PENGARUH SUHU KALSINASI PADA SIFAT KEMAGNETAN MATERIAL BESI OKSIDA HASIL ELEKTROLISIS | Patimah | Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia 9389 21129 1 PB
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No 3, Desember 2016
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/jkpk
halaman 149-156
ISSN 2503-4146
ISSN 2503-4154 (online)
PENGARUH SUHU KALSINASI PADA SIFAT KEMAGNETAN
MATERIAL BESI OKSIDA HASIL ELEKTROLISIS
Patimah1 dan Teguh Endah Saraswati1*
1
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 Indonesia
*Keperluan korespondensi, tel/fax : +62857-1910-8084, email : teguh@mipa.uns.ac.id
Received: 2 June 2016
Accepted: December 1, 2016 Online Published: December 30, 2016
ABSTRAK
Kajian pengaruh suhu kalsinasi terhadap sifat kemagnetan besi oksida hasil elektrolisi
telah dilakukan. Material besi oksida disintesis dengan metode elektrolisis menggunakan
elektroda besi dalam media elektrolit NaCl. Hasil elektrolisis tersebut kemudian dikalsinasi pada
variasi temperatur 250oC, 450oC, 650oC dan 850oC. Produk yang didapatkan dikarakterisasi
menggunakan X-ray diffraction (XRD) dan vibrating sample magnetometer (VSM). Pengujian
menggunakan XRD pada masing-masing variasi suhu pemanasan memunculkan puncakpuncak besi oksida dalam beberapa fasa. Pada suhu pemanasan 250oC dan 450oC
menunjukkan terbentuknya pencampuran fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa maghemit (γ-Fe2O3),
sedangkan pada suhu 650oC dan 850oC terbentuk fasa hematit (α -Fe2O3). Meningkatnya
temperatur kalsinasi mengakibatkan semakin melemahnya sifat kemagnetan material besi
oksida.
Kata kunci : besi oksida, elektrolisis, kalsinasi, kemagnetan, XRD, VSM
ABSTRAK
Study of calcination temperature effect on the magnetic properties of iron oxide
prepared by electrolysis was done. Iron oxide material synthesized by electrolysis method using
an iron electrode in NaCl as electrolite media. Results of electrolysis were calcined at various
temperatures 250 °C, 450°C, 650°C and 850 ° C. The products were characterized using X-ray
diffraction (XRD) and vibrating sample magnetometer (VSM). XRD resulted some peaks of iron
oxide in several phases at variation of heating temperature. At the heating temperature of 250
°C and 450 °C showed the formation of the mixing phase magnetite (Fe2O3) and maghemite
phase (γ- Fe2O3), hence at a temperature of 650 oC and form hematite phase (α -Fe2O3) at
850 °C. By increasing calcination temperature resulted in the weakening of the magnetic
properties of iron oxide material.
Keywords: iron oxide, electrolysis, calcination, magnetism, XRD, VSM
sains. Para ilmuan menggunakan bahan
PENDAHULUAN
alam sebagai material awal untuk penelitian.
Seiring perkembangan ilmu pe-nge-
Salah satu sifat material alam yaitu bersifat
tahuan dan teknologi terutama dalam bidang
149
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
150
magnetik, material ini sering dijumpai pada
klorida dan ion H+ [22]. Pada proses elek-
oksida-oksida seperti Fe2O3, Fe3O4, Fe, Co,
trolisis dapat mengurangi penggunaan asam
Ni dan lain-lain. Nano-partikel magnetik
karena proses elektrolisis akan mengha-
merupakan suatu material yang memiliki
silkan ion H+ dan ion Cl- berasal dari elek-
berbagai keunggulan, antara lain: bersifat
trolit NaCl yang juga dapat berperan seba-
superparamagnetik, kejenuhan magnet yang
gai HCl dan akan membantu mengoksidasi
tinggi, biokompatibel, stabil dan toksisitas
elektroda besi.
rendah [1,2]. Sifat ini dipengaruhi oleh uku-
Penelitian ini melaporkan sintesis
ran dan luas permukaan [3]. Nano-partikel
material magnetik dengan menggunakan
magnetik telah banyak dimanfaatkan dalam
metoda yang mudah, murah dan sederhana,
berbagai aplikasi seperti : pemisahan/ imo-
metode elektrokimia, dengan menggunakan
bilisasi enzim [4], sistem pengangkutan
elektroda paku besi sebagai katoda dan
obat-obatan (Drug Delivery System/ DDS)
anoda. Material yang dihasilkan kemudian
[5] pemurnian air dari limbah [6], agen pe-
dikalsinasi pada suhu 250oC, 450oC, 650oC
ngontras dalam Magnetic Resonance Ima-
dan 850oC.
ging (MRI) [7] dan diagnosa terapi kanker
Sebelumnya, Santi [23] melakukan
studi pengaruh temperatur terhadap ukuran
[8,9].
Diantara berbagai macam oksida,
kristal besi oksidasi yang disintesis dari
oksida besi merupakan material yang sa-
pasir besi dengan metode coprecipitation.
ngat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Ok-
Hasilnya menunjukkan peningkatan tem-
sida besi memiliki beberapa fasa yaitu
peratur pemanasan dari 500oC menjadi
berupa magnetit (Fe3O4), maghemit (γ-
700oC menyebabkan perubahan fasa mag-
Fe2O3) dan hematit (α-Fe2O3). Perbedaan
netit menjadi hematit.
suhu kalsinasi akan menghasilkan berbagai
Perubahan fasa ini diyakini akan
bentuk fasa oksida besi, dimana Fe3O4
merubah sifat kemagnetan material ter-
(suhu ruang), γ-Fe2O3 (kalsinasi
dan
sebut. Sejauh pengetahuan penulis, studi
oksida ini
terkait tentang perubahan suhu terhadap
bersifat ferimagnetik. Pemanfaatan nano-
sifat kemagnetan, belum secara mendalam
partikel bergantung pada sifat magnetik
dilakukan. Untuk itu, dalam artikel akan di-
[10,11].
kaji pengaruh perubahan suhu kalsinasi
α-Fe2O3 (kalsinasi
300-600oC),
200oC)
Banyak metode yang digunakan
material hasil elektrolisis besi terhadap sifat
untuk mempersiapkan nanopartikel mag-
kemagnetannya berdasar dari hasil karak-
netik besi oksida seperti mikro emulsi [12],
terisasi
dekom-posisi thermal [13], sintesis hydro-
(XRD) dan vibrating sample magnetometer
thermal [14], ball milling [15], sol gel [16, 17],
(VSM).
menggunakan
X-ray
diffraction
hidro-metalurgi [18] elektrolisis dan kopresipitasi [19,20]. Zang dan Nicol (2009)
[21] juga melakukan proses elektrolisis.
