Super Efisiensi dengan Model Data En- velopment Analysis 2-Tahap

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Istilah-istilah baku pada Data Envelopment Analysis (DEA) dalam penelitian ini
bersumber pada Cooper et al. (2006). DEA didasarkan pada proses ”menelusuri” dengan tujuan diperoleh suatu batasan yang digunakan untuk mengevaluasi
seluruh entitas kinerja atau performa yang ada. Selanjutnya terdapat Decision
Making Unit (DMU) untuk masing-masing entitas yang dievaluasi sebagai bagian
dari suatu himpunan dengan tujuan diperoleh jumlah keluaran yang berbanding
sama dengan jumlah masukan. Hasil evaluasi berkisar antara 0 dan 1 dimana nilai keseluruhan menunjukkan derajat efisiensi dari keseluruhan entitas yang telah
dievaluasi.
2.1 Model Dasar DEA
Data Envelopment Analysis (DEA) merupakan suatu model analisis multi
faktor produktivitas untuk mengevaluasi efisiensi relatif pada suatu himpunan
homogen Decision Making Unit (DMUs), yang juga merupakan alat bantu yang
digunakan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja atau mutu pelayanan
suatu perusahaan (Charnes et al. 1994) yang dinyatakan dengan
Efisiensi =

jumlah bobot keluaran
× 100%
jumlah bobot masukan


Cooper et al. (2006) menambahkan bahwa DEA merupakan suatu model yang
digunakan untuk menaksir suatu ”batasan” yang digunakan dalam mengevaluasi
kinerja pada seluruh entitas yang dievaluasi oleh model. Hasil evaluasi berkisar antara 0 dan 1 dimana nilai keseluruhan menunjukkan derajat efisiensi dari
keseluruhan entitas yang telah dievaluasi.

4

Universitas Sumatera Utara

5
Pada Tabel 2.1 di bawah ini dijelaskan beberapa kelebihan dalam model DEA
yang menjadi faktor utama digunakan dalam menaksir nilai efisiensi.
Tabel 2.1 Kelebihan dalam model DEA
No Kelebihan dalam model DEA
1. Dapat menganalisis data dengan jumlah input dan output ganda.
2.
3.
4.
5.

6.

Dapat menganalisis data dengan input dan output yang mempunyai unit ukuran yang berbeda.
Merupakan metode nonparametrik yang tidak memerlukan suatu
bentuk fungsional dalam menaksir efisiensi.
Dapat menaksir nilai efisiensi dan inefisiensi dari input dan output.
Dapat diselesaikan menggunakan teknik benchmarking untuk unit
efisiensi sebagai pembanding dalam mengevaluasi unit inefisiensi.
Dapat digunakan dalam penaksiran produktivitas dengan adanya
analisis efisinesi.

Sumber: Berg (2010)

dan juga beberapa kekurangan yang menjadi batasan penggunaan model DEA
antara lain:
Tabel 2.2 Kekurangan dalam model DEA
No Kekurangan dalam model DEA
1. Analisis yang digunakan dalam program linier untuk semua DMU
yang diuji membutuhkan waktu yang lama.
2. Hasil penaksiran hanya berupa efisiensi relatif, bukan merupakan

efisiensi mutlak atau efisiensi maksimum.
3. Penyajian analisis yang rumit menggunakan hipotesis secara statistik sebagai suatu metode nonparametrik.
Sumber: Berg (2010)

2.1.1 Model Charnes, Cooper dan Rhodes (CCR)
Model DEA pertama kali dikaji oleh Charnes et al. (1978) yang dikenal
sebagai model CCR (Charnes, Cooper dan Rhodes). Dalam menentukan nilai
efisiensi, model CCR menghitung penaksiran dengan perbandingan bobot output
terhadap bobot input pada tiap DMU yang diuji. Asumsikan xi dan yr berturutturut menyatakan input dan output dengan indeks i = 1, . . . , m dan r = 1, . . . , s.

