Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Keraf (1998), mengartikan CSR sebagai komitmen perusahaan untuk
mempertanggungjawabkan dampak operasinya dalam dimensi sosial, ekonomi,
dan lingkungan, serta terus menerus menjaga agar dampak tersebut menyumbang
manfaat kepada masyarakat dan lingkungan hidupnya. The World Business
Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR sebagai
“business’ commitment to contribute to sustainable economic development,
working with employees, their families, the local community, and society at large
to improve their quality of life.” Yaitu komitmen perusahaan dalam
pengembangan ekonomi yang berkesinambungan dalam kaitannya dengan
karyawan beserta keluarganya, masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada
umumnya, dengan tujuan peningkatan kualitas hidup mereka (Solihin, 2010 :
186).
Sejalan dengan definisi di atas, Maignan dan Farrel (2004) mendefenisikan
CSR sebagai “ A business acts in socially responsible manner when its decision
and actions for balance diverse when its decision and actinons for and balance
diverse stakeholder interest”. Defenisi ini menekankan perlunya memberikan
perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai stakeholder yang


12
Universitas Sumatera Utara

beragam dalam setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku
bisnis melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka tanggung jawab sosial
perusahaan (Corporate Social Responsibility) dapat diartikan sebagai suatu
konsep bahwa organisasi khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah
memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas, dan lingkungan dalam aspek operasional perusahaan. Tanggung jawab
sosial berhubungan erat dengan dengan ‘pembangunan berkelanjutan’, dimana ada
argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya
keuntungan atau dividen melainkan juga harus berdasarkan konsekuensi sosial
dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang.
Sebagai bagian dari lingkungan masyarakat, maka perusahaan perlu
memiliki tanggung jawab bahwa kegiatan yang dilakukannya membawa ke arah
perbaikan lingkungan masyarakat pada umumnya, dan bukan sebaliknya. Dengan
demikian, sudah semestinya perusahaan perlu menyadari bahwa dirinya memiliki

apa yang dinamakan dengan tanggung jawab sosial.
Namun kenyataannya masih banyak perusahaan tidak mau menjalankan
program-program CSR karena melihat hal tersebut hanya sebagai pengeluaran
biaya (cost center). CSR memang tidak memberikan hasil keuangan dalam jangka
pendek, namun CSR akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak
langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dengan demikian
apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan
13
Universitas Sumatera Utara

perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu, program-program CSR
lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis
dari suatu perusahaan.
Kreitner (1992) mengemukakan empat bentuk strategi pelaksanaan
program yang dilakukan oleh perusahaan dalam konteks tanggung jawab
sosialnya, di antaranya:
a. Strategi Reaktif ( Reactive Social Responsibility Strategy )
Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam tanggung jawab
sosial cenderung menolak atau menghindarkan diri dari tanggung jawab
sosial.

b. Strategi Defensif ( Defensive Social Responsibility Strategy )
Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh
perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum
untuk menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab sosial .
c. Strategi Akomodatif ( Acomodative Social Responsibility Strategy )
Strategi Akomodatif merupakan tanggung jawab sosial berupa pelayanan
kesehatan, kebersihan, dan lain sebagainya, yang dijalankan perusahaan
dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan
hal tersebut, bukan dikarenakan perusahaan menyadari perlunya tanggung
jawab sosial.
d. Strategi Proaktif ( Proaktive Social Responsibility Strategy)
Perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial adalah bagian dari
tanggung jawab untuk memuaskan stakeholders. Jika stakeholders
terpuaskan, maka citra positif terhadap perusahaan akan terbangun.

Dauman dan Hargreaves (1992) dalam Hasibuan (2001) menyatakan
bahwa tanggung jawab perusahaan dapat dibagi menjadi tiga level sebagai
berikut:
1. Basic responsibility (BR)
Pada level pertama, menghubungkan tanggung jawab yang pertama dari

suatu perusahan, yang muncul karena keberadaan perusahaan tersebut
seperti; perusahaan harus membayar pajak, memenuhi hukum, memenuhi
standar pekerjaan, dan memuaskan pemegang saham. Bila tanggung jawab
pada level ini tidak dipenuhi akan menimbulkan dampak yang sangat
serius.