Pada elektrolisis terdapat pengaruh ion
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seperangkat alat elek-
151 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
trolisis; Spektrofotometer X-Ray Diffraction
gelas maupun plastik (Pyrex dan Duran).
(XRD) Shimadzu 6000; vibrating sample
Bahan-bahan yang digunakan meliputi paku
magnetometer (VSM); neraca analitik Sar-
besi; NaCl, AgNO3; akuades; dan kertas
torius BP 110 (maks : 110 gram; min : 0,001
Saring.Besi oksida diperoleh dari proses
gram); power supply (maks: 110 A; min: 10
elektrolisis menggunakan elektroda paku
A); penyaring Buchner; furnace/ hot plate;
besi untuk katoda dan anoda dan media
pengungkit; statif; klem; termometer (Futaba
elektrolit NaCl 0,031 M. Skematik proses
maks: 220oC min: 0oC); krus; dan peralatan
elektrolisis ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi proses elektrolisis paku besi untuk menghasilkan besi oksida
Proses elektrolisis dilakukan selama
menggunakan furnace dengan variasi suhu
2,5 jam dengan menggunakan arus berkisar
250oC, 450oC, 650oC, dan 850oC selama 2
antara 10 A. Hasil elektrolisis berupa serbuk
jam. Dari hasil tersebut dilakukan pengujian
besi yang masih mengandung ion
Cl-
yang
untuk mengetahui perubahan kristanilitas,
berasal dari sisa media elektrolit. Untuk
dan sifat kemagnetan dari besi oksida
menghilangkan ion Cl- dilakukan pencucian
dengan menggunakan XRD dan VSM.
dengan menggunakan akuades sampai ion
Cl- hilang yang diuji dengan larutan AgNO3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sedikit filtrat kemudian ditetesi dengan
Dilakukan proses elektrolisis untuk
larutan AgNO3. Jika tidak terdapat endapan
mendapatkan besi oksida dalam ukuran
pada filtrat menunjukkan tidak ada ion Cl-
nano. Pada proses elektrolisis terdapat
pada hasil elektrolisis.
gelembung-gelembung pada anoda yang
Setelah hasil elektrolisis bebas ion
menandakan adanya gas Cl2 dan warna
Cl-, kemudian hasil elektrolisis dikalsinasi
larutan elektrolisis yang semula bening ber-
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
ubah
menjadi
ter-
warna akan menjadi coklat gelap. Hal ini
larutan
menunjukkan adanya korosi pada paku.
elektrolit. Reaksi yang terjadi saat elektro-
NaCl yang tidak bereaksi akan dihilangkan
lisis adalah sebagai berikut:
dengan pencuci-an menggunakan aquades.
bentuknya
coklat
besi
menunjukkan
152
oksida
pada
Diharapkan dengan pencucian ion Na+ dan
Cl- tersebut akan ikut terbuang bersama air.
Untuk mengetahui hilangnya ion tersebut
dilakukan pengujian dengan AgNO3 jika
tidak ada endapan putih pada filtrat setelah
ditambah
AgNO3
berarti
larutan
sudah
bebas dari ion Cl-. Dari proses elektrolisis ini
mendapatkan endapan besi oksida yang
Selama proses elektolisis, terjadi
perubahan warna pada larutan elektrolit
yang semula berwarna bening lama kelamaan menjadi coklat dan semakin lama
berwarna coklat tua. Pengambilan padatan
besi oksida dengan cara filtrasi. Padatan
besi oksida kemudian dikeringkan pada
suhu ruang.
Gambar 2. Difraktogram JCPDS No. 89-0597 α- Fe2O3, JCPDS No. 89-0691 Fe3O4,
JCPDS No. 39-1346 γ-Fe2O3. Gambar XRD besi oksida a.kalsinasi 250oC,
b.kalsinasi 450oC, c.kalsinasi 650oC dan d.kalsinasi 850oC.
Hasil dari elektolisis dikalsinasi de-
suatu kistalin sehingga akan diketahui fasa,
ngan menggunakan furnace. Tujuan dari
dan struktur. Berdasarkan hasil pola difraksi
kalsinasi untuk mengetahui pengaruh tem-
sinar X pada gambar kemudian dilakukan
peratur terhadap sifat kimia besi oksida. Kal-
analisa secara kualitatif dengan identifikasi
sinasi dilakukan pada variasi temperatur
fasa yang didasarkan pada pencocokan
250°C, 450°C, 650°C dan 850°C. Dengan
data posisi-posisi puncak diraksi yang ter-
adanya pemanasan akan mengubah Kris-
ukur dengan basis data (database). Pen-
tanilitas dan sifat kemagnetan
carian posisi puncak dan pencocokan pada
dari besi
fasa basis data dilakukan dengan langkah
oksida.
Dilakukan pengujian XRD untuk
mengetahui
susunan
atom-atom
dalam
mencari dan mencocokan (searchmatch).
Pada gambar dapat dilihat pola difraksi
153 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
sinar-X dari besi oksida dan dicocokkan
itu puncak difraksi yang muncul dari sampel
dengan data standart JCPDS 89-0597 untuk
juga merupakan puncak-puncak dari ɤ-
fasa α -Fe2O3 , data standart JCPDS 39-
Fe2O3 dimana ke-samaan puncak berada
1346 untuk fasa ɤ-Fe2O3 dan data standat
pada sudut 2θ sebagai berikut 30,3585°;
jcpds 89-0691 untuk fasa Fe3O4.
35,7475°; 43,4461°; 53,882°; 57,4747° dan
pola
63,0348° yang berturut – turut sesuai hkl
difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
(220) 30,265°; hkl (311) 35,659°; hkl (400)
pada suhu 250°C. Berdasarkan identifikasi
43,320°;
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
57,321°mdan hkl (440) 62,981°. Sesuai
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa
dengan JCPDS menunjukkan bahwa difraksi
fe3O4 sebagai berikut 30,5296° ; 35,9186° ;
yang dihasilkan dari besi oksida 250°C
43,6172°; 53,9676°; 57,5602° dan 63;2059°
merupakan Fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa
yang berturut – turut sesuai hkl (220)
maghemit (γ-Fe2O3).
