T2 752015006 BAB III

BAB III
INO FO MAKATI NYINGA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT HALMAHERA
BARAT
Halmahera Barat merupakan salah satu kabupaten yang ada di pulau Halmahera
Maluku Utara. Halmahera barat dikenal dengan berbagai etnis yang konon katanya menjadi
cikal bakal masyarakat yang mendiami pulau Halmahera, diantaranya suku Sahu, Wayoli,
Gamkonora, Loloda dan Tobaru. Wilayah ini juga memiliki kesamaan dengan pulau-pulau
lainnya yang mana terdapat suku pendatang yang mendiami wilayah tersebut.1 Secara
historis, banyak kearifan lokal yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat
Halmahera Barat sejak dulu dalam membentuk sebuah tatanan kehidupan manusia dalam
bentuk tradisi lisan. Salah satu tradisi lisan yang menjadi falsafah hidup masyarakat
Halmahera Barat adalah Ino fo makati nyinga yang diadopsi dari kehidupan orang Ternate.
Falsafah ini yang selalu dipegang masyarakat sebagai blue print (cetak biru) dari para
pendahulu atau nenek moyang masyarakat Halmahera barat dalam menata kehidupannya
sampai sekarang yang akan dijelaskan di bab ini.
Pada Bab ini akan dijelaskan tiga hal pokok, antara lain : (1) Gambaran umum
wilayah Halmahera Barat (Soakonora); (2) Asal-usul Ino fo makati nyinga; (3) Pemaknaan
Ino fo makati nyinga dan pelaksanaannya dalam kehidupan masyarakat Desa Soakonora
Halmahera Barat

1


Kerja sama Badan Kearsipan dan Perpustakaan Maluku Utara dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
Universitas Khairun, Pemetaan Tradisi Lisan Kawasan Moloku Kieraha, (Ternate: Universitas Khairun, 2015),
21.

42

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Halmahera Barat
Kabupaten Halmahera Barat awalnya merupakan kabupaten induk dari Maluku Utara
yang berubah nama setelah terjadi pemekaran berdasar UU No. 1 Tahun 2003. Kabupaten
yang menjadikan Jailolo sebagai ibu kota ini dahulu memiliki lima kecamatan, yaitu Ibu,
Jailolo, Jailolo Selatan, Loloda dan Sahu. Seiring berjalannya waktu, pertumbuhan penduduk
yang begitu cepat, perkembangan aspirasi masyarakat yang semakin memaksa, serta rentang
kendali pemerintahan yang terlalu jauh, maka melalui perda No 7 tahun 2005, pemerintah
daerah kemudian memekarkan tiga kecamatan baru, yaitu kecamatan sahu timur, kecamatan
Ibu Utara dan ibu Selatan. Setelah itu, sebelumya dterbitkan Perda No. 6 tahun 2005 tentang
pemekaran kecamatan jailolo Timur, maka saat itu wilayah administratif kabupaten
Halmahera barat terdiri dari sembilan kecamatan yaitu, Ibu, Ibu Selatan, Ibu Utara,Jailolo,
Jailolo Selatan, jailolo Timur, Sahu, Sahu Timur, dan yang terakhir Loloda.2
Luas Kabupaten Halmahera Barat tercatat 14.823.16 km2


dengan luas daratan

2.361.56 km2 dan laut seluas 12.461.60 km2. Secara geografis Halmahera Barat terletak
antara 00 48’ lintang utara sampai 10 48’ lintang utara dan antara 1270 16’ 00’’ bujur timur
sampai 1270 16’ 01” bujur timur. Batas-batas geografis wilayah kabupaten Halmahera Barat
adalah sebagai berikut :

-

Sebelah Utara

: Kabupaten Halmahera Utara

-

Sebelah Timur

: Kabupaten Halmahera Utara


-

Sebelah Selatan

: Kota Tidore Kepulauan

-

Sebelah Barat

: Laut Maluku

2

Kerja sama Badan Kearsipan dan Perpustakaan Maluku Utara dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
Universitas Khairun, Pemetaan Tradisi Lisan Kawasan Moloku Kieraha, … 20.

43

Gambar Peta Wilayah Halmahera Barat

Berdasarkan wilayah administratif kabupaten Halmahera barat yang di bagi atas 9
(sembilan) kecamatan dan 176 (seratus tujuh puluh enam) desa dengan wilayah kecamatan
terluas adalah kecamatan Ibu Selatan dan yang terkecil adalah kecamatan Jailolo Selatan. Ibu
kota kabupaten Halmahera Barat terletak di kecamatan Jailolo, yang dapat di tempuh dari
seluruh kecamatan dengan perjalanan darat kecuali dari kecamatan Loloda yang harus
ditempuh melalui jalur laut. Penduduk Kabupaten Halmahera Barat yng terdiri dari wilayah
kecamatan ini pada Tahun 2013 adalah sebanyak 106.791 jiwa. Dari jumlah tersebut.
Penduduk laki-laki berjumlah 54.561 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 52.230 jiwa.
Jumlah penduduk terbesar ada di kecamatan Jailolo, yakni sebanyak 29.288 jiwa atau 27,43
persen dari total jumlah penduduk di kabupaten Halmahera Barat.3

3

Kerja sama Badan Kearsipan dan Perpustakaan Maluku Utara dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
Universitas Khairun, Pemetaan Tradisi Lisan Kawasan Moloku Kieraha, … 21.

44

3.1.1 Asal-Usul kerajaan Jailolo: Kerajaan Tertua Maluku Utara
Dalam catatan sejarah, wilayah Jailolo atau dikenal dengan Ibu Kota kabupaten

Halmahera Barat adalah salah satu kerajaan tertua di Moloku Kie Raha4 yang awal
pemerintahannya berada di pulau Motir/ Moti. Wilayah Gilolo/ Jilolo atau dikenal dengan
Jailolo juga dimasukan dalam wilayah Maluku, dengan anggapan bahwa salah satu kerajaan
tertua di Maluku sebelum tahun 1250 adalah kerajaan Gilolo5. Perlu juga dicatat sebutan
lainnya bagi keempat kerajaan yang ada di Maluku Utara tersebut:
1. Jailolo : Jiko ma-kolano, "penguasa teluk."
2. Tidore : Kie ma-kolano, "penguasa gunung."
3. Ternate: Kolano Maluku, "penguasa Maluku."
4. Bacan : dehe ma-kolano, "penguasa tanjung."
Dalam urutan berdirinya kerajaan-kerajaan Maluku, Jailolo dipandang sebagai
kerajaan tertua. Walaupun diakui sebagai kerajaan tertua oleh kerajaan –kerajaan Maluku
lainnya, tidak dapat dipastikan kapan kerajaan itu didirikan. Yang dapat dicatat hanyalah
peristiwa kesejarahan bahwa pada masa awal ada seorang raja perempuannya yang kawin
dengan Raja Loloda, sebuah kerajaan di bagian utara pulau Halmahera – mungkin merupakan
kerajaan yang lebih tua dari Jailolo. Menurut cerita rakyat di daerah ini, perkawinan antara
Ratu Jailolo dengan Raja Loloda merupakan perkawinan politik untuk memberikan akses
kepada Jailolo menguasai seluruh Halmahera. Politik Jailolo berhasil, sebab sebelum tahun
1250, teritorial Kerajaan Jailolo telah meliputi hampir seluruh Halmahera, termasuk Loloda.
Sumber Nagarakartagama mengungkapkan bahwa ketika Jailolo terbentuk sebagai Kerajaan,
4


Moloku Kie Raha (Moloku = gunung; Kie = tanah; Raha = rumah/mata rumah ) adalah sebutan kepada
empat kerajaan di Maluku Utara yaitu, Jailolo, Tidore, Bacan dan Ternate. Arti sebenarnya adalah empat kerajaan
di empat kaki gunung (Moloku). Pertemuan dilakukan di Pulau Moti yang menyepakati membentuk konfederasi
Moloku Kie Raha yang termuat dalam Perjanjian Moti (Motir Verbond) 1322 (Catatan waktu tahun diperkirakan
oleh Francois Valentijn dengan mengumpulkan catatan/informasi tentang masa kekuasaan kolano (raja) Ternate
sebelumnya).
5
Hal ini berkaitan dengan mitos Tujuh Putri, tentang asal-usul Kerajaan kerajaan di Moloku Kie Raha.

