Gambaran Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat Medis dan Non Medis serta Angka Kepadatan Lalat di RSUD Dokter Tengku Mansyur Kota Tanjungbalai Tahun 2016

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-undang no 44 tahun 2009).
Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara
keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan rawat inap juga perawatan di rumah
sakit. Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan
kesehatan dan penelitian (Adisasmito, 2007).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah
sakit dinyatakan bahwa rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, atau dapat menjadi tempat penularan
penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan (Depkes RI, 2004).
2.2 Pengertian Limbah Padat Medis dan Non Medis

2.2.1 Pengertian Limbah Padat Medis
Menurut Chandra (2005), Limbah padat medis adalah limbah yang
langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien.
Termasuk dalam kegiatan tersebut juga kegiatan medis di ruang poliklinik,

8

Universitas Sumatera Utara

9

perawatan, bedah, kebidanan, otopsi, dan ruang laboratorium. Limbah padat
medis sering juga disebut sebagai sampah biologis. Sampah biologis terdiri dari:
1.

Sampah medis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, ruang perawatan, ruang
bedah, atau ruang kebidanan seperti, misalnya perban, kasa, alat injeksi,
ampul, dan botol bekas obat injeksi, kateter, swab, plester, masker, dan
sebagainya.


2.

Sampah patologis yang dihasilkan dari ruang poliklinik, bedah, kebidanan,
atau ruang otopsi, misalnya plasenta, jaringan organ, anggota badan, dan
sebagainya.

3.

Sampah laboratorium yang dihasilkan dari pemeriksaan laboratorium
diagnostik atau penelitian, misalnya sediaan atau media sampel dan bangkai
binatang percobaan.
Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat

maupun cair yang berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun
non medis yang kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia
beracun, dan radioaktif. Apabila tidak ditangani dengan baik,limbah rumah sakit
dapat menimbulkan masalah baik dari aspek pelayanan maupun estetika selain
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan menjadi sumber penularan
penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu, pengelolaan limbah rumah sakit
perlu mendapat perhatian yang serius dan memadai agar dampak negatif yang

terjadi dapat dihindari atau dikurangi (Chandra, 2005).
Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Limbah padat medis terdiri dari

Universitas Sumatera Utara

10

limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Peawadahan limbah padat
non medis dipisahkan dari limbah padat medis dan ditampung dalam kantong
plastik warna hitam khusus untuk limbah padat non medis (Kepmenkes RI
No.1204, 2004).
Limbah layanan kesehatan adalah mencakup semua hasil buangan yang
berasal dari instansi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Limbah
rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari
kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, gas yang dapat mengandung
mikroorganisme patogen yang bersifat infeksius, bahan kimia beracun, dan
sebagaian bersifat radio aktif (Depkes RI, 2006).

Menurut EPA/U.S Environmental Protection Agancy, limbah medis adalah
semua bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, klinik, bank darah, praktek dokter gigi, klinik dokter hewan, serta
fasilitas penelitian medis dan laboratorium. Sedangkan menurut Depkes RI
(2002), limbah medis adalah limbah yang berasal dari pelayanan medik,
perawatan gigi, farmasi, penelitian, pengobatan, perawatan atau pendidikan yang
menggunakan

bahan-bahan

yang

beracun,

infeksius,

berbahaya

atau


membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu.
Berdasarkan Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004
limbah rumah sakit terbagi 3 macam yaitu :

Universitas Sumatera Utara

11

1.

Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganism, bahan
kimia beracun dan radio aktif yang berbahaya bagi kesehatan.

2.

Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan
generator dan anastesi.


3.

Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang terdiri dari limbah padat
medis dan limbah padat non medis.

2.2.2 Pengertian Limbah Padat Non Medis
Limbah non medis adalah limbah domestik yang dihasilkan di sarana
pelayanan kesehatan. Sebagian besar limbah ini merupakan limbah organik dan
bukan merupakan limbah B3, sehingga pengelolaannya dapat dilakukan bersamasama dengan sampah kota yang ada. Jenis limbah non medis tersebut antara lain:
limbah cair dari kegiatan loundry, limbah domestik cair dan sampah padat
(Adisasmito, 2007)
Limbah padat non medis adalah bahan buangan yang berasal dari aktivitas
kantor atau administrasi rumah sakit, unit perlengkapan, ruang inap, unit gizi atau
dapur, halaman parkir, taman dan bukan berasal dari kegiatan medis rumah sakit
(Anies, 2006).
Limbah non medis, dimana di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Subroto

di klasifikasi sebagai limbah non infeksius. Limbah ini terdiri dari


sampah kering dan basah. Sampah kering (rubbish) seperti kertas, kardus,
bungkus makanan, plastik, kaleng (logam), pecahan kaca yang dihasilkan di ruang

Universitas Sumatera Utara

12

administrasi/ kantor, halaman, ruang tunggu, ruang perawatan. Sampah basah
(Garbage) seperti sampah dari dapur utama maupun instalasi gizi yang juga
ditemui di ruang tunggu dan perawatan. Berdasarkan pengamatan limbah non
medis ini dihasilkan sebanyak 706 kg /hari atau sekitar 7 m3 (Paramita, 2007).
2.3 Kebijakan Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit
Upaya pengelolaan limbah rumah sakit salah satunya dapat dilaksanakan
dengan menyiapkan peraturan, pedoman, dan kebijakan yang mengatur
pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan rumah sakit. Hasil survey
di Rumah Sakit Yordania Utara menunjukkan bahwa 29% dari rumah sakit
memiliki kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan sampah medis, namun
hanya 10% dari rumah sakit memiliki pedoman resmi untuk pengelolaan sampah
medis (Adisasmito, 2007).
Peraturan dari pemerintah dan kebijakan dari rumah sakit dapat

meminimalkan resiko gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan. Rumah
Sakit di Indonesia dapat menerapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun,

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah
Sakit, dan Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia yang dikeluarkan oleh
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia atau dapat disesuaikan dengan

kebijakan yang dibuat oleh pimpinan rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

13

2.4 Sumber dan Klasifikasi Limbah Rumah Sakit
2.4.1 Jenis Limbah Rumah Sakit Menurut Sumbernya
Tabel 2.1 Jenis Limbah Menurut Sumbernya
No

SUMBER/AREA

JENIS SAMPAH

1.
2.

Kantor/administrasi
Unit obstetric dan

ruang
perawatan
obstetric

3.

Unit
emergency
dan
bedah
termasuk ruang
perawatan

4.

5.

Unit laboratorium,
ruang mayat,pathologi dan otopsi
Unit isolasi


6.

Unit perawatan

7.

Unit pelayanan

8.

Unit gizi/dapur

9.

