Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara Material

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang pada dekade terakhir ini mengalami
kemajuan yang cukup pesat. Pembangunan pada bidang ekonomi merupakan
penggerak utama pembangunan. Namun selain bidang ekonomi, hukum
merupakan salah satu bidang yang perlu dibangun untuk memperkokoh bangsa
Indonesia di dalam menghadapi kemajuan serta perkembangan ilmu, teknologi,
dan seni yang sangat pesat.1
Aktivitas bisnis merupakan salah satu penunjang perkembangan ekonomi.
Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang
bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragamanan kerjasama bisnis ini
melahirkan masalah serta tantangan baru dan karena itu hukum harus siap untuk
dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.2Dalam dunia bisnis,
kontrak sangat banyak dipergunakan, bahkan hampir semua kegiatan bisnis
diawali dengan adanya kontrak, meskipun kontrak dalamtampilan yang sangat
sederhana sekalipun. Karena itu, memang tepat jika masalah kontrak ini
ditempatkan sebagai bagian dari hukum bisnis.3
Korelasi antara hukum dan ekonomi erat dan saling mempengaruhi untuk
memenuhi


berbagai

kebutuhan

manusia

dalam

pergaulan

hidupnya.

Perkembangan ekonomi akan mempengaruhi peta hukum, danberlaku sebaliknya,
1

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, Hukum Bisnis Dalam Persepsi Manusia
Modern, (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hlm. 24.
2
Ibid, hlm. 26.

3
Munir Fuady (1), Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 9.

1
Universitas Sumatera Utara

2

bahwa perubahan hukum juga akan memberikan dampak yang luas terhadap
ekonomi.4 Sebuah kontrak seharusnya tidak hanya ditinjau dari aspek hukum saja,
yaitu untuk kepastian hukum, akan tetapi yang lebih diharapkan adalah
pemenuhan kewajiban yang dilakukan oleh para pihak. Secara hukum,
pemenuhan kewajiban merupakan pelaksanaan prestasi dan kontra prestasi yang
disepakati bersama pada saat penandatanganan kontrak dan secara ekonomi,
pemenuhan kewajiban akan menciptakan hubungan bisnis yang berjalan dengan
baik dan sesuai dengan target analisis biaya dan kemanfaatan (cost and benefit
analysis).5
Hukum perjanjian adalah bagian dari hukum perdata (privat), yang
manahukum ini memusatkan perhatian pada kewajiban sendiri (self imposed

obligation). Disebut sebagai bagian dari hukum perdata disebabkan karena
pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam kontrak, murni
menjadi urusan pihak-pihak yang berkontrak.6Perikatan merupakan suatu hukum
yang terjadi baik karena perjanjian atau karena hukum. Dinamakan sebagai
perikatan, karena hubungan hukum itu mengikat, yaitu kewajiban-kewajiban yang
timbul dari adanya perikatan dapat dipaksakan secara hukum. Jadi suatu
perjanjian yang tidak mengikat atau tidak dapat dipaksakan adalah bukan
perikatan.7
Buku III KUH Perdata berbicara tentang perikatan (van verbintenissen)
yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak

4

Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op. cit., hlm. 45.
Ibid, hlm. 49.
6
Eja
Haqqi,
“Sejarah
dan

Prinsip
Kontrak”,
diakses
https://www.scribd.com/doc/139388895/SEJARAH-DAN-PRINSIP-KONTRAK-docx,
tanggal 23 Januari 2017 pukul 13.44.
7
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op. cit., hlm. 80.
5

dari
pada

Universitas Sumatera Utara

3

dengan beberapa syarat, yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan undang-undang.8Dengan demikian kontrak dapat menimbulkan
hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu
kontrak yang mereka buat adalah sumber hukum formal, asal kontrak tersebut

adalah kontrak yang sah.9
Dalam sebuah perjanjian, pada umumnya setiap pihak diwajibkan untuk
menjamin agar prestasinya dapat terlaksana sesuai dengan apa yang di
perjanjikan.10Namun, perbuatan atau usaha itu selalu mengandung kemungkinan
menemui akibat yang tidak diharapkan seperti kerugian yang bisa dialami oleh
salah satu pihak, oleh karenanya sering dikatakan bahwa setiap perjanjian selalu
mengandung risiko.11
Risiko yang paling utama dalam sebuah perjanjian adalah tidak
dipenuhinya prestasi oleh salah satu pihak atau yang dikenal dengan kata
wanprestasi. Wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan debitor maupun karena
kelalaian debitor untuk melaksanakan prestasinya. Selain itu, wanprestasi juga
dapat terjadi karena keadaan memaksa, yaitu suatu keadaan yang berada diluar
kekuasaan si debitor sehingga debitor tidak dapat melaksanakan prestasinya
dengan baik.12