45

wilayahnya belum mencakup Halmahera Utara bagian barat, karena di sana terdapat Kerajaan
Loloda. Di samping itu, di bagian utara Halmahera juga terdapat Kerajaan Moro, yang pada
masa belakangan menjadi sasaran perluasan Kerajaan Jailolo di bawah Katarabumi pada abad
ke-16.6
Bagian barat Kerajaan Jailolo adalah Batu Cina, yang letaknya berhadapan dengan
Kepulauan Maluku – yakni pulau-pulau Ternate, Tidore, Moti, dan Makian. Jailolo semula
adalah nama sebuah desa, dan kerajaan yang berdiri di desa itu yang diperintah oleh seorang
Kolano /Sultan.7 Menurut sumber Nagarakartagama, yang disusun oleh Mpu Prapanca,

kemungkinan kolano/ Sultan pertama Jailolo adalah seorang perempuan yang berkuasa secara
tiran dan memerintah dengan tangan besi. Setelah Ratu Jailolo yang tiran itu wafat, Loloda
terlihat mampu melepaskan diri dari kekuasaan Jailolo. Sebab, ketika berlangsung pertemuan
Moti pada abad ke-14, Raja Loloda berikhtiar untuk menghadiri pertemuan tersebut, tetapi
terhalang oleh angin ribut, yang menyebabkannya mendarat di Dufa-dufa, Ternate. Karena
memerintah dengan tangan besi, terjadi perlawanan dan pembangkangan terhadap Kolano/
Sultan Jailolo, yang diikuti dengan eksodus para pembangkang politik ke pulau-pulau kecil di
sekitar Halmahera: Ternate, Tidore, Moti, dan Makian. Di pulau-pulau inilah para
pemberontak Jailolo mendirikan kerajaan-kerajaan salah satu di antaranya yang terbesar dan
terkuat adalah Ternate yang pada gilirannya merongrong dan bahkan mengakhiri eksistensi
Kerajaan Jailolo.8
Nama Halmahera menurut sumber-sumber Portugis adalah Batu cina de Moro, atau
Batu cina yang merujuk pada kerajaan tua di Halmahera Utara yang masih eksis hingga abad
ke-17, dimana Portugis berhasil mengkonversi agama sebagian penduduknya ke Kristen.
Namun Batu cina tidak punya hubungan sama sekali dengan orang-orang Cina, sebagai
6

M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, ( Ternate :
Universitas Khairun 2006), 15.
7

Penguasa kerajaan-kerajaan di Maluku ini disebut kolano (dari bahasa Jawa kelana) atau raja, dan
setelah memeluk agama Islam sebutan kolano diubah menjadi Sultan.
8
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 15-16.

46

bangsa asing pertama yang menemukan Maluku, dan memperoleh keuntungan besar dari
perdagangan rempah-rempah. Batu cina dalam pengucapan orang-orang Portugis menjadi Bat
(a) Chin (a) yang dalam teks-teks lama ditulis sebagai Batchian. Menurut Lapian, adalah
sebuah salah ucap dari kata Bacan, kekuatan tertua di Maluku yang punya pengaruh jauh
hingga Seram dan pulau-pulau di Sulawesi Utara.9
Jailolo merupakan kerajaan yang paling eksis atau kerajaan peringkat pertama
dibanding ketiga kerajaan yang ada di maluku utara berdasarkan Pertemuan Moti (1322)
yang melahirkan Persekutuan Moti (MotirVerbond) dalam hal senioritas, tapi hal itu tidak
membuat Ternate untuk menyurutkan ambisinya menguasai Jailolo. Kolano Ternate, Tulu
Malamo, tidak lagi mengakui keputusan Motir Verbond, dan menyerang serta menduduki
Jailolo. Raja Jailolo ketika itu tidak dapat berbuat sesuatupun, walaupun tindakan Tulu
Malamo menuai reaksi keras dari Kolano Tidore dan Bacan. Sekalipun serbuan Tulu Malamo
atas Jailolo telah menuai reaksi keras dari kerajaan-kerajaan lainnya di Maluku, pada 1359

Kolano Ternate, Gapi Malamo, kembali menyatakan tantangannya terhadap Jailolo. Kali ini
agresi yang dilancarkan Ternate tidak berhasil. Bala tentara Jailolo dapat menghalau tentara
Ternate keluar dari wilayahnya. Kegagalan inilah yang barangkali menyebabkan
dilangsungkannya perkawinan politik antara putera sulung Kolano Ternate pengganti Gapi
Malamo, yakni Kolano Gapi Baguna, dengan puteri Kolano Jailolo, Kaicil Kawalu, pada
1372. Tetapi, perkawinan politik ini tampaknya tidak berhasil mengimplementasikan ambisi
politik Ternate untuk mendominasi Jailolo.
Pada 1529, bangsawan tinggi Katarabumi (Catabruno) diangkat sebagai Mangkubumi
Jailolo. Dengan pengangkatan Katarabumi, Ternate mulai mengalami kesulitan dalam
melakukan ambisi politiknya. Berkat bantuan Kerajaan Tidore, Katarabumi berhasil
menangkis semua serbuan Ternate yang dibantu Portugis. Pada 1533 Sultan Jusuf wafat dan
9

Lapian dalam M. Adnan Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 12501950, … 16.

47

digantikan puteranya, Firuz Alauddin, sebagai penguasa Jailolo. Karena Sultan Jailolo itu
masih di bawah umur dan sering sakit-sakitan, Katarabumi ditunjuk sebagai Mangkubumi
untuk menjalankan roda pemerintahan Kesultanan Jailolo.10

Sementara itu, Gubernur Portugis Tristao d’Ataide menuduh orang-orang Spanyol
yang ada di Jailolo telah memberikan perlindungan kepada 4 hingga 5 negeri yang dahulu
berada di bawah kekuasaan Portugis. Dengan alasan tersebut, Ataide mengerahkan tentaranya
menyerang dan setelah mengepung selama beberapa waktu memerintahkan Jailolo menyerah.
Sultan Jailolo yang masih di bawah umur, Firuz Alauddin, dibawa ke Benteng Gamlamo di
Ternate untuk “berobat.” Evakuasi ini merupakan konspirasi antara d’Ataide dengan
Katarabumi, yang ketika itu menjabat sebagai Mangkubumi Kesultanan Jailolo.
Persekongkolan ini baru terungkap setelah berbagai hadiah yang diberikan d’Ataide kepada
Katarabumi secara berlebihan, termasuk hadiah payung emas dan pakaian dalam jumlah
besar, diketahui umum.11
Pada 1534, Katarabumi mengambil-alih Kesultanan Jailolo dan memproklamasikan
dirinya sebagai Kolano, setelah putera mahkota yang berobat di rumah sakit Portugis di
Ternate mati diracuni orang-orang suruhan Katarabumi. Dalam proklamasinya, Katarabumi
mengatakan bahwa ia akan memerintah Jailolo atas nama Raja Portugal, “Raja pertama yang
akan memberikan kevazalannya dengan wibawa Kerajaan” . Selama berkuasa, Katarabumi
berhasil membebaskan seluruh wilayah Kesultanan Jailolo yang diduduki Kesultanan
Ternate.12 Selama pemerintahan Katarabumi, Jailolo tampil sebagai sebuah kekuatan yang
cukup menakutkan dan disegani di sekitar kawasan Maluku. Sehingga menimbulkan
kecurigaan di sekeliling kekuasaan yang ada seperti Portugis dan itu terbukti bahwa semua
tindakan –tindakan yang dianggap pro terhadap Portugis ternyata hanyalah kamuflase saja.


