Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN)

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang yang meninggal dunia, harta peninggalannya menjadi hal yang
sifatnya wajib untuk diselesaikan. Umumnya dalam pembagian harta peninggalan
akan diselesaikan secara musyawarah, namun jika timbul sengketa antara ahli waris
yang satu dengan ahli waris lainnya, maka pembagian harta peninggalan itu baru
dapat diselesaikan melalui pengadilan, sungguhpun ada juga pendapat bahwa
penyelesaian harta peninggalan waris diselesaiakan dengan hukum agamannya,
misalnya hukum Faraidh menurut Islam.
Terhadap pembagian harta warisan secara hukum islam, Hasbi Ash-Siddieqy
mengemukakan hukum waris Islam adalah “suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita
ketahui orang yang menerima pusaka dan orang yang tidak menerima pusaka, serta
kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara pembagiannya”.1
Selanjutnya dengan berpedoman pada hukum waris islam maka dapat
dipahami bahwa terdapat 3 (tiga) unsur dalam kewarisan islam, yakni:
1. Pewaris (Al-Muwarrist)
2. Ahli waris (warists)
3. Warisan (mauruts)

1


Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqhul Mawaris, (Jakarta, Bulan Bintang, 1973), halaman 18.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Pewaris merupakan seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan
sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup. Dalam Kompilasi
Hukum Islam pada pasal 171 huruf b menjelaskan sebagai berikut:
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan
meninggal berdasarkan putusan Pengadilan, beragama Islam, meninggalkan ahli
waris dan harta peninggalan.
Adapun Meninggal dunia atau mati dapat dibedakan menjadi:2
1. Mati sejati (haqiqy) adalah kematian yang dapat disaksikan oleh panca
indra.
2. Mati menurut putusan pengadilan (hukmy) adalah kematian yang
disebabkan adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun

sudah mati.
3. Mati menurut dugaan (taqdiry) adalah kematian yang didasarkan ada
dugaan yang kuat bahwa yang bersangkutan telah mati.

Dengan meninggalnya seseorang (pewaris), maka terhadap harta yang
ditinggalkannya akan beralih kepada ahli waris yang masih hidup. Ahli waris
(warists) sendiri ialah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh
orang yang meninggal.3

2

H.R.Otje Salaman S. Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung : PT. Rafika Aditama,
2006), Halaman, 5
3
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam,, (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group,2004), Halaman 212.

Universitas Sumatera Utara

3


Dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 huruf c, menjelaskan bahwa:
“Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris”.
Di samping adanya hubungan kekerabatan dan perkawinan itu, mereka baru
berhak menerima warisan secara hukum dengan terpenuhinya persyaratan sebagai
berikut:
1. Ahli waris itu masih hidup pada waktu meninggalnya pewaris.
2. Tidak ada hal-hal yang menghalangi secara hukum untuk menerima warisan.
3. Tidak terhijab atau tertutup secara penuh oleh ahli waris yang lebih dekat.4
Sedangkan pengertian warisan (mauruts) ialah sesuatu yang ditinggal oleh
orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak
warisan.5 Di dalam Kompilasi Hukum Islam 171 huruf e memberikan penjelasan
tentang pengertian harta warisan yaitu harta bawaan di tambah bagian dari harta
bersama, setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran utang dan pemberian untuk
kerabat.
Terkait objek warisan, tanah adalah salah satu jenis warisan yang memiliki
nilai untuk dapat diwarisi. Tentunya untuk menjaga dan melindungi hak-hak atas

tanah tersebut, seyogyanya perlu didaftarkan dan dibuatkan sertifikat hak milik atas

4
5

Ibid, halaman, 213
Ibid, halaman, 211

Universitas Sumatera Utara

4

tanah sebagai bukti kepemilikan yang sah, sehingga, bilamana terjadi prihal peralihan
warisan mengenai tanah kepada ahli waris dapat diselesaikan dengan mudah karena
objek warisan memiliki history (sejarah) kebenaran kepemilikan keluarga pewaris.
Jika merujuk Undang-Undang Pokok Agraria, ditemukan pengertian Tanah
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, atas dasar hak menguasai dari negara
maka menjadi kewajiban bagi pemerintah melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh
Wilayah Republik indonesia menurut UUPA yang individualistik, komunalistik,
religius, selain bertujuan melindungi tanah juga mengatur hubungan hukum hak atas

tanah melalui penyerahan sertifikat sebagai tanda bukti hak atas tanah bagi
pemegangnya.6
Tanah merupakan salah satu sumber daya alami penghasil barang dan jasa,
yang merupakan kebutuhan yang hakiki dan berfungsi sangat essensial bagi
kehidupan dan penghidupan manusia, bahkan menentukan peradaban suatu
bangsa.7Kepastian hukum atas kepemilikan tanah akan dicapai apabila telah
dilakukan pendaftaran tanah, karena tujuan pendaftaran tanah adalah untuk
memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas tanah. baik kepastian mengenai subjeknya (yaitu apa haknya, siapa
pemiliknya, ada/tidak beban diatasnya) dan kepastian mengenai objeknya yaitu
letaknya, batas-batasnya dan luasnya, serta ada/tidak bangunan/tanaman di atasnya. 8

6
S. Chandra, Sertifikat Kepemilikan Hak Atas Tanah, (Jakarta : Penerbit Grasindo, 2005)
Halaman 1.
7
Muchtar Wahid, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, (Jakarta: Republika,
2008), Halaman. 1.
8
S. Chandra, Loc.cit.


