Guru Ideal dalam Perspektif docx
GURU IDEAL DALAM PERSPEKTIF
(Telaah Linguistik, Tafsir, Hadits, Tasawuf, dan Hukum)
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sering terjadi peristiwa yang
menyudutkan guru. Profesi yang satu ini belakangan
memang kerap menjadi bahan perbincangan baik di
media cetak maupun elektronik. Isu yang sering muncul
adalah mengenai tuntutan akan kesejahteraan guru
maupun tindak kekerasan yang melibatkan guru dalam
hal mendidik muridnya. Tuntutan akan kesejahteraan
didasarkan pada masih adanya sebagian guru yang
belum mendapatkan tunjangan yang layak bahkan untuk
kehidupan sehari-hari mereka. Sementara tindak
kekerasan ataupun pelecehan guru terhadap murid
sering kali mencuat karena tidak jarang sampai ke meja
hijau.
Guru sering disebut sebagai pembangun bangsa.
Di setiap negara dan setiap waktu, peranan guru sangat
penting. Di tangan guru terletak tanggung jawab untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan dan mengembangkan
generasi muda. Tidak bisa dipungkiri, gambaran guru
ideal berubah sesuai kondisi zaman. Di masa lalu,
seorang guru dianggap sebagai sumber segala ilmu, tapi
sekarang asumsi seperti itu mulai terkikis. Pada
kenyataannya, guru diperlukan sebagai agen perubahan
dan bukan hanya sebagai pentransfer ilmu dan budaya.
Dalam konteks ini, kita seharusnya mulai menaruh
perhatian pada kebutuhan terkini para guru.1
Karena guru adalah profesi teladan, makaakan
sangat tabu jika seorang guru berperilaku menyimpang
dari moralitas. Jangankan yang berkaitan dengan
1Nayereh Shahmohammadi, “Evaluation of Teachers’
Education Programs in Iran (Case Study)”, Journal of Educational
and Social Research Vol. 2 (2) May 2012 , 127-135.
1
2
kriminalitas seperti pelecehan seksual atau tindak
kekerasan, prilaku yang wajar untuk yang bukan guru,
dapat menjadi sesuatu yang tak wajar bagi seorang
guru.Tertawa terbahak-bahak, berpakaian ketat,
merokok, dan lainnya merupakan contoh prilaku yang
jika dilakukan oleh guru maka terkesan tidak pantas,
padahal jika bukan guru masih menjadi prilaku yang
wajar saja.2
Selain itu, dengan adanya kesejahteraan guru
yang lebih meningkat, maka indikasi kurangnya
moralitas guru semakin bertambah. Guru harus semakin
baik dari sisi moralitas dan akademik. Hal itu berjalan
seiring dengan semakin seriusnya perhatian masyarakat
terhadap guru. Banyaknya pelaporan orangtua siswa
dan masyarakat terhadap prilaku guru dalam proses
pembelajaran di sekolah, merupakan bukti nyata hal
tersebut.Bermasalahnya moralitas guru akan berdampak
pada siswanya. Hal ini sudah menjadi sebab akibat yang
sulit untuk dipungkiri. Meski ada pengaruh lain, seperti
lingkungan sekitar dan rumah tangga, namun faktor
guru lebih dominan. Sebenarnya, hal yang paling
mendasar adalah keteladanan sebagai moralitas utama
bagi guru.
Salah satu contoh kekerasan yang dilakukan oleh
guru kepada muridnya misalnya terungkap dari kisah
guru Asmara di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1
Medan yang memberi balsem mata muridnya karena
menyontek.3Tapi gara-gara banyaknya kasus murid yang
diperkarakan hukum karena mendapat perlakuan kasar
2 M. Syukur Salman, “Menyoal Moralitas
Guru,”http://edukasi. kompasiana. com/2013/11 /19/ menyoalmoralitas-guru-612127.html, 19 November 2013 (diakses pada 30
Desember 2013)
3 Muhammad Taufik, “4 Kisah guru hukum anak nakal
berujung dipolisikan,” 1 Oktober 2013
http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kisah-guru-hukum-anak-nakalberujung-dipolisikan.html (diakses pada 29 Desember 2013)
3
dari guru, belakangan ini masyarakat seperti latah,
sedikit-sedikit bila ada guru mencubit atau menjewer,
langsung dilaporkan ke polisi oleh orang tua.Padahal,
beberapa guru beralasan, mencubit atau menjewer itu
tujuannya agar murid jera dan tidak nakal lagi.Rata-rata,
untuk kasus semacam itu berakhir di kepolisian, hingga
sampai ke kursi persidangan karena masuk kategori
kekerasan terhadap anak.
Kasus lain misalnya, guru SMP Perguruan Pusat
Ksatrya, Taufikqurrachman yang dilaporkan ke polisi oleh
orang tua anak didiknya karena kasus kekerasan. Taufik
mengakui telah melakukan pemukulan.Dia beralasan,
emosinya meletup karena melihat siswa-siswanya keluar
kelas sebelum waktunya. Lain lagi dengan Slamet, guru
Olahraga di SMPN 69 Tanjung Duren Timur, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat. Dia dilaporkan ke polisi oleh
orang tua Putra Adela (15), siswa kelas satu di sekolahan
itu gara-gara dijewer dan dipukul Slamet.Menurut Kepala
Sekolah SMPN 69, Mahyudi, alasan Slamet menjewer
Putra karena sudah tiga kali anak itu tidak memakai
seragam sekolah saat pelajaran olah raga.4
Kisah ini bisa jadi paling menyita perhatian
publik.Ceritanya tentang Sari Asih Sosiawati binti
Rohmatan, Guru SDN Tiuhbalak, Kabupaten Waykanan,
Lampung.Dia dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa
ke polisi, hingga kasusnya bertahan lama di pengadilan
negeri setempat.Asih mendapat pembelaan dari
sejumlah pengajar di sekolahan, termasuk para guru seKabupaten Waykanan.Para guru mengatakan, murid
yang menjadi korban cubitan merupakan anak hiperaktif
sehingga sering merepotkan gurunya.5
4Muhammad Taufik, http://www.merdeka.com/peristiwa/4kisah-guru-hukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan/guru-smpn-69-dijakarta-dipolisikan-karena-jewer-muridnya.html
5Taufik, http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kisah-guruhukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan/kisah-sidang-guru-asih-di-
4
Tragedi serupa menimpa Sutiyo.Gara-gara
menjatuhkan punishment kepada siswanya Teguh Muji
Wicaksono, Guru Matematika di SDN Sumberjati,
Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto itu
dimejahijaukan. Ia divonis bersalah oleh majelis hakim
pengadilan negeri (PN) Mojokerto. Ketua Majelis hakim
Halim Sutarto menyimpulkan terdakwa terbukti
melanggar pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan
tidak menyenangkan.
Kasus itu berawal ketika Sutiyo menjewer Teguh
Muji Wicaksono yang telah menyembunyikan sepatu
temannya, Fahri.Meskipun berdalih mendidik dan
mendisiplinkan siswa, namun wali murid tetap tidak
terima.Akibatnya, Sutiyo dipolisikan. Selama proses
hukum berlangsung guru Matematika klas VI itu sempat
mencicipi tahanan kejaksaan setempat 20 hari sebelum
PN Mojokerto memberi status tahanan kota selama 52
hari.6
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, makalah
ini ingin mencoba membahas mengenai konsepsi guru
ideal dalam upaya membangun karakter bangsa ditinjau
dari perspektif berbagai kajian. Diawali dengan kajian
semantik Arab tentang kata-kata yang sering diartikan
sebagai guru. Kajian semantik Arab ini akan melandasi
pembahasan selanjutnya mengenai guru dalam
perspektif Al-Qur’an dan al-Hadits. Selanjutnya dibahas
juga mengenai relasi guru dan murid dalam konteks
tasawuf dan kaitannya dengan pendidikan modern.
Selain itu posisi dan kedudukan guru dalam konteks
hukum positif Indonesia juga akan dibahas. Semua
kajian ini pada akhirnya akan bermuara di pembahasan
lampung-gara-gara-cubit-murid.html
6 Taufik,
http://surabaya.tribunnews.com/2013/05/02/dinyatakan-bersalahtarik-rambut-muridnya-pak-guru-bebas
5
mengenai konsep guru ideal dalam konteks pendidikan
masa kini berdasarkan kajian-kajian di atas.
B. Istilah Guru dalam Kajian Semantik Arab
Dalam istilah bahasa Arab, terminologi guru
seringkali dikaitkan dengan beberapa kata, diantaranya
murabbi, mudarris, mu’allim, muaddib
danmuhadhdhib.Semuabentuk isim fa ‘il ini masingmasing berasal dari masdar katatarbiyat, tadri>s, ta
‘li>m, ta’di>bdan tahdhi>b. 7
Kata tarbiyat secara umum dapat dikembalikan
kepada tiga kata kerja yang berbeda, yaitu kata raba>yarbu>, rabiya-yarba>, dan rabba-yarubbu. Kata raba>yarbu> bermakna nama>-yanmu>yangberarti
‘berkembang’. Kata rabiya-yarba> bermakna nasya’a
artinya tumbuh. Kata rabba-yarubbu bermakna
as}lah}ahu, tawalla> amrahu, sa>sahu, wa qa>ma
‘alayhi, wa ra‘a>hu artinya ‘memperbaiki, mengurus,
memimpin, menjaga, dan memeliharanya atau
mendidik’.8
Setelah menghimpun beberapa pengertian dari
para ahli bahasa seperti al-Manzhur, al-Zubaidi, dan alFayruzabadi, Rosidin menyimpulkan bahwa secara
bahasa kata tarbiyat memiliki banyak makna, antara
lain: memberi makan atau memelihara, baiknya
pengurusan dan pemeliharaan, mengembangkan dan
menambahkan, menyempurnakan dan membereskan,
7 Secara etimologis, kata tarbiyat adalah mas}dar dari kata
rabba>-yurabbi>-tarbiyatan. Sementara kata tadris berasal dari
darrasa-yudarrisu-tadri>san.Ta‘li>m berasal dari ‘allama-yu‘allimuta‘li>man. Katata’di>b berasal dari addaba-yu’addibu-ta’di>ban,
sedangkan tahdhi>b berasal dari hadhdhaba-yuhadhdhibutahdhi>ban.Semua bentuk ini berasal dari fi’il tsulatsi mazid
biharfin, wazan fa’ala yufa’ilu taf’ilan.
