Hubungan Stres Kerja dengan Intensi Turnover Pada Karyawan Bank di Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. INTENSI TURNOVER
1. Definisi Intensi Turnover
Menurut Ajzen (1991), intensi adalah hal yang mendorong dan
mempengaruhi sebuah perilaku. Intensi merupakan aspek konatif yang
menunjukkan intensti individu dalam bertingkah laku (Novliadi, 2007). Intensi
tersebut dapat mengindikasikan seberapa besar usaha seseorang untuk melakukan
atau membentu suatu perilaku. Apabila intensi seseorang terhadap suatu perilaku
semakin kuat, maka semakin besar kemungkinan perilaku tersebut terwujud.
Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan bahwa intensi memiliki dua aspek,
yaitu pertama, sikap pribadi terhadap perilaku yang akan dilakukan (attitude
toward the behavior). Sikap ini mundul dari dalam diri individu. Kedua, persepsi
individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku
tertentu (subjective norm). Norma subjektif mencerminkan pengaruh dan tekanan
dari lingkungan sosial individu.
Namun Ajzen berpendapat bahwa teori reason action belum dapat
menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di bawah kontrol
individu. Karena itu dalam theory of planned behavior Ajzen menambahkan satu
faktor yang menentukan intensi yaitu perceived behavioral control. Perceived
behavioral control merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang

dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Faktor ini
menurut Ajzen mengacu pada persepsi individu mengenai mudah atau sulitnya
9

Universitas Sumatera Utara

memunculkan tingkah laku tertentu dan diasumsikan merupakan refleksi dari
pengalaman masa lalu dan juga hambatan yang diantisipasi.
Menurut Ajzen (2005) ketiga faktor ini yaitu sikap, norma subjektif, dan
perceived behavioral control dapat memprediksi intensi individu dalam
melakukan perilaku tertentu.
Fishbein dan Ajzen (1975) mengatakan intensi adalah prediktor yang baik
tentang bagaimana seorang individu berperilaku di masa depan. Oleh karena itu,
intensi turnover merupakan prediktor baik terhadap gejala atau perilaku turnover.
Turnover menurut Cascio (1998) adalah suatu pemutusan hubungan kerja
secara permanen antara perusahaan dan pekerja. Callanan dan Greenhaus (2006)
mendefinisikan turnover sebagai pemisahan diri karyawan dari suatu organisasi.
Menurut Lee dan Mitchell (dalam Brett & Drasgow, 2002), turnover merupakan
keputusan karyawan untuk berhenti dari pekerjaannya. Keputusan tersebut dapat
dipicu oleh ketidakpuasan dengan pekerjaan atau perusahaannya.

Definisi dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa turnover
adalah keluarnya karyawan dari perusaaannya karena adanya ketidakpuasan
dengan pekerjaannya sekarang atau perusahaan tempatnya bekerja.
Robbins dan Judge (2013) menyatakan bahwa intensi turnover adalah
keinginan karyawan untuk mengundurkan diri permanen dari suatu organisasi
secara tidak sukarela (unvoluntary) maupun secara sukarela (voluntary). Intensi
turnover didorong oleh dua faktor yaitu kurang menariknya pekerjaan dan
tersedianya alternatif pekerjaan lain.

10

Universitas Sumatera Utara

Menurut Medina (2012), intensi turnover adalah intensi atau keinginan
karyawan untuk mencari alternatif pekerjaan lain dengan seorang atasan yang
baru. Dengan kata lain, intensi turnover adalah indikator awal seseorang untuk
meninggalkan pekerjaan lamanya.
Intensi turnover secara umum mengacu pada keinginan karyawan untuk
meninggalkan perusahaan namun belum terwujud dalam suatu tindakan nyata.
(Rogelberg, 2007). Karyawan akan melihat keuntungan dari alternatif pekerjaan

lain. Apabila keuntungan tersebut lebih besar, maka akan timbul niat untuk
berhenti dari pekerjaan lama dan pindah ke pekerjaan baru. Namun apabila
alternatif yang tersedia tidak menjanjikan, hal tersebut akan mendorong karyawan
untuk tetap tinggal di pekerjaan lamanya.
Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi turnover
adalah keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaan lamanya karena terjadi
ketidakpuasan dengan pekerjaannya sekarang dan oleh karena adanya alternatif
yang lebih menguntungkan di perusahaan lain.
2. Faktor-faktor intensi turnover
Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi intensi turnover pada
karyawan, yaitu (Mobley et al., 1979):
1. Komitmen organisasi, seorang karyawan yang punya komitmen terhadap
organisasi akan mempengaruhinya secara kuat untuk tetap bertahan di
perusahaannya.