Universitas Sumatera Utara

5

Adapun produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah ialah berupa sertifikat
hak atas tanah, mempunyai banyak fungsi bagi pemiliknya, dan fungsinya itu tidak
dapat digantikan dengan benda lain. Sertifikat hak atas tanah berfungsi sebagai alat
pembuktian yang kuat. Inilah fungsi yang paling utama sebagaimana disebut dalam
Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA Nomor 5 Tahun 1960, seseorang atau badan hukum
akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatu bidang tanah,
apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu.
Adanya sertifikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang
bersangkutan telah terdaftar pada kantor Agraria/Pertanahan. Data tentang tanah yang
bersangkutan secara lengkap telah tersimpan di Kantor Pertanahan, dan apabila
sewaktu-waktu diperlukan dengan mudah ditemukan. Data ini sangat penting untuk
perencanaan kegiatan pembangunan misalnya pengembangan kota, pemasangan pipapipa irigasi, kabel telepon, penarikan pajak bumi dan bangunan.9
Sertifikat hak atas tanah berisi data fisik (keterangan tentang letak, batas, luas
bidang tanah serta bagian bangunan atau bangunan yang ada di atasnya bila dianggap
perlu) dan data yuridis (keterangan tentang status tanah dan bangunan yang didaftar,

pemegang hak atas tanah dan hak-hak pihak lain, serta beban-beban yang ada di
atasnya). Dengan memiliki sertifikat, maka kepastian hukum berkenaan dengan jenis
hak atas tanahnya, subyek hak dan obyek haknya menjadi nyata.

9

Adrian Sutedi, Sertifikat Hak Atas Tanah, Cetakan I, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011),
Halaman 58.

Universitas Sumatera Utara

6

Adapun sistem negatif yang telah dianut dalam pendaftaran tanah di
Indonesia, menjelaskan bahwa sertipikat tanah yang diterbitkan bukanlah merupakan
alat bukti yang tidak bisa diganggu gugat, justru berarti bahwa sertifikat itu bisa
dicabut dan dibatalkan apabila hukum menghendaki atau ada putusan dari pengadilan.
Oleh karena itu, tidak benar bila ada anggapan bahwa dengan memegang sertipikat
tanah berarti pemegang sertipikat tersebut adalah mutlak pemilik tanah dan ia pasti
akan menang suatu perkara karena sertifikat tanah adalah alat bukti satu-satunya yang

tidak tergoyahkan.
Jika kemudian timbul sengketa atas pembagian waris antara ahli waris
terhadap objek warisan maka Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan para
ahli waris secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan
kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada di
antara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan
dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan agama untuk melakukan pembagian
warisan.
Penyelesaian masalah kewarisan selain melalui musyawarah juga merupakan
kewenangan pengadilan agama bagi orang yang beragama islam.. Hal ini ditegaskan
dalam pejelasaan umum Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan
Agama dan perubahan kedua Undang-Undang 50 Tahun 2009 tentang peradilan
Agama. Pada pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama dijelaskan bahwa kewenangan peradilan agama dibatasi khusus bagi orang-

Universitas Sumatera Utara

7

orang yang beragama islam sehingga kewarisan merupakan kewenangan peradilan

agama yang dalam penyelesaiannya didasarkan pada hukum kewarisan islam.
Sebagaimana pada kasus putusan Mahamah Syar’iyah Takengon dalam
putusan nomor 0220/Pdt.G/2015/MS-Tkn, tanggal 11 Mei 2016 terjadi sengketa
mengenai kewarisan.. Pada kasus ini penggugat dan tergugat merupakan ahli waris
dari seorang pewaris bernama Almarhum Muhamad Sejuk (meninggal dunia pada
tahun 1969) dan Rafiah Inen Mustafa (meninggal tahun 1996) dengan objek gugatan
ialah tanah warisan berupa sawah yang terletak di Simpang Kemili, Kecamatan Silih
Nara, Kabupaten Aceh Tengah, seluas  8.463 M2. Adapun ahli waris yang
bersengketa tersebut ialah ialah:
1. Bantas Yani bin Muhammad Sejuk

(anak pertama/Tergugat).