8 Lihat Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan dalam AlQur’an dan Al-Hadits: Kajian Semantik Istilah-istilah Tarbiyat, Ta’lim,
Tadris, Tahdzib dan Ta’dib (Bandung: Pustaka Umat, 2003), 15)
6
memiliki, mengembangkan dan meninggikan.9Dalam
konteks tarbiyat ini, guru sebagai murabbi> diharapkan
memenuhi indikator-indikator yang terkandung dalam
kata tarbiyat itu sendiri. Guru harus memiliki fungsi
sebagai pemelihara, pengembang, inovator,
penyempurna, dan katalisator.
Sementara itu, kata ta ‘li>m berasal dari kata
‘allama-yu’allimu-ta’li>man.Kata dasarnya adalah ‘alima
yang biasa diartikan ‘mengetahui’.Al-Manzhur
mengartikan ‘alima sebagai mengetahui, mengenal,
merasa dan member kabar.Sementara itu, Ma’lu>f
memberikan arti pada al-‘ilmusebagai idrakusy syai’a
bihaqiqatihi(mengetahi sesuatu dengan sebenarbenarnya’.Kata ‘alima sendiri diartikan ‘mengetahui dan
meyakini’. Al-Munawwir dan az-Zubaidi cenderung
mengartikan ‘allama yang menurunkan kata ta’lim
sebagai pengajaran dan pemberitahuan. Hal ini juga
yang dikemukakan oleh al-Ashfahani bahwa ta’lim
adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulangulang dan sering sehingga berbekas pada diri peserta
didik10. Guru dalam konteks sebagai mu ‘allim lebih
berperan sebagai pemberi informasi dalam hal ini adalah
ilmu pengetahuan dan dilakukan secara berulang-ulang.
Kata berikutnya yang sering diasosiasikan sebagai
guru adalah mudarris.Kata ini merupakan isim fa’il dari
kata tadris yang berasal dari kata dasar darasa artinya
‘terhapus’ atau ‘hilang bekasnya’.Dari arti tersebut
berubah kepada arti majazi yaitu membaca tulisan,
kitab, atau sesuatu secara berulang-ulang sehingga
mudah dihafal. Sedangkan kata darrasa berarti
membacakan tulisan , kitab, atau sesuatu secara
berulang-ulang sehingga kata ini diartikan sebagai
9 Rosidin, Akar-akar Pendidikan, 17
10Rosidin, Akar-akar Pendidikan, 65-66
7
mengajar. 11Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
guru dalam konteks mudarris adalah guru yang
membacakan tulisan, kitab, atau sesuatu dengan
berulang kali sehingga berbekas pada diri siswa. Peran
instruktur dan pelatih lebih kentara dalam guru sebagai
mudarris.
Kata lain yang dapat digunakan untuk menyebut
seorang guru dalam bahasa Arab adalah muhadhdhib
yang berasal dari kata hadhdhaba yang arti umumnya
‘membersihkan’.12Setelah mengkaji dari berbagai
maknal leksikal kata tahdhi>b, dapat disimpulkan bahwa
kata tahdhib dalam makna pendidikan adalah
pendidikan yang bertujuan membersihkan ataun
menghilangkan perilaku dari hal-hal yang tidak layak
dan tidak pantas, serta memperbaikinya dengan hal-hal
yang baik.13Dalam konteks ini, guru sebagai muhadhdhib
lebih cenderung sebagai pembina akhlak.
Kata terakhir yang memiliki makna guru adalah
muaddib yang berasal dari masdar kata ta’di>b. Secara
etimologis, kata al-adabu adalah al-du‘a>’u artinya
‘undangan’.14Pada masa kejayaan Islam, kata al-adabu
digunakan untuk semua jenis ilmu pengetahuan.Kata atta’di>b adalah mas}dar dari kata addaba, yang
menunjukkan makna muba>laghah dan taktsi>r.15 Dari
berbagai pengertian leksikal yang ditemukan, dapat
disimpulkan bahwa mu’addib digunakan dalam konteks
guru sebagai pembina akhlak seseorang supaya berjiwa
bersih, berbudi pekerti baik, berperilaku terpuji, dan
disiplin.16
11Rosidin, 123-125
12Rosidin, 153 (penjelasan selengkapnya lihat Al-Fairuz
Abadi, Jilid I, 139, Az-Zubaidi, Jilid I, 513)
13 Rosidin, 153-155
14 Al-Manzhu>r, jilid I, 93
15 Rosidin, 170
16 Rosidin, 171
8
Dari pengertian kelima kata dalam bahasa Arab
yang sering diasosiasikan maknanya dengan guru, maka
dapat ditarik kesimpula bahwa seorang guru ideal dalam
perspektif semantik bahasa Arab memiliki indikatorindikator sebagai berikut:
1. Murabbi mengisyaratkan bahwa guru harus
memiliki fungsi sebagai pemelihara,
pengembang, innovator, penyempurna, dan
katalisator.
2. Mu’allim mengindikasikan guru sebagai
pemberi informasi dalam hal ini adalah ilmu
pengetahuan dan dilakukan secara berulangulang.
3. Mudarrislebih menitikberatkan guru sebagai
instruktur dan pelatih yang telaten dalam
mendidik muridnya.
4. Muhadhdhib dan mu’addib menegaskan guru
sebagaipembina akhlak seseorang supaya
berjiwa bersih, berbudi pekerti baik, berperilaku
terpuji, dan disiplin
C. Guru dalam Perspektif Tafsir
Setelah diperoleh kata-kata dalam bahasa Arab
yang biasa digunakan untuk menyebut istilah guru,
maka langkah selanjutnya adalah mencari kata-kata
tersebut dalam konteks al-Qur’an dan al-Hadits.Hal ini
dilakukan untuk memperoleh perspektif tafsir al-Qur’an.
Terdapat empat derivasi kata dalam bentuk ism
(kata benda)dan dua kata dalam bentuk fi’il (kata kerja)
dari kata tarbiyat yang berkaitan langsung dengan
makna pendidikan dalam Al-Quran.17Empat kata benda
tersebut masing-masing adalah rabb,18
17Rosidin, 21.
18Ditemukan sebanyak 952 kali rabb dalam Al-Quran (lihat
Muh{ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Mu’jam al-Mufahras li Alfa>zh
al-Qur’a>n, 362-280.
9
rabba>niyyu>na,19rabba>niyyi>na,20dan
raba>’ibukum.21Sedangan bentuk kata kerja dari
tarbiyatdiwakili oleh kata rabbaya>ni>22dan nurabbika.23
Dari sembilan ayat yang dijadikan sampel, Rosidin
menyimpulkan bahwa kata rabb mengisyaratkan
tarbiyat itu ada dua macam: (1) tarbiyat khalqiyyat,
yang meliputi pembinaan, pengembangan jasad, jiwa,
akal dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyat
di>niyya>t tahdhi>biyya>t, yaitu bimbingan jiwa
dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian
jiwa. 24Sedangkan kesimpulan yang dapat diambil dari
kata rabba>niyyu>n adalah bahwa murabbi harus
mampu mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada
hal-hal yangsifatnya baik bagi umat manusia, dan juga
harus mampu dan berusaha sekuat tenaga untuk
menjaga kemurnian syariat Allah.25
Sementara itu dari empat tafsir yang dikaji Rosidin,
dapat disimpulkan bahwa rabba>niyyi>n berarti orang
atau kelompok yang senantiasa berpegang teguh pada
ajaran Allah serta menaati semua perintah-Nya
dikarenakan mereka senantiasa membaca, belajar dan
mengajarkan Al-Kitab.Tugas mereka adalah mendidik
manusia dan pendidikannya mencakup keilmuan yang
bertujuan untuk taat kepada Allah dan berpegang teguh
pada ajaran-Nya.26 Sementara itu, arti dari raba>’ibu
yang merupakan jamak dari rabi>bat adalah anak tiri
19Al-Qur’an menyebutkan kata ini sebanyak dua kali, yaitu
pada QS.Al-Ma>’idah [5] ayat 44 dan 63.
20Kata ini muncul satu kali dalam suratAn ayat 79.
(Lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 33)