Gambar
30,112°;
hkl
2a
(311)
menunjukkan
35,469°;
hkl
hkl
(422)
Gambar
(400)
2c
53,779°;
hkl
menunjukkan
(511)
pola
43,107°; hkl (422) 53,478° dan hkl (511)
difraksi sinar-X besi oksidal yang dikalsinasi
57,0 08°. Selain itu puncak difraksi yang
pada suhu 650°C Berdasarkan identifikasi
muncul
merupakan
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
puncak-puncak dari ɤ-Fe2O3 dimana ke-
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa α -
samaan puncak berada pada sudut 2θ
Fe2O3 sebagi berikut
sebagai
35,7475°; 40,9655°; 49,5195°; 54,1386°;
dari
sampel
berikut
juga
30,5296°;
35,9186°;
24,1996°; 33,2669°;
43,6172°; 53,9676°; 57,5602° dan 63,2059°
57,6458°;
yang berturut – turut sesuai hkl (220)
berturut-turut
sesuai
dengan
hkl
(012)
30,265°;
(400)
24,126°;
hkl
(104)
33,118°;
hkl
(110)
43,320°; hkl (422) 53,779°; hkl (511) 57,321°
35,605°;
hkl
(113)
40,824°;
hkl
(024)
dan hkl (440) 62,981°. Sesuai dengan
49,413°;
hkl
(116)
54,003°;
hkl
018)
JCPDS menunjukkan bahwa difraksi yang
57,6458°; hkl (214) 62,436° dan hkl (300)
dihasilkan
63,950°. Dapat dilihat pada gambar bahwa
hkl
(311)
dari
35,659°;
besi
hkl
oksida
250°C
62,436°
merupakan Fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa
puncak-puncak
maghemit (γ-Fe2O3).
hilang
Gambar
2b
menunjukkan
dan
dan
magnetit
hanya
ada
64,0613°
dan
yang
maghemit
puncak-puncak
pola
hematit, hal ini dikarenakan pada tempe-
difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
ratur 650°C magnetit dan maghemit ter-
pada suhu 450°C. Berdasarkan identifikasi
oksidasi seluruhnya menjadi hematit. Hasil
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
yang didapat merupakan fasa hematit [10].
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa
Gambar 2d menunjukkan pola dif-
fe3O4 sebagai berikut 30,3585°; 35,7475°;
raksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
43,4461°; 53,882°; 57,4747° dan 63,0348°
pada suhu 850°C. Hasil yang diperoleh telah
yang berturut–turut sesuai hkl (220) 30,112°;
dicocokkan pada data standart JCPDS 89-
hkl (311) 35,469°; hkl (400) 43,107°; hkl
0597 untuk fasa α-Fe2O3. Ber-dasarkan
(422) 53,478° dan hkl (511) 57,0 08°. Selain
identifikasi dari pencocokan data, diperoleh
154
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk
anisotropik bahan. Sifat kemagnetan dari
fasa α-Fe2O3 sebagai berikut
24,1996°;
besi oksida diukur dengan VSM sehingga
33,2669°;
49,5195°;
diketahui besaran medan magnetisasi rema-
54,1386°; 57,6458°; 62,5216° dan 64,0613°
nen M, yaitu magnetisasi yang tersisa ketika
yang berturut-turut sesuai dengan hkl (012)
medan luar H ditiadakan dan medan koer-
24,126°;
hkl
(104)
33,118°;
hkl
(110)
sivitas Hc, yaitu besarnya medan yang dibu-
35,605°;
hkl
(113)
40,824°;
hkl
(024)
tuhkan sama dengan nol (medan demag-
49,413°;
hkl
(116)
54,003°;
hkl
018)
netisasi) yang dapat dilihat pada gambar 3
35,662°;
40,9655°;
57,6458°; hkl (214) 62,436° dan hkl (300)
kurva hysteresis besi oksida.
63,950°. Dapat dilihat pada gambar bahwa
pada temperatur 850°C merupakan fasa
Tabel 2. Hasil Analisa VSM berdasarkan
hematite. Terjadi peningkatan kuantitas fasa
hematit seiring naiknya suhu oksidasi yang
terlihat jelas pada hasil difraksi sinar-X.
Puncak-puncak
magnetit
dan
maghemit
variasi suhu kalsinasi
Suhu
Kalsinasi
Mc
(emu/
gram)
Ms
(emu/
gram)
Hc
(Tesla)
Hs
(Tesla)
250oC
21,6
71,7
0,0107
0,9796
yang dihasilkan pada suhu kalsinasi rendah,
450oC
21,6
68
0,0106
0,9717
menghilang seiring dengan kenaikan suhu
650oC
0,999
2,03
0,0191
0,9733
0,247
0,471
0,138
0,9449
yang terjadi. Sebaliknya, puncak-puncak he-
o
850 C
matit muncul pada suhu kalsinasi yang lebih
tinggi dan semakin tinggi suhu kalsinasi
Pada tabel 2 terlihat remanence
menghasilkan puncak yang semakin tinggi,
magnetization (Mc) akan mengalami pe-
hasil ini sesuai dengan yang dilakukan Santi
nurunan seiring kenaikan suhu kalsinasi,
dkk [23].
sedangkan pada coercivity magnetical field
Berdasarkan hasil analisa XRD,
(Hc) mengalami kenaikan seiring dengan
dirumuskan reaksi yang terjadi dengan
kenaikan suhu kalsinasi. Pada saturation
perubahan suhu kalsinasi adalah sebagai
magnetization (Ms) mengalami penurunan
berikut:
seiring dengan kenaikan suhu kalsinasi sedangkan pada saturation magnetical field
(Hs) mengalami penurunan seiring dengan
kenaikan suhu kalsinasi.
Sebagai contoh pada material besi
Hasil XRD kemudian dibandingkan
oksida yang dihasilkan pada suhu 650°C
dengan sifat kemagnetan yang dianalisis
dan 850°C, meskipun memiliki fasa yang
dengan menggunakan VSM. Dengan VSM,
sama, akan tetapi hasil kalsinasi suhu
diperoleh kurva magnetisasi suatu bahan
850°C memiliki Ms yang lebih kecil diban-
sebagai fungsi medan luar sehingga dapat
ding dengan hasil kalsinasi suhu 650°C.
ditentukan fasa magnetik dan konstanta
155 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
Hal ini disebabkan, suhu yang meni-
Dari Gambar 3 terlihat bahwa material yang
ngkat akan mengganggu domain magnet
terkalsinasi pada semua suhu bersifat fer-
dalam material sehingga prosentase spin-
rimagnetik dengan magnetisasi saturasi (Ms)
spin domain magnet yang searah akan
yang semakin rendah dengan pertam-bahan
berkurang sehingga mengakibatkan berku-
perlakuan suhu kalsinasi.
rangnya sifat kemagnetan yang diperoleh.
