HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU BERPAKAIAN MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR SKRIPSI

HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU BERPAKAIAN MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR SKRIPSI

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  Program Studi Psikologi Disusun Oleh :

  Anastasia Nogo Blikon NIM : 079114136

  

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

“ Tidak seorang pun dapat kembali dan membuat awal yang baru,

tapi siapapun bisa memulai dari sekarang

dan membuat akhir yang baru.”

  Tuhan memberkati ...

  

HUBUNGAN PENONTON IMAJINER DAN PERILAKU BERPAKAIAN

MENGIKUTI MODE PADA REMAJA AWAL DAN REMAJA AKHIR

Anastasia Nogo Blikon

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) ada tidaknya hubungan penonton imajiner

dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja, 2) ada tidaknya efek moderasi batasan usia

remaja pada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode. Subjek dalam

penelitian ini terdiri dari 70 subjek remaja awal dengan batasan usia 13 sampai 17 tahun, dan 70

subjek remaja akhir dengan batasan usia pada usia 18 sampai 22 tahun. Subjek dalam penelitian ini

adalah Siswa kelas I dan II SMP Pangudi Luhur I dan Mahasiswa Universitas Sanata Dharma

angkatan 2008, 2009, 2010, dan 2011. Peneliti berhipotesis bahwa 1) ada hubungan penonton

imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja, 2) batasan usia remaja memoderasi

hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode. Data dalam penelitian ini

diungkap dengan menggunakan Skala Penonton Imajiner dan Skala Perilaku Berpakaian

Mengikuti Mode. Data batasan usia remaja dilaporkan subjek pada bagian identitas. Analisis data

dilakukan dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment dan uji beda nilai koefisien

regresi unstandardized. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) ada hubungan yang signifikan

penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode dengan r=0,231 dan p=0,006

(p<0,05), 2) batasan usia remaja secara signifikan memoderasi hubungan penonton imajiner dan

perilaku berpakaian mengikuti mode (t =2,726> t ). hitung tabel Kata kunci : penonton imajiner, perilaku berpakaian mengikuti mode, remaja awal, remaja akhir

  

THE RELATION IMAGINARY AUDIENCE AND BEHAVIOR OF

FASHIONABLE DRESS IN EARLY ADOLESCENCE AND LATE

ADOLESCENCE

Anastasia Nogo Blikon

ABSTRACT

  The purpose of this research was know 1) whether there is a relationship imaginary

audience and fashionably dressed behavior in adolescents, 2) the presence or absence of

moderating effects of adolescent age restrictions on the relationship imaginary audience behavior

and dress fashionably. Subjects in this study consisted of 70 subjects with early adolescent age

limit of 13 to 17 years, and 70 subjects with a late adolescent age limit at 18 to 22 years. Subjects

nd

in this study are students from Pangudi Luhur Junior High School 1st and 2 years and students

of Sanata Dharma University who enter the university in the year of 2008, 2009, 2010, and 2011.

Researchers hypothesize that 1) there is a relationship imaginary audience and fashionably

dressed behavior in adolescents, 2) the age limit teen moderating the relationship imaginary

audience behavior and fashionably dressed. The data in this study expressed by using the

Imaginary Audience Scale and Behavior Scale Dressing Following Mode. Adolescents limits the

data reported on the subject of identity. Data analyzed by using correlation Pearson Product

Moment and different test unstandardized regression coefficient values. The result of this research

refers to 1) there is a significant relationship imaginary audience behavior and dress fashionably

with r = 0.231 and p = 0.006 (p <0.05), 2) limit the teenage years are significantly moderate the

relationship imaginary audience behavior and dress follow mode (t =2,726> t ). hitung tabel

Keywords: imaginary audience, behavior of fashionable dress, early adolescence, late adolescence

KATA PENGANTAR

  Dengan memanjatkan segala puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga dengan segala usaha dan upaya penulis akhirnya berhasil menyelesaikan skripsi ini seperti yang penulis harapkan dengan judul

  “Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pa

da Remaja Awal dan Remaja Akhir”.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalm menyelesaikan program pendidikan strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada prosess penyelesaian skripsi ini, banyak pihak yang memberikan bantuan, doa, semangat, dan motivasi tiada hentinya kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

  1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ibu Titik Kristiyani, M.Psi., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  3. Ibu Aquilina Tanti Arini S.Psi., M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan saran dengan penuh kesabaran selama proses penulisan skripsi ini.