2. Abdullah bin Muhammad Sejuk (anak kedua/Penggugat I).
3. Arifin bin Muhammad Sejuk (anak ketiga/Penggugat II).
Permasalahan sengketa waris ini bermula ketika salah satu ahli waris yang
bernama Abdullah bin Muhammad Sejuk (anak kedua/Penggugat I) berinisiatif untuk
melakukan pendaftaran hak milik atas tanah orang tuanya(Rafiah Inen Mustafa),
kepada pihak Badan Pertanahan Nasional, mengingat tanah tersebut belum memiliki
sertipikat tanah sebagai landasan legalitas kepemilikan yang kuat.

Terkait nama yang akan dicantumkan sebagai pemilik sertipikat hak milik atas
tanah tersebut, setelah musyawarah antara ahli waris dan meminta izin kepada
pewaris, pihak pemohon (penggugat II), meminta kepada pihak BPN agar sertifikat

Universitas Sumatera Utara

8

yang diterbitkan/didaftarkan dibuat atas nama Bantas Yani bin Muhammad Sejuk
(anak pertama/Tergugat).
Setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan pihak BPN, baik itu
syarat data fisik dan data yuridis serta tahapan-tahapan proses penerbitan, pihak BPN
kemudian menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah dengan Sertipikat Hak Milik
Nomor 98 Tahun 1994 atas nama Bantas Yani terhadap sawah yang terletak di
Simpang Kemili, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, seluas  8.463 M2.
Meskipun pada dasarnya tanah tersebut belum dibagi dikarenakan pewaris
masih hidup, para ahli waris telah memberikan kepercayaan kepada tergugat bahwa
jika kemudian hari Rafiah Inen Mustafa meninggal dunia, pihak tergugat selaku anak
pertama akan membagi harta warisan berupa tanah tersebut sesuai dengan porsinya
masing-masing.

Sehubungan dengan hal tersebut, permasalahan pun muncul ketika Rafiah
Inen Mustafa meninggal dunia (1996). Bila merujuk pada salah satu asas dalam
hukum kewarisan Islam yakni asas Ijbari artinya kalau sudah terbukti seorang pewaris
meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris dan harta warisan, maka harta
warisannya harus segera dibagi kepada ahli warisnya menurut hak dan bagiannya
masing setelah ditunaikan hutang-hutang dan wasiatnya.
Pada saat itu penggugat II kemudian menyerahkan sertifikat tanah warisan
tersebut kepada tergugat, agar tanah itu dapat dibagi kepada ahli waris sesuai dengan
bagiannya masing masing. Namun, tergugat justru tak melaksanakan pembagaian

Universitas Sumatera Utara

9

warisan dengan alasan tergugat mengklaim tanah tersebut adalah miliknya yang
diperoleh ketika ayahnya Almarhum Muhammad Sejuk masih hidup dan bukan
termasuk bagian tanah warisan dari Rafiah Inen Mustafa yang harus dibagi. Selain
itu, nama kepemilikan yang tercantum dalam sertifikat hak atas tanah tersebut ialah
atas nama tergugat bukan pewaris, sehingga menjadi alasan dasar bagi tergugat untuk
tetap bersikukuh menguasai dan menyatakan hak milik sepenuhnya atas tanah yang
digugat.
Proses penyelesaian sengketa waris baik ditingkat keluarga. desa hingga
kepolisian telah diupayakan semaksimal mungkin antara para ahli waris, akan tetapi
gagal, ahli waris kemudian mengambil jalan terakhir dan dianggap dapat memperoleh
keadilan secara hukum dengan mengajukan gugatan kepada tergugat melalui
pengadilan Mahkamah Syar’iyah Takengon.
Terkait dengan gugatan, ada beberapa pokok gugatan yang diajukan oleh
penggugat kepada pengadilan, yakni; Penetapan status tanah, Penetapan ahli waris
dan bagian warisan serta Menyatakan dan memerintahkan kepada turut Tergugat
untuk memecah Sertipikat No.98 tahun 1994 atas nama Bantas Yani kepada
Penggugat I dan Penggugat II.
Berdasarkan gugatan tersebut, diperoleh keterangan-keterangan di dalam
persidangan, terungkap bahwa, benar objek warisan gugatan oleh penggugat adalah
milik sempurna Almarhumah Rafiah Inen Mustafa dan belum difaraidhkan kepada
ahli waris. Mengenai pihak-pihak yang menjadi ahli waris dan berhak atas tanah
warisan tersebut ialah anak kandungnya sendiri yakni; Bantas Yani (dahulu namanya