21 Al-Qur’an menyebutkannya satu kali dalam surat AnNisa> ayat 23.
22 Lihat QS.Al-Isra> ayat 24
23Lihat QS. Ash-Shu‘ara> ayat 18
24 Lihat Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits, 28
25 Lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 29-31
26 Rosidin, 33
10
perempuan. Hal ini mengisyaratkan bahwa tarbiyat itu
berlaku bagi seorang anak baik anak kandung maupun
anak lain.27
Dari kedua bentuk kata kerja rabbaya>ni>dan
nurabbika, dapat disimpulkan bahwa tarbiyat adalah
proses mengembangkan dan menumbuhkan yang
meliputi jasad, ruh, dan akal dengan cara yang lemah
lembut penuh kasih sayang sejak usia kanak-kanak
sampai usia dewasa.28
Selanjutnya, berkaitan dengan kata at-ta‘li>m
dalam al-Qur’an dipakai kata yang berupa fi’il (kata
kerja) sebanyak 41 kali, masing-masing dalam bentuk
fi’il ma>d{i sebanyak 25 kali dalam 25 ayat di 15 surat
dan fi’il mud}ari‘ sebanyak 16 kali kali dalam 16 ayat di
8 surat.29Sedangkan dalam bentuk ism muncul dengan
kata turunannya sebanyak 1 kali.30Kesimpulan yang
dapat diambil dari makna ta’li>m
sekaligusmengisyaratkan fungsi guru dalam konteks
mu‘allim menurut tafsir al-Qur’an adalah:
1. Mengajar dengan menghormati etika dan adab
tertentu, bersahabat dan bertahap
2. Menyampaikan materi dengan diiringi
penjelasan sehingga murid menjadi tahu dan
paham
3. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat, melahirkan
amal saleh, memberi petunjuk ke jalan
kebahagiaan dunia akhirat sehingga murid
dapat menjadi teladan dalam perkataan dan
perbuatan
4. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan niat
karena Allah dengan metode yang mudah
diterima
27
28
29
30
Rosidin,
Rosidin,
Rosidin,
Rosidin,
34
38
67
106
11
5. Senantiasa meningkatan diri dengan belajar
dan membaca sehingga ia memperoleh banyak
ilmu31
Selanjutnya, untuk kata at-tadri>s dalam al-Qur’an
muncul dalam bentuk darasa dan derivasinya sebanyak
6 kali.32Dari enam ayat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tadris dalam kaitannya dengan pengajaran
adalah upaya menjadikan siswa supaya mau membaca,
mempelajari, dan mengkajinya sendiri serta
mengamalkannya dengan maksud beribadah kepada
Allah.33
D. Guru dalam Kajian Hadis
Kata tarbiyat dalam hadis muncul dengan katakata tarubbu, yurabbi, yarubba>ni>, rabba, rabbi>,
rabbuha>, raba>’ib dan rabba>niyyi>n. Dari hadis yang
memuat kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa
makna murabbi adalah seseorang yang mengurus,
memelihara, menjaga, memimpin, mengembangkan
anak didik dengan metode yang bertahap dari kecil ke
besar, mudah ke sulit sampai tercapainya tujuan.34
Sementara itu, kata ta’lim terdapat dalam empat
hadis yang diriwayatkan masing-masing oleh Muslim,
Tirmidzi dan Ahmad.35 Keempat hadis ini mengisyaratkan
bahwa guru dalam konteks mu’allim harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak boleh pilih kasih, sayang kepada yang
bodoh, berperilaku baik dalam mengajar, bersikap
lembut, memberi pengertian dan pemahaman, dan
31Rosidin, 109-119
32Keenam ayat tersebut masing-masing adalah QS. 6: 105,
7:169, 3:79, 68:37, 34:44 dan 6:156 (untuk penjelasan masingmasing ayat, lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 125-130)
33Rosidin, 131
34Untuk kajian lebih rinci, lihat Rosidin, 39-46
35Rosidin, 106-108
12
menjelaskan dengan menggunakan nas tidak
dengan ra’yu kecuali bila diperlukan36
2. Senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik,
balas dendam, membenci dan mencaci murid.37
Kata at-tadri>s dalam hadis muncul dalam bentukbentuk yadrusu, yudrasu, yuda>risu, yatada>rasu>na,
udrusu>, yudarrisu, tada>ras, duru>s dan midra>s.38
Dari pembahasan mengenai tadris dalam kajian hadis ini
mengisyaratkan makna bahwa seorang mudarris adalah
orang yang membacakan sesuatu kepada orang lain
(siswa) dilakukan dengan berulang kali dan sering,
dengan memperhatikan dan mengingat lafal yang
dibaca sehingga orang itu tidak lupa, tidak salah
membaca dan dapat membaca sendiri, menguasai,
dapat menghafalnya, dilakukan dengan mempelajari,
mengkaji isi makna yang terdapat di dalamnya, dengan
maksud beribadah dan melaksanakan perintah Allah.39
Untuk kata tahdhi>b menurut hadits dapat
disimpulkan sebagai usaha membersihkan noda atau
sesuatu yang ada pada diri seseorang sehingga benarbenar menjadi bersih.40Hal ini didasarkan pada kajian
empat hadits yang memuat kata hudhdhibu>,
hadhdhibu> dan yuhadhdhabu.41
Sementara itu kata ta’di>b dapat diartikan sebagai
upaya mendidik akhlak yaitu hati dan perilaku dengan
ajaran Allah dan Rasul-Nya serta mengajarkannya agar
beriman, berhati bersih, berperilaku terpuji, berilmu,
bertakwa dan memperoleh rida Allah.42Hal ini
didasarkan pada kajian beberapa hadis yang memuat
kata-kata turunan dari ta’di>b yaitu addaba,
36
37
38
39
40
41
42
Rosidin, 115
Rosidin,118
Rosidin,131
Rosidin,131-140
Rosidin,158-159
Rosidin,156-158
Rosidin, 178
13
addabaha>, addabahunna, yu’addibu,
tu’addibuhunna,addabu>, ta’di>b dan ta’di>buha.43
43 Rosidin,171-177
14
E. Kedudukan Guru dalam Dunia Tasawuf
Guru dan murid dalam konteks tasawuf memiliki
distingsi yang unik. Guru kerap kali diistilahkan sebagai
murshid, sementara murid diistilahkan dengan murid.
Dalam koridor ilmu tasawuf,murshid adalah manusia
yang atas izin Allah, dipertemukan dengan murshid
sebelumnya lalu mendapatkan talqi>ndhikir,
mengamalkan tarekatnya dengan benar sehingga
sampai tingkatan bersih hatinya terbukti dengan baik,
akhlaknya terbukti dengan ketinggian ilmunya dan
iatidak mencari murid. Dia mengamalkan untuk dirinya
sendiri setelah dilihat oleh orang lain ternyata dia
berakhlak mulia, berhati bersih, arif bijaksana, maka
orang lain akanminta dibimbing oleh murshid.
Murshid ini dilantik secara ruhani oleh silsilahnya
untuk kemudian diikuti oleh orang lain. Calon seorang
murshid itu orang yang atas izin Allah ingin mencari ilmu
Allah.Untuk menjadi hamba Allah yang baik,ia diberikan
ilmu seperti tauhid, fiqih, akhlak, hadis, tasawuf,
nah}wu, dan s}arafoleh gurunya.Pendeknya seorang
mursyid harus seorang yang 'alim. Dari sekian ribu
bahkan juta muridnya terpilihlah dia. Ia dipilih oleh Allah
melalui gurunya bukan keinginannya sendiri.44
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa guru dalam konteks tarekat sebagai salah satu
pelembagaan nilai-nilai tasawuf berfungsi sebagai
teladan dan juga pembimbing yang harus ditaati
muridnya.Karena itu akhlak menjadi patokan utama
dalam memilih seorang guru tarekat, karena hanya
dengan akhlak yang baik, seorang guru dapat diteladani
oleh muridnya.
Terkait dengan maraknya kenakalan yang
dilakukan oleh pelajar, Wiwi Siti Sajaroh, menganggap
44M. Zein ZA. Bazul Asyhab, “Kriteria Seorang Guru
Mursyid,” http://www.suryalaya.org/ver2/manakib-buletin-isi.php?
ID=62 (diakses pada tanggal 5 Januari 2014)
15
bahwa melihat perkembangan dunia pendidikan yang
seperti itu, semua pihak ikut bersalah baik dari gurunya
maupun orang tua murid itu sendiri.Karena tingkah laku
atau akhlak dari para pelajar tidak bisa diletakkan hanya
di pundak para guru, melainkan melibatkan semua
unsur, baik dari lingkungan sekolah, keluarga dan faktor
eksternal yang sangat berpengaruh untuk
perkembangan jiwa para pelajar.
Lebih lanjut, Sajaroh menyatakan bahwa adab
kepada guru, merupakan ajaran yang prinsip dalam
ajaran islam, bahkan syarat dalam riyad}ah seorang
murid. Hal yang sedemikian ini karena diyakini bahwa
hubungan antara guru dan murid adalah melestarikan
tradisi sunnah di masa Nabi. Kedudukan murid
menempati peran sahabat dan guru sebagai Nabi dalam
hal bimbingan (irsha>d) dan pengajaranMenjaga etika
guru dan murid ini dapat dianalogikan dengan mengisi
air. Jiwa guru sebagai wadah ilmu, sedangkan jiwa murid
sebagai wadah air, yang akan menerima air dari sang
guru. Menjaga akhlak adalah mengatur posisi wadah
ainyar guru (perasaan dan hati guru) dan wadah airnya
murid (perasaan dan hati murid) yang dikenal dengan
istilah afeksi, agar jiwa murid dapat terisi jiwa
guru.Intinya, keikhlasan, kejujuran, suri tauladan, serta
akhlak dan adab, akan membentuk karakter dari para
murid. Jika kesemua itu diabaikan oleh para guru maka
cita-cita untuk menjadikan murid yang berbakti dan
berakhlaq baik bagaikan api jauh dari panggang.45
Dalam etika murid terhadap guru, Abuddin Nata
menyebutkan sepuluh etika murid dalam pandangan
Imam al-Ghazali :
Pertama,seorang penuntut ilmu harus
membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang
45http://www.sufinews.com/index.php/Wawancara/perantasawuf-dalam-dunia-pendidikan.sufi
16
buruk dan sifat-sifat tercela.Hal ini didasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu adalah ibadah hati dan
merupakan shalat rahasia dan dapat mendekatkan batin
pada Allah.
Kedua, seorang penuntut ilmu hendaknya tidak
banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi. Ia harus
sungguh-sungguh dan bekerja keras menuntut
imu,bahkan ia harus jauh dari keluarga dan kampung
halamannya. Hal ini dikarenakan banyak berhubungan
dengan yang lainnya, dapat menyibukkan hati dan
pikiran, dan jika hal-hal yang tidak ada hubungannya
dengan ilmu itu dilakukan, maka akan hilanglah
semangat menuntut ilmunya dan tujuannya tidak
tercapai.
Ketiga, seorang penuntut ilmu jangan
menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya dan
jangan pula banyak memerintah guru.Ia yang
memerlukan petunjuknya menuju keberhasilan dan
menjaganya dari celaka, dan semua itu dapat dicapai
dengan ilmu, dan jangan mendahului suatu pertanyaan,
terhadap masalah yang belum dijelaskan oleh gurunya.
Keempat, bagi penuntut ilmu pemula janganlah
melibatkan atau mendalami perbedaan pendapat ulama,
karena yang demikian itu dapat menimbulkan prasangka
buruk,keragu-raguan dan kurang percaya pada
kemampuan guru.
Kelima, seorang penuntut ilmu jangan berpindah
dari suatu ilmu yang terpuji kepada cabang-cabangnya
kecuali setelah ia memahami pelajaran sebelumnya,
mengingat bahwa berbagai macam ilmu itu saling
berkaitan satu sama lainnya.
Keenam, seorang penuntut ilmu jangan
menenggelamkan diri pada satu bidang ilmu saja,
melainkan harus menguasai ilmu pendukung
lainnya.Dan memulai dengan ilmu yang paling penting,
17
baru mendalami bidang ilmu tertentu, karena umur yang
tersedia tidak cukup untuk menguasai semua bidang
imu.
