Tujuh Kerangka Sistem Manajemen Kinerja

TUGAS BESAR I
TUJUH KERANGKA SISTEM MANAJEMEN KINERJA

SISTEM MANAJEMEN KINERJA

DEDE SUDRAJATTULLOH

411110023

PROGRRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MA CHUNG
MALANG
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Kinerja karyawan adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya [1]. Kinerja yang baik bselalu diusahakan oleh setiap orang yang ada di

dalam organisasi atau perusahaan guna mencapai tujuan dan misi perusahaan serta
merealisasikan visi organisasi atau perusahaan. Oleh karena itu pengukuran terhadap sebuah
kinerja perlu dilakukan, dan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja diperlukan sebuah
sistem manajemen kinerja.
Sistem Manajemen Kinerja merupakan sebuah proses manajemen untuk memastikan
karyawan memfokuskan upaya kerja mereka dengan cara yang berkontribusi untuk mencapai
misi organisasi atau perusahaan [2]. Ada banyak macam dari sistem manajemen kinerja, antara
lain SMART (Strategic Measurement Analysis and Reporting Technique), PMQ (Performance
Measurement Questionnaire), PWCM (Performance for World Class Manufacturing), QPMM

(Quantum Performance Measurement Model), BSC (The Balanced Scorecard), IPMS
(Integrated Performance Measurement Systems) dan Performance Prism.

BAB II
PEMBAHASAN

Sistem manajemen kinerja merupakan sebuah hal yang sangat penting dalam mengukur
sampai sejauh mana pencapaian yang telah di raih perusahaan dalam rangka merealisasikan
visinya. Berikut merupakan penjabaran mengenai beberapas sistem manajemen kinerja yang
digunakan di seluruh dunia.

1. Strategic Measurement Analysis and Reporting Technique (SMART)
Sistem manajemen kinerja Strategic Measurement Analysis and Reporting Technique
(SMART) juga dikenal sebagai piramida kinerja adalah sebuah sistem manajemn kinerja
yang dikembangkan sebagai hasil dari ketidakpuasan pengukuran kinerja dengan cara
tradisional seperti pemanfaatan, produktivitas, efektivitas, efisiensi dan

variansi

keuangan lainnya yang sangat terbatas [3]. Sistem ini dikembangkan oleh Wang
Laboratory Inc. merupakan sebuah sistem manajemen kinerja

yang mampu

mengintegrasikan aspek finansial dan non-finansial yang dibutuhkan manajer (terutama
manajer operasi). Sistem SMART dibuat untuk merespon keberhasilan perusahaan
menerapkan metode Just-In-Time (JIT), sehingga fokus dari SMART lebih mengarah ke
aspek operasional setiap departemen dan fungsi di perusahaan [4]. Seperti namanya yaitu
piramida kinerja, system SMART digambarkan sebagai piramida seperti pada gambar
berikut:


Gambar 1. Sistem SMART [4]

Piramida SMART bermula dari visi perusahaan yang dipisah pengukurannya menjadi
efisiensi internal dan efektivitas eksternal. Visi perusahaan kemudia juga dikembangkan
pada dua unit bisnis utama yaitu pasar dan keuangan, kedua unit bisnis ini harus
berorientasi pada kepuasan pelanggan, memiliki flesibelitas terhadap pasar (produknya)
serta memiliki produktifitas yang baik, efektif dan efisien. Selain itu yang juga penting
diperhatikan pada bagaimana perusahaan mampu menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi, pengirimina (distribusi) yang baik, waktu proses produksi yang singkat, dan
mengurangi sampah atau limbah serta bahan baku yang terbuang dengan baik, sehingga
efektivitas dan efisiensi pada tingkat depertemen dan tim kerja bisa tercapai dengan baik.
Dengan demikian maka proses inti bisnnis yang ada perusahaan, yaitua kepuasan
konsumen yang semakin baik, fleksibelitas produk dan produktivitas dari karyawan akan
meningkat [5].
2. Performance Measurement Questionnaire (PMQ)
Performance Measurement Questionnaire (PMQ) merupakan sebuah sistem manajemen