11

Universitas Sumatera Utara

2. Peluang jangka panjang, dalam hal ini bagaimana seseorang melihat masa

depannya di perusahaan. Karyawan akan bertahan bila peluang pendidikan
dan karir diberikan oleh perusahaan.
3. Kepuasan kerja, seorang karyawan yang mempunyai kepuasan kerja tinggi
tidak akan meninggalkan perusahaan, namun juga berlaku sebaliknya.
4. Stres kerja, jika karyawan mengalami stres tinggi, maka cenderung akan
meninggalkan perusahaan.
5. Keadilan, perlakuan secara adil bagi seluruh karyawan akan meneguhkan
karyawan semakin loyal terhadap perusahaan dan akan tetap bertahan.
Sesuai dengan faktor di atas, dapat dilihat bahwa stres kerja merupakan
salah satu faktor penyebab intensi turnover. Hal ini dapat disebabkan oleh
karena stres kerja merupakan faktor krusial yang mempengaruhi kepuasan
kerja dan komitmen orginasasi karyawan yang kemudian menjadi prediktor
turnover (Mosadeghrad, 2013).
3. Pengukuran Intensi Turnover
Intensi merupakan variabel terdekat dengan perilaku nyata yang akan
dilakukan seseorang (Fishbein dan Ajzen dalam Novliadi, 2007). Apabila
intensi dikaitkan dengan perilaku turnover, maka dapat disimpulkan bahwa
intensi turnover (turnover intention) adalah prediktor terhadap perilaku
turnover pada karyawan.
Pengukuran intensi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Fishbein dan Ajzen (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa
pengukuran intensi secara langsung menekankan pada isi intensi atau
12

Universitas Sumatera Utara

spontanitas keinginan untuk melakukan suatu perilaku tertentu tanpa
memperhatikan proses yang mendahului terbentuknya intensi tersebut.
Sedangkan, pengukuran intensi secara tidak langsung berdasarkan kerangka
konseptual pembentukan perilaku. Fishbein dan Ajzen (1975) menyatakan
bahwa intensi memiliki 2 aspek utama, yaitu attitude towards behavior dan
subjective norm.
Sikap pribadi terhadap perilaku (attitude towards behavior) merupakan
penilaian individu terhadap konsekuensi suatu perilaku. Sikap ini cenderung
muncul dari dalam individu. Individu akan memiliki intensi untuk melakukan
suatu perilaku apabila individu menganggap perilaku tersebut positif dan dapat
menghasilkan sesuatu yang menguntungkannya.
Sedangkan norma subjektif (subjective norm) merefleksikan pengaruh
dan tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.
Individu akan melakukan suatu perilaku apabila individu tersebut percaya

bahwa orang-orang di sekitarnya memandang perilaku tersebut layak untuk
dilakukan.
Ajzen (2005) kembali menambahkan aspek ketiga dari intensi, yaitu
perceived behavioral control. Perceived behavioral control merupakan
persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan
perilaku tertentu
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin favorable
sikap pribadi dan norma subjektif individu terhadap perilaku turnover, maka
semakin tinggi intensi individu untuk mewujudkan perilaku turnover.
13

Universitas Sumatera Utara

B. STRES KERJA
1. Definisi Stres Kerja
Stres adalah suatu kondisi yang bersifat dinamis dimana individu
dihadapkan dengan kesempatan, yang berhubungan dengan apa yang individu
inginkan dan hasil yang didapatkan dipersepsikan sebagai sesuatu yang tidak
pasti dan penting. Arti singkatnya adalah stres merupakan proses psikologis
yang tidak menyenangkan yang terjadi karena adanya tekanan dari lingkungan