14
Universitas Sumatera Utara

2. Organization responsibility (OR)
Pada level kedua ini menunjukan tanggung jawab perusahaan untuk
memenuhi perubahan kebutuhan ”Stakeholder” seperti pekerja, pemegang
saham, dan masyarakat di sekitarnya.
3. Sociental responses (SR)
Pada level ketiga, menunjukan tahapan ketika interaksi antara bisnis dan
kekuatan lain dalam masyarakat yang demikian kuat sehingga perusahaan
dapat tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan, terlibat dengan
apa yang terjadi dalam lingkungannya secara keseluruhan.
Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain memiliki
komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham, tapi juga memiliki

komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR
merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka
panjang. Adapun tujuan dari corporate social responsibility ( CSR ), (Saputri,
2011):
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya
secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental
adalah baik.
2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya
kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat. Keberadaan kontrak
sosial ini menuntut dibebaskannya akuntabilitas sosial.
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya
adalah untuk memberikan informasi kepada investor.
Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu
diungkapkan dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial
kepada masyarakat.

2.1.2 Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pengungkapan didefenisikan sebagai suatu usaha perusahaan untuk
menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap kelompok dan individual
dalam lingkungan perusahaan (Ebert dan Griffin dalam Saputri, 2011). Ada dua


15
Universitas Sumatera Utara

jenis pengungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan
yang memiliki otoritas di pasar modal. Pertama adalah ungkapan wajib
(mandatory disclosure), yaitu informasi yang harus di ungkapkan oleh emiten
yang diatur oleh peraturan pasar modal di suatu Negara. Kedua adalah ungkapan
sukarela (voluntary disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela
oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial
yang diungkapkan perusahaan merupakan informasi yang sifatnya sukarela.
Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan proses
pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi
organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Alasan-alasan perusahaan mengungkapkan
kinerja sosial secara sukarela menurut Murtanto (2006) adalah:
1. Internal Decision Making
Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas
informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan.
Walaupun hal ini sulit diidentifikasi dan diukur, namun analissis secara

sederhana lebih baik daripada tidak sama sekali.
2. Product Differentiation
Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing
yang tidak bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat. Akuntansi
kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas
sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang
tidak peduli sosial akan terlihat lebih sukses daripada perusahaan yang
peduli. Hal ini mendorong perusahaan yang peduli sosial untuk
mengungkapkan informasi tersebut sehingga masyarakat dapat
membedakan mereka dari perusahaan lain.
3. Enlightened Self Interest
Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan
sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi
pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.
Ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan
penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama,

16
Universitas Sumatera Utara


pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai
suatu suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara
umum akan menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan cenderung membatasi
persepsi tentang tanggung jawab sosial yang dilaporkan. Pendekatan alternatif
kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan pada
suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan organisasi.
Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam
pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan
sekaligus merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan (Saputri, 2011).
Dalam menyusun dan mengungkapkan informasi tentang aktivitas
pertanggungjawaban sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed dalam Rosmasita
(2007),

mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial

perusahaan, yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan
Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian

lingkungan hidup yang meliputi : pengendalian terhadap polusi,
pencegahan atau perbaikan terhadap kerusakan lingkungan, konservasi
alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan dengan lingkungan.
2. Energi
Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam
hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi
terhadap produk perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi,
dan lain-lain.
3. Praktik bisnis yang wajar
Bidang ini meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,
dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
4. Sumber daya manusia
Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai sumber
daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas.