  4. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan pengetahuan dan ilmunya

  5. Seluruh staf karyawan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis ketika masih menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  6. Kedua orang tuaku dan kakakku tercinta yang selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk penulis.

  7. Berbagai pihak yang telah membantu penyebaran skala penelitian: Bapak Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta.

  8. Teman-teman kelompok diskusi skripsi (nenek Reni, Mbah Ti, Erin, Ina, Opie) dan juga teman seperjuangan di Fakultas Psikologi USD, teman- teman kos Wulandari (uyut, puput, dina, yayas, mita, siska, lala, tiwi, dll), teman-teman VITAMIN (kunil, chu2 ita, chu2 tisa, mami mel, intan), jikin, dhotie, terimakasih buat dukungan dan kebersamaannya.

  9. Semua pihak yang telah memberikan dukungan baik moral maupun material dalam penyelesaian skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan dan masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis dengan senang hati menerima setiap kritik dan masukan yang membangun. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

  Penulis,

  DAFTAR ISI

  Halaman Judul ……………………………………………………... i

  Halaman Persetujuan Pembimbing ……………………………….... ii

  Halaman Pengesahan ………………………………………………. iii

  Halaman Motto ……………………………………………..……… iv

  Halaman Persembahan …..…………………………………….…… v

  Pernyataan Keaslian Karya ……………………………………........ vi

  Abstrak ……………………………………………………………... vii

  Abstract

  …………………………………………………………...… viii Pernyataan Persetujuan Publikasi

  ………………………………...… ix Kata Pengantar

  ………………………………………………...…..... x Daftar Isi

  …………………………………………………………….. xii Daftar Tabel

  …………………………………………...…….…....… xvi Daftar Gambar ……………………………………….….……....….. xvii

  BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1 A. Latar Belakang ………...…………………..……………. 1 B. Rumusan Masalah ……………………......……………... 6 C. Tujuan Penelitian …………………………...……..……. 6 D. Manfaat Penelitian …………………………..………….. 7 1. Manfaat Teoritis …………………………………….. 7

  BAB II LANDASAN TEORI

  …………………………………… 8 A. Remaja ………………….………………................….. 8

  1. Pengertian dan Batasan Remaja …..…………...…. 8

  2. Egosentrisme Remaja …...…...................……….... 9

  3. Ciri Perkembangan Masa Remaja Awal ………..…. 10

  4. Ciri Perkembangan Masa Remaja Akhir ………..... 12

  5. Tugas Perkembangan Remaja ………………..…... 15 B.

  Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ………………. 16 1.

  Peran Pakaian Bagi Remaja …..……………....… 16 2. Daya Tarik Pakaian bagi Remaja ………...…..…. 20 3. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pakaian

  Pada Remaja ………...……………………....…... 21 4.

  Faktor- faktor yang Mempengaruhi Remaja Mengikuti Mode

  ……..………..………..……….. 23 C. Penonton Imajiner …………………………………... 26 1.

  Pengertian Penonton Imajiner …………….….…. 26 2. Aspek-aspek Skala Penonton Imajiner ………..... 27 D. Dinamika Hubungan Antar Variabel ………………. 29 1.

  Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaj a ………………………………………….. 29

  2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja Awal dan Remaja Akhir

  ….……...…….. 30 E. Hipotesis ……………..……………………………… 35

  BAB III METODE PENELITIAN

  ………………………………. 36 A. Jenis Penelitian ………………………...…………….. 36 B. Variabel Penelitian …………………………………... 36 C. Definisi Operasional ……………………………….... 37 1.

  Penonton Imajiner ……………………………….. 37 2. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ………….. 38 3. Batasan Usia Remaja ……………………....…… 38 D. Subjek Penelitian ……………………………..……... 38 E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ……………….. 39 1.

  Skala Penonton Imajiner ………………………… 40 2. Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode ……. 42 3. Batasan Usia Remaja …………………………….. 44 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ….. 44 1.

  Validitas Alat Ukur ………………………………. 44 2. Seleksi Item ………………………………………. 44 3. Reliabilitas Alat Ukur ……………………………. 46

  G.

  Metode Analisis Data ……………………..………… 48 1.