Gambar 3. Kurva hysteresis besi oksida dengan perbedaan suhu kalsinasi
Luas loop kurva histeresis yang
ningkatan temperatur kalsinasi dari 250°C,
terukur dapat menunjukkan besarnya energi
450°C, 650°C dan 850°C menyebabkan
termagnetisasi. Terlihat bahwa energi untuk
perubahan fasa magnetit dan maghemit
magnetisasi besi oksida hasil kalsinasi suhu
menjadi fasa hematit. Peningkatan tem-
850°C membutuhkan energi yang paling
peratur kalsinasi juga mengakibatkan berku-
kecil dibandingkan dengan yang lain sehi-
rangnya sifat kemagnetan besi oksida.
ngga memiliki sifat kemagnetan yang paling
lemah dibanding dengan besi oksida hasil
UCAPAN TERIMA KASIH
kalsinasi pada suhu kurang dari 850°C. Secara
keseluruhan,
dengan
meningkatnya
suhu kalsinasi, konversi fasa besi oksida
menuju fasa α-Fe2O3 yang memiliki sifat
kemagnetan yang semakin lemah.
ikan kepada Kemenristekdikti yang telah
mendukung penelitian ini dalam grant Hibah
Kolaborasi Internasional PNBP UNS 2014
dan Hibah Kolaborasi Luar Negeri dan
Publikasi Ilmiah 2016.
KESIMPULAN
Berdasarkan
Ucapan terimakasih kami sampa-
hasil
penelitian
di-
peroleh bahwa temperatur kalsinasi berpengaruh terhadap struktur kristanilitas dan
sifat kemagnetan dari besi oksida. Pe-
DAFTAR RUJUKAN
[1]
Gupta, A. K., Gupta,
Biomaterials , 26, 1565.
M.,2005,
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
[2] Zhao, M., Kircher, M. F., Josephson,
L., Weissleder, R., 2002, Bioconjugate
Chem., 13, 840.
[3] L.D. Marks, 1994, Phys., 57, 603-649
[4]
Shao, D., K. Xu., X. Song., J. Hu., W.
Yang., and C. Wang, 2009, Effective
Adsorption and Separation
of
Lysozyme
with
PAA-modified
Fe3O4@Silica Core-Shell Microsphere.
Journal of Colloid and
Interface
Science, 336, 526-532.
[5]
B. Chertok, B.A. Moffat, A.E. David, F.
Yu, C. Bergemann, B.D. Ross, V.C.
Yang, 2008, Biomaterials. 29 , 487-496
[6]
C.T. Yavuz, et al., 2006, Science. 314,
964-967.
[7]
Dang, F., N. Enomoto, J. Hojo, and
K. Enpuku, 2010,
Sonochemical
Coating of Magnetite Nanoparticles with
Silica. Ultrasonic Sonochemistry. 17,
193-199.
[8]
D. Fiorani, A. M. Testa, F. Lucari, F.
D’Orazio, H. Romero, 2002, Physica B
320, 122-126
[9]
Kornak, R., D. Niznasky, K. Haimann,
W. Tylus, and K. Maruszewski, 2005,
Synthesis of Magnetic Nanoparticles
via the Sol-Gel Technique. Materials
Science-Poland, 23. 1, 87-92.
[10]
Aji, M. P., A. Yulianto dan S.
Bijaksana, 2007, Sintesis Nanopartikel
Magnetit, Maghemit dan Hematit dari
Bahan Lokal. Indonesian Journal of
Materials Science, ISSN: 1441-1098,
106-108.
[11]
Chirita, M., and I. Grozescu, 2009,
Fe2O3-Nanoparticle,
Physical
Properties and Their Photochemical and
Photoelectrochemical
Applications.
Chem. Bull, 54. 68, 1-8.
[12]
S.A. Morrison, C.L. Cahill, E.E.
Carpenter, 2004, J. Appl. Phys. 95,
6392-6395.
[13] G.C. Papaefthymiou, F.X. Redl, C.T.
Black, R.L. Sandstrom, M. Yin, C.B.
Murray dan S.P. O’Brien, 2005,
Hyperfine Interact, 165, 239–245.
156
[14] S. Mandal, A.H.E. Muller, 2008, Mater.
Chem. Phys., 111, 438–443.
[15] M. Gheisari, M. Mozaffari, M. Acet and
J. Amighian, 2008, Mater, 320, 2618–
2621.
[16] Duhan, S., and S. Devi, 2010, Synthesis and Structural Characterization
of Iron Oxide-silica Nanocomposites
Prepared by the Sol-Gel Method.
International Journal of Electronic
Engineering, 2. 1, 89-92.
[17]
S. Figueroa, J. Desimoni, P.C. Rivas,
M.M. Cervera and M.C. Caracoche,
2005, Chem. Mater, 17, 3486-3491.
[18] Habashi, F., 1997, Handbook of
Extractive Metallurgy. Weinheim: WileyVCH.
[19] A.K.
Giri,
E.M.
Kirkpatrick,
P.
Moongkhamklang, S. A. Majetich and
V.G. Harris, 2002, Appl. Phys, Lett. 80,
2341-2443.
[20] Q. Chen and Z.J. Zhang, 1998, Appl.
Phys. Lett. 73, 3156-3158.
[21] Zhang, S. And Nicol, M.J., 2009, An
Electrochemical Study of the Reduction
and Dissolution of Ilmenite in Sulfuric
Acid Solutions. Hydrometallurgy, 97,
146–152.
[22] Mori, V. And Sobral, L. G. S., 2007,
“Copper Extraction by Electroleaching
of
Metallic
Sulphides
Flotation
Concentrates”. Centro de Tecnologia
Mineral-CETEM.