17
Universitas Sumatera Utara

Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan
ketrampilan, perbaikan kondisi kerja, upah dan gaji serta tunjangan yang

memadai, pemberian beberapa fasilitas, jaminan keselamatan kerja,
pelayanan kesehatan, pendidikan, seni, dan lain-lain.
5. Produk
Bidang ini meliputi keamanan, pengurangan polusi demi menjaga
lingkungan dan kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah.
Standar pelaporan pengungkapan sosial masih belum memiliki standar
yang baku, sehingga jumlah dan cara pengungkapan informasi sosial bergantung
kepada kebijakan dari pihak manajemen perusahaan. Hal ini mengakibatkan
timbulnya variasi luas pengungkapan informasi sosial dalam laporan tahunan
masing-masing perusahaan.

2.1.3

Karakteristik yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial

Karakteristik perusahaan dapat menjelaskan variasi luas pengungkapan sosial
perusahaan dalam laporan tahunan. Karakteristik perusahaan merupakan prediktor
kualitas pengungkapan sosial perusahaan (Lang and Lundhom, 1993).

Dalam


penelitian ini, karakteristik perusahaan yang mempengaruhi pengungkapan sosial
perusahaan diproksikan kedalam ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris,

leverage, profitabilitas, kepemilikan manajemen dan umur perusahaan.
a. Ukuran perusahaan (size)
Ukuran perusahaan menunjukkan besar kecilnya perusahaan, pengalaman
yang dimiliki perusahaan, kemampuan perusahaan dan kebutuhan perusahaan.
Ukuran perusahaan dibagi tiga (3) kelompok, yaitu perusahaan kecil, perusahaan
menengah dan perusahaan besar. Berdasarkan Undang Undang No. 9 tahun 1995,
ukuran perusahaan dikelompokkan atas:

18
Universitas Sumatera Utara

1. perusahaan kecil, aset kurang dari Rp 200.000.000 diluar tanah dan
bangunan,
2. perusahaan menengah, aset lebih besar dari Rp. 200.000.000 dan lebih
kecil dari Rp 5.000.000.000 diluar tanah dan bangunan,
3. perusahaan besar, aset lebih dari Rp. 5.000.000.000 diluar tanah dan
bangunan. (Faliando, 2010)
Perusahaan besar cenderung akan mengungkapkan informasi sosialnya
lebih luas dibandingkan perusahaan kecil. Dikaitkan dengan teori agensi seperti
yang dinyatakan Sembiring (2005), bahwa semakin besar suatu perusahaan maka
biaya keagenan yang muncul juga semakin besar, untuk mengurangi biaya
keagenan tersebut, perusahaan cenderung mengungkapkan informasi yang lebih
luas. Di samping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti,
pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai
wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Pandangan di atas didukung oleh
Cowen et. al., (1987) yang menyatakan “the larger companies tend to receive
more attention from the general public and, therefore, to be under greater public
pressure to exhibit social responsibility.”
cenderung mendapat

Hal ini berarti perusahaan besar

sorotan dari publik, sehingga lebih dituntut untuk

bertanggung jawab dalam kepentingan sosialnya, terkhusus di sekitar lingkungan
perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Buzby (1975),” smaller firms may not acquire the required for
congregation and persenting the wide array of information. Smaller firms may
feel that their intangible assets disclosure activities could endanger their

19
Universitas Sumatera Utara

competitive oppositions with respect to other larger firms in their industry, i.e.
reluctance of small firm to inform their competitors.” Dalam hal ini, Buzby
menduga bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kualitasnya
dibanding perusahaan besar dikarenakan ketiadaan sumber daya dan dana yang
cukup besar dalam Laporan Tahunan. Dalam hal ini, manajemen khawatir dengan
mengungkapkan lebih banyak akan membahayakan posisi perusahaan terhadap
kompetitor lain.
b. Ukuran Dewan Komisaris
Dewan komisaris merupakan mekanisme pengendalian intern tertinggi
yang bertanggung jawab untuk memonitor tindakan manajemen puncak, seperti
mempunyai wewenang untuk merekrut, memecat, dan memberikan kompensasi
terhadap keputusan dari pihak manajer, dan berwenang untuk meratifikasi serta
mengontrol keputusan-keputusan penting. Hal ini diungkapkan oleh Fama dan
Jesen, 1983, yang menyatakan bahwa:
“The common apex of the decision control sys-tems of organizations, large
and small, in which decision agents do not bear a major share of the
wealth effects of their decisions is some form of board of directors. Such
boards always have the power to hire, fire, and compensate the top-level
decision managers and to ratify and monitor important decisions. Exercise
of these top-level decision control rights by a group (the board) helps to
ensure separation of decision management and control (that is, the
absence of an entrepreneurial decision maker) even at the top of the
organization.”
Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside directur yang akan
memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membatu dewan
komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian.
Sedangkan fungsi dewan komisaris itu sendiri adalah mengawasi pengelolaan