Universitas Sumatera Utara

6
Ambil u dan v sebagai bobot input dan output, berturut-turut. Untuk masingmasing DMU, mempunyai bobot input dan output yang dinyatakan sebagai berikut.
input = v1 x1k + · · · + vm xmk

(2.1)

output = u1 y1k + · · · + us xsk
dan nilai efisiensi dapat ditentukan dengan

R
P

jumlah output
r=1
efisiensi =
= I
P
jumlah input

ur yr
(2.2)
v i xi

i=1

Variabel keputusan pada model dasar ini adalah jumlah bobot yang diperoleh
dari program linier untuk tiap DMU yang dievaluasi. Asumsikan terdapat DMUj ,
j = 1, . . . , n. Untuk DMUk yang dievaluasi, program linier dapat dinyatakan ke
dalam bentuk

max Ek =

R
P

r=1
I
P

urk yrk
(2.3)
vik xik

i=1

dengan kendala

0≤

R

P

r=1
I
P

urk yrk
≤ 1,

j = 1, . . . , n

vik , urk ≥ 0,

r = 1, . . . , s

vik xik

(2.4)

i=1


dimana vrk dan uik merupakan variabel keputusan dan Ek adalah nilai efisiensi
untuk DMUk . Model dasar ini selanjutnya diubah ke dalam program linier dengan objektif merupakan suatu objektif linier sederhana yang dinyatakan sebagai
berikut.

Universitas Sumatera Utara

7

Max z =

R
X

urk yrk

r=1

Kendala


I
X

i=1
R
X

vik xik = 1
urk yrj −

r=1

(2.5)

I
X

vik xij ≤ 0,

j = 1, . . . , n


r = 1, . . . , s,

i = 1, . . . , m

i=1

vik , urk ≥ 0,

Cooper et al. (2006) memberikan pendapat mengenai model CCR dengan
asumsi terdapat n DMU (j = 1, . . . , n) dengan m masukan dan s keluaran untuk
tiap DMUj pada indeks (x1j , x2j . . . , xmj ) dan (y1j , y2j . . . , ysj ), berturut-turut.
Data masukan matriks X dan data keluaran matriks Y dapat direpresentasikan
ke dalam bentuk matriks sebagai berikut.

x11 x12
 x.21 x.22
X=
.
.

xm1 xm2
y11 y12
y
 21 y22
.
Y = .
.
.
ys1 ys2


...
...
...
...
...


x1n
x2n 

. 
.
xmn


. . . y1n
. . . y2n 
...
. 
...
.
. . . ysn

dengan X merupakan matriks hasil perkalian (m × n) dan Y adalah matriks
hasil perkalian (s × n). Untuk setiap DMUj yang diuji, dapat diselesaikan dengan
menggunakan suatu program fraksional (F Po ) dalam memperoleh nilai bobot masukan (vi)(i = 1, . . . , m) dan nilai bobot keluaran (ur )(r = 1, . . . , s) yang dapat
dimodelkan sebagai berikut.
FPk max
u,v

Kendala

θ=

u1 y1k + u2 y2k + · · · + us ysk
v1x1k + v1x2k + · · · + vm xmk

u1 y1j + · · · + us ysj
≤ 1(j = 1, . . . , n)
v1x1j + · · · + vm xmj

(2.6)

v1 , v2 , . . . , vm ≥ 0
u 1 , u 2 , . . . , us ≥ 0

Universitas Sumatera Utara

8
Selanjutnya, model diubah menjadi suatu program linier (LPk ) yang dapat dimodelkan sebagai berikut.
max θ = µ1 y1k + · · · + µs ysk
µ,υ

Kendala v1 x1k + · · · + vm xmk = 1
µ1 y1j + · · · + µs ysj ≤ v1x1j + · · · + vm xmj (j = 1, . . . , n)