[23] D.santi
and
Puryanti,D.,
2015,
Pengaruh Temperatur terhadap Ukuran
Partikel Fe3O4 dengan Template PEG2000
menggunakan
Metode
Kopresipitasi, Jurnal Ilmu Fisika,
SUniversitas Andalas, Padang
Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/jkpk
halaman 149-156
ISSN 2503-4146
ISSN 2503-4154 (online)
PENGARUH SUHU KALSINASI PADA SIFAT KEMAGNETAN
MATERIAL BESI OKSIDA HASIL ELEKTROLISIS
Patimah1 dan Teguh Endah Saraswati1*
1
Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret, Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 Indonesia
*Keperluan korespondensi, tel/fax : +62857-1910-8084, email : teguh@mipa.uns.ac.id
Received: 2 June 2016
Accepted: December 1, 2016 Online Published: December 30, 2016
ABSTRAK
Kajian pengaruh suhu kalsinasi terhadap sifat kemagnetan besi oksida hasil elektrolisi
telah dilakukan. Material besi oksida disintesis dengan metode elektrolisis menggunakan
elektroda besi dalam media elektrolit NaCl. Hasil elektrolisis tersebut kemudian dikalsinasi pada
variasi temperatur 250oC, 450oC, 650oC dan 850oC. Produk yang didapatkan dikarakterisasi
menggunakan X-ray diffraction (XRD) dan vibrating sample magnetometer (VSM). Pengujian
menggunakan XRD pada masing-masing variasi suhu pemanasan memunculkan puncakpuncak besi oksida dalam beberapa fasa. Pada suhu pemanasan 250oC dan 450oC
menunjukkan terbentuknya pencampuran fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa maghemit (γ-Fe2O3),
sedangkan pada suhu 650oC dan 850oC terbentuk fasa hematit (α -Fe2O3). Meningkatnya
temperatur kalsinasi mengakibatkan semakin melemahnya sifat kemagnetan material besi
oksida.
Kata kunci : besi oksida, elektrolisis, kalsinasi, kemagnetan, XRD, VSM
ABSTRAK
Study of calcination temperature effect on the magnetic properties of iron oxide
prepared by electrolysis was done. Iron oxide material synthesized by electrolysis method using
an iron electrode in NaCl as electrolite media. Results of electrolysis were calcined at various
temperatures 250 °C, 450°C, 650°C and 850 ° C. The products were characterized using X-ray
diffraction (XRD) and vibrating sample magnetometer (VSM). XRD resulted some peaks of iron
oxide in several phases at variation of heating temperature. At the heating temperature of 250
°C and 450 °C showed the formation of the mixing phase magnetite (Fe2O3) and maghemite
phase (γ- Fe2O3), hence at a temperature of 650 oC and form hematite phase (α -Fe2O3) at
850 °C. By increasing calcination temperature resulted in the weakening of the magnetic
properties of iron oxide material.
Keywords: iron oxide, electrolysis, calcination, magnetism, XRD, VSM
sains. Para ilmuan menggunakan bahan
PENDAHULUAN
alam sebagai material awal untuk penelitian.
Seiring perkembangan ilmu pe-nge-
Salah satu sifat material alam yaitu bersifat
tahuan dan teknologi terutama dalam bidang
149
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
150
magnetik, material ini sering dijumpai pada
klorida dan ion H+ [22]. Pada proses elek-
oksida-oksida seperti Fe2O3, Fe3O4, Fe, Co,
trolisis dapat mengurangi penggunaan asam
Ni dan lain-lain. Nano-partikel magnetik
karena proses elektrolisis akan mengha-
merupakan suatu material yang memiliki
silkan ion H+ dan ion Cl- berasal dari elek-
berbagai keunggulan, antara lain: bersifat
trolit NaCl yang juga dapat berperan seba-
superparamagnetik, kejenuhan magnet yang
gai HCl dan akan membantu mengoksidasi
tinggi, biokompatibel, stabil dan toksisitas
elektroda besi.
rendah [1,2]. Sifat ini dipengaruhi oleh uku-
Penelitian ini melaporkan sintesis
ran dan luas permukaan [3]. Nano-partikel
material magnetik dengan menggunakan
magnetik telah banyak dimanfaatkan dalam
metoda yang mudah, murah dan sederhana,
berbagai aplikasi seperti : pemisahan/ imo-
metode elektrokimia, dengan menggunakan
bilisasi enzim [4], sistem pengangkutan
elektroda paku besi sebagai katoda dan
obat-obatan (Drug Delivery System/ DDS)
anoda. Material yang dihasilkan kemudian
[5] pemurnian air dari limbah [6], agen pe-
dikalsinasi pada suhu 250oC, 450oC, 650oC
ngontras dalam Magnetic Resonance Ima-
dan 850oC.
ging (MRI) [7] dan diagnosa terapi kanker
Sebelumnya, Santi [23] melakukan
studi pengaruh temperatur terhadap ukuran
[8,9].
Diantara berbagai macam oksida,
kristal besi oksidasi yang disintesis dari
oksida besi merupakan material yang sa-
pasir besi dengan metode coprecipitation.
ngat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Ok-
Hasilnya menunjukkan peningkatan tem-
sida besi memiliki beberapa fasa yaitu
peratur pemanasan dari 500oC menjadi
berupa magnetit (Fe3O4), maghemit (γ-
700oC menyebabkan perubahan fasa mag-
Fe2O3) dan hematit (α-Fe2O3). Perbedaan
netit menjadi hematit.
suhu kalsinasi akan menghasilkan berbagai
Perubahan fasa ini diyakini akan
bentuk fasa oksida besi, dimana Fe3O4
merubah sifat kemagnetan material ter-
(suhu ruang), γ-Fe2O3 (kalsinasi
dan
sebut. Sejauh pengetahuan penulis, studi
oksida ini
terkait tentang perubahan suhu terhadap
bersifat ferimagnetik. Pemanfaatan nano-
sifat kemagnetan, belum secara mendalam
partikel bergantung pada sifat magnetik
dilakukan. Untuk itu, dalam artikel akan di-
[10,11].
kaji pengaruh perubahan suhu kalsinasi
α-Fe2O3 (kalsinasi
300-600oC),
200oC)
Banyak metode yang digunakan
material hasil elektrolisis besi terhadap sifat
untuk mempersiapkan nanopartikel mag-
kemagnetannya berdasar dari hasil karak-
netik besi oksida seperti mikro emulsi [12],
terisasi
dekom-posisi thermal [13], sintesis hydro-
(XRD) dan vibrating sample magnetometer
thermal [14], ball milling [15], sol gel [16, 17],
(VSM).
menggunakan
X-ray
diffraction
hidro-metalurgi [18] elektrolisis dan kopresipitasi [19,20]. Zang dan Nicol (2009)
[21] juga melakukan proses elektrolisis.