Halaman

Kertas
Dressing
(Pembalut/pakaian),
sponge
(spon
/penggosok), placenta,ampul,termasuk kapsul perak
nitrat, jarum syringe (alat semprot),masker disposable
(masker yang dapat dibuang),disposable drapes
(tirai/kain
yang
dapat
dibuang),sanitary
napkin(serbet),blood lancer disposable (pisau
bedah),disposable chateter (alat bedah),disposable
diaper (popok) dan underpad (alas/bantalan),sarung
tangan disposable
Dressing(pembalut/pakaian),sponge(spon/penggosok)
jaringan
tubuh,termasuk
amputasi
ampul
bekas,masker disposable (masker yang dibuang ),
jarum syringe (alat semprot),drapes (tirai/kain),
disposable blood lancet (pisau bedah),disposable
kantong emnesis, levin tubes (pembuluh),chateter
(alat bedah),drainase set (alat pengaliran),kantong
colosiomy,underpads (alas/bantalan),sarung bedah..
Gelas terkontaminasi,termasuk pipet petri dish,wadah
specimen
(contoh),slide
specimen
(kaca/alat
sorong),jaringan tubuh,organ,tulang.
Bahan-bahan kertas yang mengandung buangan nasal
(hidung) dan sputum (dahak/air liur),dressing
(pembalut/pakaian) dan bandage (perban),masker
disposable (masker yang dapat dibuang),sisa
makanan,perlengkapan makanan.
Ampul, jarum disposable dan syringe (alat semprot)
kertas dan lain-lain
Karton, kertas bungkus,kaleng,botol, sampah dari
ruang umum dan pasien ,sisa makanan buangan.
Sisa pembungkus,sisa makanan / bahan makanan
sayuran dan lain-lain
Sisa daun,ranting

(Sumber : Depkes RI, 2002)

Universitas Sumatera Utara

14

2.4.2 Klasifikasi Limbah Padat Rumah Sakit
Tabel 2.2 Klasifikasi Limbah Padat Medis Yang Berasal dari Rumah Sakit
No
1.

Kategori
Limbah
Infeksius

2.

Patologis

3.

Sitotoksis

4.

Benda
Tajam

5.

Farmasi

Definisi
Limbah yang terkontaminasi
organismepatogen(bakteri,virus,p
arasit,atau jamur) yang tidak
secara rutin ada lingkungan dan
organisme tersebut dalam jumlah
dan virulensi yang cukup untuk
menularkan
penyakit
pada
manusia rentan.
Limbah berasal dari pembiakan
dan stock bahan yang sangat
infeksius,otopsi,organ
binatang
percobaan dan bahan lain yang
telah diinokulasi,terinfeksi atau
kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
Terinfeksi atau kontak dengan
bahan yang sangat infeksius.
Limbah
dari
bahan
yang
terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksis untuk
kemoterapi
kanker
yang
mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
Merupakan materi yang dapat
menyebabkan luka iris atau luka
tusuk. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan
dapat
menyebabkan
cedera
melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang
mungkin terkontaminasi oleh
darah,
cairan
tubuh,bahan
mikrobiologi,bahan beracun atau
radioaktif .
Limbah
farmasi
mencakup
produksi farmasi.kategori ini juga
mencakup barang yang akan
dibuang setelah digunakan untuk

Contoh limbah yang
dihasilkan
Kultur
laboratorium
limbah dari bangsal
isolasi,kapas,materi, atau
peralatan yang tersentuh
pasien yang terinfeksi
eksreta

Bagian tubuh manusia
dan
hewan
(limbah
anatomis),darah
dan
cairan
tubuh
yang
lain,janin.

Dari
materi
yang
terkontaminasi pada saat
persiapan dan pemberian
obat,misalnyaspuit,ampul
kemasan,obat
kedaluarsa,larutan
sisa,urine,tinja,muntahan
pasien yang mengandung
sitotoksis
Jarum,jarum suntik,skalpel,pisau bedah,peralatan
infus,gergaji bedah,dan
pecahan kaca

Obat-obatan,vaksin,dan
serum
yang
sudah
kedaluarsa,tumpah,dan
terkontaminasi,yang

Universitas Sumatera Utara

15

6.

Kimia

7.

Radioaktif

8.

Logam
bertekanan
tinggi/bera
t

9.

menangani
produk
farmasi,
mislanya botol atau kotak yang
berisi
residu,
sarung
tangan,masker,selang penghubung
darah atau cairan dan ampul obat.
Mengandung zat kimia yang
berbentuk padat,cair,maupun gas
yang berasal dari aktivitas
diagnostik dan eksperimen serta
dari pemeliharaan kebersihan
rumah sakit dengan menggunakan
desinfektan.
Bahan
yang
terkontaminasi
dengan radioisotope yang berasal
dari penggunaan medis atau riset
radio nukleida. Limbah ini dapat
berasal dari : tindakan kedokteran
nuklir,radio immunoassay dan
bakteriologis,dapat
berbentuk
padat,cair,atau gas.

Limbah yang mengandung logam
berat dalam konsentrasi tinggi
termasuk
dalam
subkategori
limbah kimia berbahaya dan
biasanya
sangat
toksik.
Contohnya adalah limbah merkuri
yang berasal dari bocoran
peralatan kedokteran yang rusak
Kontainer Limbah yang berasal dari
bertekanan berbagai jenis gas yang digunakan
di rumah sakit.

tidak diperlukan lagi.

Reagen di laboratorium,
film untuk rontgen,
desinfektan
yang
kedaluarsa atau sudah
tidak diperlukan lagi

Cairan
yang
tidak
terpakai dari radio aktif
atau
riset
di
laboratorium, peralatan
kaca,kertas
absorben
yangterkontaminasi,urin
dan eksreta dari pasien
yang diobati atau diuji
dengan radio nuklida
yang terbuka
Termometer,alat
pengukur
tekanan
darah,residu dari ruang
pemeriksaan
gigi,dan
sebagainya

Tabung
gas,kaleng
aerosol
yang
berisi
residu,gas cartridge

(Sumber : Kepmenkes RI No.1204, 2004)
2.5 Jumlah Limbah Rumah Sakit
Salah satu langkah pokok pengelolaan limbah adalah menentukan jumlah
sampah yang dihasilkan. Jumlah ini menentukan jumlah dan volume sarana
penampung lokal yang harus disediakan, pemilihan incinerator dan kapasitasnya.
1.

Jumlah menurut berat

Universitas Sumatera Utara

16

Jumlah produksi sampah domestik diperkirakan 2 Kg per-orang /hari.Untuk
mendapatkan angka yang lebih tepat sebaiknya dilakukan survei sampah di
rumah sakit yang bersangkutan. Jumlah sampah dengan 500 tempat tidur
adalah 3,25 Kg per pasien/hari (Depkes RI, 2002).
2.