10
11
12

Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 18.
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 18.
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 18.

48

Sukses Katarabumi juga telah menimbulkan kecemburuan Ternate. Dalam berbagai
pernyataan yang diberikan beberapa waktu setelah penobatannya, Katarabumi selalu berujar
bahwa raja-raja Maluku ingin tetap bersahabat dengan Portugis. Pernyataan ini sangat
membingungkan Gubernur d’Ataide, karena Katarabumi terus menyerang Misi Jesuit di
Moro,dan bersekutu dengan Deyalo, Sultan Ternate yang dilengserkan Portugis dari
takhtanya dan sedang dicari-cari. Dengan Deyalo, Katarabumi membuat persetujuan
membantunya merebut tahta Kesultanan Ternate. Sebagai imbalannya, daerah Moro menjadi
milik Jailolo.13
Pada 1551, Portugis memutuskan menyerbu Jailolo dan meminta keikutsertaan
Ternate dalam ekspedisi militer ini. Ternate mula-mula menolaknya, tetapi akhirnya terpaksa
menerima permintaan itu. Rencana penyerbuan Portugis ke Jailolo telah diketahui terlebih
dahulu melalui agen-agen Jailolo dalam ketentaraan Ternate. Karena itu, untuk menghadapi
serbuan tersebut, benteng Jailolo diperkuat dan tembok-temboknya yang rusak diperbaiki
serta ketinggiannya ditambah, sehingga “seekor tikuspun tidak dapat melewatinya.” Benteng
dipersenjatai dengan 100 pucuk senjata laras panjang, 18 pucuk meriam serta sebuah “mortir”
dan berbagai senjata lainnya buatan Jawa, berikut berbagai peralatan untuk mengatasi
kepungan. 14
Pasukan Alifuru Jailolo dalam jumlah besar disiapkan dengan beragam senjata
tradisional, seperti tombak, kelewang, dan lembing. Reputasi mereka dalam perang hutan
begitu menakutkan, dan pasukan ini sewaktu-waktu dapat menghilang tanpa diketahui
jejaknya. Akan tetapi, setelah Portugis memperketat pengepungannya selama lebih dari 3
bulan, benteng yang dipersenjatai sangat kuat itu akhirnya jatuh. Jailolo, di bawah pimpinan
Katarabumi yang perkasa itu akhirnya takluk tanpa syarat. Katarabumi pun menyerah,
walaupun Portugis tidak pernah masuk ke dalam benteng dan meletuskan senapannya.
13
14

Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 19.
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 19.

49

Blokade yang lama menyebabkan terputusnya hubungan dengan dunia luar dan kekurangan
perbekalan.
Setelah ada isyarat dari dalam benteng tentang penyerahan, Portugis memerintahkan
pintu benteng dibuka untuk memperlihatkan volume persenjataan dan posisi pertahanan
benteng selama beberapa hari. Menurut sumber-sumber Portugis, Katarabumi menolak
menyaksikan penyerahan Jailolo. Dengan mengenakan jubah pemberian Gubernur d’Ataide,
Sultan Jailolo itu menghilang pada suatu malam yang gelap dan masuk hutan. Ia menjalani
hidup sebagai seorang pertapa. Tetapi, menurut suatu sumber gereja, pada saat-saat terakhir,
Katarabumi ingin mengonversi agamanya menjadi Kristen Katolik. Ketika akan dibaptis dan
para pastor telah siap di depannya, mereka meminta agar sebelum dibaptis Katarabumi harus
menceraikan istri-istrinya dan menyisakan satu orang saja. Katarabumi menolak permintaan
ini, sehingga pembaptisan gagal dilakukan. Beberapa hari kemudian, masih dalam tahun
1551, Katarabumi wafat karena minum racun.15
Sepeninggal Katarabumi, Jailolo kehilangan dinamika dan kekuatannya sebagai
sebuah kerajaan. Ia hanya meninggalkan nama dan identitas sebagai bekas sebuah kerajaan
tertua dan terbesar pada masa awal kelahiran kerajaan-kerajaan Maluku. Jailolo juga telah
meninggalkan identitasnya sebagai salah satu dari empat pilar kerajaan Maluku – yakni:
Jailolo, Ternate, Tidore, dan Bacan yang dikenal sebagai Moloku Kie Raha.Semenjak
hilangnya kerajaan Jailolo, seluruh Pulau Halmahera telah bdimasukan dalam kekuasaan
Ternate, khususnya Halmahera bagian Utara dan Selatan dimana wilayah kerajaan Jailolo
menjadi suatu bagian dari Halmahera Utara. Aneksasi yang dilakukan Oleh Ternate dengan
Bantuan VOC tersebut, pada akhirnya menyebabkan Kerajaan Jailolo hilang pada awal abad
ke-17.Bahkan jauh sebelum itu, yakni pada abad ke-13 dan ke-14 supremasi telah dijalankan
di seluruh wilayah Halmahera, termasuk Kerajaan Jailolo hingga pada Tahun 1540 kerajaan

15

Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 21.

50

Jailolo menjadi wilayah wajib pajak Ternate.16 Pada awal abad ke-19 penduduk Halmahera
Timur mengungsi ke Seram bagian Utara (Seram Pasir) dan bergabung dengan Raja Jailolo.
Peristiwa ini menyebabkan kekuatan Raja Jailolo berkembang Pesat, sehingga untuk
mengatasinya, Gubernur maluku yaitu Mr. Pieter Merkus (1882-1828), memutuskan untuk
berkompromi dengan Raja Jailolo. Kompromi antara pemerintah nkolonial dan Raja jailolo
menghasilkan Kerajaan Seram pasir dengan Raja Jailolo sebagai “ Sultan Seram” dengan
istananya di Hatiling. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, karena raja Jailolo sejatinya
tetap menginginkan kerajaan Jailolo dibangun di Halmahera sesuai dengan ideologi “ Moloku
Kie Raha “ yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu.17
Pada masa Hindia Belanda, terdapat sebuah

distrik di wilayah ternate bernama

Jailolo, yang menurut cerita turun-temurun, distrik tersebut merupakan peninggalan kerajaan
Jailolo di masa lalu. Distrik Jailolo terletak di pantai sebelah utara semenanjung Halmahera
dan berada di antara Sahu dan Sidangoli. Batas wilayah Distrik Jailolo dengan Sidangoli
adalah Sungai Tauru-Lei, sedangkan batas dengan wilayah Sahu adalah Teluk Obu-Obu yang
berada di sebelah utara Pulau Damar. Distrik tersebut dibagi menjadi dua onderdistrik, yaitu
Jailolo dan Moro. Kepala distriknya memiliki gelar ngofamanyira. Ibukota Jailolo, yang
disebut juga Soah-sio, berjarak sekitar seperempat jam dari pantai. Ibukota tersebut terdiri
dari wilayah-wilayah yang didiami oleh penduduk Muslim, yaitu daerah Soah-Konorah dan
Siawa, yang masing-masing dibawahi oleh seorang kimalaha serta sebuah dusun yang berada
di teluk terdalam. Selanjutnya di sebelah selatan kampung-kampung muslim ada Toadah dan
Todowangi, sementara di pedalaman tinggal para penyembah berhala dari suku Tobaru di
kampung Porniki dan Waiolo, yang tersebar juga, yang tersebar juga di dusun-dusun
lainnya.18