  Uji Asumsi ……………………………………… 48 2. Uji Hipotesis ……………………………………. 49

  BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  ……….. 52 A. Persiapan Penelitian ……………..…………..……..... 52 1.

  Perizinan Penelitian ……………….……………... 52 2. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ………………... 52 3. Pelaksanaan Penelitian ………………………….. 53 B. Karakteristik Subjek Penelitian …..…………...…….. 53 C. Deskripsi Data Penelitian ………………………….... 54 D. Hasil Analisis Data Penelitian ……….……………… 56 1.

  Hasil Uji Asumsi ………………………………... 56 2. Hasil Uji Hipotesis ……………………………… 57 E. Pembahasan ……………………………………….… 60

  BAB V PENUTUP

  ……………………………………………… 66 A. Kesimpulan ……...….……………….…………........ 66 B. Saran ………………………………………………… 66

  DAFTAR PUSTAKA

  ……………………………………………… 68

  DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 3.1 Blueprint Skala Penonton Imajiner

  ………………………….. 42

Tabel 3.2 Blueprint Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

  …....… 43

Tabel 3.3 Skor Item Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Favorabel dan Unfavorabel

  ……………………………………...…… 43

Tabel 3.4 Distribusi Skala Penonton Imajiner Setelah Uji Coba

  …...… 45

Tabel 3.5 Distribusi Item Skala Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode

  Setelah Uji Coba …………………………………………… 46

Tabel 4.1 Deskripsi Umur Subjek

  ………………………………..…… 54

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kelamin Subjek

  ……………….…………… 54

Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Data Penelitia n ……………………….… 55Tabel 4.4 Uji Normalitas

  …………………………………………….... 57

Tabel 4.5 Uji Linearitas

  ……………………......……………………… 57

Tabel 4.6 Uji Korelasi

  ………………………………………………… 58

Tabel 4.7 Uji Regresi

  ………………………..………………………… 60

  DAFTAR GAMBAR Halaman

  Gambar 1. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja

  ……………………………………………. 30 Gambar 2. Dinamika Hubungan Penonton Imajiner dan

  Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode Pada Remaja Awal dan Remaja Akhir

  ………..…….… 34

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa remaja, individu mengalami krisis yakni identitas dan

  kebingungan identitas. Remaja dihadapkan pada temuan siapa diri mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju kehidupan (Erik Erickson dalam Santrock, 2002). Oleh karena itu, remaja berupaya mengeksplorasi diri dan lingkungannya untuk kemudian membentuk jati dirinya yang sesungguhnya. Hal ini tampak ketika remaja menampilkan berbagai macam perilaku dalam waktu yang cenderung berdekatan. Kemauan dan pilihan remaja terhadap hobi, seni, grup musik, dan khususnya berpakaian dapat berubah-ubah dengan cepat. Pada saat mencari identitas, remaja pun mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi dan menyebabkan mereka sering dijadikan target berbagai produk fashion yang selalu berganti mengikuti mode-mode yang sedang trend.

  Remaja ingin menunjukkan bahwa mereka dapat mengikuti mode yang sedang beredar. Padahal mode itu sendiri selalu berubah sehingga para remaja tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya, akibatnya muncul perilaku konsumtif (Tambunan, 2001). Segut (2008) juga mengatakan bahwa perilaku konsumtif pada remaja didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti remaja. Sarwono (dalam Farida, 2006) mengatakan rasio, karena pertimbangan-pertimbangan dalam membuat keputusan untuk membeli suatu produk lebih menitikberatkan pada status sosial dan mode daripada pertimbangan ekonomis.

  Remaja dapat menjadi korban perubahan mode karena mereka selalu berusaha tampil dengan model pakaian maupun aksesoris yang lagi trend di masyarakat. Walaupun terkadang mode pakaian yang dikenakannya sebenarnya tidak sesuai untuknya, tapi karena tidak ingin ketinggalan model terbaru dalam berpakaian, mereka tetap saja menggunakannya (Halimah, 2010). Berdasarkan pengalaman peneliti ketika naik kendaraan umum, ada seorang remaja yang memakai baju kaos yang pendek, panjang baju itu hanya sampai sedikit dibawah pusarnya (gantung) dan ketat. Remaja ini tampak merasa tidak nyaman dengan pakaian sehingga ketika naik kendaraan dan duduk tangannya terlihat sangat sibuk menarik bajunya untuk menutupi bagian belakangnya yang menggantung.

