PENGEMBANGAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU BIOLOGI SMA PADA MATERI JAMUR

PENGEMBANGAN PEDAGOGICAL CONTENT KNOWLEDGE (PCK) GURU
BIOLOGI SMA PADA MATERI JAMUR
Nurwulan Puji Permari, Reti Tresnawati, Yeni Rahmadhani
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris tentang efektivitas
penggunaan CoRes dan PaPeRs dalam mengembangkan PCK guru Biologi pada materi
Jamur. Penelitian ini merupakan analisis deskriptif kegiatan pembelajaran Biologi pada salah
satu SMA di Kota Bandung. Topik pelajaran yang dibahas adalah ciri Jamur. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi proses pembelajaran dengan
menggunakan video. Fokus video penelitian ini adalah menangkap interaksi antara guru dan
siswa. Analisis transkipsi video dilakukan secara manual. Hasil penelitian menunjukkan
penggunaan CoRes dan PaPeRs sangat efektif dalam mengembangkan PCK guru maupun
proses pembelajaran sesuai dengan RPP berdasarkan Kurikulum 2013 yang telah
direncanakan. Dengan adanya CoRe dan PaP-eRs, guru bisa mengantisipasi segala kesulitan
yang akan timbul ketika pelaksanaan pembelajaran, sehingga guru dapat menyiapkan terlebih
dahulu rencana lainnya untuk digunakan dalam pembelajaran dengan mempertimbangkan
segala kemungkinan yang dapat terjadi. Guru dapat mengevaluasi sendiri mengenai hasil dari
pembelajaran yang telah dilaksanakan, sehingga bisa menjadi pengalaman dan perbaikan
(feedback) bagi guru untuk pembelajaran selanjutnya. Banyak kekhawatiran para guru bahwa
implementasi Kurikulum 2103 pada pembelajaran akan sangat memberatkan, seperti integrasi
pengalaman belajar 5M dan penggunaan teknologi sebagai media dan sumber belajar. Akan

tetapi, enelitian ini membuktikan bahwa penerapan Kurikulum 2013 disertai pengembangan
PCK justru membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa dan tidak membebani bagi
guru.
Keywords : Kurikulum 2013, PCK, CoRe, PaPeRs, Jamur.

PENDAHULUAN
Kurikulum
adalah
seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (UU No 20 Tahun 2003
Pasal 1 Ayat 19). Kurikulum di Indonesia
telah mengalami banyak perubahan dan
perbaikan, mulai dari kurikulum 1947
sampai kurikulum 2013 yang diberlakukan
saat ini. Kurikulum
2013 merupakan

kurikulum berbasis kompetensi dengan
pemikiran kompetensi berbasis sikap,
keterampilan, dan pengetahuan serta tetap
memberikan kewenangan kepada satuan
pendidikan
dan
guru
untuk

mengembangkannya (Suwondo, Mariani,
Triska, 2013).
Pandangan
positif
terhadap
perubahan kurikulum dipengaruhi oleh
persepsi guru yang memandang perubahan
kurikulum sebagai hal yang wajar.
Perubahan, penyempurnaan, atau pergantian
kurikulum adalah suatu hal yang lumrah dan
patut dilakukan dalam penyelenggaraan

pendidikan untuk merespon perkembangan
masyarakat yang begitu cepat. Dalam waktu
tertentu kurikulum perlu ditinjau, dikaji, dan
dievaluasi untuk melihat sejauh mana
kurikulum itu masih sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Suwondo, Mariani, Triska, 2013).
Seorang guru yang menjadi ujung
tombak pelaksana kurikulum di kelas melalui
proses pembelajaran, perlu mengetahui dan

memahami kurikulum dengan mumpuni.
Kesulitan impelemntasi kurikulum 2013
yang banyak dihadapi oleh guru-guru adalah
intergrasi pengalaman belajar 5M, yaitu
mengamati, mengasosiasi, mengumpulkan
data, mengkomunikasikan dan menanya di
dalam RPP dan pembelajaran (Suwondo,
Mariani, Triska, 2013).
Pembelajaran