20
Universitas Sumatera Utara

perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab
untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam
mengembangkan

dan

menyelenggarakan

pengendalian

intern

perusahaan

(Mulyadi, 2002).
Coller dan Gregory (1999) menyatakan bahwa,” the greater the number of
commissioners,the easier to control Chief Executive Officer (CEO) and the
supervision will be more effective.” Artinya semakin banyak jumlah anggota
dewan komisaris maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan
memonitoring, sehingga yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen akan
semakin besar untuk mengungkapkannya.
c. Rasio Leverage
Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh
mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya, berapa besar beban utang
yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas
dikatakan bahwa rasio solvabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun
jangka panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi).
Semakin tinggi leverage suatu perusahaan, maka perusahaan memiliki
risiko keuangan yang tinggi sehingga menjadi sorotan dari para debtholders.
Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi cenderung ingin melaporkan laba
lebih tinggi agar dapat mengurangi kemungkinan perusahaan melanggar

21
Universitas Sumatera Utara

perjanjian utang. Adapun jenis-jenis rasio yang ada dalam rasio leverage antara
lain:
1. Debt to Asset Ratio (DAR), yaitu rasio utang yang mengukur
perbandingan total utang dengan total aktiva.
2. Debt to Equity Ratio (DER), rasio utang yang mengukur perbandingan
total utang dengan total ekuitas.
3. Long Term Debt to Equity Ratio (LTDtER), rasio utang yang mengukur
perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri.
4. Times Interest Earned, rasio utang yang mengukur perbandingan laba
sebelum bunga dan pajak dengan biaya bunga yang dikeluarkan.
Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa, “firms with a high
leverage must adhere to strict debt convenants. This reduces their ability to spend
resources on CSR and disclose information about CSR.” Hal ini berarti semakin
tinggi tingkat leverage maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan
melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan mengurangi biaya-biaya
termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Dikaitkan dengan teori
agensi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki biaya keagenan
tinggi sehingga perusahaan akan mengurangi biaya berkaitan dengan Corporate
Social Responsibility Disclosure.
d. Profitabilitas
Rasio

profitabilitas

merupakan

rasio

untuk

menilai

kemampuan

perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat
efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang

22
Universitas Sumatera Utara

dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan
rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio
profitabilitas yang dapat digunakan adalah:
1. Profit Margin on Sales, yaitu rasio yang membandingkan laba bersih
setelah pajak dengan penjualan bersih.
2. Return on Investment (ROI), rasio yang membandingkan laba bersih
setelah bunga dan pajak dengan jumlah aktiva yang digunakan perusahaan.
3. Return on Equity (ROE), rasio yang membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan modal sendiri.
4. Return on Assets (ROA), rasio yang membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan jumlah ativa.
5. Earning per Share of Common Stock, yaitu rasio yang membandingkan
laba saham biasa dengan saham biasa yang beredar.
Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
paling baik diekspresikan dengan profitabilitas dikarenakan pandangan bahwa
tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang
diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Selain itu tingkat
profitabilitas dapat menunjukkan seberapa baik pengelolaan manajemen
perusahaan, oleh sebab itu semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka
cenderung semakin luas Corporate Social Responsibility Disclosure. Pernyataan
tersebut sesuai dengan yang dinyatakan Belkaoui dan Karpik (1989), yaitu,”
management that has the knowledge to make a company profitable also has the