kinerja yang melibatkan lokakarya untuk mengembangkan, merevisi, dan memfokuskan
kembali suatu kesatuan penilaian kinerja. Sistem PQM yang dikemukakan pada tahun
1990 ini memiliki keuntungan yaitu dapat memberikan suatu sistem dan mekanisme

untuk mengidentifikasi area perbaikan pada perusahaan dan aspek-aspek apa saja yang
dapat diukur terkait kinerja karyawan dan departement yang ada di perusahaan. Namun
sistem ini memiliki kekurangan yang cukup mencolok, yaitu sistem PQM tidak dapat
dianggap sebagai sebuah sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi dan komprehensif
karena tidak mempertimbangkan perbaikan (improvement) yang berkelanjutan [6].
Kerangka kerja PMQ terdiri dari dua bagian utama, yaitu [7]:
a. Untuk mengevaluasi perbaikan di area tertentu dan peningkatan kinerja saat ini
yang sudah digunakan dalam perusahaan.
b. Untuk mengevaluasi perbaikan penting yang bersifat jangka panjang yang akan
dicapai oleh perusahaan.
Eksekusi PQM menggunakan sebuah kuesioner, di dalam kuesioner ini responden
diminta untuk menyatakan tingkatan dianggap penting untuk masing-masing faktor
kinerja dan tingkat penekanan yang diberikan oleh perusahaan untuk faktor ini, jadi
penilaiannya bersifat subyektif.

Gambar 2. a. Performance Measurement Questionnaire (PMQ) [8]

Gambar 2. b. Performance Measurement Questionnaire (PMQ) [8]

3. Performance for World Class Manufacturing (PWCM)

Perusahaan manufaktur yang berkelas dunia tentu harus memiliki standar yang lebih
tinggi baik dari segi kualitas dan kinerja daripada perusahaan manufaktur biasa, akan
tetapi sistem pengukuran yang ada tidak mampu mengakomodasi pengukuran kinerja
pada perusahaan manufaktur kelas dunia. Pentingnya sebuah sistem manajemen kinerja
yang lebih baik karena beberapa hal seperti akuntansi manajemen tradisional tidak
relevan dengan manufaktur kelas dunia, pelanggan membutuhkan standar yang lebih
tinggi dari fleksibilitas kualitas, kinerja perusahaan, metode manajemen kinerja yang baru
yang

dipekerjakan oleh wold class manufaktur membutuhkan berbagai jenis aspek

kinerja. Selain itu, bagi sebuah perusahaan manufaktur berkelas dunia ada beberapa
atribut yang tidak pernah bisa dilepaskan, antara lain pendekatan baru terhadap kualitas,
teknik manufaktur Just-In-Time (JIT), perubahan cara pengelolaan tenaga kerja dan
pendekatan yang lebih fleksibel untuk memenuhi kebutuhan pelanggan [9]. Performance
for World Class Manufacturing (PWCM) juga memiliki beberapa karekterisitik, anatara

lain:
a. Secara langsung berhubungan dengan strategi manufaktur.
b. Menggunakan aspek-aspek non-finansial.


c. Bervariasi antar lokasi.
d. Berubah dari waktu ke waktu sebagaimana perubahan kebutuhan.
e. Sederhana dan mudah digunakan.
f. Mampu memberikan umpan balik yang cepat untuk manajer dan operator.
g. Bertujuan untuk mendorong peningkatan (improvement) bukan sekedar untuk
mengawasi.
Disisi lain, istilah World Class Manufacturing diciptakan guna mencakup berbagai
macam teknik dan teknologi yang dirancang untuk memungkinkan sebuah perusahaan
untuk bersaing dengan pesaing terberatnya [10]. Berikut merupakan model World Class
Manufacturing yang dibuat oleh Schonberger:

Gambar 3. Sistem World Class Manufacturing [11]