8

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Yustisia, 2009), hlm. 39.
9

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori Dan Contoh Kasus,
(Jakarta: Kencana. 2008), hlm. 51.
10
Betty Ayu R. J., Risiko Dalam Perjanjian Jual Beli Benda Bergerak Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2011),
hlm. 2.
11
Denggan Mauli Tobing, Risiko Hukum Yang Terjadi Di Dalam Perjanjian Kredit Bank
Dalam Kaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, Skripsi (Medan: Universitas Sumatera Utara,
2008), hlm. 14.
12
Firman Floranta Adonara, Aspek-Aspek Hukum Perikatan, (Bandung: Mandar Maju,
2014), hlm. 64-67.

Universitas Sumatera Utara

4

Dalam memahami pelanggaran kontrak atau wanprestasi, perlu diketahui
bahwa salah satu bentuk wanprestasi adalah melaksanakan apa yang

dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan atau melakukan prestasi namun
tidak secara sempurna. Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi
prestasi dalam hukum kontrak dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan
doktrin “Pemenuhan Prestasi Secara Substansial” (Substantial Performance).
Yang ditekankan dalam doktrin ini adalah sungguhpun suatu pihak tidak
melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah melaksanakan
prestasinya secara substansial, maka pihak lain harus juga melaksanakan
prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan prestasinya
secara substansial, maka disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara
“material” (material breach). Penerapan material breach ini biasanya diterapkan
pada negara-negara dengan sistem common law.13
Doktrin substantial performance pada sistem hukum kontrak di
negaracommon law berbagai bentuk pengaplikasian yang berbeda, yaitu seperti
pada kontrak penjualan tanah, pada penundaan sebuah pekerjaan atau prestasi dan
secara eksklusif doktrin ini berhubungan dengan kontrak bangunan.14
Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi hukum umum dari pelanggaran
kontrak secara material. Namun, beberapa pengadilan di negara common law telah
memberikan

batasan-batasan


mengenai

pelanggaran

kontrak

secara

material.Sebuah kontrak dapat dikatakan telah dilanggar secara material dilihat
dari apakah hal yang dilanggar dalam kontrak tersebut memiliki manfaat yang
Nur Amin Saleh, “Model Model Wanprestasi dan Doktrin Pelaksanaan Kontrak”,
diakses dari http://www.nuraminsaleh.com/2016/02/model-model-wanprestasi-dan-doktrin.html
pada tanggal 2 Februari 2017, pukul 14.51 WIB.
14
Samuel J. Stoljar, Substantial Performance in Building and Work Contracts, Jurnal
(Australia: University of Western AustraliaI, 1955), hlm. 293.
13

Universitas Sumatera Utara


5

serius, atau apabila dengan tidak adanya sebuah hal tersebut, manfaat dari sebuah
pekerjaan itu tidak dapat ternilai sama sekali.15
Meskipun tidak mengenal doktrin substantial performance, namun
berdasarkan asas kebebasan berkontrak, banyak juga pelaku kontrak di negara
civil law yang menerapkannya dalam kontrak, termasuk di Indonesia. Hal ini
menjadi penting mengingat banyak kontrak-kontrak bisnis internasional antara
dua atau lebih subjek hukum yang tunduk pada yuridiksi dan sistem hukum yang
berbeda.Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian skripsi mengenai “Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak Secara
Material”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, adapun rumusan
masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaturan perjanjian (kontrak) dalam sistem hukum di
Indonesia?
2. Bagaimana hukum di Indonesia mengatur tentang wanprestasi?

3. Bagaimana suatu wanprestasi dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
kontrak secara material (material breach of contract) dan akibat
hukumnya?

Herrington and Carmichael Solicitors, “Commercial: Material Breach of Contract”,
diakses dari http://www.herrington-carmichael.com/Documents/Articles/7885fdc9-f446-4bf2b3c0-3d78ed33166a.pdf, pada tanggal 3 Maret 2017, pukul 22:48 WIB.
15

Universitas Sumatera Utara

6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian skripsi ini

antara lain:
a. Untuk mengetahui pengaturan mengenai perjanjian (kontrak) dalam

sistem hukum di Indonesia
b. Untuk mengetahui pengaturan mengenai wanprestasi dalam hukum di
Indonesia
c. Untuk mengetahui bentuk wanprestasi yang seperti apa yang dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran kontrak secara material (material
breach of contract) serta mengetahui akibat hukum dari terjadinya
pelanggaran kontrak secara material
2.

Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan akan memberi
sumbangan pengetahuan dalam hukum perjanjian. Dan disisi lain, hasil
penulisan ini juga diharapkan dapat menyumbangkan pemahaman baru
bagi para pelaku-pelaku usaha yang berhubungan erat dengan adanya
perjanjian mengenai mekanisme hukum dalam pelaksanaan perjanjian
dan apabila terjadi pelanggaran kontrak secara material.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai kerangka acuan
dan landasan bagi penelitian lanjutan.

Universitas Sumatera Utara

7

D. Keaslian Penulisan
Sepanjang penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, skripsi dengan judul Aspek Hukum Pelanggaran Kontrak
Secara Material belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi dari Departemen
Hukum Ekonomi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Penulis telah melakukan pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara untuk membuktikan bahwa judul skripsi tersebut
belum ada atau belum terdapat di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Ditinjau dari materi permasalahan yang ada dan materi penulisan skripsi ini,
sejauh ini belum pernah didapati dan dilihat kesamaan masalah seperti pada
penulisan skripsi ini.
Dalam menyusun karya ilmiah ini pada prinsipnya penulis menyusunnya
dengan literatur-literatur yang berkaitan dengan kontrak dan mengenai
pelanggaran kontrak. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan
1.

Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda,

yaitu “Verbintenis”. Kemudian Verbitenis merupakan salinan istilah Obligation
dan Code Civil Perancis, istilah mana diambil dari Hukum Romawi yang terkenal
dengan istilah Obligation. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu
terhadap orang yang lain.16

16

Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana, Pengantar Hukum Bisnis Dalam Prespektif
Teori dan Praktiknya di Indonesia, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2017), hlm. 11.

Universitas Sumatera Utara

8

Menurut Riduan Syahrani, perikatan adalah hubungan hukum antara dua
pihak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu (kreditur)
berhak atas prestasi dan pihak yang lain (debitur) berkewajiban memenuhi
prestasi itu.17
Sedangkan menurut Abdulkadir Muhammad, sebuah perikatan adalah
hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain
karena perbuatan, peristiwa atau keadaan.18
Perikatan sendiri dapat bersumber dari 2 hal, yaitu:19
a. Perjanjian
Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai sumber dari
perikatan karena dengan adanya perjanjian, maka secara tidak langsung
terbentuk sebuah perikatan yang mengikat kedua belah pihak untuk
melaksanakan kewajibannya masing-masing dalam suatu perbuatan
hukum.
b. Undang-Undang
Sebuah undang-undang dapat dikatakan sebagai sumber dari perikatan
karena sebuah perikatan muncul dari peristiwa-peristiwa hukum
tertentu yang menimbulkan hubungan hukum antara para pihaknya,
yang terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut. Yang mana dalam hal

17

Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, (Bandung: Alumni,
1990), hlm. 67.
18
Wahyu Utami dan Yogabakti Adipradana, op. cit., hlm. 12.
19
Handri Raharjo, op. cit., hlm. 41.

Universitas Sumatera Utara

9

ini, munculnya sebuah undang-undang tidaklah harus menunggu
kemauan dari pihak-pihak atau masyarakat luas.
2.

Perjanjian
Perjanjian adalah persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih,

berbentuk tertulis maupun lisan, dan masing-masing sepakat untuk mentaati isi
persetujuan yang telah dibuat bersama.20Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.21
Sementara menurut Ricardo Simanjuntak, perjanjian sebagai suatu kontrak
merupakan perikatan yang mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat para
pihak yang pelaksanaannya akan berhubungan dengan hukum kekayaan dari
masing-masing pihak yang terikat dalam perjanjian tersebut.22Selanjutnya, ada
juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau
serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap
wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak
tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan.23
Dalam beberapa kesempatan, kontrak dibedakan dengan sebuah perjanjian.
Hal tersebut bisa terjadi karena berdasarkan pasal 1313 KUH Perdata, tidak ada
keharusan yang menyatakan bahwa “perjanjian harus berbentuk tertulis”.24
Selanjutnya penelitian ini akan berfokus kepada kontrak, atau perjanjian yang
dibuat secara tertulis.
20

Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hlm. 355.
Johannes Ibrahim dan Lindawaty Sewu, op. cit., hlm. 41.
22
PT Justika Siar Publika, “Perbedaan dan Persamaan dari Persetujuan, Perikatan,
Perjanjian
dan
Kontrak”,
Diakses
dari
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e3b8693275c3/perbedaan-dan-persamaan-daripersetujuan-perikatan-perjanjian-dan-kontrak, pada tanggal 4 Februari 2017, pukul 02:28 WIB.
23
Munir Fuady (1), op. cit., hlm. 9-10.
24
H. R. Daeng, op. cit, hlm. 1-2.
21

Universitas Sumatera Utara

10

3.