16

Badan Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi maluku Utara 2015, Khazanah Arsip Empat Kerajaan di
Maluku Utara: Moloku Kie Raha dalam catatan Bangsa Eropa (Ternate 2015), 63.
17
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 22.
18
Badan Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Maluku Utara 2015, Khazanah Arsip Empat Kerajaan... 64.

51

Sejarah kerajaan Jailolo sebagai kerajaan terbesar dan kemudian kependudukan yang
kemudian diambil alih oleh Ternate sebagai bagian dari wilayah kerajaan Ternate dari Jailolo
sebagai sebuah kerajaan yang tertua kemudian menjadi sebuah distrik merupakan bagian
yang tidak terpisahkan ketika membahas tentang Halmahera Barat. Dan membahas tentang
hubungan antara kerajaan yang semula menjadi satu kesatuan akhirnya hilang satu kerajaan
yang pernah berkuasa di daerah Maluku. Memang secara formal masih diakui, Jailolo
memang masih sering disebut-sebut dalam upacara-upacara formal berkenaan dengan
statusnya sebagai salah satu dari empat pilar yang menopang Maluku pada zaman bahari tapi
lebih dari itu tidak. Hal inilah yang berimbas pada wilayah Halmahera Barat karena berada
dalam wilayah kekuasaan dari Ternate bukan hanya struktur pemerintahan yang dipengaruhi,
tapi juga perilaku dan tata kehidupan masyarakat juga dipengaruhi oleh Kebudayaan Ternate
terus menerus dari generasi ke generasi. Bahasa Ternate menjadi Bahasa sentral atau bahasa
yang pada umumnya dipakai di wilayah Halmahera barat.19
3.1.2 Letak Geografis dan Demografis
Desa Soakonora adalah desa yang keberadaannya ,masih di zaman pemerintahan
Kolonial Belanda, awalnya merupakan kawasan Hutan belantara di jazirah wilayah Jailolo,
yang secara Geografis memiliki batas desa yaitu :


Sebelah utara berbatasan dengan desa Hatebicara



Sebelah selatan berbatasan dengan desa Gamlamo



Sebelah Timur berbatasan dengan desa Jalan Baru



Sebelah barat berbatasan dengan Desa Porniti
Desa Soakonora merupakan salah satu desa yang cukup besar karena memiliki tiga

dusun yang kalau dikelompokan bisa menjadi 3 desa yaitu Dusun Soakonora (induk)
19

Badan Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi maluku Utara 2015, Khazanah Arsip Empat
Kerajaan... 64.

52

kemudian Dusun Kusumadehe dan Dusun Jati. Jumlah penduduk yang ada di desa Soakonora
kalau dikelompokan ada 640 kepala keluarga yang terdiri dari jumlah laki-laki 993 orang dan
jumlah perempuan 847 orang. Berkaitan dengan strukutur mata pencaharian, mata
Pencaharian yang terbesar yang ada di Soakonora adalah pertanian yang kemudian disusul
dengan PNS ( pegawai Negeri Sipil ) yang bias dikatakan cukup banyak. 20
Sebagai Daerah yang cukup subur, Sub sektor pertanian merupakan salah satu
potensi yang menjadi andalan Kabupaten Halmahera Barat. Potensi tersebut antara lain
tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan. Dengan posisi yang strategis berada dekat
dengan Kota Ternate, Sub sektor pertanian Halmahera Barat menjadi pemasok utama hasilhasil untuk pasar di Kota Ternate. Tanaman Pangan Halmahera Barat memiliki tingkat
keragaman komoditas yang sangat tinggi. Ada tujuh komoditas di sub sektor Tanaman
Pangan yang banyak diusahakan oleh petani di Halmhera Barat. Komoditas tersebut yaitu;
padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang
kedelai. Komoditas ini tersebar di 9 (sembilan) kecamatan di Halmahera Barat.21
Halmahera Barat mempunyai potensi komoditas jagung yang cukup potensial,
dengan luas lahan sebesar 1.619 Ha, memiliki luas panen sebesar 1.402 Ha, dan Produksi
sebesar 4.968 Ton/Tahun, atau memiliki produktivitas rata-rata sebesar 3.5 Ton per Ha.
Namun usaha ini tidak menyebar merata, hanya di Kecamatan Jailolo dan Sahu Timur yang
banyak diusahakan oleh petani, sedangkan Kecamatan Jailolo Timur tidak ada yang
mengusahakan komoditas jagung. Orientasi produksi jagung Halmahera Barat masih sebatas
pasar lokal dan regional, yaitu pasar di wilayah Halmahera Barat dan Kota Ternate.22

20

Profil Desa Soakonora Kabupaten Halmahera Barat tahun 2016/2017.
http://www.halbarkab.go.id/index.php/pages/get/1800 diunduh pada 17 Januari 2017.
22
Badan Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Maluku Utara 2015, Khazanah Arsip Empat Kerajaan, ...
21

64.

53

Dapat ditarik kesimpulan bahwa kaya dengan sumber daya alam yang karena
menjadi tumpuan perekonomian dalam hal pertanian.
3.2 Asal Usul Ino fo makati nyinga (Penyatuan Kebudayaan)
Sejak dahulu, Ternate merupakan bagian penting dalam menghubungkan ke 4
Kerajaan yang ada di Maluku Utara. Hal ini dibuktikan dengan dijadikannya bahasa Ternate
sebagai sebagai bahasa pengantar (lingua franca) bagi setiap kerajaan baik Tidore, Bacan,
dan Juga Jailolo. Bahkan menghilangnya Jailolo sebagai Kesultanan yang diakui sebagai
kerajaan yang paling tua tetap dipakai bahasa Ternate sebagai bahasa utama seperti bahasa
indonesia. Namun sekarang, bahasa Ternate hanya dipahami oleh orang tua saja sedangkan
anak muda jarang menggunakan bahasa Ternate. Berbagai interaksi masyarakat dibicarakan
dalam bahasa ternate, bahkan berbagai nasihat, sindiran dan kritikan pun disampaikan secara
arif melalui berbagai tradisi lisan yang ada di Ternate. Tradisi lisan ini juga ikut menjadi
bagian dalam mengatur kehidupan masyarakat yang berada dalam wilayah administratif
Ternate.23
3.2.1 Tatanan Budaya dan adat istiadat Orang ternate
Sebelum masuknya agama Islam ke Ternate pada abad ke 15, Kesatuan adat-istiadat
begitu mempengaruhi kehidupan masyarakat Ternate. Dahulu masyarakat Ternate dikenal
dengan animisme dan dinamisme, pada masa itu pemimpin atau penguasa disebut Momole.
mole berasal dari kata To Mole, artinya orang yang ucapannya memiliki tuah, apa yang
dikatakan itulah yang terjadi. Segala fatwa, penyataannya harus dipatuhi karena jika tidak
melaksanakannya akan dikena kutukan. Dalam cerita lain Momole digambarkan sebagai
pemimpin (orang suci), seorang dukun perempuan yang memiliki kesaktian dan tubuhnya

23

Badan Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi maluku Utara 2015, Khazanah Arsip Empat Kerajaan, ...