Performance for World Class Manufacturing (PWCM) bukan merupakan sistem

pengukuran yang terlalu baru, karena sebenarnya PWCM adalah sistem manajemen
kinerja yang menggabungkan banyak sistem yang sudah ada hanya saja, setelah
dimodifikasi dan diintegrasikan satu sama lain seperti pada gambar di atas, terbentuklah
sebuah sistem yang fleksibel sehingga perusahaan mampu mencapai daya saing yang

baik dengan produk-produk berkualitas tinggi [11].
4. Quantum Performance Measurement Model (QPMM)
Quantum kinerja didefinisikan sebagai sebuah tingkat pencapaian tujuan, yang baik nilai
dan layanannya bagi seluruh stakeholder s dapat dioptimalkan. Hubungan biaya dan
kualitas menggambarkan hubungan nilai (pelanggan membutuhkan kualitas tinggi dengan
biaya yang memadai) dan hubungan antara kualitas dan waktu merupakan hubungan

layanan (kualitas pembelian dan waktu yang diperlukan untuk pembelian). Berdasarkan
hal ini, dimensi dan hubungan yang berbeda dari biaya, kualitas, dan waktu harus
dioptimalkan secara bersamaan. Struktur hirarkis didasarkan pada konsep Rummler dan
Brache yang ditetapkan tiga tingkat kinerja perusahaan: organisasi, proses, dan orangorang [12]. Tingkat ini dikombinasikan dengan biaya dimensi, kualitas, dan waktu, dan
membentuk apa yang disebut kuantum matriks pengukuran kinerja seperti yang
digambarkan di bawah ini.

Gambar 4. Quantum Performance Measurement Model Matrix [12]

5. The Balanced Scorecard (BSC)
The Balanced Scorecard (BSC) merupakan perencanaan strategis dan sistem manajemen

yang digunakan secara ekstensif dalam bisnis dan industri, pemerintahan, dan organisasi

nirlaba di seluruh dunia untuk menyelaraskan kegiatan usaha dengan visi dan strategi
organisasi, guna meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan mengawasi kinerja
organisasi terhadap tujuan strategis. BSC seperti tombol-tombol dalam sebuah kokpit
pesawat, memberikan manajer informasi yang kompleks dalam sekejap [13]. Pada sistem
BSP, ada empat perspektif yang berbeda dari perusahaan, yaitu finansial, proses internal
bisnis, pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan serta perspektif pelanggan yang mana
keempat perseptif tersebut adalah hasil penjabaran dari visi serta strategi perusahaan [15].

Gambar 5. Konsep The Balanced Scorecard [13]

Gambar 6. The Balanced Scorecard [14]

a. Perspektif finansial, untuk melalukan penilaian pada perspektif ini dapat dilakukan
dengan mengumpulkan data dari laporan keuangan seperti Return On Investment
(ROI), Return On Assets (ROA), sales report, income statement, cash flow, neraca
dan laporan keuangan lainnya.
b. Persepktif pelanggan, untuk menilai dari persepktif pelanggan, perusahaan bisa
melakukan pengukuran melalui jumlah produk yang cacat, waktu pengiriman produk,
garansi dan layanan pendukung untuk produk, dan hal-hal yang berkaitan langsung
dengan konsumen.

c. Perspektif proses bisnis internal, beberapa hal yang dapat diukur untuk penilaian
perspektif ini antara lain seperti efisiensi, produktivitas, kualitas produk, waktu
produksi, dan segala yang berhubungan dengan proses produksi.
d. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan, untuk mengukur perspektif ini
perlu menggali tentang inovasi-inovasi apa saja yang sudah dilakukan, peningkatan
efektivitas dan efisiensi waktu produksi, kemampuan kepemimpinan karyawan, dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan peningkatan (impovenment) yang terjadi di
perusahaan, baik proses maupun SDM yanga ada.
6. Integrated Performance Measurement Systems (IPMS)
Integrated Performance Measurement Systems (IPMS) dibangun di atas struktur bisnis

yang kompetitif. Dalam membahas kompetitif diperlukan pengukuran kinerja implikasi
untuk setiap tingkat, yang dapat disimpulkan sebagai berikut, kinerja setiap tingkat harus
dikelola dan tidak terisolasi satu sama lain tetapi dengan menghormati satu sama lain [16].
Secara garis besar, berbagai tingkatan yang membentuk struktur kompetitif bisnis harus
dihubungkan satu sama lain oleh:
a. Penyebaran tujuan dari tingkat yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah dalam
lingkungan lokal dengan cara yang bermakna.
b. Dalam mengembangkan tujuan tersebut, suatu proses tawar-menawar sumber daya itu
harus berlangsung antara setiap tingkatan.