Universitas Sumatera Utara

10

Mustafa)/Tergugat, Abdullah (penggugat I) dan Arifin (Penggugat II) dan ketiganya
tidak dipersalahakan karena ketiganya saling mewarisi antara pewaris dan ahli waris.
Selanjutnya berdasarkan keterangan dan alat alat bukti yang telah diperoleh di
Persidangan tersebut, maka pada amar putusannya Mahkamah Syar’iyah pun
mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan; Menetapkan harta warisan yang
disengketakan ialah benar harta (tirkah) milik Rafiah Inen Mustafa yang belum
dibagi, kemudian hakim menetapkan bagian masing-masing ahli waris sesuai
porsinya, serta menyatakan Sertifikat Hak Milik No. 98 Tahun 1994 yang dikeluarkan
oleh Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Aceh Tengah tanggal 14 Mai
1994 atas nama Bantasyani/Tergugat adalah cacat hukum tidak mempunyai kekuatan
hukum.
Bertitik tolak dari uraian tersebut di atas, maka menarik untuk diteliti
mengenai “Kedudukan sertipikat hak milik atas tanah yang terdaftar atas nama
seorang ahli waris”(Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220/Pdt.G/2015/MSTkn)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan dalam latar belakang diatas maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana kekuatan sertipikat sebagai alat pembuktian hak atas tanah yang
terdaftar atas nama seorang ahli waris ?

Universitas Sumatera Utara

11

2. Bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam putusan mahkamah syar’iyah
Nomor : 0220/Pdt.G/2015/MS-Tkn telah memenuhi keadilan kepada ahli
waris?
3. Bagaimana solusi hukum atas penyelesaian harta warisan dan adanya salah
satu ahli waris yang menghambat terlaksanannya pembagian warisan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui kekuatan sertipikat sebagai alat pembuktian hak atas tanah
yang terdaftar atas nama seorang ahli waris.
2. Untuk mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam putusan mahkamah
syar’iyah Nomor : 0220/Pdt.G/2015/MS-Tkn telah memenuhi keadilan kepada
ahli waris.
3. Untuk mengetahui solusi hukum atas penyelesaian harta warisan dan adanya
salah satu ahli waris yang menghambat terlaksanannya pembagian warisan.
D. Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Secara

teoritis,diharapkan

penelitian

ini

dapat

menambah

bahan

pustaka/literatur dan juga sebagai masukan ilmu pengetahuan, khususnya

Universitas Sumatera Utara

12

mengenai kedudukan sertifikat hak milik atas tanah warisan yang belum
dibagi namun disertifikatkan kepada seorang ahli waris.
2. Secara praktis, diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan masyarakat
dan memberikan pemahaman hukum tentang akibat hukum sertifikat hak
milik atas tanah warisan yang belum dibagi.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi pemeriksaan yang ada dan sepanjang penelusuran
kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatra Utara, khususnya di
lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum, belum ada penelitan
sebelumnya yang berjudul“kedudukan sertifikat hak milik atas tanah yang terdaftar
atas nama seorang ahli waris” (Studi Putusan Nomor 0220/Pdt.G/2015/MS-Tkn)”
Akan tetapi ada penelitian yang menyangkut tentang pewarisan antara lain
penelitian yang dilakukan oleh:
1. Elyanju Sihombing, NIM; 002111034 dengan judul “Pendaftaran Peralihan

Hak Milik Atas Tanah Karena Pewarisan Menurut PP No.24 Tahun
1997(Penelitian di Kota P. Siantar)”.
Rumusan masalah;
a.

Bagaimana pelaksanan peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan
menurut PP No.24 Tahun 1997 di Kota P. Siantar ?

b. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan pemegang hak milik atas tanah
karena pewarisan belum mendaftarkan peralihan haknya?

Universitas Sumatera Utara

13

c.

Apa upaya yang dilakukan dalam mengatasi peralihan hak milik atas
tanah karena pewarisan menurut PP No.24 Tahun 1997?

2. Husni Adam, NIM 047011031, dengan judul ‘Perlindungan hukum yang

diberikan oleh peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah kepada pemegang sertifikat hak atas tanah (studi kasus di
kantor pertanahan kota Medan ’.
Rumusan masalah;
a.

Bagaimana prosedur pendaftaran tanah setelah

diberlakukannya

peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997?
b.

Sejauh mana kepastian hukum sertifikat hak milik atas tanah melindungi
pemegangnya sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997?

c.

Sejauh mana perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak
milik atas tanah bedasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
tentang pendaftaran tanah yang dilakukan di kota medan?

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Dalam penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori

adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu.10
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis
mengenai suatu kasus atau permasalahan (Problem) yang menjadi bahan

10

Soejono Soekarto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:Universitas Indonesia Press,
1986), Halaman 112.

Universitas Sumatera Utara

14

perbandingan teoritis, sedangkan suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan
cara-cara bagaimana mengorganisasi dan mengintrepetasi hasil-hasil penelitian dan
menhubungkan dengan hasil terdahulu.11
Selain itu, menurut M. Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus atau pun
permasalahan yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan.12
Adapun teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
a.