Jumlah disposibel
Meningkatkan jumlah sampah berkaitan erat dengan meningkatkan
penggunaan barang disposibel. Daftar barang disposibel merupakan indikator
jumlah dan kualitas sampah rumah sakit yang diproduksi. Berat, ukuran, dan
sifat kimiawi barang-barang disposibel mungkin perlu dipelajari sehingga
dapat diperoleh informasi yang bermanfaat dalam pengelolaan sampah
(Depkes RI, 2002).

3.

Jumlah menurut volume
Volume juga harus diketahui untuk menentukan ukuran bak dan sarana
pengangkutan. Konversi dari berat

ke volume dapat dilakukan dengan

membagi berat total dengan kepadatan (Depkes RI, 2002).

2.6 Sarana dan Prasarana Pengelolaan Limbah
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan sarana (tools).
Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan, maka
sebaiknya rumah sakit harus menyediakan sarana pengelolaan limbah medis padat
dimulai dari wadah pemilahan limbah, troli untuk pengangkutan limbah medis
padat dari ruangan penghasil limbah ke tempat penampungan sementara (bak
penampung), dan menggunakan insenerator untuk pembuangan terakhir.

Universitas Sumatera Utara

17

Pengelola limbah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan
sepatu boots.
Rumah sakit menyediakan troli untuk pengangkutan sampah padat dari
ruangan ruangan penghasil sampah ke tempat penampungan sementara, tetapi
sampah tidak di tempatkan di wadah yang tertutup, langsung di tempatkan ke bak
penampung, dapat terjadi kemungkinan tumpahan pada saat pengangkutan.
Menggunakan insenerator untuk pembuangan akhir. Pengelola sampah disediakan
alat pelindung diri seperti apron, sarung tangan dan sepatu boots (Abor &
Bouwer, 2007).
Rumah

Sakit

Pusat

Angkatan

Darat

Gatot

Soebroto

(RSPAD)

menyediakan kantong plastik berwarna hitam yang diletakkan dalam wadah
limbah non medis dan menyediakan kantong plastik berwarna kuning dalam
wadah limbah medis di setiap ruangan. Menggunakan troli untuk mengangkut
limbah medis dan non medis.

Menggunakan insenerator untuk pembuangan

akhir. Pengelola limbah disediakan alat pelindung diri seperti apron, sarung
tangan dan sepatu boots (Paramita, 2007).
2.7 Pengelolaan Limbah Padat Rumah Sakit
2.7.1 Pengelolaan Limbah Padat Medis Rumah Sakit
Menurut Kepmenkes RI No.1204 (2004), Pengelolaan limbah medis yaitu
rangkaian kegiatan mencakup segresi, pengumpulan,pengangkutan,penyimpanan,
pengolahan dan penimbunan limbah medis. Menurut WHO (2005), beberapa
bagian penting dalam pengelolaan limbah rumah sakit yaitu minimisasi limbah,
pelabelan dan pengemasan, transportasi, penyimpanan, pengolahan dan

Universitas Sumatera Utara

18

pembuangan limbah. Proses pengelolaan ini harus menggunakan cara yang benar
serta memperhatikan aspek kesehatan, ekonomis, dan pelestarian lingkungan.
Pengelolaan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar, efektif dan
memenuhi persyaratan sanitasi. Sebagai sesuatu yang tidak dimanfaatkan lagi,
tidak disenangi, dan yang harus dibuang maka limbah harus dikelola dengan baik.
Syarat

yang

harus

dipenuhi

dalam

pengelolaan

limbah

adalah

tidak

mengkontaminasi udara, air/tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menyebabkan
kebakaran, dan sebagainya. Suatu kebijakan dari manajemen dan prosedurprosedur tertentu yang berhubungan dengan segala aspek dalam pengelolaan
sampah rumah sakit sangat diperlukan dalam pengelolaan limbah rumah sakit
( Chandra, 2012).
1. Minimisasi Limbah
Minimisasi limbah adalah upaya untuk mengurangi volume, konsentrasi,
toksisitas dan tingkat bahaya yang berasal dari kegiatan pelayanan kesehatan
dengan cara reduksi pada sumbernya dan pemanfaatan limbah berupa reuse,
recycle,dan recovery ( Kepmenkes RI No.1204, 2004). Konsep minimisasi limbah
berupa reduksi limbah langsung dari sumbernya menggunakan pendekatan
pencegahan dan teknik yang meliputi perubahan bahan baku (pengolahan bahan
dan modifikasi bahan), perubahan teknologi (modifikasi proses dan teknologi
bersih), praktek operasi yang baik (housekeeping, segresi limbah, preventif
maintenance), dan perubahan produk yang tidak berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

19

Pemanfaatan limbah medis yaitu upaya mengurangi volume, konsentrasi
toksisitas dan tingkat bahaya yang menyebar di lingkungan. Pemanfaatan limbah
dapat dilakukan setelah melakukan upaya reduksi pada sumber.
a. Penggunaan kembali (reuse)
Merupakan upaya penggunaan

barang atau limbah untuk digunakan

kembali untuk kepentingan yang sama tanpa mengalami proses pengolahan atau
perubahan bentuk. Walaupun dapat digunakan kembali, rumah sakit harus
mengeluarkan biaya untuk membersihkan dan mensterilkan peralaan tersebut.
b. Daur ulang (recycle)
Merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan cara proses daur ulang
melalui perubahan fisik atau kimia, baik untuk menghasilkan produk yang sama
maupun produk yang berlainan dengan maksud kegunaan yang lebih. Limbah
lampu neon, kontainer bertekanan, pelarut, formalin dan alkohol adalah limbah
berbahaya yang dapat didaur ulang agar dapat menjadi produk yang dapat
digunakan kembali (A.Pruss, 2005).
c. Perolehan kembali (recovery)
Merupakan upaya pemanfaatan limbah dengan cara memproses untuk
memperoleh kembali materi atau energi yang terkandung di dalamnya atau
merupakan suatu proses pemulihan. Menurut Pruss (2005), proses perolehan
kembali biasanya tidak dilakukan oleh rumah sakit, kecuali untuk pengambilan
perak dari fixing bath yang digunakan dalam pengolahan foto rontgen