Sementara itu, integrasi yang harus berjalan pada setiap tingkatan adalah:
1. Kebutuhan stakeholder dan tujuan perlu dimengerti dan diukur dengan cara yang
bermakna.

2. Posisi kompetitif dari setiap tingkat harus tetap menjunjung stakeholder terkait
persyaratan

yang diberikan oleh stakeholder , hal ini perlu dipahami melalui

sistem pengawasan eksternal.
3. Tujuan pada lingkungan lokal harus terlebih dahulu ditetapkan, berdasarkan
persyaratan dari stakeholder .
4. Ukuran kinerja kemudian harus digunakan untuk memantau kemajuan dalam
rangka mencapai tujuan-tujuan ini.

Gambar 7. Integrated Performance Measurement Systems (IPMS) [16]

7. Performance Prism
Performance Prism adalah kerangka pengukuran generasi kedua yang dirancang untuk


membantu memilih pengukuran kinerja, sebuah proses yang penting dalam memilih
variabel-variabel yang akan diukur. Performance Prism ini adalah kerangka pengukuran
kerja yang komprehensif yang membahas isu-isu kunci bisnis kepada berbagai macam
organisasi, baik organisasi komersial dan organisasi non-frofit, akan dapat saling
berhubungan [17]. Ada tiga hal yang sangat peting yang menjadi dasar pertimbangan
pembuatan Performance Prism antara lain [18]:
i.

Di jaman sekarang sudah tidak lagi dapat diterima atau bahkan layak bagi
organisasi untuk fokus hanya pada kebutuhan satu atau dua kelompok
stakeholder saja.

ii.

Banyak sistem pengukuran kinerja yang mengabaikan perubahan, yang mana
perubahan ini harus bisa diterapkan pada strategi perusahaan, proses bisnis dan
kapabilitas perusahaan, yang bertujuan guna memenuhi kebutuhan para
stakeholder .

iii. Stakeholder harus memberikan kontribusi pada perusahaan.
Performance Prism terdiri dari lima aspek yang saling berkaitan, yaitu [17]:

a. Kepuasan stakeholders, tidak seperti pada BSC, pada Performance Prism bukan
hanya kepuasan pelanggan yang dipertimbangkan, namun juga kepuasan seluruh
stakeholders, yang meliputi pelanggan, karyawan, rekanan bisnis, pemerintah,

komunitas tertentu dan seluruh stakeholders yang dampak kinerjanya mempengaruhi
oranisasi atau perusahaan.
b. Strategi, sebelumnya dengan cara tradisional banyak pihak berpendapat bahwa sistem
pengukuran harus didasarkan pada strategi, tapi sebenarnya hal itu tidak benar.
Dengan Performance Prism, pemikiran tersebut diubah dengan lebih berorientasi
kepada kepuasan stakeholders, sehingga yang terjadi adalah bagaimana strategi
mampu membuat stakeholders merasa puas.
c. Proses, aspek proses ini mencakup seluruh proses bisnis, mulai dari pembuatan
produk, improvement dari proses pembuatan produk, memenuhi permintaan pasar,
mengembangkan produk baru, hingga merencanakan dan mengatur sebuah
perusahaan itu sendiri. Dilihat dari penjabaran di atas, akan sangat mudah bagi pihak

manajemen untuk mencari tahu hal apa yang dihunakan sebagai driver pengukuran
kinerja.
d. Kapabilitas, kapabilitas adalah kombinasi antara orang, praktek, dan teknologi
infrastruktur yang bersama-sama memungkinkan pelaksanaan proses bisnis organisasi
(baik sekarang maupun di masa depan). Hal tersebut merupakan bagian paling
fundamental dari kemampuan organisasi untuk bersaing. Tanpa orang yang tepat,
praktek, teknologi dan infrastruktur yang baik, sangat mustahil untuk menjalankan
atau memperbaiki sebuah proses bisnis yang ada.
e. Keterlibatan stakeholders, aspek ini telah diklasifikasikan sebagai komponen terpisah
karena mengakui kenyataan bahwa tidak hanya organisasi yang harus memberikan
nilai kepada para stakeholder mereka, tetapi juga bahwa organisasi masuk ke dalam
suatu hubungan dengan para stakeholder yang mana seharusnya melibatkan para
stakeholder untuk berkontribusi terhadap organisasi.