(2.7)

v1 , v2 , . . . , vm ≥ 0
µ1 , µ2 , . . . , µs ≥ 0
Teorema 2.1.1 Program linier sederhana (F Pk ) adalah ekuivalen dengan program linier (LPk ).
Bukti (berdasarkan Cooper et al. 2006) Asumsikan untuk setiap v 6= 0 dan X >
0, maka penyebut dari bentuk pembagian F Pk adalah positif untuk setiap j dan
hasil perkalian adalah suatu bilangan yang tidak sama dengan 0. Ambil penyebut
pada F Pk adalah 1 dan suatu solusi optimal LPk yaitu (v = v ∗, µ = µ∗ ) dengan nilai objektif optimal θ∗ . Solusi (v = v ∗, µ = µ∗ ) juga merupakan solusi optimal dari
F Pk . Terbukti bahwa F Pk dan LPk mempunyai nilai objektif optimal yang sama,
θ∗ .
Teorema 2.1.2 (berdasarkan Cooper et al. 2006) Nilai optimal dari max θ = θ∗
pada persamaan (2.6)-(2.7) adalah nilai yang saling bebas pada unit input dan
output yang diperoleh untuk masing-masing DMU yang dievaluasi.

Dari teorema 1 dan teorema 2, Cooper et al. (2006) memberikan pandangan
mengenai definisi efisiensi-CCR sebagai berikut.

Definisi 1 (Efisiensi-CCR)
1. DMUk merupakan efisiensi-CCR jika θ∗ = 1 dan terdapat sedikitnya satu
nilai optimal (v ∗, u∗) dengan v ∗ > 0 dan u∗ > 0.
2. Dan sebaliknya, DMUk merupakan inefisiensi-CCR.

Universitas Sumatera Utara

9
Coelli et al. (2005) memberikan pandangan mengenai model CCR dengan
definisi dari beberapa notasi berikut. Asumsikan terdapat data dengan N masukan dan M keluaran untuk masing-masing I fasilitas dimana tiap fasilitas ke-i
direpresentasikan oleh vektor kolom xi dan qi . Matriks masukan N × I, X, dan
matriks keluaran M ×I, Q, menunjukkan data seluruh I fasilitas yang ada dimana
tiap fasilitas dapat ditentukan perbandingan antara seluruh jumlah masukan dan
keluaran, yaitu u′qi /v ′xi . Bobot optimal diperoleh dengan menggunakan persoalan pemrograman secara matematika sebagai berikut.
max (u′qi /v ′xi )
u,v

(2.8)

Kendala u′qi /v ′xj ≤ 1
u, v ≥ 0

Model ini digunakan untuk menentukan nilai u dan v, dimana penaksiran nilai
efisiensi untuk fasilitas ke-i adalah memaksimumkan, sehingga kendala untuk seluruh penaksiran nilai efisiensi adalah lebih kecil atau sama dengan 1 yang dapat
dinyatakan sebagai berikut.
max (µ′ qi)
u,v

Kendala v ′xi = 1


(2.9)



µ qj − v xj ≤ 0
µ, v ≥ 0
dimana model ini merupakan model DEA dalam pemrograman linier yang selanjutnya disebut sebagai bentuk pengali. Gunakan dualitas dalam pemrograman
linier, sehingga diperoleh bentuk model DEA sebagai berikut.
min θ
θ,λ

Kendala − qi + Qλ ≥ 0

(2.10)

θxi − Xλ ≥ 0
λ≥0
dengan θ adalah suatu skalar yang merupakan nilai efisiensi pada fasilitas ke-i,
yaitu θ ≤ 1 dan λ merupakan vektor konstan berukuran I × 1.