Universitas Sumatera Utara

20

2. Pemilahan Limbah
Pemilahan limbah berdasarkan warna atau kontainer plastik yang
digunakan merupakan cara yang paling tepat dalam pengelolaan limbah medis.
Proses pemilahan dan pengurangan jumlah limbah merupakan persyaratan
keamanan yang penting untuk petugas yang mengelola limbah. Menyediakan
minimal tiga wadah terpisah pada sumbernya yang diberi label yang tepat dan
ditempatkan pada tempat yang mudah terlihat dan terjangkau sehingga limbah
dapat dengan mudah dipisahkan. Untuk limbah berbahaya dan sangat berbahaya,
sebaiknya menggunakan kemasan ganda yaitu kantong plastik di dalam kontainer
untuk memudahkan pembersihan (Pruss, 2005).
3. Pengumpulan Limbah Medis
Menurut Depkes RI (2006), pada tahap pengumpulan limbah, maksimal
2/3 bak sampah terisi sudah harus diambil, sedangkan menurut Pruss (2005),
kontainer harus diangkat jika sudah 3/4 penuh. Rumah sakit harus mempunyai
program rutin untuk pengumpulan limbah karena limbah jangan sampai
menumpuk di satu titik pengumpulan. Limbah harus dikumpulkan setiap hari dan
diangkat ke tempat penampungan yang telah ditentukan.
Proses pengumpulan limbah medis di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat
Gatot Soebroto (RSPAD) menggunakan tempat sampah yang dilapisi dengan
kantong kuning berukuran 50x75 cm di dalamnya. Penyebaran tempat limbah
medis dapat ditemui di ruang perawatan, ruang bedah, ruang poliklinik, ruang
kebidanan dan laboratorium (Paramita, 2007).

Universitas Sumatera Utara

21

Setelah diangkut, limbah medis dikumpulkan dalam ruang khusus,
penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim tropis yaitu pada musim hujan
maksimal 48 jam dan musim kemarau maksimal 24 jam. Kemudian dibakar di
incenerator (Depkes RI, 2002).
4. Pengangkutan Limbah Medis
Setelah proses pengumpulan, tahap selanjutnya adalah pengangkutan
limbah. Pengangkutan limbah dilakukan oleh petugas kebersihan dari sumber
penghasil limbah. Pengangkutan limbah medis harus menggunakan alat angkut
berupa kereta, gerobak atau troli. Limbah harus diangkut dengan alat angkut yang
sesuai untuk mengurangi resiko yang dihadapi pekerja yang terpajan limbah.
Pengangkutan limbah dari ruang/ unit yang ada di rumah sakit ke tempat
penampungan limbah sementara melalui rute yang paling cepat yang harus
direncanakan sebelum perjalanan dimulai atau yang sudah ditetapkan (Pruss,
2005).
Menurut Chandra (2005), proses dimulai dari pengangkutan limbah dari
wadah penampungan yang diletakkan pada lokasi tertentu sampai ke tempat
pembuangan. Secara mekanis, limbah dapat diangkut dengan sejenis sistem
conveyor yang akan membawa limbah tersebut ke lokasi pembuangan akhir. Pada
bangunan bertingkat, pengangkutan limbah biasanya dibantu dengan penggunaan
cerobong limbah atau lift pada sudut bangunan. Kendala yang ada pada sistem lift
atau cerobong tersebut adalah pada upaya pembersihannya, resikonya menjadi
tempat perkembangbiakan kuman, resiko bahaya kebakaran, dan pencemaran
udara. Bangunan yang menggunakan sistem tersebut juga harus dilengkapi dengan

Universitas Sumatera Utara

22

sarana pemadam kebakaran. Pengangkutan limbah klinis memerlukan prosedur
pelaksanaan yang tepat dan disiplin dari pihak petugasnya. Apabila diangkut
dengan kontainer khusus, kontainer yang digunakan harus kuat dan tidak bocor,
serta mudah dibersihkan. Kendaraan yang dipakai harus memenuhi syarat dalam
hal kemudaha pemakaian dan pembersihannya, selain dilengkapi juga dengan alat
pengumpul kebocoran. Dalam kendaraan pengangkut limbah, ruang supir secar
fisik harus terpisah dari ruang limbah, selain dilengkapi dengan kode atau tanda
peringatan.
5. Penampungan Sementara Limbah Medis
Tempat penampungan sementara harus memilki lantai yang kokoh dengan
dilengkapi drainase yang baik dan mudah dibersihkan serta didesinfeksi. Selain
itu tidak boleh berada dekat dengan dapur. Harus ada pencahayaan yang baik
serta kemudahan akses untuk kendaraan pengumpul limbah. Menurut Kepmenkes
RI No.1204 Tahun 2004, penyimpanan limbah padat medis harus sesuai iklim
tropis yaitu pada musim hujan maksimal 48 jam dan musim kemarau maksimal
24 jam.
Untuk limbah medis RSPAD setelah pengangkutan dilakukan, limbah
dalam kantong kuning tersebut dikumpulkan terlebih dahulu dalam ruang khusus
dengan kapasitas + 23m3. Fungsi penyimpanan ini adalah untuk mengumpulkan
limbah medis sebelum dibakar untuk mencegah terjadinya penularan baik melalui
udara, kontak langsung maupun melalui binatang (Paramita, 2007).

Universitas Sumatera Utara

23

6. Pemusnahan Limbah Medis
Menurut Chandra (2005), Kegiatan pemusnahan merupakan tahap akhir
dari proses pengolahan limbah rumah sakit. Limbah dari lokasi penampungan
akhir rumah sakit diangkut ke luar rumah sakit dengan menggunakan sarana
angkutan dinas kebersihan kota atau pun swasta, khususnya untuk limbah non
medis. Untuk limbah medis yang mudah terbakar dimusnahkan dengan
menggunakan insenerator. Dalam hal ini diperhatikan lokasi penempatan
insenerator yang berkaitan dengan jalur pengangkutan limbah, jalur pembuangan
abu, dan sarana gedung untuk melindungi insenerator dari bahaya kebakaran.
Untuk limbah medis yang tidak mudah terbakar, limbah tersebut disterilkan
dahulu dengan autoclave baru kemudian dibuang.
Tahap akhir pengelolaan limbah medis di RSPAD adalah dengan
menggunakan incenerator. Limbah medis yang telah terkumpul dalam ruang
penyimpanan kemudian dibakar dan pembakaran dilakukan dua hari sekali
dengan kapasitas maksimal incenerator. Limbah medis yang telah terkumpul
dalam ruang penyimpanan kemudian dibakar dan pembakaran dilakukan dua hari
sekali dengan kapasitas maksimal incenerator 5m3 (Paramita, 2007).
7. Pembuangan Akhir Limbah Medis
Menurut Chandra (2005), Hasil dari pengolahan limbah medis berupa abu
merupakan tahap akhir dari pengelolaan limbah medis, biasanya dengan cara
penimbunan (landfill). Tujuan dari penimbunan

limbah medis di tempat

penimbunan adalah untuk menampung dan mengisolasi limbah medis yang sudah
tidak dimanfaatkan lagi dan menjamin perlindumgan terhadap kesehatan menusia