(Robbins, 2013)
Beehr dan Newman (1978) mendefinisikan stres kerja sebagai suatu
kondisi yang muncul karena adanya interaksi antara individu dengan
pekerjaannya, yang dikarakterisasikan dengan adanya perubahan pada individu
yang membuat individu berperilaku tidak normal.
French, Rogers, & Cobb dalam Wijono (2010) mendefinisikan stres
kerja sebagai berikut : “a misfit between a person’s skill and abilities and
demands of the job misfit in term of person’s needs supplied by the job
environment.” Kemudian mereka bersama Van Harrison dan Pinneau (1975)
membuat definisi baru menjadi “any characteristic of the job environment
which process a threat to the individual.”
Sementara Keenan dan Newton dalam Wijono (2010) menyatakan
bahwa stres kerja adalah hasil dari kekaburan peran, konflik peran dan beban
kerja yang berlebihan, Hal-hal ini dapat mengganggu prestasi dan kemampuan
individu dalam bekerja. Menurut Kavanagh, Hurst dan Rose dikuti dari Wijono

14

Universitas Sumatera Utara


(2010), stres kerja juga merupakan salah satu bentuk ketidakseimbangan
persepsi individu terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan
keadaan psikologis yang tidak menyenangkan yang disebabkan karena adanya
tekanan dari lingkungan kerja dan adanya ketidakselarasan antara kemampuan
individu dengan tuntutan pekerjaan yang dimilikinya.
2.

Faktor-faktor stres kerja
Menurut Robbins (2013) ada beberapa faktor penyebab stres dalam

pekerjaan, yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Robbins (2013) menjelaskan bahwa adanya ketidakpastian
lingkungan akan mempengaruhi desain dari struktur organisasi dan
kemudian ketidakpastian tersebut akan mempengaruhi tingkat stres pada
karyawan yang ada di organisasi tersebut. Terdapat 3 tipe utama dari
ketidakpastian lingkungan, yaitu :
a. Ketidakpastian Ekonomi
Siklus bisnis yang selalu berubah dapat menimbulkan terjadinya

economic uncertainties atau ketidakpastian ekonomi. Ketika keadaan
ekonomi sedang tidak stabil karyawan cenderung terus khawatir
akan pekerjaan mereka. Gaji yang diterima oleh karyawan mungkin
saja tidak cukup untuk membiayai kebutuhan pokok karyawan.

15

Universitas Sumatera Utara

b. Ketidakpastian Politis
Batasan politik menjadi salah satu sumber stres yang berhubungan
dengan pekerjaan. Karyawan akan merasa tertekan atau stres apabila
karyawan merasa ada ancaman terhadap perubahan politik.
c. Ketidakpastian Teknologis
Inovasi baru dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang
karyawan akan menjadi sia-sia dalam waktu yang sangat pendek
oleh karena itu ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang
dapat menyebabkan stres, komputer, robotika, otomatisasi dan
ragam- ragam lain dari inovasi teknologis merupakan ancaman bagi
banyak organisasi yang menyebabkan stres pada karyawan.

2. Faktor Organisasi
Menurut Robbins (2013) menjelaskan banyak sekali faktor dalam
organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari
kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang
terbatas, beban kerja yang berlebihan, sehingga dikategorikan faktorfaktor ini di sekitar tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan antar
pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tingkat hidup
organisasi.
a. Tuntutan Tugas
Menurut Robbins (2013) tuntutan peran merupakan faktor yang
dikaitkan pada pekerjaan seorang. Faktor ini mencakup desain
pekerjaan individu, kondisi kerja, dan tata letak fasilitas kerja.
16

Universitas Sumatera Utara

Keadaan kerja

yang tidak sesuai dengan karyawan dapat

menyebabkan stres kerja.

b. Tuntutan Peran
Menurut Robbins (2013) tuntutan peran diberikan kepada seseorang
sebagai suatu peran yang harus dilaksanakan dalam organisasi.
Tuntutan peran yang terjadi dapat berupa konflik peran, peran yang
berlebihan dan ambiguitas peran
c. Tuntutan Antar Pribadi
Menurut Robbins (2007) tuntutan antar pribadi diciptakan oleh
karyawan lain di perusahan. Kurangnya dukungan sosial dari kerabat
kerja dan hubungan interpersonal yang sangat minim dapat
menyebabkan stres terutama pada karyawan yang memiliki
kebutuhan sosial yang tinggi.
3. Faktor Individual
Robbins (2013) menjelaskan bahwa faktor personal pada karyawan
yang menimbulkan stres kerja adalah masalah keluarga, masalah
finansial dan karakteristik kepribadian individu.

