JURUSAN SISTEM INFORMASI (1). docx

Tugas individu
KEWARGANEGARAAN
KELAS

:F

TENTANG DAMPAK KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN)

Disusun oleh :
NAMA

: M. HUSNI HIDAYAT

NRP

: 12.03.1667

JURUSAN

: SISTEM INFORMASI


******

Stmik indonesia banjarmasin
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul Dampak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku pembimbing
mata kuliah Kewarganegaraan yang telah memberikan bimbingan dan semua
pihak yang telah membantu, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan
sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh
nilai tugas Individu Kewarganegaraan pada Fakultas Sistem Informasi Universitas
Stmik Indonesia Banjarmasin.
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih kurang
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semuanya
yang sifatnya membangun sehingga untuk masa yang akan datang bisa lebih jelas
dan lebih bagus.Akhir kata, Semoga makalah Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme (KKN) ini dapat bermanfaat bagi saya dan segenap tumpah darah
Indonesia untuk memajukan negara ini menuju Indonesia tercinta bebas KKN.

Batam,01 Desember 2014

M. Husni Hidayat

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................
i
DAFTAR ISI............................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang..............................................................................................................

1
1.2


Batasan Masalah ...........................................................................................................

2
1.3

Rumusan Masalah ........................................................................................................

3
1.4

Tujuan Penulisan Makalah ...........................................................................................

3
1.5

Manfaat Penulisan Makalah .........................................................................................

3
2.1


BAB II PEMBAHASAN
Korupsi..........................................................................................................................

5
2.1.1

Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi.........................................................

6
2.1.2

Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Korupsi..............................................................

7
2.1.3

Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Korupsi...................................................................

9

2.1.4

Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia..........................................................................

11
2.2

Kolusi............................................................................................................................

12
2.3

Nepotisme......................................................................................................................

12
2.4

Dampak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).........................................................

13

3.1
14

BAB III PENUTUP
Kesimpulan....................................................................................................................

3.2

Saran...............................................................................................................................

15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
16

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korupsi, kolusi, dan nepotisme, disingkat KKN, telah mengakar dalam
sendi- sendi kehidupan bangsa Indonesia. Seakan ketiga hal tersebut merupakan
bagian dari adat istiadat mereka dan sudah biasa terjadi. Ironinya, bahkan telah

muncul stigma yang menyatakan bahwa KKN merupakan salah satu dari sekian
pilihan menuju hidup lebih baik tanpa memperdulikan akibatnya bagi orang lain.
Perlu diketahui bahwa sebenarnya Indonesia termasuk negara yang cukup
kaya. Penghasilannya pun cukup melimpah. Hanya saja uang tersebut sebagian
diserap oleh keegoisan para pelaku tindak KKN. Alhasil mereka dapat
memperkaya diri sedangkan rakyat menderita.
Diasumsikan seorang koruptor mengkorupsi uang senilai 1 milyar rupiah. Apabila
saat itu ia tidak jadi mengkorupsi uang, tentu saja uang itu akan lebih bermanfaat
lagi untuk kesejahteraan rakyat. Uang tersebut dapat digunakan untuk menggaji
pegawai-pegawai negeri, memperbaiki jalan yang rusak, atau untuk kepentingan
bersama lainnya. Itu baru 1 milyar yang dikorupsi satu koruptor.

Padahal biasanya koruptor kelas teri sekalipun bisa menggaet uang sebesar
puluhan milyar rupiah. Dan jumlah koruptor lebih dari satu, bahkan banyak.
Belum ditambah dengan koruptor kelas kakap dan koruptor yang cuma ikut-ikut
dapat kucuran. Menimbang dari itu, dapat disimpulkan bahwa peberantasan KKN
sangatlah penting. Tanpa KKN Indonesia bisa menjadi negara yang kaya,
makmur, dan sejahtera.
Sebenarnya, kesadaran bangsa Indonesia akan dampak negatif dari KKN sudah
ada. Namun kesadaran dan kemauan untuk menghapuskannya hanya dimiliki

golongan minoritas saja sedangkan mayoritas merasa baik-baik saja dengan
berlangsungnya praktik KKN. Bahkan diantaranya ada pula yang menginginkan
dipertahankannya budaya KKN karena dapat memberikan beberapa keuntungan
dan keistimewaan.
Keuntungan dan keistimewaan tersebut diantaranya adalah kemudahan
memperoleh jabatan sesuai keinginan asalkan memiliki ataupun dapat membuat
koneksi dengan orang dalam (orang yang bersangkutan) atau memiliki modal
untuk menyuap. Selain itu, masih banyak lagi keuntungan bagi pelaku KKN
(setidaknya menurut mereka KKN menguntungkan selama tidak ketahuan).
Banyak cara telah diupayakan pemerintah untuk memberantas praktik KKN di
Indonesia. Akan tetapi masih saja KKN merajalela di negeri ini. Sebab pada
akhirnya semua usaha tersebut bergantung pada moral, mental, dan tingkat
kesadaran masing-masing individu sedangkan keadaan moral, mental, dan
kesadaran bangsa Indonesia berada pada tingkat mengkhawatirkan.
Untuk mengoptimalkan usaha pemberantasan KKN, terlebih dulu harus
diupayakan usaha-usaha untuk memperbaiki moral dan mental serta mendongkrak
kesadaran masyarakat terutama generasi muda akan dampak negatif KKN juga
kemauan dan kesadaran untuk beralih dari budaya KKN.