Teori Keadilan
Teori keadilan. Adil, atau dalam bahasa arab biasa disebut Al-Adhlu,

merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh manusia dalam rangka
menegakan kebenaran kepada siapapun tanpa terkecuali, walaupun akan merugikan
dirinya sendiri.13
Secara etimologis, Al-Adhlu bearti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau
menyamakan sesuatu dengan yang lain (Al-Musawah). Istilah lain dari Al-Aldl adalah
Al-Qisth, Al- Mitsl (sama bagian, atau semisal).14
Secara terminologi, Al-Adhlu (adil) bearti “mempersamakan sesuatu dengan
yang lain, baik dari segi nilai, maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi
tidak berat sebelah, dan menjadi tidak berbeda antara satu dengan yang lain.15

11

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta;Bhineka Cipta,1996), Hal: 19.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Medan:Sofmedia, 2012), hal: 80.
13
Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam Dalam Fiqh dan Ushul Fiiqh, Cetakan Kedua,
(Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2015), Halaman. 95
14
Ibid.
15
Raghib Al-Isfahani, Mufradaat Afadzil Qur’an (Beirut : Daar Al-Ma’rifaah, 2005),
halaman 168.
12

Universitas Sumatera Utara

15

Berlaku adil sangat terkait berkaitan dengan hak dan kewajiban. Hak yang
dimiliki oleh seseorang, termasuk hak asasi harus diperlakukan secara adil. Hak dan
kewajiban terkait pula dengan amanah sementara amanah wajib diberikan kepada
yang berhak menerimanya. Oleh karena itu, hukum berdasarkan amanah harus
ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negatif
lainnya.(Qur’an Surat An-nisa’ : 58, dan.Qur’an Surat. Al-Ma’idah : 8).
Selain itu, teori keadilan yang dikemukan oleh Aristoteles, keadilan akan
terjadi apabila kepada seseorang diberikan apa yang menjadi miliknya. Seseorang
dikatakan berlaku tidak adil apabila orang itu mengambil lebih dari bagian yang
semestinya. Orang yang tidak menghiraukan hukum juga adalah orang yang tidak
adil, karena semua hal yang didasarkan kepada hukum dapat dianggap sebagai adil.
Jadi, keadilan adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan
apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar
hukum.16
Hal tersebut berarti, konsep keadilan diperlukan pada saat pengambilan
keputusan setelah lahir sengketa. Dalam hal ini, keadilan berarti merupakan suatu
hasil yang diperoleh melalui suatu putusan. Putusan yang dihasilkan tentulah
bersumber pada kaidah normatif hukum. Rumusan ini menjadi jelas apabila melihat
putusan pengadilan yang selalu berkepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

16

Dardji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
Filsafat Hukum Indonesia , Cetakan kelima, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Jakarta,2004), hal
167.

Universitas Sumatera Utara

16

Yang Maha Esa. Isi putusannya merupakan penerapan asas-asas hukum yang
dikaitkan dengan perkara yang diselesaikannya.17
Dalam pandangan Thomas Aquinas, suatu hukum disebut adil jika hukum
tersebut dapat berfungsi efektif dalam menjamin atau melindungi hak-hak subyek
yang diaturnya, termasuk yang diatur dalam hukum positif. Keadilan merupakan
“Kehendak yang kekal di antara satu orang dan sesamanya untuk memberikan segala
sesuatu yang menjadi haknya”. Definisi ini memberikan gambaran hubungan antara
“hak dan keadilan” hak yang dimiliki setiap manusia.18
Pada konteks hukum islam, mengenai perkara untuk belaku adil, telah
diterangkan dalam Al-Qur’an Surah An-Nahl ayat 90 yang artinya”sesungguhnya
Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat baiklah”. Dua puluh delapan kali kata
dalam Al-Qur’an, tidak satu pun yang dinisbahkan kepada Allah menjadi sifatnya. Ini
menunjukan keadilan Allah tidak mampu dan tidak boleh dinilai oleh manusia
sebagai pegangan dapat dikatakan bahwa definisi adil tidak keluar dari 4 (empat)
arti:19
1. Adil dalam arti sama, artinya tidak membedakan antara satu dengan yang
lainnya dimana Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ayat 58
yang artinya”Apabila kamu memutuskan perkara di antara manusia, maka

17

Adrian Sutedi, Loc. Cit, hal 25.
E. Sumaryono, Etika Hukum Relevansi Teori Hukum Kodrat Thomas Aquinas, Cetakan
kelima , (Yogyakarta : Kanisius, 2002), hal 255.
19
Hasballah Thaib dan Zamakhsyari Hasballah, Tafsir Tematik Al-Qur’an II,(medan: Pustaka
Bangsa, 2007), hal. 242-249.
18

