak dengan melihat bagaimana gaya mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran serta hambatannya di Taman Kanak-kanak. Selain itu, penelitian ini ingin melihat manfaat yang dapat diberikan oleh guru laki-laki terhadap perkembangan anak di Taman Kanak-kanak. Implikasi dari penelitian ini yaitu menemukan gaya mengajar yang tepat dan sesuai yang dapat diterapkan oleh guru laki-laki di Taman Kanak-kanak. Oleh sebab itu, judul dari penelitian ini adalah Gaya Mengajar Guru Laki-Laki di Taman Kanak-kanak.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Isu yang menjadi fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu masih banyaknya masyarakat yang berpandangan bahwa guru perempuan lebih pantas mengajar di TK dan tidak untuk guru laki-laki. Terutama dalam mendidik dan mengajar anak, gaya mengajar guru laki-laki dianggap kurang sesuai karena perempuan memiliki kodrat untuk melahirkan dan mengasuh


(3)

Yunita, 2016

anak sedangkan laki-laki tidak. Hal tersebut dikuatkan bahwa guru laki-laki biasanya menggunakan gaya mengajar formal authority dan personal model

(Grasha, 2002), yang biasanya digunakan kepada siswa tingkat atas. Meskipun demikian, dalam penelitian Laird (2007), Islahi & Nasreen (2013) dalam setting tingkat pendidikan yang berbeda menyatakan bahwa gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas, lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai. Dalam keefektifan pengajaran di kelas pun, gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana yang lebih baik karena laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada

gender. Sama halnya dalam tingkat pendidikan di Taman Kanak-kanak, guru laki-laki dan perempuan seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk mengajar dan menyesuaikan gaya mengajarnya sesuai dengan kebutuhan anak di kelas.

Adapun uraian dari pokok permasalahan di atas terkait dengan

kekeliruan pemahaman tentang guru laki-laki dihubungkan dengan

bagaimana gaya mengajarnya di kelas antara lain sebagai berikut:

1. Banyaknya pandangan bahwa guru laki-laki tidak dapat mengajar di TK karena yang melahirkan dan mengasuh anak adalah perempuan. Hal tersebut menyebabkan guru perempuan lebih dibutuhkan di Taman Kanak-kanak.

2. Gaya mengajar guru laki-laki tidak tepat dalam setting Taman Kanak-kanak.

3. Gaya mengajar laki-laki menggunakan gaya mengajar formal authority

dan personal model.

4. Gaya mengajar guru laki-laki dan perempuan tidaklah berbeda, yang

membuat gaya mengajar berbeda tergantung settingan kelas,

lingkungan, jurusan, dan tujuan yang akan guru capai (Laird, 2007). 5. Gaya mengajar laki-laki dan perempuan tidak dapat dibandingkan mana


(4)

Yunita, 2016

yang sama dalam menjadikan proses pembelajaran lebih efektif dan bukan berdasarkan kepada gender (Islahi & Nasreen, 2013).

6. Gaya mengajar yang ditampilkan oleh guru laki-laki dalam proses pembelajaran dapat membantah ataupun mengkuatkan bahwa laki-laki dapat mengajar di Taman Kanak-kanak atau tidak.

Sesuai dengan latar belakang dan fokus masalah di atas maka pertanyaan penelitian dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

2. Apa saja faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

3. Bagaimana gaya mengajar laki-laki pada proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini?

4. Apa kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman kanak-kanak dalam penelitian ini?

5. Apa manfaatnya gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak untuk perkembangan anak dalam penelitian ini?

C. Tujuan Penelitian

Dengan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui pandangan guru laki-laki tentang jarangnya laki-laki mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab guru laki-laki berminat

mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

3. Untuk mengetahui gaya mengajar pada proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.

4. Untuk mengetahui kesulitan dan hambatan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman Kanak-kanak dalam penelitian ini.


(5)

Yunita, 2016

5. Untuk mengetahui manfaat gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak terhadap perkembangan anak dalam penelitian ini.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan

pengetahuan tentang pandangan, faktor yang mempengaruhi guru laki-laki mengajar di Taman kanak-kanan. Selain itu memberikan informasi gaya mengajar guru laki-laki dalam tahapan proses pembelajaran yang sesuai bagi anak di Taman Kanak-kanak, hambatan dan kesulitan yang dihadapi laki-laki saat mengajar di Taman Kanak-kanak serta mengetahui manfaatnya bagi perkembangan anak sebagai rujukan bagi peneliti-peneliti lainnya yang ingin melanjutkan penelitian yang serupa.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan rujukan yang dapat diaplikasikan oleh guru dalam proses belajar mengajar di Taman Kanak-kanak khususnya bagi guru laki-laki.

E. Struktur Organisasi Penulisan Tesis

Sitematika penulisan dalam penelitian ini meliputi beberapa bagian antara lain sebagai berikut:

1. Bab I berisi tentang latar belakang masalah yang dikaji oleh penulis terkait dengan isu gaya mengajar laki-laki di Taman Kanak-kanak serta berbagai faktor dan hambatan di dalamnya serta keikutsertaan laki-laki dalam mengajar di Taman Kanak-kanak. Bab ini juga berisi tentang rumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian beserta sistematika penulisan.

2. Bab II berisi tentang landasan teori dalam penelitian ini yang terdiri teori terkait dengan gaya mengajar guru di Taman Kanak-kanak yang meliputi definisi, tipe, karakteristik, dan gaya mengajar secara umum dan gaya mengajar laki-laki secara khusus. Teori lain yang dikaji dalam bab ini yaitu teori terkait dengan tren gender pada pengajar atau guru di TK.


(6)

Yunita, 2016

Selain dua teori pokok tersebut, bab ini juga disertai dengan kajian penelitian-penelitian terdahulu yang dapat menjadi penunjang dan landasan dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Bab III berisi tentang metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi subjek dan lokasi penelitian, metode dan desain penelitian, penjelas istilah, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian hingga teknik analisis data.

4. Bab IV berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Bab IV ini akan menguraikan tentang hasil dan uraian pembahasan terkait dengan gaya mengajar guru laki-laki di TK beserta hambatan dan manfaatnya bagi perkembangan anak.

5. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan rekomendasi yang diberikan oleh peneliti terhadap beberapa pihak terkait.