Ketujuh, seorang penuntut ilmu jangan melibatkan
diri terhadap pokok bahasan tertentu, sebelum
melengkapi pokok bahasan lainnya yang menjadi
pendukung ilmu tersebut.
Kedelapan, seorang penuntut ilmu dianjurkan
mengetahui sebab-sebab yang dapat menimbulkan
kemuliaan ilmu.
Kesembilan, seorang penuntut ilmu agar dalam
mencari ilmunya didasarkan pada upaya untuk
menghias batin dan mempercantiknya dengan berbagai
keutamaan.Hal ini didasarkan pada tujuan belajar untuk
memperoleh kehidupan yang baik dikahirat. Hal itu tidak
akan tercapai kecuali dengan membersihkan jiwa,
menghias diri dengan keutamaan dan akhlak yang
terpuji. Oleh sebab itu tujuan belajarnya adalah untuk
mencapai kebaikan hidup di akhirat, bukan tujuan
duniawi, seperti menghasilkan harta dan kekuasaan.
Kesepuluh, seorang penuntut ilmu harus
mengetahui hubungan macam-macam ilmu dan
tujuannya.Oleh sebab itu setiap pelajar harus
menemukan maksud dan tujuan ilmu, dan yang penting
adalah memilih ilmu yang dapat menyampaikan pada
maksud tersebut.Jika maksudnya adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, maka ilmu
yang harus dipelajari adalah ilmu-ilmu akhirat yang telah
disebutkan diatas.
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa
pandangan al-Ghazali terhadap akhlak pelajar bersifat
sufistik, seperti terlihat pada keharusan berniat mencari
imu semata-mata untuk beribadah kepada Allah,
bersikap zuhud dan memuliakan ilmu akhirat.Selain itu
ilmu tersebut harus dipelajari secara sistematik,
18
integrated, dimulai dari yang umum kepada yang
khusus.46
F. Guru dalam Bingkai Hukum Indonesia
Dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik mulai pendidikan anak
usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.47
Selanjutnya, pada bab XI tentang pendidik dan
tenaga kependidikan, ayat 2 dijelaskan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
motivasi berprestasi, melakukan bimbingan dan
pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.48
Produk hukum di negara kita sudah menetapkan
bahwa fungsi guru adalah pendidik, pengajar,
pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan evaluator
siswa.Tinggal bagaimana guru menerapkan fungsi-fungsi
tersebutpelaksanaan di lapangan sehingga benar-benar
menjadi guru ideal yang diharapkan oleh masyarakat
dan negara.
46Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan
Guru-Murid,Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001)
47Lihat Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen
48Lihat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
19
G. Reorientasi Guru Ideal dalam Konteks
Pendidikan Modern
Dalam sebuah laporan penelitian yang dilakukan
oleh Sibel Telli, Perry den Brok, dan Jale
Çakiroğlumenyatakan bahwa murid dan guru
menggambarkan guru ideal sebagai seorang yang
membina murid, memotivasi dan mendorong mereka,
memberikan mereka rasa percaya diri, memabngun
hubungan positif dan mendapat respek dari para
muridnya.49Hasil studi lain menunjukkan bahwa guru
ideal adalah guru yang memiliki kualifikasi sebagai
seorang komunikator yang baik dengan muridnya,
berhasil dalam aktivitas pengajaran dan pendidikannya,
selalu bersemangat, merasa memiliki dan toleran.50
Bedjo Sujanto menyatakan bahwa esensi profesi
guru adalah pendidik yang bertanggung jawab
membentuk karakter anak didiknya selain sebagai
pengajar yang membuat siswanya cerdas.Karena itulah,
seorang guru haruslah pribadi yang sanggup
mengembangkan dirinya dengan berbagai cara. Selain
itu, idealnya guru tidak hanya maju secara intelektual,
tetapi juga harus paham etika.Sebab, seorang pendidik
harus mendidik tidak hanya di sekolah, melainkan juga
di luar sekolah.51
‘Athiyah al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh
Nizar, memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik agama Islam, yaitu:a) memiliki sifat zuhud,
yaitu mencari keridlaan Allah; b) bersih fisik dan jiwanya;
49Sibel Telli, Perry den Brok, dan Jale Çakiroğlu, “Teachers’
and Students’ Perceptions of the Ideal Teacher,” Education and
Science, 2008, Vol. 33, No 149, 118-129
50Ebru Gençtürk,Yavuz Akbaş, Selahattin Kaymakci,
“Qualifications of an Ideal Teacher according to Social Studies
Preservice Teachers,” Educational Sciences: Theory & Practice, 12
(2), 2012 , 1569-1572
51http://kampus.okezone.com/read/2013/11/26/373/903143/i
ni-dia-sosok-guru-ideal
20
c) ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya;
d) bersifat pemaaf; e) sabar, dan sanggup menahan
amarah, terbuka, dan menjaga kehormatan; f) mencintai
peserta didik; g)mengetahui karakter peserta didik; h)
menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan
professional; i) mampu menggunakan metode mengajar
secara bervariasi dan mampu mengelola kelas, dan
j)mengetahui kehidupan psikis peserta didik.52
Guru ideal disebut juga guru hebat. Untuk
mencapai predikat ini, maka seorang guru harus
memiliki: a) gaya mengajar dan kepribadian yang
mempesona; b) tujuan yang jelas dalam pembelajaran;
c) kemampuan disiplin yang efektif; d) kemampuan
memenej kelas yang baik; e) komunikasi yang baik
dengan orang tua; f) harapan yang tinggi akan
muridnya; g)pengetahuan yang cukup tentang kurikulum
dan standar pendidikan; h) pengetahuan tentang materi
pelajaran; i) semangat untuk mengajar dan beirnteraksi
dengan murid; dan j) hubungan kepercayaan yang baik
dengan murid .53
Dari beberapa pernyataan di atas, sudah saatnya
kita melakukan refleksi kembali mengenai fungsi guru
dalam konteks pendidikan masa kini.Seorang guru ideal
bukan hanya pandai untuk sendiri tapi mampu membuat
muridnya pandai. Lebih dari itu, kualitas akhlak dan
moral seorang guru akan sangat mempengaruhi perilaku
dan prestasi muridnya.
H. Penutup
Pada peringatan Hari Guru Nasional 2013 dan HUT
ke 68 PGRIakhir November lalu, tema yang diangkat
adalah “Membangun Guru Kreatif dan Inspiratif dengan
52 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 45-46.
53 http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-greatteacher
21
Menegakkan Kode Etik untuk Penguatan Implementasi
Kurikulum 2013”. Tema ini memuat pesan mendasar
bahwa implementasi Kurikulum 2013 menuntut guru
bekerja makin kreatif dan inspiratif dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Perilaku yang ditampilkan oleh
guru sebagai tenaga professional harus berbasis pada
kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi guru.54
Dalam laman teaching.org, ada pernyataan
menarik tentang guru yang hebat.Guru yang hebat
adalah guru yang dikenang dan dihormati oleh muridnya
untuk selamanya.Guru yang ideal adalah guru hebat
yang memiliki pengaruh abadi dalam kehidupan
muridnya.Dan guru yang paling hebat adalah guru yang
mampu menginspirasi muridnya menjadi orang hebat
pula.55
DAFTAR PUSTAKA
Al-Manzhu>r, Ibnu.Lisa>n al-‘Arab.Beirut: Da>r alIh}ya> al-Tura>ts al-‘Arabiy, Jilid V, 1988
Gençtürk,Ebru, Yavuz Akbaş dan Selahattin Kaymakci,
“Qualifications of an Ideal Teacher according to
Social Studies Preservice Teachers,” Educational
Sciences: Theory & Practice, 12 (2), 2012 , 15691572
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam.Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2004.
54http://pgri.or.id/berita-terkini/berita-terkini/peringatan-hariguru-nasional-2013-dan-hut-ke-68-pgri-istora-senayan-tercekatpernyataan-haru-sulistiyo-m-nuh-dan-sby
55http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-great-teacher
22
Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan
Guru-Murid, Studi Pemikiran Tasawuf AlGhazali.Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2002.
Republik Indonesia.Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sekretariat
Negara, 2005.
Republik Indonesia.Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sekretariat Negara, 2003.
Rosidin, Dedeng. Akar-akar Pendidikan Islam.Bandung:
Pustaka Umat, 2003.
Shahmohammadi,Nayereh. “Evaluation of Teachers’
Education Programs in Iran (Case Study)”, Journal of
Educational and Social Research Vol. 2 (2) May 2012
, 127-135
Telli,Sibel, Perry den Brok, dan Jale Çakiroğlu, “Teachers’
and Students’ Perceptions of the Ideal Teacher,”
Education and Science, 2008, Vol. 33, No 149, 118129
http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-greatteacher
http://pgri.or.id/berita-terkini/berita-terkini/peringatanhari-guru-nasional-2013-dan-hut-ke-68-pgri-istorasenayan-tercekat-pernyataan-haru-sulistiyo-m-nuhdan-sby
23
http://kampus.okezone.com/read/2013/11/26/373/90314
3/ini-dia-sosok-guru-ideal
http://www.sufinews.com/index.php/Wawancara/perantasawuf-dalam-dunia-pendidikan.sufi
M. Syukur Salman, “Menyoal Moralitas
Guru,”http://edukasi. kompasiana. com/2013/11 /19/
menyoal-moralitas-guru-612127.html, 19 November
2013 (diakses pada 30 Desember 2013)
Muhammad Taufik, “4 Kisah guru hukum anak nakal
berujung dipolisikan,” 1 Oktober 2013,
http://www.merdeka.com/ peristiwa/ 4 -kisah -guruhukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan.html
(diakses pada 29 Desember 2013)
(Telaah Linguistik, Tafsir, Hadits, Tasawuf, dan Hukum)
A. Pendahuluan
Akhir-akhir ini sering terjadi peristiwa yang
menyudutkan guru. Profesi yang satu ini belakangan
memang kerap menjadi bahan perbincangan baik di
media cetak maupun elektronik. Isu yang sering muncul
adalah mengenai tuntutan akan kesejahteraan guru
maupun tindak kekerasan yang melibatkan guru dalam
hal mendidik muridnya. Tuntutan akan kesejahteraan
didasarkan pada masih adanya sebagian guru yang
belum mendapatkan tunjangan yang layak bahkan untuk
kehidupan sehari-hari mereka. Sementara tindak
kekerasan ataupun pelecehan guru terhadap murid
sering kali mencuat karena tidak jarang sampai ke meja
hijau.