Universitas Sumatera Utara

24

dan lingkungan dalam jangka panjang. Tempat atau lokasi yang diperuntukkan
khusus sebagai tempat penimbunan (secure landfill) limbah medis didesain sesuai
dengan persyaratan penimbunan limbah B3.
2.7.2 Pengelolaan Limbah Padat Non Medis Rumah Sakit
Menurut Atik (2011), Banyak limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit.
Tidak semua limbah berbahaya yang dihasilkan, tetapi prosedur penanganan yang
paling berbahaya dan membutuhkan spesifik yang tidak menimbulkan ancaman
saat menangani. Secara umum, tahap mengelola limbah padat baik medis maupun
non medis, terdiri dai pemilahan, penyimpanan, pengangkutan, dan pembuangan
atau pembakaran.
1. Pemilahan dan Penyimpanan
Sampah biasanya ditampung di tempat produksi sampah untuk beberapa
lama. Untuk itu, setiap unit hendaknya disediakan tempat penampungan dengan
bentuk, ukuran dan jumlah yang disesuaikan dengan jenis dan jumlah sampahserta
kondis setempat. Hendaknya sampah tidak dibiarkan di tempat penampungan
terlalu lama atau dapat pula langsung diangkut ke tempat penapungan blok atau
pemusnahan. Adapun persyaratan penampungan sampah antara lain (Depkes,
2002).
a. Bahan tidak mudah berkarat.
b. Kedap air terutama untuk menampung sampah basah.
c. Bertutup rapat.
d. Mudah dibersihkan.
e. Mudah dikosongkan atau diangkut.
f. Tidak menimbulkan bising.
g. Tahan terhadap benda tajam atau runcing.

Universitas Sumatera Utara

25

Untuk memudahkan pengosongan dan pengangkutan, penggunaan kantong
plastik pelapis dalam bak sampah sangat disarankan. Kantong plastik tersebut
membantu membungkus sampah saat mengangkut sehingga mengurangi kontak
langsung mikroba dengan manusia, mengurangi bau dan tidak terlihat sehingga
lebih elastis dan memudahkan pencucian bak sampah. Dimana pencucian bak
dilakukan untuk menjaga peralatan dan kondisi setempat yang dilakukan setelah
pengosongan dan kemudian disarankan untuk dilakukan desinfeksi.
Pengelolaan limbah rumah sakit sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan
Sementara pemisahan limbah padat yang dihasilkan di setiap kamar (limbah
medis dengan kantong plastik kuning dan non medis dengan kantong plastik
hitam) yang dilakukan oleh petugs kebersihan, kemudian diangkut dengan limbah
medis yang telah dipisahkan.
2. Pengangkutan
Pengangkutan sampah dimulai dengan pengosongan bak sampah di setiap
unit dan diangkut ke pengumpulan lokal atau ke tempat pemusnahan.
Pengangkutan biasanya dengan kereta, sedang untuk bangunan bertingkat dapat
dibantu

dengan

menyediakan

cerobong

sampah.

Untuk

merencanakan

pengangkutan sampah rumah sakit perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Penyebaran tempat penampungan sampah
b. Jalur jalan dalam rumah sakit
c. Jenis dan kapasitas sampah
d. Jumlah tenaga dan sarana yang tersedia

Universitas Sumatera Utara

26

Alat pengangkut sampah di rumah sakit dapat gerobak atau troli dan kereta
yang harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI
sebagai berikut:
a. Memiliki wadah yang mudah dibersihkan bagian dalamnya serta dilengkapi
dengan penutup.
b. Harus kedap air dan mudah untuk diisi untuk dikosongkan.
c. Setiap keluar dari pembuangan akhir selalu dalam kondisi bersih.
Peralatan-peralatan tersebut harus jelas dan diberi label, dibersihkan secara
teratur dan hanya digunakan untuk mengangkut limbah padat dalam tas medis dan
non medis secara bersamaan. Troli dilengkapi dengan drum. Semua kegiatan
transportasi yang dilakukan oleh petugas di layanan pembersihan kamar, sebanyak
1 orang setiap waktu transportasi.
3. Pembuangan
Pembuangan sampah berdasarkan Departemen Kesehatan RI tahun 2002
dapat ditempuh melalui dua alternatif :
1.

Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis secara terpisah.
Pemisahan ini dimungkinkan bila dinas kesehatan dapat diandalkan sehingga
beban rumah sakit tinggal memusnahkan sampah medis.

2.

Pembuangan dan pemusnahan sampah medis dan non medis dijadikan satu.
Dengan demikian rumah sakit harus menyediakan sarana yang memadai.
Untuk sampah non medis atau biasa disebut sampah domestik diperlukan
suatu konstruksi tempat pengumpulan sampah sementara yang terbuat dari
dinding semen atau dengan kontainer logam yang sesuai dengan persyaratan

Universitas Sumatera Utara

27

umum yaitu kedap air, mudah dibersihkan, dan bertutupkan rapat. Ukuran
hendaknya tidak terlalu besar sehingga mudah di kosongkan. Apabila jumlah
sampah yang ditampungan cukup banyak, maka perlu, maka perlu penambahan
jumlah kontainer. Kontainer terbuat dari bahan besi ataupun plastik.
Untuk limbah non medis pembuangan limbah dalam lingkup rumah sakit
dilakukan di tempat penampungan sementara dalam bentuk sebuah wadah terbuka
dengan kapasitas 6m3. Kemudian sampah dalam wadah untuk selanjutnya
ditangani oleh Dinas Kebersihan. Pengiriman limbah dilakukan setiap dua atau
tiga hari, namun berdasarkan keputusan menteri seyogyanya dibuang setap hari.

2.8 Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat di Rumah Sakit Sesuai
KEPMENKES No.1204/Menkes/SK/X/2004

1. Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Medis
a. Minimisasi Limbah:
1.

Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.

2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun.
3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan
farmasi.
4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai
dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui
sertifikasi dari pihak yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara

28

b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali dan Daur Ulang
1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan
limbah.
2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang
tidak dimanfaatkan kembali.
3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidak. Wadah tersebut harus anti bocor,
anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak
berkepentingan tidak dapat membukanya.
4. Jarum dan syringe harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses
sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus harus dilakukan tes
Bascillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes
Bacillus subtilis.
6. Limbah jarum hipodermik tidak diianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.
Apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable),
limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses
salah satu metode sterilisasi.
7. Pewadahan

limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan

penggunaan wadah dan label (lihat tabel 2.2).
8. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan
perak yang dihasilkan dari proses film sinar X.