64.

54

memancarkan cahaya. Karena kesaktian yang dimilikinya pula sehingga memancarkan
cahaya di malam hari. Mereka inilah merupakan pemimpin-pemimpin tradisional di Maluku
Utara, sebelum mengenal sistem pemerintahan kerajaan. Hubungan yang harmonis
ditunjukan antara pemimpin dengan rakyatnya, artinya apa yang dikatakan oleh Momole
selalu menjadi patokan kehidupan masyarakat. 24
Sistem kepercayaan yang dianut masyarakat Ternate dikenal dengan animisme dan
dinamisme. Umumnya meliputi alam pikiran manusia tentang kekuatan lain di luar dirinya
yang lebih besar. Kekuatan yang dimaksud adalah yang muncul berupa peristiwa-peristiwa
alam dan alam gaib. Roh-roh halus mempunyai kekuatan tersendiri sehingga mereka
menyandarkan setiap masalah yang mereka alami sehari-hari kepada Roh-roh tersebut yang
dikenal denga sebutan Baba Ete (Bapak atau Kakek). Pada masyarakat Ternate terdapat
perbedaan cara pandang akan segala peristiwa-peristiwa alam baik berupa bencana alam
seperti gunung meletus, gempa bumi, dan lain-lain peristiwa atau gejala-gejala alam lainnya.
Pengaturan tata kehidupan melalui adat istiadat atau budaya masyarakat selalu dijaga. Ketika
Islam mulai memasuki kehidupan masyarakat ternate.25
Ketika agama Islam masuk di Ternate pada abad ke 15, agama ini menjadi perekat
buat 4 kesultanan yang ada. Dari Momole berubah nama menjadi islami yaitu kolano atau
Sultan. Tapi hal itu tidak membuat masyarakat ketika memeluk agama Islam melepaskan
kepercayaannya begitu saja karena mereka berfikir bahwa ini merupakan peninggalan leluhur
yang patut dilestarikan.dan selama hal itu tidak bertentangan dengan agama Islam,
masyarakat tetap mempercayainya. dalam lingkungan masyarakat adat di Kesultanan Ternate

24

Ridwan Dero, Ajaran Moral Adat dan Budaya Orang Ternate, (Ternate: Lembaga Penerbitan
Universitas Khairun (LepKhair) ) 2015), 172
25
Dero, Ajaran Moral Adat dan Budaya Orang Ternate,… 172.

55

mereka masih mempercayai bahwa Baba Ete (Roh) masih bertugas menjaga negeri ini suka
atau tidak suka.26
Bagi masyarakat Ternate, Adat istiadat merupakan tata nilai atau norma yang berlaku
secara turun temurun yang mengatur hubungan manusia dengan sang khalik, hubungan
masyarakat dengan pimpinan, sebaliknya juga mengatur hubungan pimpinan dengan
masyarakat dan hubungan masyarakat dengan masyarakat. Masyarakat Ternate mempunyai
Filosofi Jou Se Ngofangare (Aku dan engkau) Seperti diketahui bahwa simbol
menyimpulkan sejarah manusia yang sangat panjang. Dia merupakan himpunan alam pikiran
dan gerak manusia. Jadi dapat katakan bahwa simbol adalah pusat pengalaman manusia atau
pusat nilai. Bertolak dari alam pikiran (Aku dan Engkau) terlihat bahwa manusia Kie-Raha
(Ternate) sudah memikirkan hubungan Aku dan Tuhan. Bagaimana manusia memahami
eksistensi dirinya dengan hubungannya dengan sang Pencipta, dan juga hubungannya dengan
mansuia dan alam. Jadi di sini ada tiga kata kunci yaitu Tuhan, Manusia, dan Alam.
Bagaimana mungkin dia bisa mengenal Tuhan kalau tidak bisa membangun hubungan
dengan sesama dan melindungi Alam.27
Seiring perkembangan waktu dan kehidupan, falsafah ini telah mengalami proses
kulturasi yang digunakan sebagai pedoman hidup bagi masyarakat Ternate, hal ini dilakukan
dalan ruang dan waktu obyektif universal berbentuk Gogeba Dopolo Romdidi yaitu burung
Garuda berkepala dua, berbadan dan berhati satu sebagai simbol masyarakat Ternate.

26
27

Dero, Ajaran Moral Adat dan Budaya Orang Ternate,… 172.
http://bahrunmomol.blogspot.co.id/2013/04/kebudayaan.html di unduh tanggal 26 Januari 2017.

56

Gambar Gogeba Dopolo Romdidi
Hakikat dari simbol ini adalah ada yang mengadakan, sedangkan dalam pergaulan
manusia diartikan sebagai bersatunya raja dan rakyat. Dalam kehidupan masyarakat, Jou Se
Ngofangare( Aku dan engkau) diterjemahkan Jou (Pemimpin) dan Ngofangare (
masyarakat). Bagaimana ada hubungan timbal balik antara masyarakat dan pemimpin begitu
pula sebaliknya ada rasa saling menghormati satu sama lain. Masyarakat Ternate sangat
menghargai kultur, simbol ini menjadi nilai hidup dan identitas komunitas yang merupakan
tanda sebagai hukum dasar yang diterima dan dipatuhi oleh warga.28 Falsafah ini mempunyai
7 dasar hukum atau sila dasar yang selalu diingat dan dipatuhi masyarakat yaitu Adat se
Atorang, Istiadat se kabasarang, Ghalib se Likudi, Cing se Cingari, Bobaso se Rasai, Ngale
se Cara, Sere se Duniru.:
Nilai-nilai dasar inilah yang dihidupi dalam Ino fo makati nyinga. Penekanan akan kesatuan
hati dan juga penghormatan akan kehidupan setiap manusia tercermin dalam kehidupan
masyarakat yang menganut prinsip Ino fo makati nyinga Dalam kehidupan masyarakat, sikap
untuk saling memahami satu sama lain sangat dibutuhkan, karena setiap manusia diciptakan

28

https://kapitamolokukieraha.wordpress.com/2011/09/07/jou-se-ngofangare/ di unduh tanggal 26
Januari 2017.