Guru sering disebut sebagai pembangun bangsa.
Di setiap negara dan setiap waktu, peranan guru sangat
penting. Di tangan guru terletak tanggung jawab untuk
menanamkan nilai-nilai kebaikan dan mengembangkan
generasi muda. Tidak bisa dipungkiri, gambaran guru
ideal berubah sesuai kondisi zaman. Di masa lalu,
seorang guru dianggap sebagai sumber segala ilmu, tapi
sekarang asumsi seperti itu mulai terkikis. Pada
kenyataannya, guru diperlukan sebagai agen perubahan
dan bukan hanya sebagai pentransfer ilmu dan budaya.
Dalam konteks ini, kita seharusnya mulai menaruh
perhatian pada kebutuhan terkini para guru.1
Karena guru adalah profesi teladan, makaakan
sangat tabu jika seorang guru berperilaku menyimpang
dari moralitas. Jangankan yang berkaitan dengan
1Nayereh Shahmohammadi, “Evaluation of Teachers’
Education Programs in Iran (Case Study)”, Journal of Educational
and Social Research Vol. 2 (2) May 2012 , 127-135.
1
2
kriminalitas seperti pelecehan seksual atau tindak
kekerasan, prilaku yang wajar untuk yang bukan guru,
dapat menjadi sesuatu yang tak wajar bagi seorang
guru.Tertawa terbahak-bahak, berpakaian ketat,
merokok, dan lainnya merupakan contoh prilaku yang
jika dilakukan oleh guru maka terkesan tidak pantas,
padahal jika bukan guru masih menjadi prilaku yang
wajar saja.2
Selain itu, dengan adanya kesejahteraan guru
yang lebih meningkat, maka indikasi kurangnya
moralitas guru semakin bertambah. Guru harus semakin
baik dari sisi moralitas dan akademik. Hal itu berjalan
seiring dengan semakin seriusnya perhatian masyarakat
terhadap guru. Banyaknya pelaporan orangtua siswa
dan masyarakat terhadap prilaku guru dalam proses
pembelajaran di sekolah, merupakan bukti nyata hal
tersebut.Bermasalahnya moralitas guru akan berdampak
pada siswanya. Hal ini sudah menjadi sebab akibat yang
sulit untuk dipungkiri. Meski ada pengaruh lain, seperti
lingkungan sekitar dan rumah tangga, namun faktor
guru lebih dominan. Sebenarnya, hal yang paling
mendasar adalah keteladanan sebagai moralitas utama
bagi guru.
Salah satu contoh kekerasan yang dilakukan oleh
guru kepada muridnya misalnya terungkap dari kisah
guru Asmara di Sekolah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1
Medan yang memberi balsem mata muridnya karena
menyontek.3Tapi gara-gara banyaknya kasus murid yang
diperkarakan hukum karena mendapat perlakuan kasar
2 M. Syukur Salman, “Menyoal Moralitas
Guru,”http://edukasi. kompasiana. com/2013/11 /19/ menyoalmoralitas-guru-612127.html, 19 November 2013 (diakses pada 30
Desember 2013)
3 Muhammad Taufik, “4 Kisah guru hukum anak nakal
berujung dipolisikan,” 1 Oktober 2013
http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kisah-guru-hukum-anak-nakalberujung-dipolisikan.html (diakses pada 29 Desember 2013)
3
dari guru, belakangan ini masyarakat seperti latah,
sedikit-sedikit bila ada guru mencubit atau menjewer,
langsung dilaporkan ke polisi oleh orang tua.Padahal,
beberapa guru beralasan, mencubit atau menjewer itu
tujuannya agar murid jera dan tidak nakal lagi.Rata-rata,
untuk kasus semacam itu berakhir di kepolisian, hingga
sampai ke kursi persidangan karena masuk kategori
kekerasan terhadap anak.
Kasus lain misalnya, guru SMP Perguruan Pusat
Ksatrya, Taufikqurrachman yang dilaporkan ke polisi oleh
orang tua anak didiknya karena kasus kekerasan. Taufik
mengakui telah melakukan pemukulan.Dia beralasan,
emosinya meletup karena melihat siswa-siswanya keluar
kelas sebelum waktunya. Lain lagi dengan Slamet, guru
Olahraga di SMPN 69 Tanjung Duren Timur, Grogol
Petamburan, Jakarta Barat. Dia dilaporkan ke polisi oleh
orang tua Putra Adela (15), siswa kelas satu di sekolahan
itu gara-gara dijewer dan dipukul Slamet.Menurut Kepala
Sekolah SMPN 69, Mahyudi, alasan Slamet menjewer
Putra karena sudah tiga kali anak itu tidak memakai
seragam sekolah saat pelajaran olah raga.4
Kisah ini bisa jadi paling menyita perhatian
publik.Ceritanya tentang Sari Asih Sosiawati binti
Rohmatan, Guru SDN Tiuhbalak, Kabupaten Waykanan,
Lampung.Dia dilaporkan ke polisi oleh orang tua siswa
ke polisi, hingga kasusnya bertahan lama di pengadilan
negeri setempat.Asih mendapat pembelaan dari
sejumlah pengajar di sekolahan, termasuk para guru seKabupaten Waykanan.Para guru mengatakan, murid
yang menjadi korban cubitan merupakan anak hiperaktif
sehingga sering merepotkan gurunya.5
4Muhammad Taufik, http://www.merdeka.com/peristiwa/4kisah-guru-hukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan/guru-smpn-69-dijakarta-dipolisikan-karena-jewer-muridnya.html
5Taufik, http://www.merdeka.com/peristiwa/4-kisah-guruhukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan/kisah-sidang-guru-asih-di-
4
Tragedi serupa menimpa Sutiyo.Gara-gara
menjatuhkan punishment kepada siswanya Teguh Muji
Wicaksono, Guru Matematika di SDN Sumberjati,
Kecamatan Mojoanyar, Kabupaten Mojokerto itu
dimejahijaukan. Ia divonis bersalah oleh majelis hakim
pengadilan negeri (PN) Mojokerto. Ketua Majelis hakim
Halim Sutarto menyimpulkan terdakwa terbukti
melanggar pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan
tidak menyenangkan.
Kasus itu berawal ketika Sutiyo menjewer Teguh
Muji Wicaksono yang telah menyembunyikan sepatu
temannya, Fahri.Meskipun berdalih mendidik dan
mendisiplinkan siswa, namun wali murid tetap tidak
terima.Akibatnya, Sutiyo dipolisikan. Selama proses
hukum berlangsung guru Matematika klas VI itu sempat
mencicipi tahanan kejaksaan setempat 20 hari sebelum
PN Mojokerto memberi status tahanan kota selama 52
hari.6
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, makalah
ini ingin mencoba membahas mengenai konsepsi guru
ideal dalam upaya membangun karakter bangsa ditinjau
dari perspektif berbagai kajian. Diawali dengan kajian
semantik Arab tentang kata-kata yang sering diartikan
sebagai guru. Kajian semantik Arab ini akan melandasi
pembahasan selanjutnya mengenai guru dalam
perspektif Al-Qur’an dan al-Hadits. Selanjutnya dibahas
juga mengenai relasi guru dan murid dalam konteks
tasawuf dan kaitannya dengan pendidikan modern.
Selain itu posisi dan kedudukan guru dalam konteks
hukum positif Indonesia juga akan dibahas. Semua
kajian ini pada akhirnya akan bermuara di pembahasan
lampung-gara-gara-cubit-murid.html
6 Taufik,
http://surabaya.tribunnews.com/2013/05/02/dinyatakan-bersalahtarik-rambut-muridnya-pak-guru-bebas
5
mengenai konsep guru ideal dalam konteks pendidikan
masa kini berdasarkan kajian-kajian di atas.
B. Istilah Guru dalam Kajian Semantik Arab
Dalam istilah bahasa Arab, terminologi guru
seringkali dikaitkan dengan beberapa kata, diantaranya
murabbi, mudarris, mu’allim, muaddib
danmuhadhdhib.Semuabentuk isim fa ‘il ini masingmasing berasal dari masdar katatarbiyat, tadri>s, ta
‘li>m, ta’di>bdan tahdhi>b. 7
Kata tarbiyat secara umum dapat dikembalikan
kepada tiga kata kerja yang berbeda, yaitu kata raba>yarbu>, rabiya-yarba>, dan rabba-yarubbu. Kata raba>yarbu> bermakna nama>-yanmu>yangberarti
‘berkembang’. Kata rabiya-yarba> bermakna nasya’a
artinya tumbuh. Kata rabba-yarubbu bermakna
as}lah}ahu, tawalla> amrahu, sa>sahu, wa qa>ma
‘alayhi, wa ra‘a>hu artinya ‘memperbaiki, mengurus,
memimpin, menjaga, dan memeliharanya atau
mendidik’.8
Setelah menghimpun beberapa pengertian dari
para ahli bahasa seperti al-Manzhur, al-Zubaidi, dan alFayruzabadi, Rosidin menyimpulkan bahwa secara
bahasa kata tarbiyat memiliki banyak makna, antara
lain: memberi makan atau memelihara, baiknya
pengurusan dan pemeliharaan, mengembangkan dan
menambahkan, menyempurnakan dan membereskan,
7 Secara etimologis, kata tarbiyat adalah mas}dar dari kata
rabba>-yurabbi>-tarbiyatan. Sementara kata tadris berasal dari
darrasa-yudarrisu-tadri>san.Ta‘li>m berasal dari ‘allama-yu‘allimuta‘li>man. Katata’di>b berasal dari addaba-yu’addibu-ta’di>ban,
sedangkan tahdhi>b berasal dari hadhdhaba-yuhadhdhibutahdhi>ban.Semua bentuk ini berasal dari fi’il tsulatsi mazid
biharfin, wazan fa’ala yufa’ilu taf’ilan.
8 Lihat Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan dalam AlQur’an dan Al-Hadits: Kajian Semantik Istilah-istilah Tarbiyat, Ta’lim,
Tadris, Tahdzib dan Ta’dib (Bandung: Pustaka Umat, 2003), 15)
6
memiliki, mengembangkan dan meninggikan.9Dalam
konteks tarbiyat ini, guru sebagai murabbi> diharapkan
memenuhi indikator-indikator yang terkandung dalam
kata tarbiyat itu sendiri. Guru harus memiliki fungsi
sebagai pemelihara, pengembang, inovator,
penyempurna, dan katalisator.