Gambar 7. Performance Prism [18]

BAB III
PENUTUP

Sistem manajemen kinerja merupakan sebuah cara tepat untuk mengukur capaian dari visi suatu
perusahaan ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Ada banyak metode dalam
menyusun dan melakukan sistem manajemen kinerja yang tepat bagi perusahaan. Antara satu
metode dengan metode yang lainnya ada beberapa kesamaan, ada pula perbedaan cara pandang
terhadap proses penilaian kinerja.
Diperlukan kehati-hatian dan ketelitian sebelum memilih sistem manajemen kinerja mana yang
baik bagi perusahaan. Yang paling penting untuk diperhatikan dalam memilih sistem manajemen
kinerja yang cocok dengan perusahaan ada variabel-variabel apa saja yang bisa diukur, prioritas
apa saja yang diutamakan oleh perusahaan serta orientasi dari visi perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prabu Mangkunegara, Anwar, Evaluasi Kinerja SDM., PT. Rafika Aditama, Bandung,
2006.
2. North Carolina Office of State Personnel, Performance Management System, North
Carolina Office of State Personnel, North Carolina, 2007.
3. K. F. Cross & R. L. Lynch, The SMART Way to Define and Custain Success. National
Production Review, 1989.
4. Z. IŞIK, A Conceptual Performance Measurement Framework For Construction Industry,
Middle East Technical University, Ankara, 2009.
5. T. Agus, Model Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Metode SMART System (Studi
Kasus Pada UKM CV. Batara Elektrindo), Universitas Gunadarma, Jakarta, 2010.

6. J. R. Dixion, A. J. Nanni, & T. E. Vollmann, The New Performance Challenge:
Measuring Operation for World-Class Competition, Dow Jones-Irwin, Homewood, 1990.

7. J. R. Dixon, A. J. Nanni and T. E. Vollmann, An instrument for investigating the match
between manufacturing strategy and performance measures, Working Paper , Boston

University, Boston, 1991.
8. A. Ahmad, S. Mehra & M. Pletcher, The Declining Need for Traditional Performance
Measures in JIT Practices, Fall, 2002.

9. B. H. Maskell, Performance Measurement for World Class Manufacturing: A Model for
American Companies, Productivity Press, New York, 1991.

10. R. J. Schoenberger, World Class Manufacturing: The Lessons of Simplicity Applied , Free
Press, New York, 1986.
11. F. D. Felice, A. Petrillo & S. Monfreda, Improving Operations Performance with World
Class Manufacturing Technique: A Case in Automotive Industry, (Online), October2012

(http://www.intechopen.com/books/operations-management/improving-operationsperformance-with-world-class-manufacturing-technique-a-case-in-automotiveindus#article-front, diakses 10 Maret 2013).
12. T. Limberg, Examining Innovation Management from A fair Process Perspective, GWV
Fachverlage GmbH, Wiesbaden, 2008.

13. R. S. Kaplan dan D. P. Norton, The Balanced Scorecard: Measures That Drive
Performance, Harvard Business Review, Cambridge, 1992.

14. R. S. Kaplan, Conceptual Foundations of the Balanced Scorecard , Harvard Business
School, Cambridge, 2010.
15. A. Divandri and H. Yousefi, Balanced Scorecard: A Tool for Measuring Competitive
Advantage of Ports with Focus on Container Terminals , International Journal of Trade,

Economics and Finance, 2011.
16. U. S. Bititci, Integrated Performance Measurement System: An Audit Approach Part 2:
The Audit Process, CONTROL, 2002

17. A. Neely, C. Adams dan P. Crowe, The Performance Prism in Practice, Emerald
Performance Management, 2001
18. ACCA, The Performance Prism, ACCA Global, London, 2012