Universitas Sumatera Utara

29

9. Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi
label bertuliskan “Limbah Sitotoksik”.
Tabel 2.3 Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori

No

Kategori

Wadah
kontainer/kan
tong plastik

Lambang

Keterangan

1.

Radioaktif

Merah

Kantong boks
timbal dengan
simbol
radioaktif

2.

Sangat infeksius

Kuning

Kantong plastik
kuat,anti bocor,
atau kontainer
yang dapat di
sterilisasi
dengan otoklaf

3.

Limbah
infeksius,patologi
dan anatomi

Kuning

Plastik kuat dan
anti bocof atau
kontainer

4.

Sitotoksis

Ungu

Kontainer
palstik kuat dan
anti bocor

5.

Limbah kimia dan
farmasi

Coklat

-

Kantong palstik
atau kontainer

(Sumber: Kepmenkes No.1204, 2004)

Universitas Sumatera Utara

30

c. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah Medis Padat di
Lingkungan Rumah Sakit
1) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup.
2) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis yaitu pada
musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
d. Pengumpulan, Pengemasan, dan Pengangkutan ke Luar Rumah Sakit
1) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
2) Pengangkutan limbah ke luar rumah sakit menggunakan kendaraan khusus
e. Pengolahan dan Pemusnahan
1) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan.
2) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan insenerator.
2. Persyaratan Pengelolaan Limbah Padat Non Medis
a. Pemilahan dan Pewadahan
1) Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam.
2) Tempat pewadahan
a) Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi kantong plastik
warna hitam sebagai pembungkus limbah padat dengan lambang
“domestik” warna putih.

Universitas Sumatera Utara

31

b) Bila kepadatan lalat di sekitar tempat limbah padat melebihi 2 (dua)
ekor per-block gril , perlu dilakukan pengendalian lalat.
b. Pengumpulan, Penyimpanan,dan Pengangkutan
1) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat lebih dari
20 ekor per-block grill atau tikus terlihat pada siang hari, harus dilakukan
pengendalian.
2) Dalam keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan
binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.
c. Pengolahan dan Pemusnahan
Pengolahan dan pemusnahan limbah padat non medis harus dilakukan
sesuai persyaratan kesehatan. Untuk limbah non medis pembuangan limbah dalam
lingkup rumah sakit dilakukan di tempat penampungan sementara dalam bentuk
sebuah wadah terbuka dengan kapasitas 6m3. Kemudian sampah dalam wadah
untuk selanjutnya ditangani oleh Dinas Kebersihan. Pengiriman limbah dilakukan
setiap dua atau tiga hari, namun berdasarkan keputusan menteri seyogyanya
dibuang setap hari.
2.9 Pengaruh Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Terhadap Masyarakat dan
Lingkungan
Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan
dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :
1.

Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari
sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.

Universitas Sumatera Utara

32

2.

Kerusakan harta benda dapat disebabkan oleh garam – garam yang terlarut
(korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan
kualitas bangunan disekitar rumah sakit.

3.

Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa –
senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal
dari bagian kedokteran gigi.

4.

Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum
sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa senyawa dapat
menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi
manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif (Wicaksono, 2010). Membahas
dampak limbah secara khusus berdasarkan limbah yang dihasilkan:

a. Bahaya Limbah Infeksius dan Benda Tajam
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme
patogen. Patogen tersbut dapat memasuki tubuh manusia melalui beberapa jalur :
1) Akibat tusukan, lecet, atau luka di kulit
2) Melalui membran mukosa
3) Melalui pernapasan
4) Melalui ingesti
Kekhawatiran muncul terutama terhadap HIV serta virus hepatitis B dan C
karena ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa virus tersebut ditularkan melalui
limbah layanan kesehatan. Penularan umumnya terjadi melalui cedera dan jarum
spuit yang terkontaminasi darah manusia.

Universitas Sumatera Utara

33

b. Bahaya Limbah Kimia dan farmasi
Banyak zat kimia dan bahan farmasi berbahaya digunakan dalam layanan
kesehatan (misalnya zat yang bersifat toksik, genotoksik, korosif, mudah terbakar,
reaktif, mudah meledak, atau yang sensitif terhadap guncangan). Kuantitas zat
tersebut umumnya rendah di dalam limbah layanan kesehatan, kuantitas yang
lebih besar dalam limbah umumnya ditemukan jika instansi membuang zat kimia
atau bahan farmasi yang sudah tidak terpakai lagi atau sudah kadaluarsa.
Kandungan zat itu di dalam limbah dapat menyebabkan intoksikasi atau
keracunan, baik akibat pajanan secara akut maupun kronis dan cedera, termasuk
luka bakar.
c. Bahaya Limbah Genotoksik
Pajanan terhadap zat genotoksik di lingkungan layanan kesehatan juga
dapat terjadi selama masa persiapan atau selama terapi yang menggunakan obat
atau zat tertentu. Jalur pajanan utama adalah dengan menghirup debu atau aerosol,
absorbsi melalui kulit, tanpa sengaja menelan makanan yang terkontaminasi obat
– obatan sitotoksik, zat kimia, atau limbah, dan kebiasaan buruk saat makan,
misalnya menyedot makanan. Pajanan juga dapat terjadi melalui kontak dengan
cairan dan sekret tubuh pasien yang menjalani kemoterapi.
d. Bahaya Limbah Radioaktif
Jenis penyakit yang disebabkan limbah radioaktif bergantung pada jenis
dan intensitas pajanan. Kesakitan yang muncul dapat berupa sakit kepala, pusing,
dan muntah sampai masalah lain yang lebih serius. Karena limbah radioaktif,
seperti halnya limbah bahan farmasi, bersifat genotoksik, maka efeknya juga

Universitas Sumatera Utara

34

dapat mengenai materi genetik. Penanganan sumber yang sangat aktif, misalnya
terhadap sumber tertutup dalam instrumen diagnostik, dapat menyebabkan cedera
yang jauh lebih parah (misalnya kerusakan jaringan, keharusan untuk
mengamputasi bagian tubuh) dan karenannya harus dilakukan dengan sangat hati
– hati.
e. Sensivitas publik. Selain rasa takut akan dampak kesehatan yang mungkin
muncul, masyarakat juga sangat sensitif terhadap dampak visual limbah anatomi,
bagian-bagian tubuh yang dapat dikenali, termasuk janin (A.Pruss, 2005).
2.10 Pengertian Lalat
Lalat termasuk filum arthropoda, kelas insekta, ordo diptera, dan famili
muscidae. Lalat memiliki panjang bervariasi antara beberapa milimeter
(drosophile) sampai 1,5 cm (lalat rumah) atau 2 cm. Lalat termasuk salah satu
binatang yang paling banyak tersebar di seluruh dunia. Lalat hanya mempunyai
sepasang sayap. Mulutnya berbentuk “belalai” yang dapat memanjang dan
digunakan untuk menyedot cairan manis yang menjadi makanannya. Pada
beberapa spesies seperti lalat hitam atau lalat tse-tse, belalai tersebut cukup kuat
untuk menembus kulit binatang dan menghisap darah. Cara itu mirip dengan apa
yang dilakukan lalat betina . Lalat terbang dan suka menempel pada kotoran .oleh
karena itu, lalat dapat menyebarkan mikroba yang mengakibatkan penyakit
berbahaya (Becker, 2007).
Lalat juga merupakan spesies yang breperan dalam masalah kesehatan
masyarakat yaitu sebagai vektor penularan penyakit saluran pencernaan seperti
kolera, typhus,disentri dan lain-lain. Pada saat ini dijumpai + 60.000-100.000