Salah satu upaya tersebut adalah dengan pembelajaran dan penyusunan makalah

mengenai KKN dan implementasinya. Setelah itu, akan muncul upaya
mempelajari seluk-beluk KKN termasuk upaya-upaya penghapusannya. Melalui
proses tersebut, diharapkan akan muncul kesadaran serta terbentuk pribadi dengan
moral dan mental yang baik.
1.2 Batasan Masalah
Pembahasan ini terutama membahas tentang implementasi KKN dalam hal
kedudukan/jabatan di instansi-instansi, perusahaan, lembaga-lembaga, dan lain
sebagainya di Indonesia. Serta penyelesaian-penyelesaian yang mungkin
diterapkan untuk pemberantasan budaya maupun stigma mengenai KKN di
Indonesia. Adapun pembahasan mengenai hal-hal di luar itu maupun hal-hal yang
sedikit bersangkutan dengan hal tersebut tidak akan dibahas secara mendetail.
1.3 Rumusan Masalah
1)

Apakah penyebab munculnya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di

Indonesia?
2)

Apa saja dampak KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia


terutama dalam menentukan kedudukan seseorang dalam instansi atau badan
tertentu?
3)

Bagaimanakah bentuk KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di Indonesia.

1.4 Tujuan Penulisan Makalah
1)

Menambah wawasan akan pengertian, asal-muasal, dan implementasi KKN

di Indonesia.
2)

Mempelajari upaya-upaya yang mungkin diterapkan dalam pemberantasan

KKN di Indonesia.
3)


Membangun moral dan mental anti-KKN serta memberi kesadaran akan

seberapa merugikan KKN dan kemauan untuk menghapus KKN di Indonesia.

4)

Membantu mengupayakan pembaharuan Indonesia menuju negeri yang

bersih dari KKN.

1.5 Manfaat Penulisan Makalah
A. Bagi Penulis
1)
2)

Menambah wawasan akan KKN dan seluk-beluknya.
Sebagai media menyalurkan ide sebagai upaya pemberantasan KKN di

Indonesia.
B. Bagi Masyarakat
1)

Menambah wawasan masyarakat akan KKN dan seluk-beluknya.

2)

Menambah kesadaran masyarakat akan dampak KKN serta memberi inspirasi

dan keinginan masyarakat untuk memberantas KKN.
3)

Memberi pengertian yang benar tentang stigma mengenai KKN.

4)

Mengajak masyarakat untuk aktif dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa-

bernegara dan memajukan kehidupan bangsa tanpa menggunakan KKN
(menghapus budaya KKN).
C. Bagi Pemerintah
1)

Membantu memperbaiki moral dan mental bangsa serta memunculkan

kemauan serta inspirasi untuk memberantas KKN.
2)

Membantu mewujudkan manusia-manusia Indonesia yang adil dan beradab

sesuai Pancasila dan UUD 1945.
3)

Membantu membangun Indonesia bersih KKN.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Korupsi
Korupsi (dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar-balik, menyogok) secara luas
berarti penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi.
Dari sudut pandang hukum, korupsi memenuhi hal-hal berikut ini;
1)

Perbuatan melawan hukum

2)

Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana

3)

Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi

4)

Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jenis tindak pidana korupsi di antaranya (bukan semuanya) adalah;
1)

Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan)

2)

Menggelapan dalam jabatan

3)

Pemerasan dalam jabatan

4)

Menerima gratifikasi (sejenis keistimewaan, diskon, atau perlakuan khusus

lainnya) bagi pegawai negeri/penyelenggara negara.
5)

Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan
jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah-pemerintahan
rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan,
sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya.
Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan
oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele
atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan
kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan
membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang
dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang
legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
2.1.1 Kondisi Yang Mendukung Munculnya Korupsi
1. Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik.
2. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
3. Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal.
4.

Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.

5.

Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman

lama".
6.

Lemahnya ketertiban hukum.

7.

Lemahnya profesi hukum.

8.

Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.

9.

Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.

10. Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal
memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
11. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau
"sumbangan kampanye.