Universitas Sumatera Utara

10
Model CCR merupakan model yang didasarkan pada konsep Constant Returns to Scale (CRS) dimana efisiensi diperoleh dari hasil penaksiran perbandingan antara masukan dan keluaran tanpa adanya bobot yang ditentukan dalam
model. Pada model terdapat matriks positif masukan dan keluaran (xj , yj )(j =
1, . . . , n) pada n DMU. Andaikan xij , i = 1, . . . , m dan yrj , r = 1, . . . , s berturutturut menyatakan masukan ke-i dan keluaran ke-r pada DMU ke-k. Model DEA
untuk penaksiran efisiensi relatif pada DMUj dengan asumsi Constant Returns to
Scale (CRS) pada model CCR sebagai berikut
[Model Primal]

max

s
P

ur yrk

m
P

vi xik = 1

r=1

kendala ke

i=1
k
P

ur yrj −

r=1

[Model Dual]

m
P

vi xij ≤ 0,

j = 1, . . . , n

i=1

ur ≥ 0

r = 1, . . . , s

vi ≥ 0

i = 1, . . . , m

min

θ

kendala ke

n
P

j=1
n
P

λj xij ≤ θxik ,

i = 1, . . . , m

λj yrj ≥ yrk ,

j = 1, . . . , n

j=1

λj ≥ 0

j = 1, . . . , n

2.1.2 Model Banker, Charnes dan Cooper (BCC)
Model BCC merupakan model yang dikembangkan oleh Banker et al. (1984).
Model ini diformulasikan didasarkan pada hasil modifikasi model CCR yang menaksir suatu batasan pada convex hull tiap DMU yang dievaluasi. Banker et
al. (1984) telah mengembangkan model BCC dengan adanya himpunan hasil
perkalian PB yang didefinisikan dengan
PB = {(x, y)|x ≥ Xλ, y ≤ Y λ, eλ = 1, λ ≥ 0}

(2.11)

dimana X = (xj ) ∈ Rm×n dan Y = (yj ) ∈ Rs×n merupakan suatu himpunan data
yang diberikan, λ ∈ Rn dan e adalah baris vektor dengan seluruh elemen adalah
Universitas Sumatera Utara

11
sama dengan 1. Dengan kata lain, model BCC merupakan model dual dari model
dasar DEA yang dapat dinyatakan sebagai berikut.
Min θk
Kendala

n
X

j=1
n
X

λij xij ≤ θk xik

i = 1, . . . , m
(2.12)

λj yrj ≥ yrk

r = 1, . . . , s

j=1

λj ≥ 0,

j = 1, . . . , n

Perbedaan antara kedua model tersebut hanya pada beberapa bentuk persamaan
linier. Asumsikan terdapat suatu DMUj (j = 1, . . . , n), sehingga dapat diselesaikan dengan program linier sebagai berikut.
(BCCk ) min θB
θB ,λ

Kendala θB xk − Xλ ≥ 0
(2.13)

Y λ ≥ yk
eλ = 1
λ≥0
dengan θB merupakan suatu skalar (Cooper et al., 2006).

Yun et al. (2003) mengemukakan pendapatnya mengenai model BCC didasarkan pada perluasan dari model CCR yang telah dibahas pada bagian 2.1.1
mengenai model CCR, sehingga model BCC yang diperoleh sebagai berikut.
max

µk ,vi ,uk

Kendala

p
X

µk yik − uk

m
X

vi xik = 1

k=1

i=1

p
X
k=1

µk ykj −

m
X

(2.14)
vi xij − uk ≤ 0(j = 1, . . . , n)

i=1

µl ≧ ε, l = 1, . . . , p
vi ≧ ε, i = 1, . . . , m

Universitas Sumatera Utara

12
Model BCC mempunyai variabel keputusan yang lebih sedikit dibandingkan
dengan model CCR, yaitu λj = 1, . . . , n. Sehingga diperoleh suatu himpunan
khusus bobot tiap DMU untuk masing-masing input dan output. Dari pengkajian
model CCR pada bagian 2.1.1 dan model BCC pada bagian 2.1.2, diperoleh kesimpulan bahwa model CCR merupakan model DEA yang menggunakan prinsip
Constrant Returns to Scale (CRS) dan model BCC adalah model DEA dengan
prinsip Variable Returns to Scale (VRS).
Model BCC merupakan model yang didasarkan pada konsep Variable Returns to Scale (VRS) dimana model menggunakan variabel keputusan yang lebih
sedikit dibandingkan dengan model CCR, yaitu λj = 1, . . . , n sehingga diperlukan nilai bobot pada masing-masing DMU. Andaikan terdapat n DMU dimana masing-masing DMUj , j = 1, . . . , n mempunyai masukan xij (i = 1, . . . , m)
dan menghasilkan keluaran yrj (r = 1, . . . , s). Nilai efisiensi pada DMUk , k ∈
{1, . . . , n} secara khusus dapat dievaluasi dengan model BCC dengan asumsi Variable Returns to Scale (VRS) sebagai berikut.
[Model Primal]