Universitas Sumatera Utara

35

spesies lalat, tetapi tidak semua spesies perlu diawasi karena beberapa diantaranya
tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat (Santi, 2001).
Lalat sering hidup di antara manusia dan sebagian jenis dapat
menyebarkan penyakit yang serius. Lalat disebut sebagai penyebar penyakit yang
serius. Lalat disebut sebagai penyebar penyakit yang sangat serius karena setiap
lalat hinggap di suatu tempat, kurang lebih 125.000 kuman jatuh ke tempat
tersebut. Lalat sangat mengandalkan penglihatan untuk bertahan hidup. Mata
majemuk lalat terdiri atas ribuan lensa dan sangat peka terhadap gerakan.
Beberapa lalat memiliki penglihatan tiga dimensi yang akurat (Suska, 2007).
Menurut Depkes RI (2001), penularan penyakit oleh lalat terjadi secara
mekanis, dimana bulu-bulu badannya, kaki-kaki serta bagian tubuh yang lain dari
lalat merupakan tempat menempelnya mikroorganisme penyakit yang dapat
berasal dari sampah, kotoran manusia dan binatang. Bila lalat tersebut hinggap ke
makanan manusia, maka kotoran tersebut akan mencemari makanan yang akan
dimakan oleh manusia sehingga akhirnya akan timbul gejala sakit pada manusia
yaitu sakit pada bagian perut serta lemas. Penyakit-penyakit yang ditularkan oleh
lalat antara lain disentri, kolera, thypus perut, diare dan lainnya yang berkaitan
dengan kondisi sanitasi lingkungan yang buruk.
2.10.1 Siklus Hidup Lalat
Dalam kehidupan, lalat dikenal memiliki 4 (empat) tahapan yaitu mulai
dari telur, larva, pupa dan dewasa.

Universitas Sumatera Utara

36

Gambar 2.1 Siklus Hidup Lalat

Berdasarkan Depkes RI (2001), siklus hidup lalat dibagi menjadi 4 stadium :
1) Stadium pertama (stadium telur)
Bentuk telur lonjong, bulat dan berwarna putih dengan panjang kurang
lebih 1 mm. Setiap bertelur, lalat akan menghasilkan 120-130 butir telur dan akan
menetas dalam waktu 8-16 jam. Pada suhu rendah dibawah 12-13°C telur tidak
akan menetas.

Gambar 2.2 Telur Lalat

2) Stadium kedua ( stadium larva)
Telur yang menetas akan menjadi larva yang berwarna putih kekuningan
dengan panjang 12-13 mm. Lama stadium ini 2-8 hari tergantung pada temperatur

Universitas Sumatera Utara

37

setempat. Larva ini selalu bergerak dan makan dari bahan-bahan organik.
Temperatur yang disukai larva lalat adalah 30-35°C.

Gambar 2.3 Larva Lalat

3) Stadium ketiga ( stadium pupa )
Akhir dari fase larva ini berpindah tempat dari yang banyak makanan ke
tempat yang dingin guna mengeringkan tubuhnya, setelah itu berubah menjadi
kepompong yang berwarna coklat tua, panjangnya sama dengan larva dan tidak
bergerak. Fase ini berlangsung pada musim panas 3-7 hari pada temperatur ±
35°C.

Gambar 2.4 Pupa Lalat

Universitas Sumatera Utara

38

4) Stadium keempat (stadium dewasa)
Stadium ini dimulai dari keluarnya lalat muda yang sudah dapat terbang
antara 400-900 m. Siklus hidup dari telur hingga menjadi lalat dewasa adalah 6-20
hari. Lalat dewasa panjangnya lebih kurang ¼ inci dan mempunyai 4 garis yang
agak gelap dipunggungnya. Pada kondisi normal, lalat betina dewasa dapat
bertelur sampai lima kali dan umumnya umur lalat sekitar 2-3 minggu tetapi pada
kondisi yang lebih sejuk bisa sampai 3 bulan. Lalat tidak kuat terbang menantang
arah angin.

Gambar 2.5 Lalat Dewasa

2.11 Kepadatan Lalat
Upaya untuk menurunkan populasi lalat adalah sangat penting, mengingat
dampak yang ditimbulkan oleh lalat itu sendiri. Untuk itu sebagai salah satu cara
penilaian baik buruknya suatu lokasi adalah dilihat dari angka kepadatan lalatnya.
Dalam menentukan kepadatan lalat, pengukuran terhadap populasi lalat dewasa
lebih tepat dan biasa diandalkan daripada pengukuran populasi larva lalat. Tujuan
dari pengukuran angka kepadatan lalat adalah untuk mengetahui tentang (Suska,
2001) :
- Tingkat kepadatan lalat

Universitas Sumatera Utara

39

- Sumber-sumber tempat berkembang biaknya lalat
- Jenis-jenis lalat
Pengukuran tingkat kepadatan lalat dapat dilakukan sediktnya tiga bulan
sekali dengan tujuan untuk memberikan petunjuk dalam masalah, artinya
melakukan evaluasi efektifitas pemberantasan.
Dalam melaksanakan survai tingkat kepadatan lalat dewasa ada beberapa
cara namun yang biasa dilakukan mengggunakan alat Fly Grill. Cara ini yang
sering digunakan dan merupakan cara penilaian paling modern, memberikan hasil
yang cepat dan bernilai baik, tetapi dalam pelaksanaannya diperlukan skill yang
baik.
Alat ini terbuat dari bilah-bilah kayu yang lebernya 1-2 cm dengan
panjang masing- masing 80-90 cm dan terdiri dari 16-24 bilah (Blok Grill).
Bilah-bilah dibentuk berjajar pada rangka kayu dan dicat berwarna putih.
Pengukuran dengan alat ini didasarkan kepada sifat lalat, yaitu kecendrungan
untuk hinggap di tepi-tepi atau tempat-tempat bersudut tajam. Fly grill ini dipakai
untuk mengukur tingkat kepadatan lalat dengan cara meletakkan fly grill ditempat
yang akan diukur kepadatan lalatnya lalu dihitung jumlah lalat yang hinggap di
atas fly grill itu dengan menggunakan hand counter (alat penghitung) selama 30
detik. Sedikitnya pada setiap lokasi dilakukan 10 kali perhitungan kemudian dari
5 kali hasil perhitungan lalat yang tertinggi dibuat rata-ratanya dan dicatat dalam
lembar hasil perhitungan. Angka rata-rata ini merupakan petunjuk (indeks)
populasi lalat dalam satu lokasi tertentu.