57

unik, dengan berbagai perbedaan konsep kehidupan. Ino fo makati nyinga sebagai bagian
untuk menyatukan keseluruhan budaya yang ada. Hal ini didasarkan pada pola yang
menyebabkan semua orang harus berjalan bersama, menanggung beban bersama,
menghadapi ancaman dan tantangan bersama, dan bahkan memiliki perasaan yang sama satu
dengan yang lain. Dari nilai-nilai dasar ini bisa dirumuskan bahwa pengakuan akan
kehidupan yang berbeda dari masyarakat itu bisa dipakai untuk saling melengkapi dalam
kehidupan.Pada masa itu masyarakat Ternate, belum mengenal tulisan sehingga

dalam

menyampaikan adat dan aturan kepada masyarakat yang ada, ke 6 sila dasar ini
ditransformasikan kedalam tradisi lisan agar bisa dimengerti dan dipahami masyarakat
sebagai bagian dari perwujudan tingkah lakunya.29
3.3 Pemaknaan Ino fo makati nyinga
Berbicara mengenai budaya dalam hal seni sastra, bagi orang ternate, termasuk dalam
tradisi

lisan yang biasa digunakan dalam kesultanan ternate. Tradisi lisan yang ada di

Ternate di golongkan menjadi 3 jenis sastra yang pertama adalah Dolo Bololo, yang kedua
adalah Dalil Moro dan yang ketiga adalah Dalil Tifa.30 Pertama, Dolo Bololo (bunyi
ungkapan) sebagai sebuah pernyataan sikap dalam bentuk kalimat peribahasa yang
merupakan ciri kebijakan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat untuk menyampaikan
ungkapan perasaan dan pendapatnya melalui kata-kata bijak kepada orang lain agar mereka
dapat memahami dan mengerti isi dari peribahasa itu secara halus yang tidak menimbulkan
rasa ketersinggungan dalam penyampaian sebuah maksud.
Kemudian yang kedua Dalil Moro ialah bentuk sastra lama yang dalam peribahasanya
mengungkapkan bentuk perumpamaan sebagai contoh untuk ditiru dan merupakan warisan
29

Kerja sama Badan Kearsipan dan Perpustakaan Maluku Utara dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
Universitas Khairun, Pemetaan Tradisi..... 14.
30
Kerja sama Badan Kearsipan dan Perpustakaan Maluku Utara dan Pusat Studi Lingkungan (PSL)
Universitas Khairun, Pemetaan Tradisi..... 15.

58

nenek moyang yang telah merasuk dan dihayati dan patut ditaati. Ketiga, Dalil Tifa juga
berbentuk pribahasa yaitu pernyataan pendapat yang bersifat petunjuk atau nasihat yang
diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak. Isi yang terkandung didalamnya kebanyakan
berkaitan dengan pendidikan agama. Terlebih khusus agama Islam yang diidentikan dengan
fungsi beduk atau tifa sebagai alat untuk memanggil orang mentaati perintah atau panggilan
agama yaitu mendirikan Shalat sehingga disebut Dalil Tifa atau Agama.31 Ketiga sastra lisan
ini tidak beda jauh satu dengan lainnya karena merupakan wejangan atau nasihat kepada para
anak cucu untuk mengatur tatanan kehidupan sesuai akidah dan ketentuan yang berlaku di
tempat dimana dia berada. Secara historis ke tiga tradisi lisan ini sudah dimulai sejak awal
dan merupakan aturan baku yang harus selalu dipegang oleh-generasi ke generasi sebagai
bentuk pemeliharaan adat istiadat. 32
Ino’fo makati nyinga merupakan penggalan kalimat dari satu bentuk dari Dolo Bololo
yang ada. Dalam berkomunikasi dengan menggunakan Dolo Bololo, nasehat atau peribahasa
dalam bentuk Dolo Bololo, dianggap sangat berkesan maupun mudah dipahami maksud dan
tujuan orang kepada yang lain sebagai sebuah bentuk komunikasi secara halus dan terhormat
dalam kehidupan masyarakat di masa lampau ketika mereka membahas sesuatu masalah atau
topik-topik serius, selalu diselingi dengan kata-kata Dolo Bololo. Ungkapan ini biasanya
disampaikan kebanyakan menggunakan percakapan antara dua orang atau lebih dimana saja
tempat dan waktu bilamana mereka bertemu seperti pada hajatan perkawinan, sunatan,
kematian dan lain-lain. Selain itu juga bisa disisip di awal maupun di akhir sambutan. dalam
bentuk nasihat dari orang tua kepada anak-anak. Dari yang tua kepada yang muda tanpa
orang yang dituju tidak merasa tersinggung. Bentuk Dolo Bololo ini juga menjadi bahan

Dero, Ajaran Moral Adat dan Budaya, … viii.
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir. Tokoh adat desa Susupu, beragama Islam. Wawancara
dilakukan Di Susupu, 5 Desember 2016.
31

32

59

pembicaraan disampaikan Kolano atau Sultan pada pertemuan moti sebagai bentuk saling
menghormati dan menghargai satu sama lain.33
Kalimat Ino fo makati nyinga terdiri dari 3 kata, Kata Ino mempunyai arti mengajak
orang (kamari) kemudian fo makati dalam pengertian luas artinya kita bersatu (Torang satu)
kemudian kata nyinga berarti hati. Ino’fo makati nyinga berarti mari kita satu hati.34 Kalimat
ini dipilih sebagai bagian dari logo Halmahera Barat dan menjadi motto Halmahera Barat
ketika Halmahera Barat menjadi kabupaten induk pada tahun 2003 yang pada awalnya
berpusat di Ternate dengan nama Maluku Utara. Alasannya bahwa masyarakat Halmahera
Barat ini hidup tidak hanya dengan sesama orang Asli, tetapi masyarakat Halmahera Barat ini
merupakan masyarakat yang tinggal dengan berbagai macam etnis dan suku sehingga untuk
menyatukan setiap suku dan etnis dalam satu kehidupan bersama maka dipilihlah motto Ino
fo makati nyinga sebagai falsafah hidup masyarakat Halmahera Barat.35 Sebenarnya masih
ada lanjutan dari kalimat ini atau dia tidak berdiri sendiri namun karena diabadikan sebagai
logo makanya hanya tiga kata ini yang dipilih. Bentuk lengkapnya adalah:
Ino fo makati nyinga
Doka gosora se bualawa
Om doro fo mamote
Fo magogoru, fo madodara
Kalimat ini dia memiliki arti: Mari torang (kita) bersatu hati Bagaikan Pala dan
Cengkeh Jatuh bersama matang bersama saling sayang menyayangi.36 Prinsip ini sama
denagn dengan konsep Bhinneka Tunggal Ika yang dipakai sebagai semboyan Negara
Indonesia Buatan Mpu Tantular yang menegaskan biarpun berbeda tapi tetap satu. Pesan

33

Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
35
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
36
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
34

60

yang terkandung didalamnya juga yang pertama adalah kesatuan hati dan pikiran. Dalam
perbedaan ada kesatuan. karena pada masa itu sering terjadi konflik antar para kolano dalam
hal pengembangan sumber daya (cengkeh) yang membuat orang eropa tertarik untuk datang
di Maluku. Tahun 1512 merupakan awal sejarah perdagangan rempah-rempah yang panjang
dan penuh konflik antara sesama kerajaan Maluku ataupun antara kerajaan-kerajaan di
Maluku dengan orang-orang Eropa serta antara sesama orang Eropa. 37
Konflik-konflik ini terutama dilatari kehendak untuk memperebutkan rempah-rempah
dan perniagaannya atau untuk mendapatkan hak monopoli atasnya. Konflik-konflik yang
berkepanjangan dan rumit, yang terjadi pada masa-masa selanjutnya, tidak hanya merambat
ke dalam kehidupan sosio-kultural dan keagamaan, tetapi juga menggembosi dan meludeskan
kedaulatan serta kemerdekaan kerajaan-kerajaan Maluku.38 Karena konflik sangat
mempengaruhi hubungan kekerabatan antara para Sultan. Jadi keputusan yang diambil
merupakan keputusan bersama dilandaskan pada (Kolano), maka perlu adanya penyatuan hati
antara setiap kerajaan untuk terus sama-sama tetap menjaga tali silahturahmi satu dengan
yang lain. Maka dipakailah istilah Ino fo makati nyinga sebagai bukti kesatuan hati dari para
penguasa Moloku Kie Raha.
Kemudian yang kedua, manusia dituntut untuk bisa bermanfaat bagi orang lain.
Selain rempah-rempah, cengkeh juga memiliki beragam fungsi seperti penyedap pada
masakan, pengobatan, bahkan parfum. Jadi seperti cengkeh yang memiliki banyak fungsi,
manusia dituntut juga harus bermanfaat untuk orang lain. Dalam masyarakat, mereka harus
memiliki jati diri, Jati diri ini meliputi:
a) Tata karma atau sopan santun.
b) Tata kesusilaan
c) Moral budi pekerti
37
38

Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 145.
Amal, Kepulauan Rempah-rempah: perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950, … 145.