max

k
P

ur yrk + w

m
P

vi xik = 1

r=1

kendala ke

i=1
k
P

ur yrj −

vi xij + w ≤ 0,

j = 1, . . . , n

i=1

r=1

[Model Dual]

m
P

ur ≥ 0,

r = 1, . . . , s

vi ≥ 0

i = 1, . . . , m

min

θ

kendala ke

n
P

j=1
n
P

j=1
n
P

λj xij ≤ θxio ,

i = 1, . . . , m

λj yrj ≥ yro ,

r = 1, . . . , s

λj = 1

j=1

λj ≥ 0

j = 1, . . . , n

Universitas Sumatera Utara

13
2.2 Super Efisiensi
DEA digunakan untuk mengidentifikasi titik batasan sehingga diperoleh nilai
efisiensi 0 ≤ E ≤ 1 untuk setiap n DMUs. Nilai ini diperoleh dengan melakukan
perbandingan antara nilai masing-masing DMU dengan nilai efisiensi DMUs secara keseluruhan. Lotfi et al. (2012) memberikan pandangan bahwa DEA merupakan alat bantu nonparametrik yang digunakan untuk menganalisis nilai efisiensi didasarkan pada perbandingan antara jumlah bobot input dan bobot output
dengan memperhatikan taksiran dari segi kualitatif dan kuantitatif, sedemikian
hingga nilai efisiensi berkisar antara 0 dan 1. Model DEA juga digunakan sebagai
fungsi batasan (frontier) dalam penaksiran nilai efisiensi, sehingga diperoleh suatu
himpunan yang terdiri atas unit nilai efisiensi dan nilai inefisiensi. Nilai efisiensi
yang diperoleh mengalami proses eliminasi data pada DMUk yang dievaluasi dari
himpunan solusi. Untuk masukan pada model ini diperoleh nilai efisiensi sesuai
DMUk yang selanjutnya digunakan dalam menentukan urutan DMUs. Ini berakibat terdapat beberapa DMU yang tidak digunakan didasarkan pada efisiensi
DMUs (Cooper et al. 2006).
Super efisiensi pada model DEA digunakan dalam persoalan pengurutan kinerja tiap DMUs, dimana nilai super efisiensi dapat diperoleh dengan penggunaan
ketentuan CRS atau VRS. Lovell dan Rouse (2003) memberikan pandangan bahwa formula dari super efisiensi adalah suatu kolom yang menjadi bagian dari suatu
matriks program linier DEA yang berkaitan dengan DMU dalam suatu penelitian,
sehingga diperoleh super efisiensi pada masing-masing DMU. Hasil yang diperoleh
merupakan suatu program linier yang layak dengan nilai super efisiensi yang lebih
besar dari 100%, dimana Lovell dan Rouse (2003) menggunakan beberapa asumsi
sebagai berikut. Definisikan bahwa terdapat keluaran (y1, . . . , ys ) dan masukan
(x1 , . . . , xm ) untuk DMUs j = 1, . . . , n. Y merupakan suatu matriks keluaran
s × (n − 1), X adalah suatu matriks masukan m × (m − 1) dan λ merupakan
suatu (n − 1)-vektor dimensional pada variabel intensitas di DMUs, j dengan
j 6= k. Untuk variabel yk dan xk masing-masing menyatakan vektor keluaran
dan masukan untuk DMUk yang dievaluasi, dan λk merupakan variabel intensitas
untuk DMUk . Asumsikan bahwa masukan dan keluaran adalah suatu bilangan
non-negatif paling sedikit terdapat satu masukan dan satu keluaran positif untuk