  Berdasarkan survei Aldyshekoski (2010), beberapa remaja mengatakan bahwa meskipun terkadang terlihat tidak cocok untuk dirinya asalkan baju tersebut sedang trend dan tampak bagus dipakai oleh orang lain, maka baju tersebut tetap saja akan dipakai.

  Perilaku berpakaian mengikuti mode bagi remaja sebenarnya merupakan hal yang wajar. Hal ini akan menjadi masalah ketika ini dilakukan secara berlebihan dan terkadang apa yang dituntut oleh remaja di luar kemampuannya sendiri. Remaja menjadi tergantung dengan mode, remaja merasa tidak percaya diri jika berpakaian tidak mengikuti mode. Dari hasil survei Aldyshekoski (2010) sosialisasi dengan teman sebaya, orang yang tidak mengikuti mode biasanya akan cenderung dijauhi. Selain itu, ada juga remaja yang mengatakan bahwa mode sebagai simbol penegas eksistensi mereka dalam ranah sosial menunjukan kermajaannya.

  Mode adalah ragam, cara, bentuk yang terbaru pada suatu waktu tertentu, misalnya, potongan rambut, pakaian, corak hiasan, dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001). Mode merupakan suatu hal yang sering dikaitkan dengan remaja. Remaja cenderung bersaing untuk menampilkan mode terbaru dalam gaya berpakaian. Mode pakaian ini terus berganti dari waktu ke waktu. Model pakaian yang dijual ataupun digunakan sangat tergantung dari mode yang sedang trend.

  Trend mode biasanya dibawa oleh idola remaja yang memberi inspirasi

  remaja terutama dari segi penampilan. Oleh karena itu, remaja berusaha mencari referensi mode berpakaian yang sedang trend sebanyak-banyaknya melalui berbagai media. Beberapa remaja memilih media televisi khususnya sinetron remaja sebagai acuan. Sinetron remaja mendapat perhatian khusus karena tokoh yang ditampilkan dalam sinetron tersebut kebanyakan seusia dengan remaja. Faktor usia yang sama menyebabkan mereka lebih mudah dan nyaman dalam menerapkan mode berpakaiannya. Sebuah penelitian membuktikan bahwa ada hubungan antara pengaruh Sinetron Remaja

  “Jomblo” di televisi dengan perubahan perilaku remaja (Brahmana, 2007). Salah satu perubahan perilaku tersebut adalah perubahan cara berpakaian. Referensi lain yang banyak rubrik artikel dan gambar yang menawarkan banyak mode berpakaian sesuai trend .

  Seorang remaja mampu menyesuaikan diri dan mengikuti gaya berpakaian yang sesuai mode agar tidak tampil berbeda dan tidak terlihat aneh. Hal ini berkaitan dengan perkembangan sosial kognitif remaja yaitu penonton imajiner. Penonton imajiner menunjukkan adanya peningkatan kesadaran yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka sebesar perhatian mereka sendiri. Remaja bahkan sering memunculkan bayangan sekelompok manusia yang akan mengkritik segala tingkah lakunya, padahal ini hanyalah bayangan persepsi mereka yang dikuasai oleh egosentrisme remaja. Contohnya pada seorang anak perempuan di tingkat SMA, ia menganggap bahwa semua mata terpaku padanya karena ada jerawat kecil di wajahnya, itulah yang remaja rasakan, padahal belum tentu orang lain memperhatikannya.

  Gejala penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian: kenginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian (Elkind dalam Santrock, 2003). Remaja menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian, misalnya melalui prestasi-prestasi dalam bidang akademik, olahraga, seni, ataupun melalui tampilan fisik. Pada kelompok usia remaja, penampilan termasuk cara berpakaian menjadi perhatian utama terkait dengan kekhawatiran tentang evaluasi persepsi negatif dan popularitas (Bell, Bromnick, 2003). Salah satu cara menarik perhatian melalui tampilan fisik Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah benar penonton imajiner berkorelasi dengan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja.