61

d) Taat dan istiqamah
e) Percaya pada kemampuan diri sendiri.39
Kemudian yang ketiga dalam kehidupan sehari-hari, manusia itu harus saling berkasih
sayang. Pala dan cengkeh melambangkan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Saling terikat
satu sama lain Artinya dalam mewujudkan sesuatu atau melakukan sesuatu, sebagai mahluk
sosial, sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna, maka manusia harus bisa bekerja sama
saling menyayagi satu dengan yang lain tanpa memandang suku apapun. Contoh di Maluku
utara tradisi yang masih dilakukan bagi masyarakat Maluku utara yang menekankan
hubungan kerja sama masyarakat yaitu tradisi Lilian (sikap gotong-royong yang
dikonotasikan pada kaum perempuan, namun tak menutup kemungkinan kaum laki-laki
untuk menyiapkan alakadar dalam setelah tahlil). yang biasanya dilakukan pada saat
pelaksanaan hajatan, baik pernikahan, upacara kematian, maupun yang lainnya. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kebersamaan dan toleransi antar masyarakat.40
Hakikat manusia dalam masyarakat Moloku Kie Raha pada dasarnya itu hidup
berdampingan satu sama lain, hidup penuh tanggung jawab karena bersumber dari 3 potensi
(Tri Potensi) yaitu Cipta, Rasa, dan karsa. Dengan nilai dasar ini, manusia dapat menciptakan
segala sesuatu yang diinginkan dan dapat dipakai sebagai sesuatu yang berguna bagi orang
banyak. Adat dan aturan yang tercipta atau yang sudah dianut oleh para leluhur ini sudah
sesuai dengan ajaran agama sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan masyarakat baik
masyarakat Adat maupun masyarakat awam sebagai landasan kehidupan bersama.41
Memang aturan atau adat istiadat ini tidak memiliki sanksi adat berupa denda
yang berbentuk uang atau barang, tapi sanksi adat ketika orang tidak melaksanakan pesan

39
40
41

Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.
Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.

62

yang ada dalam Dolo Bololo ini dalam hidup kesehariannya, maka dia akan mendapatkan
sanksi sosial berupa pengucilan dari masyarakat terhadap orang tersebut pengucilan dalam
hal ini ketika dia membutuhkan bantuan maka masyarakat tidak akan membantunya. Tapi
selama ini masyarakat adat biasanya tidak pernah kenan sanksi sosial ini karena mereka tetap
saling tolong menolong. Bagi masyarakat adat, manusia adalah makluk sosial, hidup di antara
dan bersama manusia-manusia lain dalam hubungan tertentu. Oleh karena itu manusia tidak
mungkin dapat memenuhi kemanusiaannya dengan baik tanpa berada di tengah sesamanya.
Ambil contoh dalam masyarakat, biasanya dalam hal-hal baku tolong (saling membantu)
ketika orang tidak bisa membantu satu sama lain, membantu dalam hal upacara-upacara atau
hajatan atau kerja gotong royong seperti Bari Fala (Kerja rumah), Bari Gura ( kerja Kebun),
Oro gia (Ambil Tangan) dan Morom (kerja bakti membuka kebun baru) maka orang tersebut
pasti tidak diperdulikan oleh komunitas. 42
Bagi masyarakat adat, tradisi yang diturunkan turun temurun melalui pesan-pesan
dalam Dolo Bololo harus selalu dijaga dan terus dikembangkan dan dilakukan dalam
kehidupan. hal ini dikatakan dalam Dolo Bololo yaitu guraci no ige ua karabanga no gonofo
artinya lengkuas (kunyit) yang asli dari hutan kita ambil dan pelihara. Maknanya adalah
semua yang ditinggalkan oleh para leluhur itu harus selalu dijaga dan dilestarikan dalam
setiap aspek kehidupan karena kalau tidak maka akan hilang dan identitas masyarakat ada
pun tidak akan bisa hidup dengan damai dan saling menyayangi. Karena budaya atau adat
istiadat inilah yang menjadi perekat bagi setiap masyarakat dalam hal membangun
silahturahmi satu dengan yang lain. istilah ini kenapa masih dilestarikan karena istilah ini
juga karena bagi masyarakat Ternate, Pesan-pesan moral yang ada bagi pendahulu tidak
hanya berhenti bagi masyarakat itu sendiri tapi juga untuk kedepan bagaimana warisan ini
diturunkan dari generasi ke generasi sebagai bagian dari identitas masyarakat. Hal ini juga
42

Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.

63

berlaku untuk kehidupan masyarakat yang lain. Artinya dia berlaku bagi setiap suku yang ada
dalam wilayah Jazirah Ternate karena nilai-nilai ini mengandung makna sebagai bagian dari
nilai-nilai hidup yang dianut dan sama dengan setiap suku-suku yang ada di Indonesia yang
menkankan hubungan antara manusia.43
Kesimpulannya adalah bagi masyarakat Ino fo makati nyinga ini merupakan
pengaturan kehidupan masyarakat yang sejak dahulu sudah dipelihara dan terbukti dapat
mempersatukan dan membantu masyarakat menjaga tali silahturahmi antara sesama
masyarakat.karena memiliki daya perekat yang bisa masuk dalam setiap orang dalam lapisan
masyarakat yang ada khususnya untuk suku-suku yang ada di Ternate dan sekitarnya bahkan
juga berlaku untuk setiap orang yang ada dalam wilayah tersebut tidak mengenal dari mana
dia maupun siapa dia. Ino fo makati nyinga memiliki nilai bahwa setiap manusia dipandang
memiliki kesetaraan derajat. Kesatuan yang dimaksud adalah bagaimana manusia
memandang dirinya sama dengan oranglain, bertumbuh bersama dalam perbedaan yang ada
sehingga tercipta suasan harmonis.
3.3.1 Pemaknaan Ino fo makati nyinga Dalam kehidupan Masyarakat Desa Soakonora
Pemaknaan Ino fo makati nyinga dalam kehidupan masyarakat Soakonora dalam
bagian ini dilihat dari berbagai pandangan besar yaitu menurut pandangan masyarakat asli
dan masyarakat pendatang yang masih ada dan juga pandangan dari masyarakat seiring
berjalannya waktu apakah betul-betul mereka memahami dan mengerti apa itu Ino fo makati
nyinga dan perannya dalam kehidupan masyarakat sebagai falsafah hidup masyarakat sebagai
pedoman hidup masyarakat sebagai identitas diri dalam kehidupan kesehariannya.
Masyarakat Desa Soakonora merupakan masyarakat yang didominasi penduduknya
bukan masyarakat asli Halmahera Barat. Hal ini dibuktikan dari data Desa soakonora pada
Tahun 2016/2017 dengan presentase jumlah penduduknya yang hampir sebagian masyarakat
43

Hasil wawancara dengan Bapak Yakub Nasir di Desa Susupu, 5 Desember 2016.