23
Universitas Sumatera Utara

knowledge and understanding of social responsibility, which leads to more social
and environmental disclosures.”
Dikaitkan dengan teori agensi, perolehan laba yang semakin besar akan
membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Itu
dilakukan untuk mengurangi biaya keagenan yang muncul. Hal ini berarti,
semakin

tinggi

tingkat

profitabilitas

perusahaan

maka

semakin

besar

pengungkapan informasi sosialnya. Pendapat di atas sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Preston (1978) dan

Bowman & Haire (1976), yang

menemukan adanya hubungan positif antara profitabilitas dan pengungkapan
tanggung jawab sosial: “there is a positive relationship between profitability and
social responsibility disclosures. Their arguments based on the premise that
corporate social disclosures induce an adaptive management approach in
companies and help them develop ability to operate in a dynamic
multidimensional environtment. Pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hackston & Milne (1996).
e. Kepemilikan Manajemen
Mehran (1992) dalam Rosmasita (2007) mengartikan kepemilikan
manajemen sebagai proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajemen.
Manajemen yang memiliki saham perusahaan tentunya akan menselaraskan
kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham. Sementara
manajer yang tidak memiliki saham perusahaan, ada kemungkinan hanya
mementingkan kepentingannya sendiri. Kepemilikan manjamen yang dimaksud

24
Universitas Sumatera Utara

dalam penelitian ini adalah saham yang dimiliki oleh Dewan Komisaris dan
Direktur.
Semakin besar kepemilikan manajemen didalam perusahaan maka
semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan.
Manajer perusahaan akan mengungkapkan informasi sosial dalam rangka
meningkatkan image perusahaan, meskipun perusahaan harus mengorbankan
sumber daya untuk aktifitas tersebut (Gray, et. al., (1998)).
f. Umur Perusahaan
Umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan positif dengan kualitas
pengungkapan sosial perusahaan. Alasan yang mendasari adalah bahwa
perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak
dalam mempublikasikan laporan keuangan perusahaan.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini disajikan pada Tabel
2.1 di bawah ini.

25
Universitas Sumatera Utara

TABEL 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
NO

1

2

3

4

Nama
Peneliti

Sri
Sulastini
(2007)

Andre
Christian
Sitepu
(2008)

Tengku
Siti
Sandra
(2011)

Nana
Trisna
Hayati
(2011)

Judul Penelitian

Variabel Penelitian

Pengaruh
karakteristik
perusahaan
terhadap social
disclosure
perusahaan
manufaktur yang
telah go public

Variabel independen:
size, profitabilitas,
ukuran dewan
komisaris dan
profile.
variabel dependen:
pengungkapan sosial

Faktor – faktor
yang
mempengaruhi
pengungkapan
informasi sosial
dalam laporan
tahunan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Jakarta

Pengaruh
karakteristik
perusahaan
terhadap
pengungkapan
sosial (social
disclosure) pada
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI

Analisis Faktor
yang
Mempengaruhi
Pengungkapan
Sosial Pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Terdaftar di BEI

Variabel independen:
Ukuran dewan
komisaris, tingkat
leverage, ukuran
perusahaan, tingkat
profitabilitas
Variabel dependen:
Pengungkapan sosial

Variabel independen:
Ukuran perusahaan,
profitabilitas, ukuran
dewan komisaris,
kepemilikan
manajemen, tingkat
leverage
Variabel dependen:
Pengungkapan sosial

Variabel independen:
leverage , ukuran
perusahaan,
profitabilitas dan usia
perusahaan
Variabel dependen:
pengungkapan sosial