Universitas Sumatera Utara

14
setiap DMU. Maka model dapat dinyatakan sebagai berikut.
min θk
Kendala ke Y λ + yk λk ≥ yk
Xλ + xk λk ≤ xk θk
X
X + λk = 1

(2.15)

λ, λk ≥ 0
Andersen dan Petersen (1993) memberikan suatu model yang digunakan dalam menentukan super efisiensi dengan menggunakan model CCR sebagai berikut.
θ − εes+
[Super Radial] θ∗ = min
− +
θ,λ,s ,s
n
X

λj xj + s−

Kendala ke θxk =
yk =

j=1,j6=k
n
X

(2.16)

λj yj − s+

j=1,j6=k

dengan λ, s− dan s+ merupakan kendala nonnegatif dan ε > 0 adalah elemen
non-Archimedean biasa dan e adalah suatu baris vektor untuk semua elemen.
Model ini dikenal sebagai model ”super efisiensi radial”. Hasil yang diperoleh
merupakan suatu matriks X, Y > 0 dengan seluruh elemen adalah positif dengan
nilai optimal φ∗ = 1/θ∗ .
Ebadi (2012) mengembangkan model BCC dalam menentukan super efisiensi
dengan orientasi input-output data dengan asumsi DMUj (j = 1, . . . , n) dengan
yrj (r = 1, . . . , s) output pada xij (i = 1, . . . , m) input. Untuk DMUk = (xk , yk )
yang dievaluasi, model DEA dapat dinyatakan sebagai berikut.
min = 1 + βk
kendala

n
X

j=1,j6=k
n
X

j=1,j6=k
n
X

λj xij − (1 + βk )xik ≤ 0,
λj yrj − (1 − βk )yrk ≥ 0,

i = 1, . . . , m
r = 1, . . . , s

(2.17)

λj = 1

j=1,j6=k

λj ≥ 0, j = 1, . . . , n, j 6= k
Universitas Sumatera Utara

15
Xu dan Ban (2012) memberikan cara lain dalam menentukan penaksiran nilai super efisiensi dengan mengembangkan model CCR berdasarkan pada batasan
efisiensi. Diberikan asumsi bahwa terdapat n DMU dimana masing-masing DMUj
(j = 1, . . . , n) mempunyai masukan Xj = (xij , x2j , . . . , xmj ) dan keluaran Yj =
(yij , y2j , . . . , ysj ) untuk semua DMU non-negatif dan tiap DMU sedikitnya mempunyai satu masukan dan keluaran data. Ambil (Xj , Yj ) untuk menotasikan tiap
DMUj dan DMUk (k ∈ 1, . . . , n) menyatakan DMU ke-k yang dievaluasi, maka
himpunan hasil yang mungkin dinotasikan sebagai
T = {(Xk , Yk ) : Xk λ ≤ Xk , Yj λ ≥ Yk , λ ≥ 0}
dimana λ merupakan suatu vektor non-negatif di Rn dan T merupakan nilai efisiensi tiap DMU. Berbalik dengan T , quasi-production possibility set dinotasikan
dengan
P = {(Xk , Yk ) : Xj λ ≥ Xk , Yj λ ≤ Yk , λ ≥ 0}
dimana titik jangkauan di P merupakan batas anti-efisien dan titik lainnya sebagai
anti-efisien tiap DMU. Xu dan Ban (2012) memperkenalkan suatu model quasiCCR (QCCR) yang didasarkan pada batasan anti-efisien yang dinyatakan sebagai
berikut
ρ∗k max ρk
n
X
kendala
λj xij ≥ ρk xik ,
j=1
n
X

i = 1, . . . , m
(2.18)

λj yrj ≥ yrk ,

r = 1, . . . , s

j=1

λj ≥ 0,

j = 1, . . . , n

dan memberikan definisi, yaitu
Definisi 2 Suatu DMUk adalah anti-efisiensi jika ρ∗k = 1.
Definisi 3 Suatu DMUk kontradiksi efisien jika θk∗ = ρ∗k = 1.

