Pemanfaatan Ekstrak Buah Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Sebagai Pewarna dalam Sediaan Tablet

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sistematika Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Myrtales

Suku : Melastomataceae Marga : Melastoma

Jenis : Melastoma malabathricum L 2.1.2 Sinonim

Nama lain dari senduduk (Melastoma malabathricum L) adalah Melastoma affine G. Don., Melastoma polyanthum BI (Ditjen POM, 1995). 2.1.3 Nama Daerah

Nama daerah tumbuhan ini, di Sumatra adalah senduduk, sedangkan di Jawa dikenal dengan nama senggani, Sengganen, kluruk, harendong dan kemanden (Heyne,1987).


(2)

2.1.4 Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum L.) tumbuh liar pada tempat-tempat yang mendapat cukup sinar matahari, seperti di lereng gunung, semak belukar, lapangan yang tidak terlalu gersang, atau di daerah objek wisata sebagai tanaman hias dan dapat tumbuh sampai ketinggian 1.650 m di atas permukaan air laut. Perdu, tegak, tinggi 0,5-4 m, banyak bercabang, bersisik, berambut. Daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan silang. Helai daun bundar telur, memanjang sampai lonjong, ujung lancip, pangkal membulat, tepi rata, permukaan berambut pendek yang jarang dan kaku sehingga teraba kasar. Berbunga majmuk keluar diujung cabang, warna ungu kemerahan. Buah masak akan merekah dan terbagi atas beberapa bagian, warnanya ungu tua kemerahan. Biji kecil warnanya coklat. Buahnya dapat dimakan, sedangkan daun muda dapat dimakan sebagai lalap atau disayur. Perbanyakan dengan biji ( Dalimartha, 2000).

2.1.5 Kandungan Senduduk

Menurut Departemen Kesehatan RI 1995, tumbuhan senduduk (Melastoma malabathricum Linn) mengandung senyawa flavonoid, tanin,, steroida/triterpenoida.

Kandungan kimia tumbuhan senduduk yang sudah diketahui antara lain saponin, flavonoid dan tanin ( Arief, 2011).

Buah senggani (Melastoma malabathricum Linn) berwarna ungu kemerahan dan menandakan adanya kandungan antosianin. (Sentra informasi IPTEK, 2009).


(3)

2.1.6 Kegunaan Senduduk

Tanaman ini berkhasiat sebagai penurun panas, penghilang rasa sakit, peluruh urine, penghilang bengkak, pelancar aliran darah, dan penghenti pendarahan (hemostatik) (Arief, 2009).

Menurut Sentra informasi IPTEK (2009) Buah senggani dapat dijadikan sebagai sumber pewarna alami.

2.1.7 Pewarna Alami

Pewarna telah lama digunakan pada makanan untuk meningkatkan cita rasanya. Pada mulanya zat warna yang digunakan adalah zat warna alami dari tumbuhan dan hewan. Pewarna alami sebenarnya tidak semahal yang diperkirakan masyarakat dan pembuatannya juga sangat mudah. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat penyaring (Saati dan Hidayat, 2006).

Menurut Saati dan Hidayat, (2006) beberapa contoh pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan yaitu:

1. Karoten, memberikan warna jingga sampai merah. Dapat diperoleh dari wortel, pepaya dan sebagainya.

2. Biksin, memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat didaerah tropis.

3. Karamel, memberikan warna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis pemecahan karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt.


(4)

4. Klorofil, memberikan warna hijau dan diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan dan saat ini mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan seperti daun suji, daun pandan, daun katuk dan sebagainya. Dedaunan tersebut sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki aroma yang khas.

5. Antosianin, memberikan warna merah, orange, ungu dan biru. Banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih, anggur, buah apel, stroberi, buah manggis dan lain-lain.

6. Kurkumin, berasal dari kunyit sebagai salah satu bumbu dapur dan memberikan warna kuning.

2.1.8 Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuh-tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah senduduk, ungu dan biru yang terdapat dalam batang, bunga, daun dan buah pada tumbuh-tumbuhan. (Harborne, 1996). Antosianin merupakan senyawa yang tidak stabil di dalam larutan netral atau basa, sehingga ekstraksi dilakukan pada kondisi asam. Jadi penambahan HCl, asam sitrat atau asam asetat dalam etanol dimaksudkan untuk menjaga agar kondisi media asam.