Biologi
pada
hakikatnya menerapkan inkuiri sebagai a
way to know, sehingga dapat memfasilitasi
siswa untuk mendapatkan pengetahuan
ilmiah yang diawali dengan observasi.
Proses-proses mental yang terjadi setelah
observasi melalui inkuiri ini seperti
menggolongkan,
membuat
dugaan,
menjelaskan, mengukur dan menarik
kesimpulan merupakan kegiatan yang sama
pada pengalaman belajar 5M yang dirancang
pada RPP Kurikulum 2013. Oleh karena itu,
seharusnya
Rancangan
Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) berdasarkan Kurikulum
2013 bukanlah hal baru dan kendala bagi

guru Biologi ataupun guru sains lainnya
(Tresnawati, 2013).
Menurut NRC (1996), apa yang
dipelajari oleh siswa sangat dipengaruhi oleh
apa yang diajarkan oleh gurunya, sehingga
hal ini berimplikasi pada hubungan antara
cara mengajar guru (pedagogis) dengan
konten materi yang diajarkan. Memadukan
antara pedagogis dan konten akan
menghasilkan pengetahuan baru, yaitu
Pedagogical Content Knowledge (PCK)
(Shulman, 1986 dalam Rustaman 2011).
Konsep ini dikembangkan oleh beberapa
peneliti diantaranya Loughran, et al. 2001
yang berpendapat bahwa PCK merupakan
“pengetahuan
seorang
guru
dalam
menyediakan situasi mengajar untuk

membantu pembelajar dalam mengerti
konten atas fakta ilmu pengetahuan.”
Loughran et.al (2006) mengembangkan
format PCK yang terdiri dari dua elemen,
yaitu Content Respresentation (CoRe) dan
Pedagogical and Professional- Experience
Repertoires (PaPeRs) CoRe memberikan
cara pandang akan konten yang akan
diajarkan, sedangkan PaPeRs menunjukkan

implementasi dari aspek-aspek CoRe yang
bersifat singkat tetapi bermakna spesifik.
Rumusan masalah penelitian ini
adalah
‘Bagaimanakah
efektivitas
penggunaan CoRe dan PaPeRs dalam
mengembangkan PCK guru Biologi pada
materi Jamur?’ Konten materi Jamur pada
jenjang SMA terdiri dari ciri dan struktur

tubuh Jamur, reproduksi Jamur dan peranan
Jamur dalam kehidupan. Adapun batasan
yang menjadi bahan penelitian ini adalah ciri
dan struktur tubuh Jamur saja.
METODE
Penelitian ini merupakan analisis
deskriptif kegiatan pembelajaran Biologi
pada salah satu SMA di Kota Bandung.
Topik pelajaran yang dibahas adalah ciri
Jamur. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan data empiris tentang efektivitas
penggunaan CoRes dan PaPeRs dalam
mengembangkan PCK guru Biologi pada
materi Jamur. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi proses
pembelajaran dengan menggunakan video.
Menurut Stigler et al. (1999) dan Widodo
(2004),
metode
perekaman

video
memungkinkan menganalisis kompleksitas
proses pembelajaran secara bertahap dan
lebih akurat. Fokus video penelitian ini
adalah menangkap interaksi antara guru dan
siswa. Untuk keperluan analisis, transkipsi
dilakukan secara manual.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
penelitian
menunjukkan
kemunculan berbagai pengalaman belajar,
baik segala kemudahan yang dialami siswa
maupun kesulitannya. Berdasarkan CoRe,
semua konten pada big idea sudah
terlaksana. Konsep yang akan diajarkan,
keseluruhannya telah disampaikan kepada
siswa, kecuali konsep cadangan karena siswa
tidak menanyakan hal-hal yang berkaitan
dengan metagenesis jamur. Miskonsepsi

yang diprediksikan akan terjadi ternyata
ketika pembelajaran juga muncul. Siswa
mengalami
miskonsepsi
mengenai