2.1.2 Dampak Negatif Yang Ditimbulkan Korupsi
Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan
perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan
menghentikan

ketertiban

hukum;

dan

korupsi

di

pemerintahan

publik

menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan
toleransi.
Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi

meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos
manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan
perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga)
dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan
baru dan hambatan baru.
Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan
"lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari
persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat

mungkin

menambah

kompleksitas

proyek

masyarakat

untuk

menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak
kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan
bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanantekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para

pakar

ekonomi

memberikan

pendapat

bahwa

salah

satu

faktor

keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika,
adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan
penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke
dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika
yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu
potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi

untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lainlain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970
sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187
triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.
Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah
dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan
bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering
didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk
kekayaan mereka di luar negeri, diluar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3)

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya.

Korupsi

politis

berarti

kebijaksanaan

pemerintah

sering

menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar,
namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "probisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang
memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
2.1.3 Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan
dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
1)

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan
penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua

aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat
penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak
sama

dengan

negara-negara

yang

paling

sering

menerima

sogokan.

Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi
(anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001
adalah sebagai berikut (disusun menurut abjad):
Australia, Kanada, Denmark, Finlandia, Islandia, Luxemburg, Belanda, Selandia
Baru, Norwegia, Singapura, Swedia, dan Swiss.
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah
(disusun menurut abjad):
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,Irak, Kenya, Nigeria,
Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda, dan Ukraina.
Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini
dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan
dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga
tidak ada)
Sumbangan kampanye dan "uang lembek". Di arena politik, sangatlah sulit untuk
membuktikan

korupsi,

namun

lebih

sulit

lagi

untuk

membuktikan

ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta
sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk
bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang
akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.
2)

Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi di mana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka
dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh
Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan
politik mereka.
3)

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa
negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada
umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di
bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun:
Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa
korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei
pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan
Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing
memberikan sogok.
Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun
2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data
tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.
2.1.4 Contoh Kasus Korupsi Di Indonesia
Di Indonesia, telah terjadi banyak sekali kasus korupsi. Di bawah ini adalah daftar
beberapa di antara sekian kasus korupsi yang telah terjadi di Indonesia yaitu;
1)

Kasus dugaan korupsi Soeharto: dakwaan atas tindak korupsi di tujuh

yayasan.
2)

Pertamina: dalam Technical Assistance Contract dengan PT Ustaindo Petro

Gas.
3)

Bapindo: pembobolan di Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) oleh Eddy

Tansil.

4)
5)

Abdullah Puteh: korupsi APBD
Nunun Nurbaeti : Kasus dugaan suap Cek Pelawat pemilihan Deputi

Gubernur Senior BI.
6)

Kasus mafia pajak, Gayus Tambunan Gayus Halomoan Partahanan Tambunan

atau hanya Gayus Tambunan.
7)

Kasus korupsi anggota DPR, kasus produksi proyek Hambalan dan Wisma

Atlet Beberapa nama yang terlibat adalah Muhammad Nazarrudin, Angelina
Sondakh, Andi Mallarangeng, dan Anas Urbaningrum.
8)

Djoko didakwa melakukan tindak pidana korupsi proyek Simulator SIM dan

tindak pidana pencucian uang dan merugikan keuangan negara sebesar Rp144
miliar.
9)

Kasus Susno Duadji Ada dua kasus yang membuat Susno menjadi terpidana,

yakni kasus korupsi PT Salmah Arowana Lestari (SAL) dan kasus korupsi dana
pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno dituduh telah menerima suap
sebesar Rp500 juta dari Haposan Hutagalung
10) Selaku pengacara investor PT SAL, melalui Sjahril Djohan.
11) Kasus Suap Daging Impor Ahmad Fathanah
Kasus-kasus di atas adalah bukti tumbuh suburnya korupsi di Indonesia. Hal ini
terjadi bukan karena adanya kesempatan dan niat untuk berbuat tindak korupsi.
Ditambah lagi stigma dan budaya korupsi yang telah mengakar dalam sendi-sendi
masyarakat memberi dorongan tambahan bagi pelaku atau yang lebih akrab
disebut koruptor.
2.2

Kolusi
Di dalam bidang studi ekonomi, kolusi terjadi di dalam satu bidang

industri disaat beberapa perusahaan saingan bekerja sama untuk kepentingan
mereka bersama. Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli,
dimana keputusan beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara
signifikan mempengaruhi pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus
dari kolusi berlebihan, yang juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.

kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan
secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai
dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala
urusannya menjadi lancer.
2.3 Nepotisme
Nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan
hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Kata ini biasanya digunakan
dalam konteks derogatori.
Sebagai contoh, kalau seorang manajer mengangkat atau menaikan jabatan
seorang saudara, bukannya seseorang yang lebih berkualifikasi namun bukan
saudara, manajer tersebut akan bersalah karena nepotisme. Pakar-pakar biologi
telah mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan
naluri, sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kata nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan”
atau “cucu”. Pada Abad Pertengahan beberapa paus Katholik dan uskup- yang
telah mengambil janji “chastity” , sehingga biasanya tidak mempunyai anak
kandung – memberikan kedudukan khusus kepada keponakannya seolah-olah
seperti kepada anaknya sendiri. Beberapa paus diketahui mengangkat keponakan
dan saudara lainnya menjadi kardinal.
Seringkali, penunjukan tersebut digunakan untuk melanjutkan “dinasti”
kepausan. Contohnya, Paus Kallistus III, dari keluarga Borja, mengangkat dua
keponakannya menjadi kardinal; salah satunya, Rodrigo, kemudian menggunakan
posisinya kardinalnya sebagai batu loncatan ke posisi paus, menjadi Paus
Aleksander VI.
Kebetulan, Alexander mengangkat Alessandro Farnese, adik kekasih gelapnya,
menjadi kardinal; Farnese kemudian menjadi Paus Paulus III. Paul juga
melakukan nepotisme, dengan menunjuk dua keponakannya (umur 14 tahun dan
16 tahun) sebagai Kardinal. Praktek seperti ini akhirnya diakhiri oleh Paus
Innosensius XII yang mengeluarkan bulla kepausan Romanum decet pontificem
pada tahun 1692. Bulla kepausan ini melarang semua paus di seluruh masa untuk

mewariskan tanah milik, kantor, atau pendapatan kepada saudara, dengan
pengecualian bahwa seseorang saudara yang paling bermutu dapat dijadikan
seorang Kardinal.
2.4 Dampak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)
1)

Secara garis besar, dampak dan implementasi KKN di Indonesia terutama

dalam hal kedudukan/jabatan adalah:
2)

The wrong person in the wrong place.

3)

Ketidakadilan di berbagai bidang.

4)

Penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kesengsaraan pihak lain.

5)

Ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai

prosedur dan hukum) dengan praktiknya.
6)

Kesenjangan sosial.

7)

Mendapat hukuman bagi pelaku KKN.

8)

Pelanggaran hak-hak warga negara.

9)

Ketidakpercayaan rakyat pada aparat negara.

10) Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu
11) Demokrasi menjadi tidak lancar
12) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
13) Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam
menjalankan program pembangunan.
14) Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
15) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
16) Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat
upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1.

Latar belakang munculnya KKN di Indonesia sebagai budaya dan stigma

adalah pemerintahan pada masa Orde Baru yang cenderung absolut, diktator, dan
birokratis, serta praktik budaya KKN yang diperkenalkan presiden pada masa itu
melalui penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
2.

Secara garis besar, dampak dan implementasi KKN di Indonesia terutama

dalam hal kedudukan/jabatan adalah;
a)

The wrong person in the wrong place.

b)

Ketidakadilan di berbagai bidang.

c)

Penyalahgunaan kekuasaan yang menyebabkan kesengsaraan pihak lain.

d)

Ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai

prosedur dan hukum) dengan praktiknya.

e)

Kesenjangan sosial.

f)

Mendapat hukuman bagi pelaku KKN.

g)

Pelanggaran hak-hak warga negara.

h) Ketidakpercayaan rakyat pada aparat negara.
i)

Kesejahteraan umum Negara menjadi tergganggu

j)

Demokrasi menjadi tidak lancar

k)

Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.

l)

Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam

menjalankan program pembangunan.
m) Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
n) Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
o)

Sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat

upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
3. Secara garis besar, upaya-upaya untuk membrantas KKN di Indonesia adalah
dengan :
a)

Meningkatkan moral dan mental diri. Memunculkan jiwa anti-KKN dalam

diri dan mempraktikkannya.
b)

Mempengaruhi orang lain agar memiliki kesadaran akan anti-KKN dan

mempraktikkannya.
c)

Bekerja sama dan melakukan peran masing-masing dalam upaya

pemberantasan KKN.
3.2 Saran
1.

Perlu dilakukan penyuluhan, workshop, dan pembinaan kesadaran diri akan

jiwa anti-KKN secara efektif dan efisien.
2.

Perlu kerja sama dari seluruh lapisan masyarakat untuk mewujudkan proyek

penghapusan KKN di Indonesia. Karenanya, perlu dilakukan upaya untuk
menarik minat masyarakat agar mau berpartisipasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.

http://lindajuwita.blogspot.com/2011/02/tugas-mandiri-kewarganegaraansemester.html

2.

http://imliakawaii.blogspot.com/2012/02/makalahdampak-korupsi-bagimasyarakat.html

3.

http://srisetiawaty007.files.wordpress.com/2013/05/bab-i-pengantar-pendidikankewarganegaraan-e2809cpemberantasan-korupsi-kolusi-dan-nepotismekkne2809d.pdf

4. http://ayatatc.blogspot.com/2014/05/tugas-makalah-pkn-tentang-dampak.html