(5)

Antosianin juga tidak stabil pada suhu yang tinggi, sehingga larutan sebaiknya disimpan di tempat gelap dan suhu dingin (Harborne, 1996).

2.1.9 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan


(6)

ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

B. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada terperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40o-50oC.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit.


(7)

2.2 Uraian Sediaan Tablet 2.2.1 Defenisi tablet

Defenisi tablet menurut Farmakope Indonesia edisi III adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, bahan pengembang, bahan pengikat, bahan pelicin, bahan pembasah atau bahan lain yang cocok.

Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak di gunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan obat cukup baik (Banker dan Anderson, 1994).

Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:

a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi.

b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang

terkandung didalamnya.

d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.

Tablet dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien


(8)

(yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.2.2 Bentuk tablet

Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan, ketebalan, dan dalam aspek lain, tergantung pada penggunaan yang dimaksudkan dan metode penggunaannya. Tablet biasanya berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat segi, dan segi enam (heksagonal) dikembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya terhadap produk pabrik lainnya. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, dengan membuat punch dan lubang kempa (lesung tablet) cetakan yang didesain secara khusus. Misalnya jika

punch kurang konkaf makin datar tablet yang dihasilkan. Sebaliknya punch

yang semakin konkaf, semakin lebih konveks tablet yang dihasilkan.

Tablet dapat diberi monogram pada salah satu atau pada kedua permukaan tablet, tergantung keberadaan monogram pada punch bawah dan /atau punch atas yang menghasilkan monogram.


(9)

Tablet adalah sediaan solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan secara oral dan ditelan, tablet yang hanya ditempatkan dirongga mulut tanpa ditelan, tablet oral yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya dikulum/dihisap (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.2.3 Bahan pewarna obat

Bahan pewarna pada dasarnya jenis yang digunakan pada produk obat adalah sama dengan jenis bahan pewarna yang digunakan pada makanan. Dengan demikian semua jenis bahan pewarna yang diizinkan digunakan pada makanan, diizinkan pula untuk digunakan dalam produk obat, pada umumnya digunakan untuk sediaan-sediaan sirup, tablet dan tablet salut.

Penggunaan bahan pewarna dalam obat konsentrasinya relatif sangat kecil apabila dibandingkan penggunaannya dalam makanan. Dilain pihak penggunaan obat itu sendiri mempunyai dosis dan aturan pakai yang tepat. Dengan demikian bahan pewarna dalam obat yang dikonsumsi oleh manusia jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berarti. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan bahan pewarna harus dilakukan secara tepat, yang ditinjau dari aspek proses teknologi produksi yang berpengaruh pada penampilan tablet (Anonim4, 1984).

Zat warna ditambahkan dalam sediaan tablet untuk memperindah tablet, membedakan dosis, spesifikasi dari pabrik, untuk memudahkan pengawasan, misalnya warna yang pudar menunjukkan bahwa tablet tersebut telah rusak.


(10)

Ada 2 cara penambahan zat pewarna yaitu: Cara Basah

Bahan warna dilarutkan dalam larutan bahan pengikat, kemudian ditambahkan kedalam serbuk yang akan digranulasi.

Cara Kering

Bahan warna dicampurkan dalam keadaan kering ke dalam campuran serbuk, kemudian baru ditambahkan bahan pengikat. Konsentrasi zat pewarna yang biasa dipakai 0.33% (Soekemi, 1987).

2.2.4 Metode pembuatan sediaan tablet

Metode pembuatan tablet didasarkan pada sifat fisika kimia dari bahan obat, seperti stabilitas dari bahan aktif dalam panas atau terhadap air, bentuk partikel bahan aktif dan sebagainya.

Metode pembuatan sediaan tablet yaitu: 1. Cetak Lansung

Cetak lansung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat, bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk Kristal/butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.

Keuntungan utama dari cetak lansung ini adalah untuk bahan obat yang peka terhadap kelembaban dan panas, dimana stabilitasnya terganggu akibat pekerjaan granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian hanya sedikit bahan obat yang mempunyai sifat-sifat untuk bisa dicetak secara


(11)

lansung, seperti ammonium bromida, ammonium klorida, kalium bromida, kalium klorida, natrium bromida, natrium klorida dan heksamin (Voigt, 1995). 2. Granulasi Kering

Granulasi kering disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil dengan adanya air.

Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula dibuat tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya dilakukan penghancuran tablet dengan proses penggranul kering, atau dalam hal yang sederhana dilakukan atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan kemudian decetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, 1995).

3. Granulasi Basah

Pada tehnik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan, pencampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibentuk dengan suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk. Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi lembab, bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak boleh berlebihan (Banker dan Anderson, 1994).

Proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar, gumpalan-gumpalan granul dengan melewatkan massa pada ayakan. Tujuannya agar


(12)

granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan.

Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Banker dan Anderson, 1994).

2.3. Uji Penilaian Organoleptik 2.3.1 Uji Kesukaan

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidak sukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. tingka-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu tidak suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka. Kemudian skala hedonik ini ditrasformasikan menjadi skala nomerik untuk dilakukan perhitungan berdasarkan tingkat kesukaan panelis (Soekarto, 1985).

2.3.2 Panelis

Panelis adalah orang yang bertugas menilai spesifikasi mutu produk secara subjektif. Panelis ini dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu golongan yang pertama panelis non standar yaitu orang yang belum terlatih dalam melakukan penilaian dan pengujian organoleptik/ sensori. Dan golongan


(13)

yang kedua panelis standar yaitu orang yang mempunyai kemampuan dan kepekaan tinggi terhadap spesifikasi mutu produk serta mempunyai pengalaman tentang cara-cara menilai organoleptik/sensori dan telah lulus dalam seleksi pembentukan panelis standar. Dan jumlah minimal panelis standar dalam satu kali pengujian adalah 6 orang, sedangkan untuk panelis non standar adalah 30 orang (BSN, 2006).


(1)

(yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.2.2 Bentuk tablet

Tablet terdapat dalam berbagai ragam bentuk, ukuran, bobot, kekerasan, ketebalan, dan dalam aspek lain, tergantung pada penggunaan yang dimaksudkan dan metode penggunaannya. Tablet biasanya berbentuk bundar dengan permukaan datar, atau konveks. Bentuk khusus seperti kaplet, segitiga, lonjong, empat segi, dan segi enam (heksagonal) dikembangkan oleh beberapa pabrik untuk membedakan produknya terhadap produk pabrik lainnya. Tablet dapat dihasilkan dalam berbagai bentuk, dengan membuat punch dan lubang kempa (lesung tablet) cetakan yang didesain secara khusus. Misalnya jika punch kurang konkaf makin datar tablet yang dihasilkan. Sebaliknya punch yang semakin konkaf, semakin lebih konveks tablet yang dihasilkan.

Tablet dapat diberi monogram pada salah satu atau pada kedua permukaan tablet, tergantung keberadaan monogram pada punch bawah dan /atau punch atas yang menghasilkan monogram.


(2)

Tablet adalah sediaan solid mengandung zat aktif yang dapat diberikan secara oral dan ditelan, tablet yang hanya ditempatkan dirongga mulut tanpa ditelan, tablet oral yang dikunyah dulu lalu ditelan, atau hanya dikulum/dihisap (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2.2.3 Bahan pewarna obat

Bahan pewarna pada dasarnya jenis yang digunakan pada produk obat adalah sama dengan jenis bahan pewarna yang digunakan pada makanan. Dengan demikian semua jenis bahan pewarna yang diizinkan digunakan pada makanan, diizinkan pula untuk digunakan dalam produk obat, pada umumnya digunakan untuk sediaan-sediaan sirup, tablet dan tablet salut.

Penggunaan bahan pewarna dalam obat konsentrasinya relatif sangat kecil apabila dibandingkan penggunaannya dalam makanan. Dilain pihak penggunaan obat itu sendiri mempunyai dosis dan aturan pakai yang tepat. Dengan demikian bahan pewarna dalam obat yang dikonsumsi oleh manusia jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berarti. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa penggunaan bahan pewarna harus dilakukan secara tepat, yang ditinjau dari aspek proses teknologi produksi yang berpengaruh pada penampilan tablet (Anonim4, 1984).

Zat warna ditambahkan dalam sediaan tablet untuk memperindah tablet, membedakan dosis, spesifikasi dari pabrik, untuk memudahkan pengawasan, misalnya warna yang pudar menunjukkan bahwa tablet tersebut telah rusak.


(3)

Ada 2 cara penambahan zat pewarna yaitu: Cara Basah

Bahan warna dilarutkan dalam larutan bahan pengikat, kemudian ditambahkan kedalam serbuk yang akan digranulasi.