Menurut McShane dan Van Glinow (2009), stres kerja dapat
disebabkan oleh beberapa jenis stressors, yaitu :
1. Harassment and Incivility
Salah satu sumber stres yang paling cepat berkembang dalam
lingkungan kerja adalah penganiayaan secara psikologis. Penganiayaan
17

Universitas Sumatera Utara

secara psikologis di dalamnya termasuk komen secara verbal, perilaku
dan gesture yang mempengaruhi harga diri karyawan dan intergritas
fisik dan psikologis karyawan yang dapat membuat lingkungan kerja
menjadi tidak nyaman untuk karyawan tersebut.
2. Work Overload
Ilmuwan pada dulunya memprediksi bahwa perkembangan teknologi
akan membuat jam kerja karyawan akan berkurang. Namun, hal
tersebut belum terwujud. Banyak karyawan-karyawan yang bekerja
lebih dari 50 jam per minggu. Kerja yang berlebihan atau work
overload dapat mengakibatkan burnout pada karyawan. Hal ini juga
dapat memicu terjadinya konflik rumah tangga, karena karyawan yang
bekerja secara berlebihan memiliki waktu yang sedikit untuk
menemani keluarganya.
3. Low Task Control
Efek dari stres kerja tergantung pada job resources individu. Job
resource

merepresentasikan

aspek

pekerjaan

yang

membantu

karyawan dalam mencapai tujuan, meringankan job demand, dan/atau
menstimulasi perkembangan personal individu.
Salah satu job resource yang penting adalah otonomi atau kontrol
terhadap kecepatan atau langkah di tempat kerja. Low task control
meningkatkan paparan karyawan terhadap ancaman burnout karena
karyawan menghadapi beban kerja yang tidak mampu mereka atasi.

18

Universitas Sumatera Utara

Yang menjadi stressor utama dari low task control adalah beban dan
tanggung jawab yang harus ditanggung oleh karyawan.
3. Dampak Stres Kerja
Stres kerja tidak hanya berpengaruh pada karyawan, namun stres kerja
dapat mempengaruhi perusahaan. Menurut Gibsons (2000), dampak stres kerja
bervariasi. Dampak positif dari stres kerja adalah menjadi motivasi individu
baik secara personal atau dalam hal pekerjaan. Menurut Cox dalam Gibsons
(2000), terdapat 5 jenis konsekuensi dampak stres, yaitu :
1. Dampak Subjektif
Dampak ini dapat berupa perasaan cemas, agresi, acuh, kebosanan,
depresi, keletihan, gugup, kesepian
2. Dampak perilaku
Berupa

kecenderungan

mengalami

kecelakaan,

alkoholik,

penyalahgunaan obat-obatan, emosi yang meledak, gugup, merokok
berlebihan.
3. Dampak kognitif
Berupa

ketidakmampuan

mengambil

keputusan,

tidak

dapat

konsentrasi, peka terhadap kritik, rentang perhatian yang pendek.
4. Dampak fisiologis
Berupa meningkatnya kadar gula, meningkatnya denyut jantung dan
tekanan darah, mulut kering, pupil mata membesar, tubuh yang panas
dingin.

19

Universitas Sumatera Utara

5. Dampak organisasi
Berupa tingginya tingkat absen, pergantian karyawan, rendahnya
produktivitas, keterasingan dari rekan sekerja, ketidakpuasan kerja,
menurunnya keikatan dan kesetiaan terhadap organisasi.
4. Indikator Stres Kerja
Robbins (2005) menyatakan bahwa gejala dari stres dapat dilihat dari
3 aspek. Gejala-gejala tersebut digolongkan menjadi 3 kategori umum,
yaitu fisiologis, psikologis dan perilaku. Robbins (2005) mengungkapkan
bahwa gejala fisiologis kurang berkaitan dengan perilaku organisasi.
Gejala fisiologis juga lebih sulit untuk diukur secara objektif. Gejala
psikologis dan perilaku karyawan lebih penting dalam mengukur stres
kerja.
Indikator dari ketiga aspek tersebut, yaitu :
1. Gejala fisiologikal
a. Sakit perut
b. Detak jantung meningkat dan sesak nafas
c. Tekanan darah meningkat
d. Sakit kepala
2. Gejala psikologis, meliputi :
a. Cepat tersinggung atau iritabilitas
b. Mudah bosan
c. Cemas
d. Prokrastinasi
20