persamaan struktur tubuh jamur dengan
tumbuhan. Para siswa beranggapan bahwa
jamur juga memiliki akar, batang, dan daun
selayaknya pada tumbuhan. Kesulitan yang
dirasakan muncul, ketika pembelajaran justru
tidak muncul. Konsep baru yang cukup
banyak bagi siswa bukan merupakan suatu
kesulitan, karena konsep-konsep tersebut
justru muncul dari pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan siswa, sehingga guru hanya
membimbing mereka pada konsep yang
mereka tanyakan secara lebih jelas.
Selain itu, faktor-faktor yang perlu
dipertimbangkan muncul juga dalam

pelaksanaan pembelajaran. Spesimen asli
sudah mencukupi bagi semua kelompok,
namun ketersediaan mikroskop kurang
mencukupi. Siswa dibentuk ke dalam tiga
kelompok, sedangkan mikroskop yang
tersedia hanya satu, sehingga beberapa siswa
tidak dapat mengobservasi secara langsung
dan saling berebutan. Oleh karena itu, guru
telah menyiapkan gambar atau foto-foto
semua jamur yang diamati untuk ditunjukkan
kepada setiap siswa. Kelengkapan media
lainnya yang tersedia di sekolah sudah
mencukupi untuk pengamatan jamur, seperti
proyektor untuk penanyangan microsoft
power pointjuga alat-alat praktikum lainnya.
Penilaian dilakukan pada Lembar Kerja
Siswa mengenai pembuatan klasifikasi biner,
gambar hasil pengamatan jamur siswa pada
mikroskop, dan penilaian kinerja.
Hasil lainnya muncul berdasarkan

PaP-eRs yang merupakan refleksi guru
setelah mengajar. Refleksi guru dilakukan
mulai dari tahap persiapan dan tahap
pelaksanaan (kegiatan awal, inti, dan
penutup). Tahap persiapan merupakan
tahapan menyediakan segala keperluan, baik
media, alat dan bahan praktikum, dan lembar
kerja siswa untuk kegiatan belajar mengajar.
Pada tahap persiapan, ada beberapa kesulitan
yang kami alami, yaitu keterbatasan
mikroskop. Siswa dibentuk ke dalam tiga
kelompok,
sedangkan
ketersediaan
mikroskop hanya ada satu, sehingga kurang
memfasilitasi pengamatan siswa. Sarana dan
prasarana
kurang
cukup
memadai.
Laboratorium sekolah sudah jarang dipakai

sehingga
ketika
diperlukan
untuk
pembelajaran
tidak
bisa
digunakan.
Pencahayaan ruangan tidak baik dan luas
ruangan tidak memungkinkan siswa bekerja
dengan leluasa dalam kelompok, sehingga
untuk kegiatan KBM dilakukan di ruang
kelas. Meskipun tidak bisa menggunakan
laboratorium, bukan menjadi kendala untuk
melakukan kegiatan praktikum. Kegiatan
praktikum dapat dilakukan di dalam kelas.
Guru dan asisten melakukan pengelolaan
kelas dengan cara mengatur posisi meja
mikroskop
di
dekat
pintu
yang
pencahayaannya cukup. Selain itu guru
mengatur meja masing-masing kelompok
agar leluasa melakukan kegiatan.
Tahap pelaksanaan merupakan proses
KBM. Pada kegiatan awal, ketika apersepsi,
semua siswa beranggapan bahwa konsep
yang dipelajari di sekolah tidak memiliki
manfaat secara langsung dalam kehidupan
sehari-hari. Hal ini dapat dilihat berdasarkan
jawaban siswa ketika ditanya mengapa perlu
belajar
mengenali
jamur
dan
mengelompokannya.Siswa tidak menjawab
secara kontekstual dengan mengaitkannya
dengan peran jamur dalam kehidupan seharihari. Akan tetapi, jawaban siswa sangat
konseptual, seperti jamur tidak berklorofil,
jamur ada yang beracun dan tidak beracun.
Pada kegiatan inti, siswa sangat
antusias dalam kegiatan pembelajaran. Agar
pengetahuan dan keterampilan siswa dapat
diukur, ketika praktikum guru berinisiatif
membuat asesmen kinerja, walaupun di
dalam RPP tidak dicantumkan. Siswa
mengamati jamur pada kentang, jamur tempe
dan jamur oncom dengan bantuan
mikroskop. Akan tetapi, karena jumlah
mikroskop hanya ada satu untuk tiga
kelompok, guru memberi instruksi untuk
melakukan pengamatan secara bergantian.
Pada awalnya siswa tertib melakukan
pengamatan, tetapi karena siswa mengalami
kendala dalam membuat preparat dan
mengamati objek di mikroskop, sehingga
guru memberi arahan kepada kelompok yang
sudah menemukan objek dengan jelas, untuk
menunjukkannya
kepada
kelompok
lain.Siswa tidak melakukan pembagian tugas