Cara Kering

Bahan warna dicampurkan dalam keadaan kering ke dalam campuran serbuk, kemudian baru ditambahkan bahan pengikat. Konsentrasi zat pewarna yang biasa dipakai 0.33% (Soekemi, 1987).

2.2.4 Metode pembuatan sediaan tablet

Metode pembuatan tablet didasarkan pada sifat fisika kimia dari bahan obat, seperti stabilitas dari bahan aktif dalam panas atau terhadap air, bentuk partikel bahan aktif dan sebagainya.

Metode pembuatan sediaan tablet yaitu: 1. Cetak Lansung

Cetak lansung adalah pencetakan bahan obat atau campuran bahan obat, bahan pembantu tanpa proses pengolahan awal. Cara ini hanya dilakukan untuk bahan-bahan tertentu saja yang berbentuk Kristal/butir-butir granul yang mempunyai sifat-sifat yang diperlukan untuk membuat tablet yang baik.

Keuntungan utama dari cetak lansung ini adalah untuk bahan obat yang peka terhadap kelembaban dan panas, dimana stabilitasnya terganggu akibat pekerjaan granulasi, tetapi dapat dibuat menjadi tablet. Meskipun demikian hanya sedikit bahan obat yang mempunyai sifat-sifat untuk bisa dicetak secara


(4)

lansung, seperti ammonium bromida, ammonium klorida, kalium bromida, kalium klorida, natrium bromida, natrium klorida dan heksamin (Voigt, 1995). 2. Granulasi Kering

Granulasi kering disebut juga slugging atau prekompresi. Cara ini sangat tepat untuk tabletasi zat-zat yang peka suhu atau bahan obat yang tidak stabil dengan adanya air.

Obat dan bahan pembantu pada mulanya dicetak dulu, artinya mula-mula dibuat tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tertentu. Selanjutnya dilakukan penghancuran tablet dengan proses penggranul kering, atau dalam hal yang sederhana dilakukan atas sebuah ayakan. Granulat yang dihasilkan kemudian decetak dengan takaran yang dikehendaki (Voigt, 1995).

3. Granulasi Basah

Pada tehnik ini juga memerlukan langkah-langkah pengayakan, pencampuran dan pengeringan. Pada granulasi basah, granul dibentuk dengan suatu bahan pengikat. Teknik ini membutuhkan larutan, suspensi atau bubur yang mengandung pengikat yang biasanya ditambahkan ke campuran serbuk. Cara penambahan bahan pengikat tergantung pada kelarutannya dan tergantung pada komponen campuran. Karena massa hanya sampai konsistensi lembab, bukan basah seperti pasta, maka bahan pengikat yang ditambahkan tidak boleh berlebihan (Banker dan Anderson, 1994).

Proses pengayakan, mengubah massa lembab menjadi kasar, gumpalan-gumpalan granul dengan melewatkan massa pada ayakan. Tujuannya agar


(5)

granul lebih kompak, meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan.

Proses pengeringan diperlukan oleh seluruh cara granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai pada pembentukan gumpalan-gumpalan granul dan untuk mengurangi kelembaban sampai pada tingkat yang optimum (Banker dan Anderson, 1994).

2.3. Uji Penilaian Organoleptik 2.3.1 Uji Kesukaan

Uji kesukaan juga disebut uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidak sukaan. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. tingka-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya jika tanggapan itu tidak suka, dapat mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka dan agak tidak suka. Kemudian skala hedonik ini ditrasformasikan menjadi skala nomerik untuk dilakukan perhitungan berdasarkan tingkat kesukaan panelis (Soekarto, 1985).

2.3.2 Panelis

Panelis adalah orang yang bertugas menilai spesifikasi mutu produk secara subjektif. Panelis ini dapat digolongkan dalam 2 golongan yaitu golongan yang pertama panelis non standar yaitu orang yang belum terlatih


(6)

yang kedua panelis standar yaitu orang yang mempunyai kemampuan dan kepekaan tinggi terhadap spesifikasi mutu produk serta mempunyai pengalaman tentang cara-cara menilai organoleptik/sensori dan telah lulus dalam seleksi pembentukan panelis standar. Dan jumlah minimal panelis standar dalam satu kali pengujian adalah 6 orang, sedangkan untuk panelis non standar adalah 30 orang (BSN, 2006).