Sementara itu, kata ta ‘li>m berasal dari kata
‘allama-yu’allimu-ta’li>man.Kata dasarnya adalah ‘alima
yang biasa diartikan ‘mengetahui’.Al-Manzhur
mengartikan ‘alima sebagai mengetahui, mengenal,
merasa dan member kabar.Sementara itu, Ma’lu>f
memberikan arti pada al-‘ilmusebagai idrakusy syai’a
bihaqiqatihi(mengetahi sesuatu dengan sebenarbenarnya’.Kata ‘alima sendiri diartikan ‘mengetahui dan
meyakini’. Al-Munawwir dan az-Zubaidi cenderung
mengartikan ‘allama yang menurunkan kata ta’lim
sebagai pengajaran dan pemberitahuan. Hal ini juga
yang dikemukakan oleh al-Ashfahani bahwa ta’lim
adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulangulang dan sering sehingga berbekas pada diri peserta
didik10. Guru dalam konteks sebagai mu ‘allim lebih
berperan sebagai pemberi informasi dalam hal ini adalah
ilmu pengetahuan dan dilakukan secara berulang-ulang.
Kata berikutnya yang sering diasosiasikan sebagai
guru adalah mudarris.Kata ini merupakan isim fa’il dari
kata tadris yang berasal dari kata dasar darasa artinya
‘terhapus’ atau ‘hilang bekasnya’.Dari arti tersebut
berubah kepada arti majazi yaitu membaca tulisan,
kitab, atau sesuatu secara berulang-ulang sehingga
mudah dihafal. Sedangkan kata darrasa berarti
membacakan tulisan , kitab, atau sesuatu secara
berulang-ulang sehingga kata ini diartikan sebagai
9 Rosidin, Akar-akar Pendidikan, 17
10Rosidin, Akar-akar Pendidikan, 65-66
7
mengajar. 11Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
guru dalam konteks mudarris adalah guru yang
membacakan tulisan, kitab, atau sesuatu dengan
berulang kali sehingga berbekas pada diri siswa. Peran
instruktur dan pelatih lebih kentara dalam guru sebagai
mudarris.
Kata lain yang dapat digunakan untuk menyebut
seorang guru dalam bahasa Arab adalah muhadhdhib
yang berasal dari kata hadhdhaba yang arti umumnya
‘membersihkan’.12Setelah mengkaji dari berbagai
maknal leksikal kata tahdhi>b, dapat disimpulkan bahwa
kata tahdhib dalam makna pendidikan adalah
pendidikan yang bertujuan membersihkan ataun
menghilangkan perilaku dari hal-hal yang tidak layak
dan tidak pantas, serta memperbaikinya dengan hal-hal
yang baik.13Dalam konteks ini, guru sebagai muhadhdhib
lebih cenderung sebagai pembina akhlak.
Kata terakhir yang memiliki makna guru adalah
muaddib yang berasal dari masdar kata ta’di>b. Secara
etimologis, kata al-adabu adalah al-du‘a>’u artinya
‘undangan’.14Pada masa kejayaan Islam, kata al-adabu
digunakan untuk semua jenis ilmu pengetahuan.Kata atta’di>b adalah mas}dar dari kata addaba, yang
menunjukkan makna muba>laghah dan taktsi>r.15 Dari
berbagai pengertian leksikal yang ditemukan, dapat
disimpulkan bahwa mu’addib digunakan dalam konteks
guru sebagai pembina akhlak seseorang supaya berjiwa
bersih, berbudi pekerti baik, berperilaku terpuji, dan
disiplin.16
11Rosidin, 123-125
12Rosidin, 153 (penjelasan selengkapnya lihat Al-Fairuz
Abadi, Jilid I, 139, Az-Zubaidi, Jilid I, 513)
13 Rosidin, 153-155
14 Al-Manzhu>r, jilid I, 93
15 Rosidin, 170
16 Rosidin, 171
8
Dari pengertian kelima kata dalam bahasa Arab
yang sering diasosiasikan maknanya dengan guru, maka
dapat ditarik kesimpula bahwa seorang guru ideal dalam
perspektif semantik bahasa Arab memiliki indikatorindikator sebagai berikut:
1. Murabbi mengisyaratkan bahwa guru harus
memiliki fungsi sebagai pemelihara,
pengembang, innovator, penyempurna, dan
katalisator.
2. Mu’allim mengindikasikan guru sebagai
pemberi informasi dalam hal ini adalah ilmu
pengetahuan dan dilakukan secara berulangulang.
3. Mudarrislebih menitikberatkan guru sebagai
instruktur dan pelatih yang telaten dalam
mendidik muridnya.
4. Muhadhdhib dan mu’addib menegaskan guru
sebagaipembina akhlak seseorang supaya
berjiwa bersih, berbudi pekerti baik, berperilaku
terpuji, dan disiplin
C. Guru dalam Perspektif Tafsir
Setelah diperoleh kata-kata dalam bahasa Arab
yang biasa digunakan untuk menyebut istilah guru,
maka langkah selanjutnya adalah mencari kata-kata
tersebut dalam konteks al-Qur’an dan al-Hadits.Hal ini
dilakukan untuk memperoleh perspektif tafsir al-Qur’an.
Terdapat empat derivasi kata dalam bentuk ism
(kata benda)dan dua kata dalam bentuk fi’il (kata kerja)
dari kata tarbiyat yang berkaitan langsung dengan
makna pendidikan dalam Al-Quran.17Empat kata benda
tersebut masing-masing adalah rabb,18
17Rosidin, 21.
18Ditemukan sebanyak 952 kali rabb dalam Al-Quran (lihat
Muh{ammad Fu’a>d ‘Abd al-Ba>qi>, Mu’jam al-Mufahras li Alfa>zh
al-Qur’a>n, 362-280.
9
rabba>niyyu>na,19rabba>niyyi>na,20dan
raba>’ibukum.21Sedangan bentuk kata kerja dari
tarbiyatdiwakili oleh kata rabbaya>ni>22dan nurabbika.23
Dari sembilan ayat yang dijadikan sampel, Rosidin
menyimpulkan bahwa kata rabb mengisyaratkan
tarbiyat itu ada dua macam: (1) tarbiyat khalqiyyat,
yang meliputi pembinaan, pengembangan jasad, jiwa,
akal dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyat
di>niyya>t tahdhi>biyya>t, yaitu bimbingan jiwa
dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian
jiwa. 24Sedangkan kesimpulan yang dapat diambil dari
kata rabba>niyyu>n adalah bahwa murabbi harus
mampu mencegah kemungkaran dan menyuruh kepada
hal-hal yangsifatnya baik bagi umat manusia, dan juga
harus mampu dan berusaha sekuat tenaga untuk
menjaga kemurnian syariat Allah.25
Sementara itu dari empat tafsir yang dikaji Rosidin,
dapat disimpulkan bahwa rabba>niyyi>n berarti orang
atau kelompok yang senantiasa berpegang teguh pada
ajaran Allah serta menaati semua perintah-Nya
dikarenakan mereka senantiasa membaca, belajar dan
mengajarkan Al-Kitab.Tugas mereka adalah mendidik
manusia dan pendidikannya mencakup keilmuan yang
bertujuan untuk taat kepada Allah dan berpegang teguh
pada ajaran-Nya.26 Sementara itu, arti dari raba>’ibu
yang merupakan jamak dari rabi>bat adalah anak tiri
19Al-Qur’an menyebutkan kata ini sebanyak dua kali, yaitu
pada QS.Al-Ma>’idah [5] ayat 44 dan 63.
20Kata ini muncul satu kali dalam suratAn ayat 79.
(Lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 33)