yang jelas diantara anggota kelompoknya,
sehingga ada beberapa siswa yang
mengalami disorientasi dan kurang terlibat
dalam kegiatan.Sebaiknya guru membagi
tugas di awal sehingga setiap siswa
berpartisipasi aktif dalam kelompok. Selain
itu, siswa mengalami kesulitan dalam
membuat preparat. Preparat yang dibuat
siswa terlalu tebal, hancur karena terlalu
ditekan tusuk gigi atau setelah ditutup cover
glass pun preparat masih tetap ditekan
sehingga cover glass nya pecah.Ketika
apersepsi, semua siswa beranggapan bahwa
konsep yang dipelajari di sekolah tidak
memiliki manfaat secara langsung dalam
kehidupan sehari-hari. Ini dilihat dari
jawaban siswa ketika ditanya mengapa perlu
belajar untuk mengenali jamur dan
mengelompokannya, siswa tidak menjawab
secara kontekstual mengaitkannya dengan
peran jamur dalam kehidupan sehari-hari,
tetapi jawaban siswa sangat konseptual,
seperti jamur tidak berklorofil, jamur ada
yang beracun dan tidak.
Siswa
mengalami
kesulitan
mengoperasikan
mikroskop
karena
makrometernya longgar sehingga gambar
yang dihasilkan kurang jelas dan terkesan
gambarnya sama.Untuk mengatasi hal ini,
guru memotret objek di mikroskop dengan
kamera digital, kemudian ditunjukkan
kepada setiap kelompok secara bergiliran.
Sebetulnya ada cara lain yang dapat
dilakukan, yaitu dengan menyambungkan
kamera digital ke proyektor dengan
menggunakan kabel data.Ketika presentasi
kelompok, guru terlibat hingga setengah
waktu presentasi. Guru menjelaskan data
presentasi yang seharusnya dilakukan oleh
siswa. Begitu ingat, guru langsung
mengembalikan lagi kesempatan tersebut
kepada siswa. Sebaiknya, guru memberikan
waktu yang lebih untuk siswa bertanya.
Walaupun demikian, hands on ke minds on
terjadi sendiri oleh siswa. Dalam RPP dan
pelaksanaan, ada konsep yang lupa tidak
dimasukkan, yaitu mengenai kapang, yiest
atau ragi, dan cendawan. Hal ini perlu
dimasukkan karena jamur-jamur tersebut
mereka kenal dan temukan sehari-hari.Ketika