Hasil Penelitian
Secara simultan semua
variabel independen
berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan sosial
tetapi secara parsial hanya
variable profitabilitas yang
tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan sosial
Secara parsial hanya variabel
dewan komisaris dan
profitabilitas yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan sosial
perusahaan. Ukuran dewan
komisaris, ukuran perusahaan
dan profitabilitas secara
simultan memiliki kemampuan
mempengaruhi jumlah
informasi sosial yang
diungkapkan dalam laporan
tahunan perusahaan
manufaktur yang terdaftar
Ukuran perusahaan,
profitabilitas, ukuran dewan
komisaris, kepemilikan
manajemen, leverage secara
simultan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap
pengungkapan sosial
perusahaan. Secara parsial
hanya variabel dewan
komisaris yang memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan sosial
perusahaan
Variabel kepemilikan
manajemen, tingkat leverage,
ukuran perusahaan,
profitabilitas, dan umur
perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap
pengungkapan sosial
perusahaan.

26
Universitas Sumatera Utara

2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis
2.3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka
konseptual diharapkan akan memberikan gambaran dan mengarahkan asumsi
mengenai variabel-variabel yang akan diteliti (Widayat, 2002:28). Kerangka
konseptual dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Variabel independen terdiri dari ukuran perusahaan, ukuran dewan
komisaris, leverage, profitabilitas, kepemilikan manajemen dan umur perusahaan.
Sedangkan variabel independennya adalah pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Berikut ini akan dijelaskan hubungan masing-masing variabel
independen tersebut terhadap pengungkapan CSR.

a. Hubungan Ukuran Perusahaan dengan Pengungkapan CSR
Ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva, penjualan dan
kapitalisasi pasar. Semakin besar total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar
semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Penelitian ini menggunakan total
aset untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan (size) terhadap Corporate
Social Responsibility Disclosure.
Dikaitkan dengan teori agensi seperti yang dinyatakan Sembiring (2005),
bahwa semakin besar suatu perusahaan maka biaya keagenan yang muncul juga
semakin besar, untuk mengurangi biaya keagenan tersebut, perusahaan cenderung
mengungkapkan informasi yang lebih luas.

27
Universitas Sumatera Utara

Menurut Cowen et. al., (1987),” the larger companies tend to receive more
attention from the general public and, therefore, to be under greater public
pressure to exhibit social responsibility. Artinya, secara teoritis perusahaan besar
tidak akan lepas dari tekanan, dan perusahaan yang lebih besar dengan aktivitas
operasi dan pengaruh yang lebih besar terhadap masyarakat mungkin akan
memiliki pemegang saham yang memperhatikan program sosial yang dibuat
perusahaan sehingga pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan akan
semakin luas.
Berdasarkan analisis dan kajian di atas, maka ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pendapat ini juga didukung oleh Gray et. al., (2001), yang menyatakan bahwa
kebanyakan penelitian yang dilakukan mendukung hubungan positif antara size
perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan.

b. Hubungan Ukuran Dewan Komisaris dengan Pengungkapan CSR
Ukuran dewan komisaris dihitung dengan melihat jumlah anggota dewan
komisaris dalam perusahaan. Berkaitan dengan ukuran dewan komisaris, Coller
dan Gregory (1999) menyatakan bahwa,” the greater the number of
commissioners,the easier to control Chief Executive Officer (CEO) and the
supervision will be more effective.” Artinya semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring
yang dilakukan akan semakin efektif. Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial, maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk

28
Universitas Sumatera Utara

mengungkapkannya. Oleh karena itu, sejalan dengan pendapat Coller dan Gregory
(1999),