Universitas Sumatera Utara

40

Kepadatan lalat ini dibagi atas beberapa tingkatan yaitu :
0-2

:Rendah

(Tidak menjadi masalah)

3-5

:Sedang

(Perlu

dilakukan

pengamatan

terhadap

tempat-tempat

berkembangbiaknya lalat)
6-20

:Tinggi/Padat (Populasinya cukup padat dan perlu pengamatan di tempattempat berbiaknya lalat, dan bila mungkin direncanakan upaya
pengendalian )

>21

: Sangat Tinggi/Padat (Populasinya padat dan perlu adanya pengendalian)

Gambar 2.9 Fly gril

2.12 Dampak Kesehatan Akibat Tingginya Kepadatan Lalat
Lalat merupakan vektor mekanis jasad-jasad patogen terutama penyebab
penyakit usus dan bahkan beberapa spesies khususnya lalat rumah dianggap
sebagai vektor thypus abdominalis, salmonellosis, cholera, disentri tuberculosis,
penyakit sapar dan trypanosominasi. Lalat Chrysops dihubungkan dengan
penularan parasit filaria loa-loa dan pasteurella tularensis penyebab tularemia
pada manusia dan hewan (Sucipto, 2011).

Universitas Sumatera Utara

41

Secara lebih detail, Sucipto (2011) menjelaskan beberapa penyakit yang
disebabkan oleh lalat antara lain:
1) Disentri, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat
peredaran darah dan pada kotoran terdapat mucus dan push.
2) Diare, dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan
terganggu. Disentri dan diare termasuk penyakit karena Shigella spp atau
diare bisa juga karena Eschericia coli.
3) Thypoid, gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan terganggu,
penyebabnya adalah Salmonella spp.
4) Kolera, gejala muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah Vibrio
cholera.
5) Pada beberapa kasus, sebagai vektor penyakit lepra dan yaws (Frambusia
atau Patek).
6) Kasus kecacingan pada manusia dan hewan juga banyak ditularkan oleh lalat
rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misalnya seperti cacing jarum atau
cacing

kremi

(Enterobius

vermin

cularis),

cacing

giling

(Ascaris

lumbricoides), cacing kait (Anclyostoma sp., Necator), cacing pita (Taenia,
Dypilidium caninum), cacing cambuk (Trichuris trichiura).
7) Belatung lalat Musca domestica, Chrysomya dan Sarchopaga dapat juga
menyerang jaringan luka pada manusia dan hewan. Infestasi ini disebut
myasis atau belatungan.

Universitas Sumatera Utara

42

2.13 Upaya Pengendalian Vektor Lalat
Tujuan dari upaya pengendalian lalat adalah untuk mencegah penyebaran
penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat, dengan cara menekan atau menurunkan
angka kepadatan lalat. Menurut Ditjen PPM & PLP (2001), cara yang dapat
ditempuh dalam pengendalian lalat adalah ditujukan terhadap larva lalat dan lalat
dewasa, yaitu dengan cara:
1.

Perbaikan lingkungan atau sanitasi untuk mengurangi tempat-tempat yang
potensial sebagai tempat perindukan lalat:
a. Sampah-sampah terutama sampah dapur ditampung pada tempat
sampah yang baik dan tertutup rapat dan dalam waktu maksimum 3 hari
harus sudah dibuang.
b. Pengangkutan dan pembuangan sampah dilakukan setiap hari dengan
cara yang baik, alat angkut menggunakan troli yang tertutup dan mudah
untuk dibersihkan.
c. Tempat pembuangan sampah diberi alas yang kedapa air, misalnya besi
plat, seng, dan lainlain. Pada TPS harus dilengkapi dengan saluran
pembuangan lendir/cairan yang berasal dari pembusukan sampah.
d. Untuk tempat pembuangan kotoran digunakan w.c. yang selalu dalam
keadaan bersih, serta dilengkapi septictank yang tertutup.

2.

Tindakan perlindungan (screening)
Tindakan ini tidak untuk mengurangi jumlah lalat, namun sangat penting

untuk mencegah hinggapnya lalat pada makanan/minuman. sedangkan tindakan
perlindungan terhadap gedungdapat dilakukan dengan memasang tabir-tabir pada

Universitas Sumatera Utara

43

semua jendela dan pintu serta pintu-pintu harus selalu dalam keadaan tertutup.
Ditempat-tempat dimana pintu sering dibuka dan ditutup, maka dapat perlu
dipasang tabir angin (wind screen).
3. Tindakan mekanis
Ini hanya merupakan tindakan pelengkap, tidak dapat memberikan hasil yang
besar. Misalnya dengan memasang kertas perekat atau jebakan berperekat di
lokasi-lokasi yang terdapat lalat.
4. Penyemprotan residu insektisida
Penyemprotan dilakukan terhadap permukaan yang menjadi tempat hinggap,
tempat makan atau tempat istirahat lalat, terutama pada tempat-tempat hinggap
pada malam hari. Sedangkan kemungkinan waktu kontak antara lalat dengan
insektisida cukup lama. Insektisida yang digunakan dapat dari golongan
organophospate yang memiliki residu 2-4 minggu sehingga dengan demikian
harus diulangi 2-4 minggu sekali. Alat penyemprot yang dipergunakan adalah
swing fog tipe SN 11, spraycan dan mist blower

Universitas Sumatera Utara

44

2.14 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Profil RSUD Dokter Tengku
Mansyur.
2. Kebijakan

pengelolaan

limbah padat medis dan non
medis RSUD Dokter Tengku
Mansyur
3. Karakteristik Limbah padat
Medis dan Non Medis
-

Sumber
Volume

Sistem

pengelolaan

limbah

padat yang meliputi : metode
penampungan,

pemilahan,

pengumpulan,

pengangkutan,

pemusnahan dan pembuangan
akhir limbah
Kepadatan

Lalat

di

Memenuhi
syarat
Kepmenkes RI
No. 1204 tahun
2004

tempat

Pengelolaan Limbah
Padat Medis dan
Non Medis

Tidak
Memenuhi
syar