Pada elektrolisis terdapat pengaruh ion
METODE PENELITIAN
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seperangkat alat elek-
151 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
trolisis; Spektrofotometer X-Ray Diffraction
gelas maupun plastik (Pyrex dan Duran).
(XRD) Shimadzu 6000; vibrating sample
Bahan-bahan yang digunakan meliputi paku
magnetometer (VSM); neraca analitik Sar-
besi; NaCl, AgNO3; akuades; dan kertas
torius BP 110 (maks : 110 gram; min : 0,001
Saring.Besi oksida diperoleh dari proses
gram); power supply (maks: 110 A; min: 10
elektrolisis menggunakan elektroda paku
A); penyaring Buchner; furnace/ hot plate;
besi untuk katoda dan anoda dan media
pengungkit; statif; klem; termometer (Futaba
elektrolit NaCl 0,031 M. Skematik proses
maks: 220oC min: 0oC); krus; dan peralatan
elektrolisis ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi proses elektrolisis paku besi untuk menghasilkan besi oksida
Proses elektrolisis dilakukan selama
menggunakan furnace dengan variasi suhu
2,5 jam dengan menggunakan arus berkisar
250oC, 450oC, 650oC, dan 850oC selama 2
antara 10 A. Hasil elektrolisis berupa serbuk
jam. Dari hasil tersebut dilakukan pengujian
besi yang masih mengandung ion
Cl-
yang
untuk mengetahui perubahan kristanilitas,
berasal dari sisa media elektrolit. Untuk
dan sifat kemagnetan dari besi oksida
menghilangkan ion Cl- dilakukan pencucian
dengan menggunakan XRD dan VSM.
dengan menggunakan akuades sampai ion
Cl- hilang yang diuji dengan larutan AgNO3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian dilakukan dengan cara mengambil sedikit filtrat kemudian ditetesi dengan
Dilakukan proses elektrolisis untuk
larutan AgNO3. Jika tidak terdapat endapan
mendapatkan besi oksida dalam ukuran
pada filtrat menunjukkan tidak ada ion Cl-
nano. Pada proses elektrolisis terdapat
pada hasil elektrolisis.
gelembung-gelembung pada anoda yang
Setelah hasil elektrolisis bebas ion
menandakan adanya gas Cl2 dan warna
Cl-, kemudian hasil elektrolisis dikalsinasi
larutan elektrolisis yang semula bening ber-
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
ubah
menjadi
ter-
warna akan menjadi coklat gelap. Hal ini
larutan
menunjukkan adanya korosi pada paku.
elektrolit. Reaksi yang terjadi saat elektro-
NaCl yang tidak bereaksi akan dihilangkan
lisis adalah sebagai berikut:
dengan pencuci-an menggunakan aquades.
bentuknya
coklat
besi
menunjukkan
152
oksida
pada
Diharapkan dengan pencucian ion Na+ dan
Cl- tersebut akan ikut terbuang bersama air.
Untuk mengetahui hilangnya ion tersebut
dilakukan pengujian dengan AgNO3 jika
tidak ada endapan putih pada filtrat setelah
ditambah
AgNO3
berarti
larutan
sudah
bebas dari ion Cl-. Dari proses elektrolisis ini
mendapatkan endapan besi oksida yang
Selama proses elektolisis, terjadi
perubahan warna pada larutan elektrolit
yang semula berwarna bening lama kelamaan menjadi coklat dan semakin lama
berwarna coklat tua. Pengambilan padatan
besi oksida dengan cara filtrasi. Padatan
besi oksida kemudian dikeringkan pada
suhu ruang.
Gambar 2. Difraktogram JCPDS No. 89-0597 α- Fe2O3, JCPDS No. 89-0691 Fe3O4,
JCPDS No. 39-1346 γ-Fe2O3. Gambar XRD besi oksida a.kalsinasi 250oC,
b.kalsinasi 450oC, c.kalsinasi 650oC dan d.kalsinasi 850oC.
Hasil dari elektolisis dikalsinasi de-
suatu kistalin sehingga akan diketahui fasa,
ngan menggunakan furnace. Tujuan dari
dan struktur. Berdasarkan hasil pola difraksi
kalsinasi untuk mengetahui pengaruh tem-
sinar X pada gambar kemudian dilakukan
peratur terhadap sifat kimia besi oksida. Kal-
analisa secara kualitatif dengan identifikasi
sinasi dilakukan pada variasi temperatur
fasa yang didasarkan pada pencocokan
250°C, 450°C, 650°C dan 850°C. Dengan
data posisi-posisi puncak diraksi yang ter-
adanya pemanasan akan mengubah Kris-
ukur dengan basis data (database). Pen-
tanilitas dan sifat kemagnetan
carian posisi puncak dan pencocokan pada
dari besi
fasa basis data dilakukan dengan langkah
oksida.
Dilakukan pengujian XRD untuk
mengetahui
susunan
atom-atom
dalam
mencari dan mencocokan (searchmatch).
Pada gambar dapat dilihat pola difraksi
153 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
sinar-X dari besi oksida dan dicocokkan
itu puncak difraksi yang muncul dari sampel
dengan data standart JCPDS 89-0597 untuk
juga merupakan puncak-puncak dari ɤ-
fasa α -Fe2O3 , data standart JCPDS 39-
Fe2O3 dimana ke-samaan puncak berada
1346 untuk fasa ɤ-Fe2O3 dan data standat
pada sudut 2θ sebagai berikut 30,3585°;
jcpds 89-0691 untuk fasa Fe3O4.
35,7475°; 43,4461°; 53,882°; 57,4747° dan
pola
63,0348° yang berturut – turut sesuai hkl
difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
(220) 30,265°; hkl (311) 35,659°; hkl (400)
pada suhu 250°C. Berdasarkan identifikasi
43,320°;
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
57,321°mdan hkl (440) 62,981°. Sesuai
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa
dengan JCPDS menunjukkan bahwa difraksi
fe3O4 sebagai berikut 30,5296° ; 35,9186° ;
yang dihasilkan dari besi oksida 250°C
43,6172°; 53,9676°; 57,5602° dan 63;2059°
merupakan Fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa
yang berturut – turut sesuai hkl (220)
maghemit (γ-Fe2O3).