Universitas Sumatera Utara

17

hendaklah memutuskannnya dengan adil. Ayat ini member petunjuk hakim
untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa dalam posisi yang sama.
2. Adil artinya seimbang dalam arti proposional, dimana keadilan yang kedua ini
biasanya diperlukan pada hukum waris islam. Firman Allah megenai keadilan
dalam arti proposional terdapat dalam Al-Qur’an Surah Infithar ayat 6-7.
3. Adil dalam arti hak-hak individu, artinya setiap orang memiliki haknya
masing-masing atau disebut juga menempatkan sesuatu pada tempatnya. Hal
ini dapat dianalogikan sama dengan seseorang menempatkan seseorang pada
jabatan yang tepat. Hadist riwayat Muslim berbunyi yang artinya”apabila
diserahkan suatu urusan bukan pada ahlinya (yang profesional) tunggulah
kehancuran”.
4. Keadilan Allah yang keempat adalah keadilan Allah yang tidak mampu akal
manusia untuk memahaminnya. Keadilan Allah pada hakikatnya merupakan
rahmat dan kebaikannya. Firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Fussilat
ayat 46 yang artinya “dan manusia, tuhanmu tidak berlaku aniaya kepada
hamba hambanya. Persyaratan adil sangat menentukan besar atau tidaknya
dan sah atau batalnya suatu pelaksanaan hukum.
Setiap pelaku pelanggaran dari suatu hak atas tanah sebagai hak dapat
diberikan keleluasaan untuk menuntutnya terhadap para pelanggar melalui pengadilan
agar hak-haknya diberikan dengan menuntut penghukuman pelanggar dari haknya
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dipersenjatai dengan putusan hakim, dan
selanjutnya dapat menugaskan juru sita untuk melaksanakan suatu putusan hakim

Universitas Sumatera Utara

18

tersebut berdasarkan Undang- Undang. Dengan putusan hakim yang berisikan
penghukuman tentunya diperoleh kepastian hukum antara pihak-pihak yang
bersengketa harus selalu diberikan putusan yang adil.20
Pengadilan adalah jalan terakhir untuk meminta hak milik atas tanah guna
dikembalikan kepada pemilik tanah yang sebenarnya dan pengadilan memiliki
peranan untuk mewujudkan keadilan, maka penelitian ini tentu diperlukan adanya
teori keadilan.
Untuk itulah dalam menyelesaikan segala permasalahan hukum termasuk
sengketa tanah waris, peran pengadilan sangat penting untuk memberikan rasa adil
bagi para pihak yang berperkara
b. Teori Kepastian Hukum
Teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum,
Menurut Soerjono Soekanto :
“Bagi kepastian hukum

yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan

peraturan itu sebagaimana yang di tentukan. Apakah peraturan itu harus adil
dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan
kepastian hukum. Dengan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, siapa
pun yang berkepentingan akan mudah mengetahui kemungkinan apa yang
tersedia

baginya

untuk

menguasai

dan

menggunakan

tanah

yang

20

J.P.H. suijling, Hak-Hak Subjektif dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik, (Bandung :
Armico, 1985), hal 13.

Universitas Sumatera Utara

19

diperlukannya, bagaimana cara memperolehnya, hak-hak,kewajiban serta
larangan-larangan apa yang ada di dalam”.21
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang
didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung
melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut
pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan.
Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin
terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan
sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum
dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk
mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.22
Jika dikaitkan teori kepastian hukum ini bahwa Kedudukan Sertifikat Hak
Milik Atas Tanah Warisan yang Belum Dibagi kepada Ahli Waris harus sesuai
dengan ketentuan yang telah diatur didalam Al-qur’an dah hadist serta kompilasi
hukum islam, selain itu mengenai sertifikat hak milik atas tanah seyogyanya sesuai
dengan ketentuan dari Undang-Undang pokok Keagrariaan dan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran Tanah dimana dalam penelitian tesis ini
objek perkara ialah mengenai tanah warisan, sehingga dalam hal ini menimbulkan

21

Soerjono Soekanto, SuatuTinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-Masalah
Sosial,(Bandung : Alumni, 1982), hal. 21.
22
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta :
Toko Gunung Agung, 2002), hal.82-83.

Universitas Sumatera Utara

20

sengketa tanah waris khususnya mengenai pembagian waris dan hak milik atas tanah
waris yang belum dibagi
2.

Kerangka Konsepsi
Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep yang

merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan
di uraikan dalam karya ilmiah.23Menurut Burhan Ashofa, suatu konsep merupakan
abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari
jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu.24
Pemakaian konsep terhadap istilah terutama dalam judul penelitian bukanlah
untuk keperluan, mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga
tidak menimbulkan salah tafsir tetapi juga demi menuntut penenliti sendiri didalam
menangani proses penelitian dimaksud.25 Oleh karena itu, didalam penelitian ini,
didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar dalam pelaksanaanya diperoleh
hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan yaitu:
a. Waris adalah harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang
meninggal untuk dibagikan kepada yang berhak menerimannya.26
b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya dinyatakan meninggal
berdasarkan keputusan pengadilan (agama), beragama islam, meninggalkan
ahl waris dan harta peninggalan.27
23

Zinuddin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 96.
Burhan Ashshofa, Loc.Cit. hal 19.
25
Sanafiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosisal,(Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada,
1999), hal. 107-108.
26
M. Muklis Lubis, Ilmu Pembagian Waris, (medan:Pesantreen Al-Manar, 2011), hal.1.
24