21 Al-Qur’an menyebutkannya satu kali dalam surat AnNisa> ayat 23.
22 Lihat QS.Al-Isra> ayat 24
23Lihat QS. Ash-Shu‘ara> ayat 18
24 Lihat Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam dalam
Al-Qur’an dan Al-Hadits, 28
25 Lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 29-31
26 Rosidin, 33
10
perempuan. Hal ini mengisyaratkan bahwa tarbiyat itu
berlaku bagi seorang anak baik anak kandung maupun
anak lain.27
Dari kedua bentuk kata kerja rabbaya>ni>dan
nurabbika, dapat disimpulkan bahwa tarbiyat adalah
proses mengembangkan dan menumbuhkan yang
meliputi jasad, ruh, dan akal dengan cara yang lemah
lembut penuh kasih sayang sejak usia kanak-kanak
sampai usia dewasa.28
Selanjutnya, berkaitan dengan kata at-ta‘li>m
dalam al-Qur’an dipakai kata yang berupa fi’il (kata
kerja) sebanyak 41 kali, masing-masing dalam bentuk
fi’il ma>d{i sebanyak 25 kali dalam 25 ayat di 15 surat
dan fi’il mud}ari‘ sebanyak 16 kali kali dalam 16 ayat di
8 surat.29Sedangkan dalam bentuk ism muncul dengan
kata turunannya sebanyak 1 kali.30Kesimpulan yang
dapat diambil dari makna ta’li>m
sekaligusmengisyaratkan fungsi guru dalam konteks
mu‘allim menurut tafsir al-Qur’an adalah:
1. Mengajar dengan menghormati etika dan adab
tertentu, bersahabat dan bertahap
2. Menyampaikan materi dengan diiringi
penjelasan sehingga murid menjadi tahu dan
paham
3. Mengajarkan ilmu yang bermanfaat, melahirkan
amal saleh, memberi petunjuk ke jalan
kebahagiaan dunia akhirat sehingga murid
dapat menjadi teladan dalam perkataan dan
perbuatan
4. Melakukan kegiatan pembelajaran dengan niat
karena Allah dengan metode yang mudah
diterima
27
28
29
30
Rosidin,
Rosidin,
Rosidin,
Rosidin,
34
38
67
106
11
5. Senantiasa meningkatan diri dengan belajar
dan membaca sehingga ia memperoleh banyak
ilmu31
Selanjutnya, untuk kata at-tadri>s dalam al-Qur’an
muncul dalam bentuk darasa dan derivasinya sebanyak
6 kali.32Dari enam ayat tersebut, dapat disimpulkan
bahwa tadris dalam kaitannya dengan pengajaran
adalah upaya menjadikan siswa supaya mau membaca,
mempelajari, dan mengkajinya sendiri serta
mengamalkannya dengan maksud beribadah kepada
Allah.33
D. Guru dalam Kajian Hadis
Kata tarbiyat dalam hadis muncul dengan katakata tarubbu, yurabbi, yarubba>ni>, rabba, rabbi>,
rabbuha>, raba>’ib dan rabba>niyyi>n. Dari hadis yang
memuat kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa
makna murabbi adalah seseorang yang mengurus,
memelihara, menjaga, memimpin, mengembangkan
anak didik dengan metode yang bertahap dari kecil ke
besar, mudah ke sulit sampai tercapainya tujuan.34
Sementara itu, kata ta’lim terdapat dalam empat
hadis yang diriwayatkan masing-masing oleh Muslim,
Tirmidzi dan Ahmad.35 Keempat hadis ini mengisyaratkan
bahwa guru dalam konteks mu’allim harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Tidak boleh pilih kasih, sayang kepada yang
bodoh, berperilaku baik dalam mengajar, bersikap
lembut, memberi pengertian dan pemahaman, dan
31Rosidin, 109-119
32Keenam ayat tersebut masing-masing adalah QS. 6: 105,
7:169, 3:79, 68:37, 34:44 dan 6:156 (untuk penjelasan masingmasing ayat, lihat Rosidin, Akar-akar Pendidikan Islam, 125-130)
33Rosidin, 131
34Untuk kajian lebih rinci, lihat Rosidin, 39-46
35Rosidin, 106-108
12
menjelaskan dengan menggunakan nas tidak
dengan ra’yu kecuali bila diperlukan36
2. Senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik,
balas dendam, membenci dan mencaci murid.37
Kata at-tadri>s dalam hadis muncul dalam bentukbentuk yadrusu, yudrasu, yuda>risu, yatada>rasu>na,
udrusu>, yudarrisu, tada>ras, duru>s dan midra>s.38
Dari pembahasan mengenai tadris dalam kajian hadis ini
mengisyaratkan makna bahwa seorang mudarris adalah
orang yang membacakan sesuatu kepada orang lain
(siswa) dilakukan dengan berulang kali dan sering,
dengan memperhatikan dan mengingat lafal yang
dibaca sehingga orang itu tidak lupa, tidak salah
membaca dan dapat membaca sendiri, menguasai,
dapat menghafalnya, dilakukan dengan mempelajari,
mengkaji isi makna yang terdapat di dalamnya, dengan
maksud beribadah dan melaksanakan perintah Allah.39
Untuk kata tahdhi>b menurut hadits dapat
disimpulkan sebagai usaha membersihkan noda atau
sesuatu yang ada pada diri seseorang sehingga benarbenar menjadi bersih.40Hal ini didasarkan pada kajian
empat hadits yang memuat kata hudhdhibu>,
hadhdhibu> dan yuhadhdhabu.41
Sementara itu kata ta’di>b dapat diartikan sebagai
upaya mendidik akhlak yaitu hati dan perilaku dengan
ajaran Allah dan Rasul-Nya serta mengajarkannya agar
beriman, berhati bersih, berperilaku terpuji, berilmu,
bertakwa dan memperoleh rida Allah.42Hal ini
didasarkan pada kajian beberapa hadis yang memuat
kata-kata turunan dari ta’di>b yaitu addaba,
36
37
38
39
40
41
42
Rosidin, 115
Rosidin,118
Rosidin,131
Rosidin,131-140
Rosidin,158-159
Rosidin,156-158
Rosidin, 178
13
addabaha>, addabahunna, yu’addibu,
tu’addibuhunna,addabu>, ta’di>b dan ta’di>buha.43
43 Rosidin,171-177
14
E. Kedudukan Guru dalam Dunia Tasawuf
Guru dan murid dalam konteks tasawuf memiliki
distingsi yang unik. Guru kerap kali diistilahkan sebagai
murshid, sementara murid diistilahkan dengan murid.
Dalam koridor ilmu tasawuf,murshid adalah manusia
yang atas izin Allah, dipertemukan dengan murshid
sebelumnya lalu mendapatkan talqi>ndhikir,
mengamalkan tarekatnya dengan benar sehingga
sampai tingkatan bersih hatinya terbukti dengan baik,
akhlaknya terbukti dengan ketinggian ilmunya dan
iatidak mencari murid. Dia mengamalkan untuk dirinya
sendiri setelah dilihat oleh orang lain ternyata dia
berakhlak mulia, berhati bersih, arif bijaksana, maka
orang lain akanminta dibimbing oleh murshid.
Murshid ini dilantik secara ruhani oleh silsilahnya
untuk kemudian diikuti oleh orang lain. Calon seorang
murshid itu orang yang atas izin Allah ingin mencari ilmu
Allah.Untuk menjadi hamba Allah yang baik,ia diberikan
ilmu seperti tauhid, fiqih, akhlak, hadis, tasawuf,
nah}wu, dan s}arafoleh gurunya.Pendeknya seorang
mursyid harus seorang yang 'alim. Dari sekian ribu
bahkan juta muridnya terpilihlah dia. Ia dipilih oleh Allah
melalui gurunya bukan keinginannya sendiri.44
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa guru dalam konteks tarekat sebagai salah satu
pelembagaan nilai-nilai tasawuf berfungsi sebagai
teladan dan juga pembimbing yang harus ditaati
muridnya.Karena itu akhlak menjadi patokan utama
dalam memilih seorang guru tarekat, karena hanya
dengan akhlak yang baik, seorang guru dapat diteladani
oleh muridnya.
Terkait dengan maraknya kenakalan yang
dilakukan oleh pelajar, Wiwi Siti Sajaroh, menganggap
44M. Zein ZA. Bazul Asyhab, “Kriteria Seorang Guru
Mursyid,” http://www.suryalaya.org/ver2/manakib-buletin-isi.php?
ID=62 (diakses pada tanggal 5 Januari 2014)
15
bahwa melihat perkembangan dunia pendidikan yang
seperti itu, semua pihak ikut bersalah baik dari gurunya
maupun orang tua murid itu sendiri.Karena tingkah laku
atau akhlak dari para pelajar tidak bisa diletakkan hanya
di pundak para guru, melainkan melibatkan semua
unsur, baik dari lingkungan sekolah, keluarga dan faktor
eksternal yang sangat berpengaruh untuk
perkembangan jiwa para pelajar.
Lebih lanjut, Sajaroh menyatakan bahwa adab
kepada guru, merupakan ajaran yang prinsip dalam
ajaran islam, bahkan syarat dalam riyad}ah seorang
murid. Hal yang sedemikian ini karena diyakini bahwa
hubungan antara guru dan murid adalah melestarikan
tradisi sunnah di masa Nabi. Kedudukan murid
menempati peran sahabat dan guru sebagai Nabi dalam
hal bimbingan (irsha>d) dan pengajaranMenjaga etika
guru dan murid ini dapat dianalogikan dengan mengisi
air. Jiwa guru sebagai wadah ilmu, sedangkan jiwa murid
sebagai wadah air, yang akan menerima air dari sang
guru. Menjaga akhlak adalah mengatur posisi wadah
ainyar guru (perasaan dan hati guru) dan wadah airnya
murid (perasaan dan hati murid) yang dikenal dengan
istilah afeksi, agar jiwa murid dapat terisi jiwa
guru.Intinya, keikhlasan, kejujuran, suri tauladan, serta
akhlak dan adab, akan membentuk karakter dari para
murid. Jika kesemua itu diabaikan oleh para guru maka
cita-cita untuk menjadikan murid yang berbakti dan
berakhlaq baik bagaikan api jauh dari panggang.45
Dalam etika murid terhadap guru, Abuddin Nata
menyebutkan sepuluh etika murid dalam pandangan
Imam al-Ghazali :
Pertama,seorang penuntut ilmu harus
membersihkan jiwanya terlebih dahulu dari akhlak yang
45http://www.sufinews.com/index.php/Wawancara/perantasawuf-dalam-dunia-pendidikan.sufi
16
buruk dan sifat-sifat tercela.Hal ini didasarkan pada
pandangannya bahwa ilmu adalah ibadah hati dan
merupakan shalat rahasia dan dapat mendekatkan batin
pada Allah.
Kedua, seorang penuntut ilmu hendaknya tidak
banyak melibatkan diri dalam urusan duniawi. Ia harus
sungguh-sungguh dan bekerja keras menuntut
imu,bahkan ia harus jauh dari keluarga dan kampung
halamannya. Hal ini dikarenakan banyak berhubungan
dengan yang lainnya, dapat menyibukkan hati dan
pikiran, dan jika hal-hal yang tidak ada hubungannya
dengan ilmu itu dilakukan, maka akan hilanglah
semangat menuntut ilmunya dan tujuannya tidak
tercapai.
Ketiga, seorang penuntut ilmu jangan
menyombongkan diri dengan ilmu yang dimilikinya dan
jangan pula banyak memerintah guru.Ia yang
memerlukan petunjuknya menuju keberhasilan dan
menjaganya dari celaka, dan semua itu dapat dicapai
dengan ilmu, dan jangan mendahului suatu pertanyaan,
terhadap masalah yang belum dijelaskan oleh gurunya.
Keempat, bagi penuntut ilmu pemula janganlah
melibatkan atau mendalami perbedaan pendapat ulama,
karena yang demikian itu dapat menimbulkan prasangka
buruk,keragu-raguan dan kurang percaya pada
kemampuan guru.
Kelima, seorang penuntut ilmu jangan berpindah
dari suatu ilmu yang terpuji kepada cabang-cabangnya
kecuali setelah ia memahami pelajaran sebelumnya,
mengingat bahwa berbagai macam ilmu itu saling
berkaitan satu sama lainnya.
Keenam, seorang penuntut ilmu jangan
menenggelamkan diri pada satu bidang ilmu saja,
melainkan harus menguasai ilmu pendukung
lainnya.Dan memulai dengan ilmu yang paling penting,
17
baru mendalami bidang ilmu tertentu, karena umur yang
tersedia tidak cukup untuk menguasai semua bidang
imu.