menjelaskan ciri-ciri jamur, guru lebih
banyak memaparkan konsep. Sebaiknya guru
membuat pertanyaan produktif untuk setiap
ciri yang ingin ditonjolkan, sehingga siswa
membangun konsepnya sendiri.Hal ini dapat
dilakukan siswa dengan mencatat setiap
konsep baru untuk dijadikan glosarium.
Pada kegiatan penutup,karena siswa
memiliki rasa keingintahuan yang tinggi,
sehingga masih banyak yang mereka
tanyakan walaupun alokasi waktu sudah
habis.KI 1 dan KI2 ketika pembelajaran
belum dijelaskan oleh guru pada kegiatan
penutup, namun dimunculkan sendiri oleh
siswa ketika kegiatan konfirmasi.Sebelum
mengakhiri pembelajaran, guru melakukan
peer assessment dan meminta setiap siswa
menuliskan
kesan
pesan
terhadap
pembelajaran.
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan di atas, CoRe dan PaP-eRs
sangatlah penting bagi guru untuk
mengembangkan proses KBM yang baik
dengan memperhatikan konten dan evaluasi
guru dalam pembelajaran. Pengalaman
belajar 5M dalam silabus Kurikulum 2013
semuanya muncul dengan dibuatnya CoRe
dan PaP-eRs. Sebetulnya, walaupun tidak
menggunakan Kurikulum 2013, CoRe dan
PaP-eRs dapat membantu guru membuat
pembelajaran yang lebih berarti (meaningful
learning) dan fleksibel. Berdasarkan hasil
penelitian ini juga dapat dilihat bahwa
sesempurna apapun silabus dan RPP yang
telah
guru
siapkan,
belum
tentu
pelaksanaannya akan sesuai dengan rencana
yang telah dibuat. Dengan adanya CoRe dan
PaP-eRs, guru bisa mengantisipasi segala
kesulitan yang akan timbul ketika pelaksaan
pembelajaran,
sehingga
guru
bisa
menyiapkan terlebih dahulu rencana lainnya
yang kemudian bisa digunakan dalam
pembelajaran dengan mempertimbangkan
segala kemungkinan yang bisa terjadi. Selain
itu, guru dapat mengevaluasi sendiri
mengenai hasil dari pembelajaran yang telah
dilaksanakan, sehingga bisa menjadi
pengalaman dan perbaikan (feedback) bagi
guru untuk pembelajaran selanjutnya.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Hasil
penelitian
menunjukkan
penggunaan CoRes dan PaPeRs sangat
efektif dalam mengembangkan PCK guru
maupun proses pembelajaran sesuai dengan
RPP berdasarkan Kurikulum 2013 yang telah
direncanakan. Dengan adanya CoRe dan
PaP-eRs, guru bisa mengantisipasi segala
kesulitan yang akan timbul ketika
pelaksanaan pembelajaran, sehingga guru
dapat menyiapkan terlebih dahulu rencana
lainnya untuk digunakan dalam pembelajaran
dengan
mempertimbangkan
segala
kemungkinan yang dapat terjadi. Selain itu,
guru dapat mengevaluasi sendiri mengenai
hasil dari pembelajaran yang telah
dilaksanakan, sehingga bisa menjadi
pengalaman dan perbaikan (feedback) bagi
guru untuk pembelajaran selanjutnya.
Banyak kekhawatiran para guru bahwa
implementasi
Kurikulum
2103
pada
pembelajaran akan sangat memberatkan,
seperti integrasi pengalaman belajar 5M dan
penggunaan teknologi sebagai media dan
sumber belajar. Akan tetapi, penelitian ini
membuktikan bahwa penerapan Kurikulum
2013 disertai pengembangan PCK justru
membuat pembelajaran lebih bermakna bagi
siswa dan tidak membebani bagi guru.

Hamidah, D. Rustaman, N.Y. Mariana, M.A.
(2011). Pengembangan Profesional
Guru Biologi SMA melalui Penerapan
Pedagogical
Content
Knowledge
(PCK) pada Materi Genetika. Jurnal
Pendidikan MIPA. 12, (2) 88-96.
National Research Council. (1996). National
Science
Education
Standard.
Washington DC: National Academy
Press.
Stigler, J. W., Gonzales, P., Kanakawa, T.,
Knoll, S., & Serrano, A. 1999. The
TIMSS Videotape Classroom Study:
Methods and findings from an
exploratory research project on eightgrade mathematics instruction in
Germany, Japan, and the United
States. U.S. Department of Education,
National
Center
for
Education
Statistics
(1999NCES
99-074).
Washington, DC.: U.S. Government
Printing
Office
(http://nces.ed.gov/timss).
Suwondo, Mariani, N.L, Triska,V. (2013).
Persepsi Guru Biologi Menghadapi
Kurikulum 2013 Pada Tingkat Satuan
Sekolah Menengah Negeri Di Kota
Pekanbaru.
[Online].
Tersedia
ejournal.unri.ac.id. [22 Desember
2014].
Tresnawati,
Reti.
(2013).
Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Hakikat Sains
terhadap Persepsi Siswa tentang
Hakikat Sains dan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa. Skripsi. Tidak
diterbitkan.
Widodo, A. 2004. Videos of lessons: A mean
to understand classroom reality and
resource to improve science lessons.
ISTECS, 5, 65-73.

Dokumen yang terkait

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25