Gambar
30,112°;
hkl
2a
(311)
menunjukkan
35,469°;
hkl
hkl
(422)
Gambar
(400)
2c
53,779°;
hkl
menunjukkan
(511)
pola
43,107°; hkl (422) 53,478° dan hkl (511)
difraksi sinar-X besi oksidal yang dikalsinasi
57,0 08°. Selain itu puncak difraksi yang
pada suhu 650°C Berdasarkan identifikasi
muncul
merupakan
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
puncak-puncak dari ɤ-Fe2O3 dimana ke-
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa α -
samaan puncak berada pada sudut 2θ
Fe2O3 sebagi berikut
sebagai
35,7475°; 40,9655°; 49,5195°; 54,1386°;
dari
sampel
berikut
juga
30,5296°;
35,9186°;
24,1996°; 33,2669°;
43,6172°; 53,9676°; 57,5602° dan 63,2059°
57,6458°;
yang berturut – turut sesuai hkl (220)
berturut-turut
sesuai
dengan
hkl
(012)
30,265°;
(400)
24,126°;
hkl
(104)
33,118°;
hkl
(110)
43,320°; hkl (422) 53,779°; hkl (511) 57,321°
35,605°;
hkl
(113)
40,824°;
hkl
(024)
dan hkl (440) 62,981°. Sesuai dengan
49,413°;
hkl
(116)
54,003°;
hkl
018)
JCPDS menunjukkan bahwa difraksi yang
57,6458°; hkl (214) 62,436° dan hkl (300)
dihasilkan
63,950°. Dapat dilihat pada gambar bahwa
hkl
(311)
dari
35,659°;
besi
hkl
oksida
250°C
62,436°
merupakan Fasa magnetit (Fe3O4) dan fasa
puncak-puncak
maghemit (γ-Fe2O3).
hilang
Gambar
2b
menunjukkan
dan
dan
magnetit
hanya
ada
64,0613°
dan
yang
maghemit
puncak-puncak
pola
hematit, hal ini dikarenakan pada tempe-
difraksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
ratur 650°C magnetit dan maghemit ter-
pada suhu 450°C. Berdasarkan identifikasi
oksidasi seluruhnya menjadi hematit. Hasil
dari pencocokan data, diperoleh puncak-
yang didapat merupakan fasa hematit [10].
puncak difraksi pada sudut 2θ untuk fasa
Gambar 2d menunjukkan pola dif-
fe3O4 sebagai berikut 30,3585°; 35,7475°;
raksi sinar-X besi oksida yang dikalsinasi
43,4461°; 53,882°; 57,4747° dan 63,0348°
pada suhu 850°C. Hasil yang diperoleh telah
yang berturut–turut sesuai hkl (220) 30,112°;
dicocokkan pada data standart JCPDS 89-
hkl (311) 35,469°; hkl (400) 43,107°; hkl
0597 untuk fasa α-Fe2O3. Ber-dasarkan
(422) 53,478° dan hkl (511) 57,0 08°. Selain
identifikasi dari pencocokan data, diperoleh
154
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
puncak-puncak difraksi pada sudut 2θ untuk
anisotropik bahan. Sifat kemagnetan dari
fasa α-Fe2O3 sebagai berikut
24,1996°;
besi oksida diukur dengan VSM sehingga
33,2669°;
49,5195°;
diketahui besaran medan magnetisasi rema-
54,1386°; 57,6458°; 62,5216° dan 64,0613°
nen M, yaitu magnetisasi yang tersisa ketika
yang berturut-turut sesuai dengan hkl (012)
medan luar H ditiadakan dan medan koer-
24,126°;
hkl
(104)
33,118°;
hkl
(110)
sivitas Hc, yaitu besarnya medan yang dibu-
35,605°;
hkl
(113)
40,824°;
hkl
(024)
tuhkan sama dengan nol (medan demag-
49,413°;
hkl
(116)
54,003°;
hkl
018)
netisasi) yang dapat dilihat pada gambar 3
35,662°;
40,9655°;
57,6458°; hkl (214) 62,436° dan hkl (300)
kurva hysteresis besi oksida.
63,950°. Dapat dilihat pada gambar bahwa
pada temperatur 850°C merupakan fasa
Tabel 2. Hasil Analisa VSM berdasarkan
hematite. Terjadi peningkatan kuantitas fasa
hematit seiring naiknya suhu oksidasi yang
terlihat jelas pada hasil difraksi sinar-X.
Puncak-puncak
magnetit
dan
maghemit
variasi suhu kalsinasi
Suhu
Kalsinasi
Mc
(emu/
gram)
Ms
(emu/
gram)
Hc
(Tesla)
Hs
(Tesla)
250oC
21,6
71,7
0,0107
0,9796
yang dihasilkan pada suhu kalsinasi rendah,
450oC
21,6
68
0,0106
0,9717
menghilang seiring dengan kenaikan suhu
650oC
0,999
2,03
0,0191
0,9733
0,247
0,471
0,138
0,9449
yang terjadi. Sebaliknya, puncak-puncak he-
o
850 C
matit muncul pada suhu kalsinasi yang lebih
tinggi dan semakin tinggi suhu kalsinasi
Pada tabel 2 terlihat remanence
menghasilkan puncak yang semakin tinggi,
magnetization (Mc) akan mengalami pe-
hasil ini sesuai dengan yang dilakukan Santi
nurunan seiring kenaikan suhu kalsinasi,
dkk [23].
sedangkan pada coercivity magnetical field
Berdasarkan hasil analisa XRD,
(Hc) mengalami kenaikan seiring dengan
dirumuskan reaksi yang terjadi dengan
kenaikan suhu kalsinasi. Pada saturation
perubahan suhu kalsinasi adalah sebagai
magnetization (Ms) mengalami penurunan
berikut:
seiring dengan kenaikan suhu kalsinasi sedangkan pada saturation magnetical field
(Hs) mengalami penurunan seiring dengan
kenaikan suhu kalsinasi.
Sebagai contoh pada material besi
Hasil XRD kemudian dibandingkan
oksida yang dihasilkan pada suhu 650°C
dengan sifat kemagnetan yang dianalisis
dan 850°C, meskipun memiliki fasa yang
dengan menggunakan VSM. Dengan VSM,
sama, akan tetapi hasil kalsinasi suhu
diperoleh kurva magnetisasi suatu bahan
850°C memiliki Ms yang lebih kecil diban-
sebagai fungsi medan luar sehingga dapat
ding dengan hasil kalsinasi suhu 650°C.
ditentukan fasa magnetik dan konstanta
155 Patimah dan Teguh, Pengaruh Suhu Kalsinasi
Hal ini disebabkan, suhu yang meni-
Dari Gambar 3 terlihat bahwa material yang
ngkat akan mengganggu domain magnet
terkalsinasi pada semua suhu bersifat fer-
dalam material sehingga prosentase spin-
rimagnetik dengan magnetisasi saturasi (Ms)
spin domain magnet yang searah akan
yang semakin rendah dengan pertam-bahan
berkurang sehingga mengakibatkan berku-
perlakuan suhu kalsinasi.
rangnya sifat kemagnetan yang diperoleh.