Ketujuh, seorang penuntut ilmu jangan melibatkan
diri terhadap pokok bahasan tertentu, sebelum
melengkapi pokok bahasan lainnya yang menjadi
pendukung ilmu tersebut.
Kedelapan, seorang penuntut ilmu dianjurkan
mengetahui sebab-sebab yang dapat menimbulkan
kemuliaan ilmu.
Kesembilan, seorang penuntut ilmu agar dalam
mencari ilmunya didasarkan pada upaya untuk
menghias batin dan mempercantiknya dengan berbagai
keutamaan.Hal ini didasarkan pada tujuan belajar untuk
memperoleh kehidupan yang baik dikahirat. Hal itu tidak
akan tercapai kecuali dengan membersihkan jiwa,
menghias diri dengan keutamaan dan akhlak yang
terpuji. Oleh sebab itu tujuan belajarnya adalah untuk
mencapai kebaikan hidup di akhirat, bukan tujuan
duniawi, seperti menghasilkan harta dan kekuasaan.
Kesepuluh, seorang penuntut ilmu harus
mengetahui hubungan macam-macam ilmu dan
tujuannya.Oleh sebab itu setiap pelajar harus
menemukan maksud dan tujuan ilmu, dan yang penting
adalah memilih ilmu yang dapat menyampaikan pada
maksud tersebut.Jika maksudnya adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, maka ilmu
yang harus dipelajari adalah ilmu-ilmu akhirat yang telah
disebutkan diatas.
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa
pandangan al-Ghazali terhadap akhlak pelajar bersifat
sufistik, seperti terlihat pada keharusan berniat mencari
imu semata-mata untuk beribadah kepada Allah,
bersikap zuhud dan memuliakan ilmu akhirat.Selain itu
ilmu tersebut harus dipelajari secara sistematik,
18
integrated, dimulai dari yang umum kepada yang
khusus.46
F. Guru dalam Bingkai Hukum Indonesia
Dalam Undang-undang No 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen, dinyatakan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai
dan mengevaluasi peserta didik mulai pendidikan anak
usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan
pendidikan menengah.47
Selanjutnya, pada bab XI tentang pendidik dan
tenaga kependidikan, ayat 2 dijelaskan bahwa pendidik
merupakan tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
motivasi berprestasi, melakukan bimbingan dan
pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.48
Produk hukum di negara kita sudah menetapkan
bahwa fungsi guru adalah pendidik, pengajar,
pembimbing, pengarah, pelatih, penilai dan evaluator
siswa.Tinggal bagaimana guru menerapkan fungsi-fungsi
tersebutpelaksanaan di lapangan sehingga benar-benar
menjadi guru ideal yang diharapkan oleh masyarakat
dan negara.
46Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan
Guru-Murid,Studi Pemikiran Tasawuf Al-Ghazali(Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2001)
47Lihat Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen
48Lihat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
19
G. Reorientasi Guru Ideal dalam Konteks
Pendidikan Modern
Dalam sebuah laporan penelitian yang dilakukan
oleh Sibel Telli, Perry den Brok, dan Jale
Çakiroğlumenyatakan bahwa murid dan guru
menggambarkan guru ideal sebagai seorang yang
membina murid, memotivasi dan mendorong mereka,
memberikan mereka rasa percaya diri, memabngun
hubungan positif dan mendapat respek dari para
muridnya.49Hasil studi lain menunjukkan bahwa guru
ideal adalah guru yang memiliki kualifikasi sebagai
seorang komunikator yang baik dengan muridnya,
berhasil dalam aktivitas pengajaran dan pendidikannya,
selalu bersemangat, merasa memiliki dan toleran.50
Bedjo Sujanto menyatakan bahwa esensi profesi
guru adalah pendidik yang bertanggung jawab
membentuk karakter anak didiknya selain sebagai
pengajar yang membuat siswanya cerdas.Karena itulah,
seorang guru haruslah pribadi yang sanggup
mengembangkan dirinya dengan berbagai cara. Selain
itu, idealnya guru tidak hanya maju secara intelektual,
tetapi juga harus paham etika.Sebab, seorang pendidik
harus mendidik tidak hanya di sekolah, melainkan juga
di luar sekolah.51
‘Athiyah al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh
Nizar, memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik agama Islam, yaitu:a) memiliki sifat zuhud,
yaitu mencari keridlaan Allah; b) bersih fisik dan jiwanya;
49Sibel Telli, Perry den Brok, dan Jale Çakiroğlu, “Teachers’
and Students’ Perceptions of the Ideal Teacher,” Education and
Science, 2008, Vol. 33, No 149, 118-129
50Ebru Gençtürk,Yavuz Akbaş, Selahattin Kaymakci,
“Qualifications of an Ideal Teacher according to Social Studies
Preservice Teachers,” Educational Sciences: Theory & Practice, 12
(2), 2012 , 1569-1572
51http://kampus.okezone.com/read/2013/11/26/373/903143/i
ni-dia-sosok-guru-ideal
20
c) ikhlas dan tidak riya dalam melaksanakan tugasnya;
d) bersifat pemaaf; e) sabar, dan sanggup menahan
amarah, terbuka, dan menjaga kehormatan; f) mencintai
peserta didik; g)mengetahui karakter peserta didik; h)
menguasai pelajaran yang diajarkannya dengan
professional; i) mampu menggunakan metode mengajar
secara bervariasi dan mampu mengelola kelas, dan
j)mengetahui kehidupan psikis peserta didik.52
Guru ideal disebut juga guru hebat. Untuk
mencapai predikat ini, maka seorang guru harus
memiliki: a) gaya mengajar dan kepribadian yang
mempesona; b) tujuan yang jelas dalam pembelajaran;
c) kemampuan disiplin yang efektif; d) kemampuan
memenej kelas yang baik; e) komunikasi yang baik
dengan orang tua; f) harapan yang tinggi akan
muridnya; g)pengetahuan yang cukup tentang kurikulum
dan standar pendidikan; h) pengetahuan tentang materi
pelajaran; i) semangat untuk mengajar dan beirnteraksi
dengan murid; dan j) hubungan kepercayaan yang baik
dengan murid .53
Dari beberapa pernyataan di atas, sudah saatnya
kita melakukan refleksi kembali mengenai fungsi guru
dalam konteks pendidikan masa kini.Seorang guru ideal
bukan hanya pandai untuk sendiri tapi mampu membuat
muridnya pandai. Lebih dari itu, kualitas akhlak dan
moral seorang guru akan sangat mempengaruhi perilaku
dan prestasi muridnya.
H. Penutup
Pada peringatan Hari Guru Nasional 2013 dan HUT
ke 68 PGRIakhir November lalu, tema yang diangkat
adalah “Membangun Guru Kreatif dan Inspiratif dengan
52 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), 45-46.
53 http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-greatteacher
21
Menegakkan Kode Etik untuk Penguatan Implementasi
Kurikulum 2013”. Tema ini memuat pesan mendasar
bahwa implementasi Kurikulum 2013 menuntut guru
bekerja makin kreatif dan inspiratif dalam pelaksanaan
proses pembelajaran. Perilaku yang ditampilkan oleh
guru sebagai tenaga professional harus berbasis pada
kode etik yang ditetapkan oleh organisasi profesi guru.54
Dalam laman teaching.org, ada pernyataan
menarik tentang guru yang hebat.Guru yang hebat
adalah guru yang dikenang dan dihormati oleh muridnya
untuk selamanya.Guru yang ideal adalah guru hebat
yang memiliki pengaruh abadi dalam kehidupan
muridnya.Dan guru yang paling hebat adalah guru yang
mampu menginspirasi muridnya menjadi orang hebat
pula.55
DAFTAR PUSTAKA
Al-Manzhu>r, Ibnu.Lisa>n al-‘Arab.Beirut: Da>r alIh}ya> al-Tura>ts al-‘Arabiy, Jilid V, 1988
Gençtürk,Ebru, Yavuz Akbaş dan Selahattin Kaymakci,
“Qualifications of an Ideal Teacher according to
Social Studies Preservice Teachers,” Educational
Sciences: Theory & Practice, 12 (2), 2012 , 15691572
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam.Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2004.
54http://pgri.or.id/berita-terkini/berita-terkini/peringatan-hariguru-nasional-2013-dan-hut-ke-68-pgri-istora-senayan-tercekatpernyataan-haru-sulistiyo-m-nuh-dan-sby
55http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-great-teacher
22
Nata, Abuddin. Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan
Guru-Murid, Studi Pemikiran Tasawuf AlGhazali.Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001.
Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2002.
Republik Indonesia.Undang-Undang No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sekretariat
Negara, 2005.
Republik Indonesia.Undang-Undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Sekretariat Negara, 2003.
Rosidin, Dedeng. Akar-akar Pendidikan Islam.Bandung:
Pustaka Umat, 2003.
Shahmohammadi,Nayereh. “Evaluation of Teachers’
Education Programs in Iran (Case Study)”, Journal of
Educational and Social Research Vol. 2 (2) May 2012
, 127-135
Telli,Sibel, Perry den Brok, dan Jale Çakiroğlu, “Teachers’
and Students’ Perceptions of the Ideal Teacher,”
Education and Science, 2008, Vol. 33, No 149, 118129
http://teaching.org/resources/top-10-qualities-of-a-greatteacher
http://pgri.or.id/berita-terkini/berita-terkini/peringatanhari-guru-nasional-2013-dan-hut-ke-68-pgri-istorasenayan-tercekat-pernyataan-haru-sulistiyo-m-nuhdan-sby
23
http://kampus.okezone.com/read/2013/11/26/373/90314
3/ini-dia-sosok-guru-ideal
http://www.sufinews.com/index.php/Wawancara/perantasawuf-dalam-dunia-pendidikan.sufi
M. Syukur Salman, “Menyoal Moralitas
Guru,”http://edukasi. kompasiana. com/2013/11 /19/
menyoal-moralitas-guru-612127.html, 19 November
2013 (diakses pada 30 Desember 2013)
Muhammad Taufik, “4 Kisah guru hukum anak nakal
berujung dipolisikan,” 1 Oktober 2013,
http://www.merdeka.com/ peristiwa/ 4 -kisah -guruhukum-anak-nakal-berujung-dipolisikan.html
(diakses pada 29 Desember 2013)