Universitas Sumatera Utara

e. Ketegangan
f. Ketidakpuasan dalam bekerja
3. Gejala perilaku, meliputi :
a. Turunnya produktivitas
b. Perubahan pola makan
c. Meningkatnya kegiatan merokok atau pengonsumsian alkohol
d. Gelisah dan mengalami gangguan tidur
e. Tingkat absensi meningkat
f. Berbicara cepat
C. DINAMIKA STRES KERJA DENGAN INTENSI TURNOVER
Menurut McShane dan Van McGlinow (2009) dan Robbins (2013)
mengungkapkan bahwa salah satu dampak dari stres kerja adalah terjadinya
turnover. Stres kerja bisa diakibatkan oleh beberapa faktor (Robbins, 2007)
seperti faktor lingkungan, organisasi dan individual. Pada faktor organisasi,
yang mungkin dapat menimbulkan stres kerja adalah work overload atau kerja
yang berlebihan. Masing-masing karyawan telah diberikan tugas yang
sepantasnya untuk diselesaikan. Apabila tugas yang diberikan melebihi batas
kemampuan yang dimiliki oleh karyawan maka karyawan dapat mengalami
stres kerja. Hal ini sejalan dengan arti stres kerja menurut French, Rogers &
Cobb dalam Wijono (2010)
Tingginya tingkat persaingan di dunia sektor industri khususnya
perbankan menyebabkan setiap perusahaan berusaha untuk membuat strategistrategi baru untuk meningkatkan jumlah konsumen. Strategi ini pastinya akan
21

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan oleh karyawan yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan
berfokus pada strategi untuk meningkatkan profit bagi perusahaan namun
dalam pelaksanaan hal tersebut kesejahteraan karyawan tidak terpantau dengan
baik. Ketika karyawan mengalami suatu permasalahan yang sulit, organisasi
akan juga mencarikan jalan keluar. Hal ini disebabkan karena apabila
karyawan mengalami stres yang tinggi, akibat terhadap perusahaan adalah
meningkatnya absensi dan turnover.
Beban kerja yang berlebihan, masalah interpersonal atau faktor
lingkungan yang tidak sesuai dengan persepsi dan harapan individu dapat
menyebabkan munculnya stres kerja. Stres kerja dapat memberikan efek positif
terhadap karyawan apabila dapat diatasi dengan baik. Namun, apabila tidak
segera diatasi dan stres kerja berlangsung lebih lama karyawan akan
mengalami efek burnout (Robbins, 2006), kehilangan motivasi kerja yang
kemudian membuat karyawan merasa tertekan sehingga produktivitas kerja
karyawan menurun. Ketika tekanan yang dialami oleh karyawan semakin berat,
karyawan pada akhirnya bisa memutuskan untuk meninggalkan perusahaannya
(turnover).
D. HIPOTESIS
Pengertian hipotesis menurut Sugiyono (2004) adalah jawaban
sementara terhadap rumusan penelitian di mana rumusan masalah penelitian
telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Hipotesis merupakan
dugaan sementara yang mungkin benar dan mungkin salah, sehingga dapat
dianggap atau dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sementara.
22

Universitas Sumatera Utara

Penolakan atau penerimaan suatu hipotesis tersebut tergantung dari hasil
penellitian terhadap faktor-faktor yang dikumpulkan, kemudian diambil suatu
kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
H0 : Tidak ada hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover pada
karyawan Bank di Medan
H1 : Terdapat hubungan antara stres kerja dengan intensi turnover pada
karyawan Bank di Medan

23

Universitas Sumatera Utara