Universitas Sumatera Utara

21

c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia(pewaris) mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam
dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.28
d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang
berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.29
e. Harta warisan adalah sejumlah harta milik orang meninggal dunia (pewaris)
setelah diambil sebagian hartaya tersebut untuk biaya biaya perawatan jika ia
menderita sakit sebelum meninggalnya penyelenggaraan jenazah, penuaian
wasiat harta jika ia berwasiat, pelunasaan segala utang-utang jika ia berutang
kepada orang lain sejumlah harta.30
f. Mahkamah syar’iyah adalah salah satu pengadilan khusus yang berdasarkan
syari’at Islam di Provinsi Aceh sebagai pengembanga dari pengadilan Agama.
Mahkamah Syar’iyah terdiri dari mahkamah Syar’iyah Provinsi dan
Mahkamah Syar’iyah (tingkat kabupaten dan kota). Kekuasaan dan wewenang
mahkamah Syar’iyah adalah kekuasaan dan kewenangan pengadilan agama
dan pengadilan tinggi agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan
lain yang berkaitan dengan syariat Islam yang ditetapkan didalam qanun.

27

Ibid
Ibid
29
Lihat pasal 171huruf d kompiasi hukum islam
30
A. Sukis Samardi, Transendensi Keadilan Hukum Waris Islam Traspormatif, (Jakarta:PT.
Raja Grafindo Persada, 1997), halaman.33.
28

Universitas Sumatera Utara

22

g. Tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak
atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi, yang
berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.31
h. Pengertian sertipikat menurut UUPA Pasal 19 ayat (2) adalah surat tanda
bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Sertifikat sebagai surat bukti tanda hak, diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan, sesuai dengan data fisik yang ada
dalam surat ukur dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. 32
Sertipikat, menurut Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun
1961, terdiri atas salinan buku tanah yang memuat data yuridis dan surat
ukur yang memuat fisik hak yang bersangkutan, yang dijilid menjadi satu
dalam suatu sampul dokumen. Pengertian sertifikat menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, adalah satu lembar dokumen sebagai
surat tanda bukti hak yang memuat data fisik dan data yuridis obyek yang
didaftar untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik
atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing
dibukukan dalam buku tanah.
i.

Pengertian hak milik menurut Pasal 20 UUPA ialah hak turun temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.

31

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya , Jilid i, (Jakarta:Djambatan, 2008), halaman 18
32
Boedi Harsono,Op.Cit.,halaman 500.

Universitas Sumatera Utara

23

j.

Pengertian pembatalan hak atas tanah tercantum didalam Pasal 24 ayat (2)
Peraturan Menteri Agraria /KBPN Nomor 11 tahun 2016, yaitu:
“merupakan pembatalan terhadap hak atas tanah, tanda bukti hak dan
daftar umum lainnya yang berkaitan dengan hak tersebut.

G. Metode Penelitian
Secara Etimologi metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau
mengerjakan sesuatu, metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya
“jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal
menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.33
Penelitian

hukum

atau

suatu

kegiatan

ilmiah

didasarkan

pada

metode,sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu
atau segala hukum dengan jalan menganalisanya.

34

Metodelogi yang dimaksud

berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis, berdasarkan suatu sistem
dan konsisten berarti tidak bertentangan dengan suatu kerangka tertentu. 35
Melalui suatu penelitian terhadap data yang didapat dari suatu penelitian dapat
digunakan untuk memecah, memahami dan mengantisipasi permasalahan. Adapun
maksud dari memahami di sini yaitu memperjelas informasi atau masalah yang
sebelumnya tidak diketahui dan kemudian menjadi tahu. Sedangkan memecahkan

33

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum , (Bandung :Mandar maju, 2008),
halaman 13.
34
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta:Raja Grafindo,
Persada, 2001), Hal 42.
35
Roni Hanitijo, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988),
Hal. 105.

Universitas Sumatera Utara

24

maksudnya meminimalkan atau menghilangan masalah sementara mengantisipasi
adalah agar tidak terjadi lagi masalah.
Suatu penelitian ilmiah, harus melalui rangkaian kegiatan penelitian yang
dimulai dari pengumpulan dat asampai pada analisis data dilakukan dengan
memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah sebagai berikut :
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yakni suatu

penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder
seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum, pendapat para sarjana hukum
terkemuka,36dan putusan pengadilan.
Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif dapat disebut juga
penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal dikonsepkan sebagai apa
yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan (law in the books) atau hukum
yang dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku
manusia dianggap pantas.37
Menurut Johnny Ibrahim, “oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah
tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan (statue approach). Pendekatan tersebut melakukan pengkajian
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian.

36
37

Tampil Anshari Siregar, Metode Penelitan Hukum, (Medan : Medan Grafika, 2004), hal.15.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji,Loc.Cit, hal.1.