maka

ukuran

dewan

komisaris

berpengaruh

positif

terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
c. Hubungan Leverage dengan Pengungkapan CSR
Belkaoui dan Karpik (1989) menyatakan bahwa, “firms with a high
leverage must adhere to strict debt convenants. This reduces their ability to spend
resources on CSR and disclose information about CSR. Pernyataan tersebut
berarti bahwa semakin tinggi tingkat leverage (rasio utang/ekuitas) semakin besar
kemungkinan perusahaan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan
akan melaporkan laba sekarang lebih tinggi. Perusahaan akan mengurangi biayabiaya termasuk biaya untuk mengungkapkan informasi sosial. Dikaitkan dengan
teori agensi, perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi memiliki biaya
keagenan tinggi sehingga perusahaan akan mengurangi biaya berkaitan dengan
Corporate Social Responsibility Disclosure. Berdasarkan analisis dan kajian di
atas, maka Leverage perusahaan berpengaruh negatif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan. Leverage pada penelitian ini ditunjukkan
melalui Debt to Equity Ratio (DER).
d. Hubungan Profitabilitas dengan Pengungkapan CSR
Hubungan kinerja keuangan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Angling (2010) paling baik
diekspresikan dengan profitabilitas, hal itu disebabkan karena pandangan bahwa
tanggapan sosial yang diminta dari manajemen sama dengan kemampuan yang
diminta untuk membuat suatu perusahaan memperoleh laba. Selain itu tingkat

29
Universitas Sumatera Utara

profitabilitas dapat menunjukkan seberapa baik pengelolaan manajemen
perusahaan, oleh sebab itu semakin tinggi profitabilitas suatu perusahaan maka
cenderung semakin luas Corporate Social Responsibility Disclosure. Dikaitkan
dengan teori agensi, perolehan laba yang semakin besar akan membuat
perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas.
Berdasarkan analisis di atas, maka profitabilitas perusahaan berpengaruh
negatif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Profitabilitas
pada penelitian ini diukur dengan Return On Asset (ROA). Return On Asset
adalah rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
e. Hubungan Kepemilikan Manajemen dengan Pengungkapan CSR
Menurut Gray, et. al., (1998), semakin besar kepemilikan manajemen
didalam

perusahaan

maka

semakin

produktif tindakan manajer

dalam

memaksimalkan nilai perusahaan. Manajer perusahaan akan mengungkapkan
informasi sosial dalam rangka meningkatkan image perusahaan, meskipun
perusahaan harus mengorbankan sumber daya untuk aktifitas tersebut.
Sejalan dengan analisis di atas, maka variabel kepemilikan manajemen
berpengaruh secara positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Kepemilikan Manajemen pada penelitian ini diukur melalui
persentase kepemilikan manajemen dalam perusahaan.
f. Hubungan Umur Perusahaan dengan Pengungkapan CSR
Umur perusahaan diperkirakan memiliki hubungan positif dengan kualitas
pengungkapan sukarela. Alasan yang mendasarinya adalah bahwa perusahaan

30
Universitas Sumatera Utara

yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
mempublikasikan laporan keuangan. Perusahaan yang memiliki pengalaman lebih
banyak akan lebih mengetahui kebutuhan konstituennya akan informasi tentang
perusahaan. Variabel umur perusahaan pada penelitian ini diukur berdasarkan
selisih antara tahun penelitian dengan tahun first issue di Bursa Efek Indonesia.
Maka hubungan ukuran perusahaan, ukuran dewan komisaris, leverage,
profitabilitas, kepemilikan manajemen, umur perusahaan, dan pengungkapan
tanggung jawab sosial dapat digambarkan pada kerangka konseptual berikut ini.

Ukuran Perusahaan

Ukuran Dewan
Komisaris
Pengungkapan
Leverage
Tanggung
Jawab Sosial

Profitabilitas

Kepemilikan
Manajemen
Umur Perusahaan

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

31
Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2003:30), hipotesis adalah pernyataan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih, atau dengan kata lain hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan
kerangka kunseptual yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Hipotesis:

Karakteristik

perusahaan

yang

diproksikan

kedalam

ukuran

perusahaan, ukuran dewan komisaris, leverage, profitabilitas,
kepemilikan

manajemen

dan

umur

perusahaan

berpengaruh

signifikan secara parsial dan simultan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur.

32
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Corporate Social Responsibility, kepemilikan institusional, dan kepemilkan asing terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 dan 2013

0 89 119

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

1 58 93

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 38 84

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel Moderasi Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

4 68 88

Pengaruh Corporate Social Responsibility Disclosure Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kebijakan Struktur Modal Sebagai Variabel Pemoderasi pada Perusahaan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 42 103

Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

3 71 72

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 7 117

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11