64

desa Soakonora merupakan masyarakat pendatang yaitu dari suku sanger. Sedangkan sisanya
masyarakat terbagi lagi dari suku asli seperti suku Ternate dan suku Wayoli, yang tersisa dari
suku Asli disini hanya keturunannya saja, dan dari suku Ambon dan Manado. Ada berbagai
macam faktor yang melatarbelakangi sehingga sehingga masyarakat pendatang berdomisili di
Soakonora dan menetap.44 menurut pak Jhon Sahusiwa selaku masyarakat pendatang yang
tinggal di Soakonora, yang melatar belakangi kedatangan masyarakat pendatang datang dan
menetap di Soakonora, ada berbagai faktor, yaitu faktor pernikahan, faktor pekerjaan dan
lain-lain. Tapi, faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor paling besar yang menyebabkan
banyak orang-orang pendatang datang dan berdomisili di Soakonora sehingga mereka sudah
mulai menetap di Soakonora.45
Bagi masyarakat asli atau penduduk yang merupakan keturunan di Halmahera barat,
mereka memahami istilah Ino fo makati nyinga ini merupakan cara pandang atau pola
berpikir masyarakat dalam sudut pandang adat yang diwariskan secara turun temurun yang
yang bersifat mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Meskipun Ino fo makati nyinga baru
saja diangkat sebagai motto pada Tahun 2003, tapi bagi masyarakat Asli yang mendiami
Halmahera Barat mereka mengerti tentang pesan-pesan yang ada didalam Ino fo makati
nyinga.
Menurut Rajif Duchlun, mereka memaknai atau mengerti apa maksud atau pesan
yang ada ini sejak turun-temurun sebagai warisan leluhur dalam Dolo Bololo. Ino fo makati
nyinga tidak hanya merupakan bagian dari semangat kebersamaan antar manusia tetapi juga
berfungsi menyelesaikan setiap permasalahan permasalahan dalam bentuk nasihat yang biasa
disampaikan ketika ada hajatan perkawinan maupun acara-acara kesultanan, untuk selalu
mengingatkan orang-orang untuk memelihara tali silahturahmi dan ini menyangkut
pengaturan setiap tingkah laku masyarakat dalam kehidupan dalam berbagai aspek, dan
44

Profil Desa Soakonora Kabupaten Halmahera Barat tahun 2016/2017.
Hasil wawancara dengan Bapak John Sahusiwa, warga jemaat Desa Soakonora, beragama Kristen.
Wawancara dilakukan di Desa Soakonora, 4 Desember 2016.
45

65

dilaksanakan dalam kehidupan.46 Senada dengan hal tersebut, Pak Ramli Mahmud
menegaskan bahwa Ino fo makati nyinga merupakan pegangan hidup masyarakat dalam
bersikap. Dunia ini tidak selalu buruk, yang buruk adalah perilaku manusia itu sendiri (i ira
ua, ngone fo ma gulaha) manusianya dalam tingkah laku dan perbuatan selalu saling
menyayangi, saling satu hati, maka dunia akan selalu aman dan terjaga. Seperti misalnya
ambil salah satu contoh dalam kehidupan keluarga pada saat anak-anak yang melaksanakan
perkawinan tanpa sepengetahuan orang tua (kawin lari), awalnya pihak keluarga tidak setuju.
Solusi untuk mencegah masalah ini semakin melebar maka perlu ada penyatuan hati dari
pihak keluarga, sehingga dipakailah istilah Ino fo makati nyinga untuk bersatu hati melihat
masalah yang terjadi ditengah-tengah keluarga tersebut untuk mendapatkan suatu
kesepakatan bersama.47
Dalam kehidupan sosial, melalui Ino fo makati nyinga mereka selalu diingatkan untuk
saling menyayangi satu sama lain sebagai satu kesatuan dan rasa saling memiliki satu dengan
yang lain dimana ada rasa saling toleransi dalam masyarakat misalnya dalam kegiatankegiatan yang melibatkan peran banyak orang, seperti pada saat pilkada, di sini banyak pro
dan kontra mendukung pasangan calon pemerintah daerah. Ketika ada pasangan yang
terpilih, maka untuk membuat masyarakat menyatu lagi maka istilah dipakai. Ino fo makati
nyinga merupakan perekat yang bisa menghubungkan setiap individu masyarakat. 48
Ino fo makati nyinga sebagai landasan hidup kehidupan masyarakat, baik dalam
pekerjaan maupun kehidupan membangun hubungan yang lebih baik dan juga dalam kegiatan
yang menyangkut komunitas, misalnya kegiatan seperti pertemuan-pertemuan untuk
menghasilkan sesuatu keputusan bersama, masing-masing memakai pemikirannya sendiri
sehingga kadang tidak mencapai kata sepakat karena ada yang menganggap pendapatnya
46

Hasil wawancara dengan Saudara Rajif Duchlun, masyarakat asli Halmahera Barat, beragama
Islam. Wawancara dilakukan melalui telepon seluler pada tanggal 2 Desember 2016
47
Hasil wawancara dengan Bapak Ramli Mahmud, masyarakat asli Kusumadehe (salah satu distrik
terbesar di Desa Soakonora), beragama Islam. Wawancara dilakukan di Kusumadehe, 24 Agustus 2016.
48
Hasil wawancara dengan Saudara Rajif Duchlun, melalui telepon seluler, 2 Desember 2016.

66

lebih baik dari lain, maka diperlukan Ino fo makati nyinga untuk menghasilkan keputusan
bersama.49
Bagi masyarakat pendatang yang ada di desa Soakonora, motto Ino fo makati nyinga
di pahami dalam dua pengertian besar yaitu :
a. Ino fo makati nyinga sebagai Logo Halmahera Barat
b. Ino fo makati nyinga milik masyarakat Ternate.
Bagi masyarakat pendatang khususnya para orang tua yang dianggap sebagai tokoh
masyarakat yang ada di Soakonora, Ino fo makati nyinga merupakan istilah yang baru
mereka dengar dan yang mereka tahu bahwa istilah ini dipakai sebagai logo dari Halmahera
Barat. mereka baru mendengar istilah Ino fo makati nyinga ini. Selama ini mereka tidak
mengenal istilah ini alasannya karena masyarakat yang dahulu sudah terbiasa hidup
berdampingan dan harmonis baik masyarakat asli maupun pendatang.
Dulu tuh tara ada yang pake istilah ini karena torang tara pernah baku
masalah baik deng orang pendatang maupun deng orang asli. rasa toleransi
Tong baku jaga deng baku sayang dan kalau memang ada masalah langsung
tong kasih selesai tanpa harus kase tinggal sampe lama-lama. 50
Memang pada saat itu karena orang-orang pendatang banyak datang dan tinggal di
Soakonora yang awalnya bukan sebuah lahan yang layak huni karena hanya berupa hutan
belantara atau lahan kosong yang ditumbuhi banyak pohon kelapa, namun atas isin sangaji
(camat) yang ada maka masyarakat pendatang mulai diberikan tempat untuk bisa hidup dan
berkembang di daerah ini sehingga bisa berbaur dengan masyarakat asli dan membentuk satu
perkampungan yang terdiri dari tiga dusun ya