Gambar 3. Kurva hysteresis besi oksida dengan perbedaan suhu kalsinasi
Luas loop kurva histeresis yang
ningkatan temperatur kalsinasi dari 250°C,
terukur dapat menunjukkan besarnya energi
450°C, 650°C dan 850°C menyebabkan
termagnetisasi. Terlihat bahwa energi untuk
perubahan fasa magnetit dan maghemit
magnetisasi besi oksida hasil kalsinasi suhu
menjadi fasa hematit. Peningkatan tem-
850°C membutuhkan energi yang paling
peratur kalsinasi juga mengakibatkan berku-
kecil dibandingkan dengan yang lain sehi-
rangnya sifat kemagnetan besi oksida.
ngga memiliki sifat kemagnetan yang paling
lemah dibanding dengan besi oksida hasil
UCAPAN TERIMA KASIH
kalsinasi pada suhu kurang dari 850°C. Secara
keseluruhan,
dengan
meningkatnya
suhu kalsinasi, konversi fasa besi oksida
menuju fasa α-Fe2O3 yang memiliki sifat
kemagnetan yang semakin lemah.
ikan kepada Kemenristekdikti yang telah
mendukung penelitian ini dalam grant Hibah
Kolaborasi Internasional PNBP UNS 2014
dan Hibah Kolaborasi Luar Negeri dan
Publikasi Ilmiah 2016.
KESIMPULAN
Berdasarkan
Ucapan terimakasih kami sampa-
hasil
penelitian
di-
peroleh bahwa temperatur kalsinasi berpengaruh terhadap struktur kristanilitas dan
sifat kemagnetan dari besi oksida. Pe-
DAFTAR RUJUKAN
[1]
Gupta, A. K., Gupta,
Biomaterials , 26, 1565.
M.,2005,
JURNAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA (JKPK), Vol. 1, No. 3, Bulan Desember 2016., hal. 149-156
[2] Zhao, M., Kircher, M. F., Josephson,
L., Weissleder, R., 2002, Bioconjugate
Chem., 13, 840.
[3] L.D. Marks, 1994, Phys., 57, 603-649
[4]
Shao, D., K. Xu., X. Song., J. Hu., W.
Yang., and C. Wang, 2009, Effective
Adsorption and Separation
of
Lysozyme
with
PAA-modified
Fe3O4@Silica Core-Shell Microsphere.
Journal of Colloid and
Interface
Science, 336, 526-532.
[5]
B. Chertok, B.A. Moffat, A.E. David, F.
Yu, C. Bergemann, B.D. Ross, V.C.
Yang, 2008, Biomaterials. 29 , 487-496
[6]
C.T. Yavuz, et al., 2006, Science. 314,
964-967.
[7]
Dang, F., N. Enomoto, J. Hojo, and
K. Enpuku, 2010,
Sonochemical
Coating of Magnetite Nanoparticles with
Silica. Ultrasonic Sonochemistry. 17,
193-199.
[8]
D. Fiorani, A. M. Testa, F. Lucari, F.
D’Orazio, H. Romero, 2002, Physica B
320, 122-126
[9]
Kornak, R., D. Niznasky, K. Haimann,
W. Tylus, and K. Maruszewski, 2005,
Synthesis of Magnetic Nanoparticles
via the Sol-Gel Technique. Materials
Science-Poland, 23. 1, 87-92.
[10]
Aji, M. P., A. Yulianto dan S.
Bijaksana, 2007, Sintesis Nanopartikel
Magnetit, Maghemit dan Hematit dari
Bahan Lokal. Indonesian Journal of
Materials Science, ISSN: 1441-1098,
106-108.
[11]
Chirita, M., and I. Grozescu, 2009,
Fe2O3-Nanoparticle,
Physical
Properties and Their Photochemical and
Photoelectrochemical
Applications.
Chem. Bull, 54. 68, 1-8.
[12]
S.A. Morrison, C.L. Cahill, E.E.
Carpenter, 2004, J. Appl. Phys. 95,
6392-6395.
[13] G.C. Papaefthymiou, F.X. Redl, C.T.
Black, R.L. Sandstrom, M. Yin, C.B.
Murray dan S.P. O’Brien, 2005,
Hyperfine Interact, 165, 239–245.
156
[14] S. Mandal, A.H.E. Muller, 2008, Mater.
Chem. Phys., 111, 438–443.
[15] M. Gheisari, M. Mozaffari, M. Acet and
J. Amighian, 2008, Mater, 320, 2618–
2621.
[16] Duhan, S., and S. Devi, 2010, Synthesis and Structural Characterization
of Iron Oxide-silica Nanocomposites
Prepared by the Sol-Gel Method.
International Journal of Electronic
Engineering, 2. 1, 89-92.
[17]
S. Figueroa, J. Desimoni, P.C. Rivas,
M.M. Cervera and M.C. Caracoche,
2005, Chem. Mater, 17, 3486-3491.
[18] Habashi, F., 1997, Handbook of
Extractive Metallurgy. Weinheim: WileyVCH.
[19] A.K.
Giri,
E.M.
Kirkpatrick,
P.
Moongkhamklang, S. A. Majetich and
V.G. Harris, 2002, Appl. Phys, Lett. 80,
2341-2443.
[20] Q. Chen and Z.J. Zhang, 1998, Appl.
Phys. Lett. 73, 3156-3158.
[21] Zhang, S. And Nicol, M.J., 2009, An
Electrochemical Study of the Reduction
and Dissolution of Ilmenite in Sulfuric
Acid Solutions. Hydrometallurgy, 97,
146–152.
[22] Mori, V. And Sobral, L. G. S., 2007,
“Copper Extraction by Electroleaching
of
Metallic
Sulphides
Flotation
Concentrates”. Centro de Tecnologia
Mineral-CETEM.
[23] D.santi
and
Puryanti,D.,
2015,
Pengaruh Temperatur terhadap Ukuran
Partikel Fe3O4 dengan Template PEG2000
menggunakan
Metode
Kopresipitasi, Jurnal Ilmu Fisika,
SUniversitas Andalas, Padang