  Remaja sendiri dibagi menjadi dua, yaitu remaja awal dan remaja akhir dengan ciri-ciri yang berbeda (Mappiare, 1994). Bagi remaja awal, pada umumnya mereka menarik perhatian melalui tampilan fisik misalnya mengikuti perubahan mode. Menurut pendapat Djiwandono (2002), hal ini mungkin karena karakteristik remaja awal yang labil, mudah dipengaruhi, dan sangat tergantung pada teman sebaya (konformitas tinggi). Sedangkan pada remaja akhir, mereka tidak mudah terpengaruh oleh perubahan mode karena karakter mereka yang lebih stabil dan mampu menguasai diri. Remaja akhir lebih realistis, selektif, dan bertanggung jawab dalam membuat pilihan.

  Status usia remaja (remaja awal, remaja akhir) juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial. Hal ini erat kaitannya dengan tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh remaja tersebut. Semakin tua usia remaja (remaja akhir) tentunya ia semakin dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas perkembangan dewasa. Remaja akhir memiliki minat yang besar terhadap kebebasan dan karier. Kedua hal ini saling berhubungan, karena remaja akhir berpendapat bahwa selama ia masih tergantung kepada orang tua dalam hal materi, dia tidak akan mencapai kebebasan. Uang menjadi sarana untuk mencari kebebasan sehingga mereka makin berhasrat untuk mencari uang sendiri. Oleh karena itu, remaja akhir benar-benar memikirkan karier dan kehidupan masa depannya (Windradini, 2002).

  Perbedaan tugas perkembangan dan perbedaan karakteristik perkembangan pada masa remaja awal dan remaja akhir dapat menyebabkan mereka memilih perilaku yang berbeda meskipun mereka memiliki penonton imajiner yang sama tinggi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian dimoderatori oleh batasan usia remaja awal atau remaja akhir.

B. Rumusan Masalah

  Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah :

  1.

  “Apakah ada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja? ” 2. “Apakah batasan usia remaja memoderasi hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode?

  ” C.

   Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji : 1.

  Ada tidaknya hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja,

2. Ada tidaknya efek moderasi batasan usia remaja pada hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode.

D. Manfaat Penelitian

  Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1.

   Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah khususnya pada psikologi perkembangan dan sosial tentang bagaimana hubungan penonton imajiner dan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja awal dan remaja akhir.

2. Manfaat Praktis

  Bagi orangtua, secara tidak langsung diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan orang tua tentang penonton imajiner dan hubungannya dengan perilaku berpakaian mengikuti mode pada remaja sehingga dapat membantu mengidentifikasi penonton imajiner sebagai salah satu hal yang berhubungan dengan kecenderungan anak remajanya berpakaian mengikuti perubahan mode.

  Bagi remaja, diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi tentang penonton imajiner dan hubungannya dengan perilaku berpakaian mengikuti mode sehingga dapat menjadi sarana evaluasi diri.

BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian dan Batasan Remaja Istilah remaja diambil dari bahasa Inggris yaitu adolesence, yang

  berasal dari bahasa latin adorescere, yang berarti to grow (tumbuh) atau to

  grow up to maturity (tumbuh menjadi dewasa). Dikatakan tumbuh menjadi

  dewasa karena merupakan jembatan antara anak-anak dan dewasa. Jadi, masa remaja merupakan masa transisi (peralihan) dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 1990). Santrock (2003) mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional.

  Santrock (2003) membagi remaja dalam tiga rentang usia, dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun yang biasa disebut masa remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Selanjutnya masa remaja pertengahan (middle adolescence) mengacu pada usia sekitar 14 sampai 17 tahun dan yang yang terakhir yaitu masa remaja akhir (late

  adolescence ) menunjuk pada usia sekitar 18 sampai 22 tahun.

  Hurlock (dalam Mappiare, 1994) juga membagi rentang usia remaja antara 13-21 tahun, yang terdiri dari masa remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir 17 sampai 21 tahun. psikologis bahwa rentang usia remaja berada dalam usia 12/13 tahun sampai 21/22 tahun, dengan pembagian masa remaja awal berada pada usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan masa remaja akhir berada pada usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Selain itu, mengikuti pembagian rentang usia remaja dari Hurlock dan Mappiare dapat disimpulkan bahwa remaja awal dimulai pada usia 13 sampai 17 tahun, dan remaja akhir pada usia 18 sampai 22 tahun.

2. Egosentrisme Remaja

  Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian amat besar, sebesar perhatian mereka terhadap diri mereka, dan terhadap perasaan akan keunikan pribadi mereka. Elkind (dalam Santrock, 2003) yakin bahwa egosentrisme muncul karena pikiran operasional formal.

  Pada tahap operasional formal ini kognitif remaja bersifat lebih abstrak sehingga remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman nyata dan konkret sebagai landasan berpikirnya. Remaja sudah mampu membayangkan situasi rekaan, kejadian yang semata-mata berupa kemungkinan hipotesis ataupun proposisi abstrak, dan mencoba mengolahnya dengan pemikiran logis (Piaget dalam Santrock, 2003).

  Elkind berpendapat bahwa remaja mengembangkan egosentrisme yang meliputi penciptaan penonton imajiner. Penonton imajiner menggambarkan peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan remaja bahwa orang lain memiliki perhatian yang amat besar terhadap diri mereka, sebesar perhatian mereka sendiri. Penonton imajiner mencakup berbagai perilaku untuk mendapatkan perhatian, yaitu kenginan agar kehadirannya diperhatikan, disadari oleh orang lain dan menjadi pusat perhatian (Elkind dalam Santrock, 2003).

3. Ciri Perkembangan Masa Remaja Awal

  Ada beberapa tahap perkembangan yang dialami pada usia remaja awal, yaitu (dalam Mappiare, 1994) : a.

  Perkembangan Fisik Secara umum terjadi pertumbuhan dan perkembangan fisik yang sangat pesat dalam masa remaja awal. Pertumbuhan anggota-anggota badan dan otot-otot sering berjalan tidak seimbang. Hal semacam ini kadang-kadang menimbukan ketidakserasian diri dan kekurangharmonisan gerak. Hal yang kurang menyenangkan bagi remaja adalah adanya beberapa bagian tubuh yang sangat cepat pertumbuhannya, sehingga mendahului bagian lain seperti kaki, wajah dan tubuhnya yang kurang bagus itu. Sehingga mereka akan sering berdiri di muka kaca untuk melihat apakah pertumbuhannya wajar atau tidak. Pemikiran remaja awal tidaklah terutama tertuju pada kesehatan mereka tapi pada kekhawatiran mereka tentang kesempurnaan tubuh.

  b.

  Perkembangan Kognitif Selama masa remaja awal, terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak dan kemampuan pikir remaja dalam menerima dan mengolah informasi abstrak dari lingkungannya. Hal ini berarti bahwa remaja awal telah dapat menilai benar atau salahnya pendapat orang tua atau orang yang lebih dewasa. Mereka sering tidak mempertimbangkan perasaan orang lain dan membantah secara terang-terangan pendapat orang lain yang dipikirnya tidak masuk akal karena pengaruh dari kuatnya egosentris. Akan tetapi, ada juga penelitian yang menunjukkan bahwa pola dan cara berpikir remaja awal cenderung mengikuti orang-orang dewasa yang telah menunjukkan kemampuan berpikirnya.

  c.

  Perkembangan Sosial-Emosi Sikap remaja awal berkembang dan menonjol dalam sikap sosial, terutama yang berhubungan dengan teman sebaya. Sikap positif remaja awal terhadap teman sebaya berkembang pesat setelah remaja mengenal adanya kepentingan dan kebutuhan yang sama. Sikap solider, simpati, dan merasakan perasaan orang lain mulai berkembang dalam usia remaja awal.

  Rasa sedih menonjol dalam masa remaja awal sehingga remaja menjadi sangat peka terhadap ejekan-ejekan yang dilontarkan kepada diri mereka. Perasaan gembira juga akan muncul jika remaja memperoleh pujian dan penghargaan atas hasil usahanya sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Emosi-emosi ini terus berganti dan umumnya remaja awal belum dapat mengontrolnya dengan baik.

  Dalam berperilaku sebagian remaja sangat dikuasai oleh emosinya. Hal ini juga terjadi pada penentuan cita-cita dan pilihannya yang tidak bisa direncanakan, mudah bertukar dan berganti ketertarikan.

  Pengaruh sosial mengambil peranan dalam memantapkan minat remaja terhadap sesuatu hal. Dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial remaja awal lebih banyak memilih untuk mengubah diri daripada mengubah lingkungannya yang demikian luas.

4. Ciri Perkembangan Masa Remaja Akhir

  Ada beberapa perkembangan yang dialami pada usia remaja akhir, yaitu (dalam Mappiare, 1994) : a.

  Perkembangan Fisik Menjelang masa akhir, pertumbuhan fisik remaja relatif berkurang, maksudnya tidak sepesat dalam masa remaja awal. masa remaja akhir pertumbuhan utama menyangkut penyempurnaan bentuk-bentuk tubuh. Badan dan anggota badan menjadi berimbang.

  Berat badan yang bertambah dengan pesat dalam masa ini mengimbangi pesatnya pertumbuhan tinggi badan yang terjadi dalam masa remaja awal dan periode pubertas. Keadaan jasmani yang berimbang dalam masa remaja akhir ini mempunyai pengaruh positif terhadap penilaiannya terhadap diri sendiri.

  b.

  Perkembangan Kognitif Bertambahnya usia berarti bertambah juga informasi dan pengalaman yang disimpan seseorang termasuk dalam proses memecahkan masalahnya. Kondisi ini menyebabkan remaja akhir mulai mampu menyusun rencana-rencana, menyusun alternatif- alternatif pilihan, membuat perhitungan untung-rugi dalam memilih, serta mengadakan diskusi dengan orang dewasa (orang tua). Selain itu, cara berpikir remaja akhir tergolong operasional formal tahap akhir. Pada tahap ini remaja akhir mengujikan hasil penalarannya pada realitas dan terjadi pemantapan cara berpikir operasional formal. Keseimbangan intelektual terjadi kembali sejalan dengan usaha remaja untuk mengakomodasi gejolak kogntif yang dialaminya.

  Citra diri, sikap dan pandangan pada remaja akhir lebih realistis. Mereka mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, menghargai miliknya, keluarganya, orang-orang lain seperti keadaan perasaan puas yang menjauhkan mereka dari rasa kecewa sehingga remaja akhir dapat mencapai kebahagiaannya.

  c.

  Perkembangan Sosial-Emosi Sikap remaja akhir relatif stabil, mereka mulai memilih sesuatu berdasarkan hasil pemikiran sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain. Pertentangan pendapat dihadapi dengan sikap tenang sehingga membuka adanya diskusi bersama.

  Perasaan remaja akhir juga lebih tenang dan teratur oleh norma- norma orang dewasa, terutama orang dewasa yang diidentifikasinya.

  Cetusan-cetusan kemarahan, kekhawatiran, dan kecemasan yang tidak tentu sebabnya di masa remaja awal tidak lenyap sekaligus. Akan tetapi dengan kebebasan yang diperolehnya, sedikit demi sedikit remaja akhir akan dapat menguasai perasaannya. Keadaan yang realistis dalam menentukan sikap, minat, cita-cita mengakibatkan mereka tidak terlalu kecewa dengan adanya kegagalan-kegagalan kecil yang dijumpai.

  Minat yang berkembang dan kuat pada masa remaja akhir berhubungan dengan lawan jenis, cita-cita, pendidikan, dan pekerjaan.

  Minat remaja akhir terhadap lawan jenis diperkuat dan tidak lagi menampakkan hubungan “cinta monyet” sehingga pergaulan kelompok besar teman sebaya menjadi agak mengendor.

5. Tugas Perkembangan Remaja

  Setiap orang dalam masa hidupnya selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan. Begitu pula dengan masa remaja yang juga mempunyai tugas-tugas perkembangan sendiri. Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan pada masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1990) yaitu, mencapai hubungan baru dan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai peran sosial menurut jenis kelaminnya, menerima keadaaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperoleh perangkat sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku.

  Status usia remaja (remaja awal, remaja akhir) juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial. Hal ini erat kaitannya dengan tugas perkembangan yang harus dikuasai oleh remaja tersebut. Semakin tua usia remaja (remaja akhir) tentunya ia semakin dituntut untuk mempersiapkan diri menghadapi tugas perkembangan dewasa (Monks, 2006).

  Menurut Fitzhugh Dodson (2006), baik masa remaja awal maupun masa remaja akhir mempunyai tugas perkembangan yang sama, yaitu membentuk identitas diri yang berbeda dari identitas orangtuanya. Pada masa remaja awal mereka mencoba menjawab pertanyaan “Siapakah saya?” dalam lingkungan keluarganya serta dengan banyak pertanyaan tersebut di dalam lingkungan yang lebih luas yaitu masyarakat, dimana ia harus mengatasi persoalan yang amat nyata mengenai pilihan yang berhubungan dengan pekerjaan dan kematangan seksual. Secara khusus, Dr.Fitzhugh Dodson (2006) menjelaskan bahwa pada masa remaja akhir, mereka harus : a. memilih dan menyiapkan pekerjaan, b. menjalin hubungan yang memuaskan dengan lawan jenisnya dan membentuk pola tetap kehidupan cinta heteroseksual, c. mengisi kebebasan yang diberikan oleh orang tua dan keluarga.