Universitas Sumatera Utara

16
2.2.1 Orientasi input (’io’)
Untuk setiap masukan i = 1, . . . , m dan j = 1, . . . , n pada DMU, ambil
xij > 0 dan suatu parameter skalar αi = max xij / min xij dengan ketentuan α =
max(α1 , . . . , αm ) + 1. Andaikan suatu super efisien DMU adalah efisien setelah
penaksiran dengan α, maka DMU merupakan kategori nilai super efisiensi (N).
Akibatnya, terdapat sedikitnya satu keluaran ke DMUk dengan nilai yang lebih
besar dibandingkan dengan nilai keluaran DMU lainnya.
Teorema 2.2.1 Untuk suatu orientasi masukan, α merupakan suatu skalar yang
memenuhi untuk xk dengan DMUk ∈ N ∪ super − ef isiensi.
Bukti Terdapat dua kondisi sebagai berikut.
1. Jika DMUk ∈ N, maka λk = 0 dan
Y λ + yk (0) ≥ yk
Xλ + αxk (0) ≤ αxk θ
Σα + (0) = 1
Karena αi = max xij / min xij dan Xλ < αxk , maka θ > 1.
2. Jika DMUk ∈ super − ef isiensi, maka Y λ < yk . Maka terdapat paling
sedikit satu keluaran dan αk = 1 merupakan solusi layak. Gunakan kontradiksi dalam pembuktian. Andaikan terdapat suatu skalar γx > α, maka
DMUk adalah inefisien. Untuk DMUk inN , λk haruslah sama dengan 0 dan
Y λ + yk (0) ≥ yk
Xλ + γx xk (0) ≤ γx xk θ
Σγ + (0) = 1
Karena Y λ < yk paling sedikit untuk satu keluaran dan tidak terdapat suatu solusi layak yang diperoleh, sehingga λk = 1 untuk
γx → ∞.
Dengan pembuktian teorema diatas, maka α merupakan skalar yang memenuhi untuk xk dengan DMUk ∈ N ∪ super − ef isiensi.

Universitas Sumatera Utara

17
2.2.2 Orientasi output (’oo’)
Untuk setiap keluaran r = 1, . . . , s dan j = 1, . . . , n pada DMU, ambil
min yrj > 0 dan hitung βr = (max yrj / min yrj )+1 dimana β = {max(β1 , . . . , βs )}−1 .
Teorema 2.2.2 Untuk suatu orientasi keluaran, skalar β merupakan suatu skalar
yang memenuhi untuk yk dengan DMUk ∈ N ∪ super − ef isiensi.
Bukti Terdapat dua kondisi sebagai berikut.
1. Jika DMUk ∈ N, maka λk = 0 dan
Y λ + βyk (0) ≥ βyk φ
Xλ + xk (0) ≤ xk
Σλ + (0) = 1
Karena βi = {max(max yij / min yij ) + 1}−1 dan Y λ > βyk , maka
φ > 1.
2. Jika DMUk ∈ super − ef isiensi, maka Xλ < xk . Maka terdapat paling
sedikit satu keluaran dan αk = 1 merupakan solusi layak. Gunakan kontradiksi dalam pembuktian. Andaikan terdapat suatu skalar γy < β, maka
DMUk adalah inefisien. Maka, untuk DMUk ∈ N, λk haruslah sama dengan
0 dan
Y λ + γy yk (0) ≥ γy yk φ
Xλ + xk (0) ≤ xk
Σλ + (0) = 1
Karena Xλ > xk paling sedikit untuk satu keluaran dan tidak terdapat suatu solusi layak yang diperoleh, sehingga λk = 1 untuk
λy → ε > 0.
Dengan pembuktian teorema diatas, maka α merupakan skalar yang memenuhi untuk xk dengan DMUk ∈ N ∪ super − ef isiensi.

Universitas Sumatera Utara