Universitas Sumatera Utara

25

Selain itu juga dilakukan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas analisis
ilmiah yang diperlukan dalam penelitian normatif”.38
Sumber data pada penelitian ini berupa bahan hukum yang diperoleh dari
studi kepustakaan (library research), peraturan perundang-undangan, buku-buku,
jurnal-jurnal hukum, dan ensiklopedia yang diuraikan dan dihubungkan sedemikian
rupa sehingga disajikan dalam penulisan yang sistematis. Yuridis normatif atau
penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis dalam buku maupun hukum
yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan.39
Dalam penelitian ini menganalisa mengenai Putusan Mahkamah Syar’iyah.
Pendekatannya bersifat studi kasus (case approach) yaitu suatu studi terhadap kasus
tertentu dari berbagai aspek hukum, dalam hal ini dilihat dari hukum islam, agrarian
dan hukum adat. 40
2.

Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

melalui studi dokumen-dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan
kepustakaan, diantaranya adalah :
a.

Bahan hukum primer, yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang.41Dalam tulisan ini diantaranya Undang-Undang

38

Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Bayumedia,
2007), hal.295.
39
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, ( Makalah
Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003), hal.1.
40
Peter Mahmud Marzuki, Pemilik Hukum (Jakarta : Kencana Pranada Media, 2010 ) hal. 134.
41
Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty,
1991), hal.19.

Universitas Sumatera Utara

26

Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang pendaftaran Tanah, Kompilasi Hukum Islam, hukum adat dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
b.

Bahan hukum sekunder,42 yaitu bahan-bahan yang berkaitan dengan bahan
hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami dari bahan
hukum primer, misalnya buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan, tulisan
para ahli, makalah, hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya yang
relevan dengan peneltian ini.

c.

Bahan hukum tersier,43yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kamus hukum, kamus bahasa

Indonesia, ensiklopedia hukum, situs di internet yang berkaitan dengan objek
penelitian.
Selain data sekunder sebagi sumber data utama, dalam penelitian ini juga
digunakan data primer sebagai data pendukung yang diperoleh dari wawancara
dengan pihak-pihak yang telah ditentukan sebagai informan atau narasumber.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, pengumpulan data yang dilakukan

melalui studi kepustakaan (library research), studi kepustakaan ini dilakukan untuk

42
43

Ibid, hal.19.
Soerjono Sukanto dan Sri Mamuji, Loc.Cit.

Universitas Sumatera Utara

27

mendapatkan atau mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil
pemikiran lainnya yang berkaitan erat dengan permasalahan penelitian.
4.

Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data yang

dipergunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengadakan :
a.

Studi dokumen yaitu dengan melakukan inventarisasi dan sistemasi literatur yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini.

b.

Pedoman Wawancara, hasil wawancara yang diperoleh akan digunakan sebagai
data penunjang dalam penelitian. Data tersebut diperoleh dari pihak-pihak yang
telah ditentukan sebagai informan atau narasumber dari pihak yang terkait
sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai data pendukung dalam
penelitian tesis ini.

5.

Analisa Data
Analisa data sangat diperlukan dalam suatu penelitian, hal ini berguna untuk

memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.Analisis data dalam
penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif.Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks.Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman).44

44

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodologis
Kearah Penguasaan Modal Aplikasi, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2003), hal.53.

Universitas Sumatera Utara

28

Selanjutnya, data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
(library research) dan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan (field
research) kemudian disusun secara berurutan dan sistematis.Kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode kualitatif sehingga diperoleh gambaran secara
menyeluruh tentang gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah analisis yuridis
megenai kedudukan sertifikat hak milik atas tanah dengan nama seorang ahli waris.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Hak – Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah Berdasarkan Ketentuan Pmna/Kepala Bpn Nomor 5 Tahun 1999 Dikaitkan Dengan Putusan Mk Nomor 35/Puu-X/2012

7 185 136

Tinjauan Hukum Kekuatan Sertifikat Hak Milik Diatas Tanah Yang Dikuasai Pihak Lain (Studi Kasus Atas Putusan Perkara Pengadilan Tata Usaha Negara Medan NO.39/G.TUN/2006/PTUN.MDN)

4 67 127

Analisis Hukum Terjadinya Pengalihan Hak Atas Tanah Atas Dasar Penguasaan Fisik (Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No.475//Pk/Pdt.2010).

5 41 132

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Hak Kepemilikan Dan Penguasaan Atas Tanah Di Wilayah Pulau Batam (Studi : Di Pulau Sekikir Dan Pulau Bulat)

6 75 160

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN)

0 0 16

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN)

0 0 2

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN)

0 0 54

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN) Chapter III V

0 2 64

Kedudukan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah yang Terdaftar Atas Nama Seorang Ahliwaris (Putusan Mahkamah Syar’iyah Nomor : 0220 PDT.G 2015 MS-TKN)

0 1 4