B. Perilaku Berpakaian Mengikuti Mode 1. Peran Pakaian Bagi Remaja

  Pakaian adalah sesuatu yang dikenakan manusia untuk menutupi dan melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari berbagai gangguan dan perubahan cuaca. Pakaian merupakan suatu penanda yang paling jelas diantara sekian banyak penanda penampilan luar, dengan apa orang membedakan diri mereka dari orang lain, dan pada gilirannya diidentifikasi sebagai sebuah kelompok tertentu (Van Dijk dalam Nordholt, 1997). Pakaian juga merupakan ekspresi dari identitas seseorang karena saat kita memilih pakaian, baik di toko atau di rumah, berarti kita mendefinisikan dan mendeskripsikan diri sendiri (Laurie dalam Nordholt, 1997).

  Pakaian ini menjadi salah satu hal penting yang mendukung presentasi remaja. Dalam hal berpakaian, remaja laki-laki maupun perempuan memiliki minat yang sama. Remaja perempuan lebih menitikberatkan pakaian sebagai simbol status, sedangkan remaja laki- laki menggunakan pakaian sebagai simbol individualitas (Hurlock, 1974). Minat pada penampilan diri dan pada pakaian termasuk dalam minat pribadi yang merupakan minat terkuat di kalangan remaja.

  Remaja belajar bahwa pakaian yang mereka pakai akan memberitahu orang lain sesuatu tentang diri mereka (Hurlock, 1974).

  Oleh karena itu, pakaian memiliki peran sebagai nilai simbolis penting, yaitu : a.

  Identifikasi dengan peer group Hoult (dalam Hurlock, 1974) menyatakan bahwa pakaian menentukan dikelompok mana seseorang diterima sebagai anggota.

  Selama masa remaja, milik kelompok sebaya dianggap sebagai simbol status. Rasa milik membantu remaja untuk meningkatkan penerimaan sosial. Remaja menerima dengan antusias gaya terbaru yang paling ekstrim untuk mendapatkan lebih banyak perhatian.

  Seorang remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan fashion dipandang sebagai keras kepala, konservatif, memberontak, sangat individualistis dan patut dikasihani. b.

  Status sosial ekonomi Remaja mengenakan pakaian dalam tiga cara yang berbeda untuk melambangkan status sosial ekonomi mereka. Pertama adalah dengan menggunakan pakaian dari produsen yang memiliki prestise (pakaian bermerk terkenal). Bernard menjelaskan tentang label prestise pada pakaian yang menunjukkan bahwa seseorang memiliki uang, bahwa dia diperbolehkan untuk menghabiskan uangnya pada pilihannya, dan bahwa dia memilih kualitas. Cara kedua, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka melalui jumlah pakaian mereka dari setiap jenis. Hal ini menunjukkan semakin banyak uang yang mereka miliki untuk membeli pakaian. Cara ketiga, remaja melambangkan status sosial ekonomi mereka dengan menggunakan pakaian fashionable (modis), gaya terbaru, dan paling ekstrim. Remaja yang tidak puas dengan status sosial ekonomi keluarga mereka dan ingin memperbaiki nasib mereka dalam kehidupan berusaha menciptakan kesan bahwa mereka termasuk kelompok sosial-ekonomi yang lebih tinggi.

  c.

  Kesesuaian Seks Setiap remaja mengetahui bahwa anggota dari dua kelompok seks memiliki perbedaan standar tentang arti penampilan yang baik.

  Remaja perempuan harus terlihat feminin serta bergaya, sedangkan remaja laki-laki harus terlihat maskulin dan bergaya. Kesesuaian kelamin. Bahkan ketika remaja laki-laki dan perempuan mengenakan pakaian yang sangat mirip, remaja laki-laki tampil dengan kaos polos, tanpa hiasan untuk menyatakan maskulinitas mereka, sementara remaja perempuan tampil dengan kaos yang dihiasi sedikit ornamen untuk membuat penampilan feminin.

  d.