Prestasi
Prestasi berasal dari kata prestatie, dalam bahasa Belanda, yang memiliki

arti sebagai ketetapan janji untuk membayar; memenuhi janji untuk membayar. 25
Sementara menurut Mariam Darus Bardulzaman, prestasi adalah merupakan hal
yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.26
Pengertian prestasi (performance) dalam hukum kontrak dimaksudkan
sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu kontrak oleh pihak
yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan “term”
dan

“condition”

sebagaimana

disebutkan

dalam

kontrak

yang

bersangkutan.27Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan,
dan dapat dinilai dengan uang. Yang dimaksud dengan dapat ditentukan yaitu
dalam mengadakan perjanjian, isi perjanjian harus dipastikan, dalam arti dapat
ditentukan secara cukup.28
Di sisi lain, prestasi juga dipahami sebagai terpenuhinya hak kreditor oleh
debitor atau dengan kata lain pelaksanaan dari isi kontrak yan telah diperjanjikan
menurut tata cara yang telah disepakati bersama.29
4.

Wanprestasi
Wanprestasi atau dalam bahasa Belanda disebut wanprestatie, memiliki

makna sebagai kelalaian atau kealpaan.30Secara umum wanprestasi adalah tidak
25

Sudarsono, op. cit., hlm. 371.
Ade Sanjaya, “Pengertian Prestasi Wanprestasi Definisi Dalam Hukum Perdata
Menurut
Para
Ahli
dan
Macam-macamnya”,
Diakses
dari
http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-prestasi-wanprestasi.html, pada tanggal 7
Februari 2017, pukul 18.57 WIB.
27
Abdilasyifa, “Pengertian Prestasi dan Wanprestasi Dalam Hukum Kontrak”, Diakses
dari
https://sciencebooth.com/2013/05/27/pengertian-prestasi-dan-wanprestasi-dalam-hukumkontrak/, pada tanggal 7 Februari 2017, pukul 18.20 WIB.
28
Amalia Putri Izzati, Analisis Perjanjian Kerja Antara Perusahaan X dengan Pekerja Y
dan Z Ditinjau Dari Hukum Perjanjian Indonesia dan Norwegia, Tesis (Depok: Universitas
Indonesia, 2011), hlm. 26.
29
H. U. Adil, Dasar-Dasar Hukum Bisnis, (Jakarta: Wacana Media, 2016), hlm. 22.
26

Universitas Sumatera Utara

11

dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah
disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam sebuah kontrak yang
bersangkutan.31
Menurut pendapat M. Yahya Harahap, yang dimaksud dengan wanprestasi
adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan
tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi pihak debitur
untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan
adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lain dapat menuntut
pembatalan perjanjian.32
Pengertian wanprestasi terkadang disebut juga dengan istilah “cidera
janji”, adalah kebalikan dari pengertian prestasi. Dalam bahasa Inggris, untuk
wanprestasi ini sering disebut dengan “default” atau “nonfulfillment” atau “breach
of contract”. Yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau
kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang
tersebut dalam kontrak yang bersangkutan. Konsekuensi yuridis dari tindakan
wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak
tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu
pihak yang telah melakukan wanprestasi tersebut.33

30

Sudarsono, op. cit., hlm. 579.
Munir Fuady (1), op. cit., hlm. 17.
32
Heris
Suhendar,
“Wanprestasi
dan
Ganti
Rugi”,
diakses
dari
https://www.academia.edu/4994825/Wanprestasi_dan_ganti_rugi, pada tanggal 14 Maret 2017,
pukul 00:28 WIB.
33
Munir Fuady (1), op.cit., hlm 17.
31

Universitas Sumatera Utara

12

Substantial Performance

5.

Substantial performance adalah istilah yang digunakan dalam hukum
kontrak yang merujuk pada tingkat kinerja/prestasi yang dilakukan dalam kontrak,
apakah prestasi itu telah dilakukan dengan penuh atau tidak penuh.34
Sementara menurut Business Dictionary, substantial performance adalah
sebuah doktrin yang mengatur mengenai prestasi atau kinerja parsial yang harus
memenuhi bagian utama atau primer dalam sebuah kontrak, apabila ada sebuah
kelalaian ataupun keadaan tertentu dalam pelaksanaan kontrak yang kemudian
membuat tidak sempurnanya pelaksanaan prestasi dari salah satu pihak, mungkin
dapat diterima dengan dilakukan pembayaran ganti rugi atas eksekusi yang tidak
sempurna.35

F. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
dapat diuraikan sebagai berikut:
1.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam menjawab permasalahan dalam

pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang
tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder yang lebih dikenal dengan nama

US Legal, “Substantial Performance Law and Legal Definition”, diakses dari
https://definitions.uslegal.com/s/substantial-performance/, pada tanggal 14 Maret 2017, pukul
13:16 WIB.
35
Business
Dictionary,
“Substantial
Performance”,
diakses
dari
http://www.businessdictionary.com/definition/substantial-performance.html, pada tanggal 14
Maret 2017, pukul 13:31 WIB.
34

Universitas Sumatera Utara

13

dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum. 36
Penelitian hukum ini menggunakan penelitian hukum normatif karena penulis
mengumpulkan dan menganalisa hukum yang berlaku tentang pelanggaran
kontrak secara material yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier.
2.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah bahan hukum

primer, sekunder dan tersier.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yang
mengikat, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum
primer, yaitu hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, tulisan
ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan
dengan materi penulisan skripsi ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Petunjuk atau penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder yang berasal dari kamus hukum, ensiklopedia, majalah
dan sebagainya.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar dapat lebih terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan maka digunakan metode penelitian hukum normatif
36

Soerjono Soekamto, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), hlm. 33.

Universitas Sumatera Utara

14

dengan pengumpulan data secara studi pustaka, yaitu dengan meneliti bahan
pustaka atau data sekunder yang dikenal dengan nama bahan pedoman dalam
bidang hukum atau rujukan bidang hukum. Metode studi pustaka diterapkan
dengan mempelajari sumber dan bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam
penulisan skripsi ini.
4.

Analisa Data
Pengolahan data merupakan kegiatan melakukan analisa terhadap

permasalahan yang dibahas. Data dalam penelitian skripsi ini akan dianalisa
secara kualitatif. Pengumpulan data kualitatif diperoleh data dari buku, data dari
halaman web, dan lain-lain. Analisa data dilakukan dengan:37
a. Mengumpulkan bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti
b. Memilih kaidah hukum atau doktrin yang sesuai dengan penelitian
c. Menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep, pasal atau
doktrin yang ada
d. Menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif yang diawali dengan
mengemukakan hal-hal yang bersifat umum, dimulai dari pengenalan
mengenai hukum perjanjian menurut hukum Indonesia, kemudian
diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus mengenai aspek
hukum pelanggaran kontrak secara material berdasarkan hukum
Indonesia.

37

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hal. 45.

Universitas Sumatera Utara

15

G. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan sebuah karya ilmiah yang baik, maka pembahasan
permasalahan perlu dilakukan dengan cara sistematis dan untuk mempermudah
penulisan skripsi ini diperlukan sebuah sistematika penulisan yang teratur dan
terbagi dalam bab perbab yang berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
Bab I skripsi ini berisi pendahuluan yang merupakan pengantar,
didalamnya terurai latar belakang penulisan skripsi, rumusan permasalahan yang
dibahas, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian penulisan, metode
penelitian yang digunakan dalam penulisan dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II merupakan bab yang membahas secara umum tentang perjanjian
dalam sistem hukum di Indonesia. Dimulai dengan pembahasan mengenai sistem
hukum perjanjian di Indonesia, asas-asas hukum perjanjian di Indonesia,
perjanjian dalam KUH Perdata, dan perjanjian yang berada diluar KUH Perdata.
Bab III adalah bab yang membahas tentang wanprestasi dalam hukum
perjanjian di Indonesia. Bab ini membahas tentang pengertian dan bentuk
wanprestasi, hal-hal yang menentukan saat terjadinya wanprestasi, akibat hukum
terjadinya wanprestasi, penyelesaian perselisihan karena wanprestasi, dan
wanprestasi dalam sistem hukum common law.
Bab IV dalam skripsi ini merupakan bab yang membahas tentang
pelanggaran kontrak secara material. Yang akan dibahas dalam bab ini adalah
mengenai pengertian dan unsur pelanggaran kontrak secara material, saat yang
menentukan terjadinya pelanggaran kontrak secara material, akibat hukum

Universitas Sumatera Utara

16

pelanggaran kontrak secara material, dan melakukan analisis terhadap kasus
pelanggaran kontrak secara material.
Bab V merupakan bab penutup yang membahas tentang kesimpulan dari
keseluruhan bab-bab dan saran yang ingin disampaikan dari penulisan skripsi ini.
Kesimpulan dibuat berdasarkan uraian-uraian skripsi dan saran-saran yang
berhubungan dengan skripsi ini yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat
dimasa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara