TUGAS MATA KULIAH Program Studi S1 Farma

TUGAS MATA KULIAH
MAKALAH MIKROBIOLOGI DAN VIROLOGI
ANTI MIKROORGANISME DAN PENGENDALIAN PERTUMBUHAN
MIKROORGANISME SECARA FISIK DAN KIMIA

Disusun oleh :
Nama: Alifa Zhul Annisaa
Prodi : S1 Farmasi / 3B
NIM : 201505048

Program Studi S1 Farmasi
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
CENDEKIA UTAMA KUDUS

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejarah tentang mikroba dimulai dengan ditemukannya mikroskop oleh Leeuwenhoek
(1633-1723). Mikroskop temuan tersebut masih sangat sederhana, dilengkapi satu lensa dengan
jarak fokus yang sangat pendek, tetapi dapat menghasilkan bayangan jelas yang perbesarannya

antara
50-300
kali
(Dwidjoseputro,
2003).
Masa perkembangan kemoterapi antimikroba sekarang dimulai pada tahun 1935, dengan
penemuan sulfonamida. Pada tahun 1940, diperlihatkan bahwa penisilin, yang ditemukan pada
tahun 1929, dapat dibuat menjadi zat kemoterapi yang efektif. Selama 25 tahun berikutnya,
penelitian kemoterapi sebagain besar berpusat sekitar zat antimikroba yang berasal dari
mikroorganisme,
yang
dinamakan
antibiotika
(Dwidjoseputro,
2003).
Mikroorganisme adalah makhluk hidup yang memiliki aktivitas yang berupa tumbuh dan
berkembang. Kadang kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme ini terganggu. Hal
ini dapat baik dari mikroba itu sendiri ataupun dari luar. Salah satu pengaruh yang paling
berkompoten
adalah

antimikroba.
Anti mikroba adalah senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme
hidup. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang
dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau dengan kata lain disebut juga antiboitika yaitu
bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada kadar rendah sudah menghambat pertumbuhan
mikroorganisme
hidup
(Pelczar,
1988).
Banyak antibiotik dewasa ini di buat secara semi sintetik atau sintetik penuh. Namun dalam
praktek sehari – hari AM sintetik yanpg diturunkan dari produk mikroba (misalnya Sulfonamid
dan kuinolon) juga sering di golongkan sebagai anti biotik .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Antimikroba (L, anti = lawan,mikro = kecil ) Adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh
fungi dan
bakteri,yang memiliki fungsi khasiat kuman,sedangkan toksistasnya bagi manusia relative
kecil.Turunan zat tersebut yang dibuat secara semi sintesis termasuk kelompok ini,begitu pula
senyawa sintesis dengan khasiat antibakteri lazimnya disebut antibiotika (Ganiswarna, 1999).

Kegiatan antibiosis untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh dr.Alexander
Fleming (Inggris,1928,penisilin ).Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada
permulaan perang Dunia II di tahun 1941,ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk
menaggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran (Dwidjoseputro, 2003).
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat
atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik
atau sintetik penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak diturunkan dari
produk mikroba (misalnya sulfonamida dan kuinolon) juga sering digolongkan sebagai antibiotic
(Pelczar,1988).
Banyak antibiotik yang dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Obat yang
digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus memiliki
sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut haruslah bersifat sangat toksik
untuk mikroba. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat
pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik; dan ada yang bersifat membunuh
mikroba,
dikenal
sebagai
aktivitas
bakterisid
(Sugianto,

2012).
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun spiril,
dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya efektif untuk
spesies tertentu, disebut antubiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin hanya efektif untuk
memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin dikatakan mempunyai spectrum
yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu. Oleh karena itu
tetrasiclin
dikatakan
mempunyai
spectrum
luas
(Dwidjoseputro,2003).
Aktivitas antimikroba yang dapat diamati secara langsung adalah perkembangbiakannya.
Oleh karena itu antimikroba dibagi menjadi dua macam yaitu antibiotic dan disinfektan.
Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh microorganisme tertentu yang mempunyai
kemapuan menghambat pertumbuhan bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam
konsentrasi
yangrendah(Soekardjo,1995).
Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada jaringan tubuh
makhluk hidup sedangkan desinfektan bekerja dalam menghambat atau menghentikan

pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat gelas, dan lain sebagainya.
Pembagian kedua kelompok antimikroba tersebut tidak hanya didasarkan pada aplikasi
penerapannya melainkan juga terhadap konsentrasi mikroba yang digunakan (Soekardjo 1995).

Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah ini berarti bahwa
suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak membahayakan inang. Seringkali, toksisitas
selektif lebih bersifat relatif dan bukan absolut; ini berarti bahwa suatu obat yang pada
konsentrasi tertentu dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit (Dwidjoseputro, 2003)
Menurut Dwidjoseputro (2003) antibiotika yang ideal sebagai obat harus memenuhi syarat-syarat
berikut:
1. Mempunyai kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme
yang
luas
(broad
spectrum
antibiotic)
2.

Tidak


menimbulkan

terjadinya

resistensi

dari

mikroorganisme

pathogen

3. Tidak menimbulkan pengaruh samping (side effect) yang buruk pada host, seperti
reaksi
alergi,
kerusakan
syaraf,
iritasi
lambung,

dan
sebagainya
4. Tidak mengganggu keseimbangan flora yang normal dari host seperti flora usus atau
flora
kulit.
Sedangkan menurut Pelczar (1988) Suatu zat antibiotik kemoterapeutik yang idealnya
hendaknya
memiliki
sifat-sifat
sebagai
berikut:
1. Harus mempunyai kemampuan untuk merusak atau menghambat mikroorganisme
patogen spesifik.
2. Makin besar jumlah dan macam mikroorganisme yang dipengaruhi makin baik.
3. Tidak mengakibatkan berkembangnya bentuk-bentuk resiten parasit.
4. Tidak menimbulkan efek sampingan yang tidak dikehendaki pada inang, seperti
reaksi alergis, kerusakan pada saraf, iritasi pada ginjal atau saluran gastrointestin.
5. Tidak melenyapkan flora mikroba normal pada inang. Gangguan terhadap flora
normal dapat mengaucaukan ‘keseimbangan alamiah’ sehingga memungkinkan
microbe yang biasanya nonpatogenik atau bentuk-bentuk patogenik yang semula

dikendalikan oleh flora normal, untuk menimbulkan infeksi baru.
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun spiril,dikatakan
mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya efektif untuk spesies tertentu,
disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin hanya efektif untuk memberantas terutama
jenis kokus, oleh karena itu penisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiclin
efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu. Oleh karena itutetrasiclin dikatakan mempunyai
spectrum
luas
(Dwidjoseputro,
2003).

MEKANISME KERJA DAN AKSI MIKROORGANISME

lima

Menurut Sugianto (2012) berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam
kelompok,yaitu:

1.
Yang

mengganggu
metabolisme
sel
mikroba.
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah sulfonamide, trimetropim, asam paminosalisilat dan sulfon. Dengan mekanisme kerja ini diperoleh efek bakteriostatik.
2.
Yang
menghambat
sintesis
dinding
sel
mikroba.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah penisilin. Sefalosporin, basitrasin, vankomisin
dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer
mukopeptida.
Yang
mengganggu
permeabilitas
membran
sel

mikroba.
3.
Yang
menganggu
permaebilitas
membrane
sel
mikroba
Obat yang termasuk kelompok ini adalah polimiksin, golongan polien serta berbagai antimikroba
kemoterapeutik,umpanya
antiseptic
surface
active
agents.
4.
Yang
menghambat
sintesis
protein
sel

mikroba.
Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan aminoglikosit, makrolit, linkomisin,
tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya,sel mikroba perlu mensintetis berbagai
protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom,dengan bantuan mRNA dan tRNA.
5. Yang
menghambat
sintesis
atau
merusak
asam
nukleat
sel
mikroba
Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini adalah rifampisin, dan golongankuinolon.
Yang lainnya walaupun bersifat antimikroba, karena sifat sitotoksisitasnya,pada
umumnya hanya digunakan sebagai obat antikanker; tetapi beberapa obat dalam kelompok
terakhir
ini
dapat
pula
digunakan
sebagai
antivirus.
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok
sebagai berikut diantaranya merusak dinding sel, mengganggu permeabiitas sel, merusak
molekul protein dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, menghambat sintesa asam
nukleat (Pelczar, 1988).
Macam-macam mekanisme kerja dan aksi mikroorganisme adalah sebagai berikut.

Menghambat sintesis dinding sel. Antibiotik yang memiliki kemampuan menghambat
pembentukan dinding sel mikroorganisme antara lain penicillin, cephalosporin, cycloserine,
vancomycin, dan bacitracin.

Merusak membran sel. Antibiotik yang bekerja dengan membentuk lubang dan merusak
membran sel antara lain colistin, polymixin, amphotericin B, bacitracin, nystatin, dan
hamycin.











Menyebabkan kesalahan pembacaan kode m-RNA dan mengganggu permeabilitas.
Kesalahan dalam pembacaan m-RNA dapat menyebabkan kesalahan dalam protein yang
dibentuk mikroorganisme sehingga dapat mematikan mikroorganisme tersebut. Antibiotik
yang memiliki kemampuan ini adalah streptomycin dan gentamicin.
Menghambat sintesis protein. Antibiotik yang bekerja dengan menghambat sintesis
protein mikroorganisme antara lain tetracycline, chloramphenicol, erythromycin,
clindamycin, dan linezolid.
Menghambat DNA girase. DNA girase merupakan enzim yang berperan dalam replikasi
(penggandaan) DNA eukariotik, gangguan dalam penggandaan DNA menyebabkan
mikroorganisme tidak dapat memperbanyak diri. Antibiotik yang bekerja dengan cara ini
antara lain ciprofloxacin.
Mengganggu fungsi DNA. Antibiotik yang bekerja dengan cara ini antara lain rifampin
dan metronidazole.
Mengganggu sintesis DNA. Antibiotik yang mengganggu pembentukan DNA antara lain
acyclovir dan zidovudine.
Mengganggu metabolisme. Antibiotik ini dapat menganggu metabolisme dan
menyebabkan kematian mikroorganimse tersebut. Antibiotik yang memiliki aksi ini antara
lain sulfonamides, sulfones, PAS, trimethoprim, pyrimethamine, dan ethambutol.
MEKANISME UJI DAYA MIKROORGANISME
Pada umumnya metode yang digunakan dalam uji sensivitivitas bakteri adalah metode

difusi agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak
yang diketahui dari daerah disekitar kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme. Zona hambta pertumbuhan inilah yang menunjukan sensivitas bakteri terhadap
bahan antibaktri (Dwidjoseputro, 2005).

Berdasarkan daya kerjanya, senyawa antibakteri dibagi menjadi dua sifat, yaitu :
A. Zat yang hanya bersifat menghambat pertumbuhan bakteri dengan tidak membunuhnya.
B. Zat yang dapat membunuh bakteri (Bacteriosidal) (Dwidjoseputro, 2005).
Kebanyakan antibiotik yang efektif kerjanya menggangu sintesis, penyusuhan atau
fungsi komponen-komponen makromolekul sel. Seperti penghambtan pembentukan dinding sel
oleh pelimiskin, penghambatan sintesis protein oleh kloramfenikol (Irianto, 2006).
Antibakteri yang efektif bagi banyak spesies, baik kokus, basil maupun spiril, dikatakan
mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibiotik yang hanya efektif untuk spesies
tertentu, disebut antibiotik yang spketrumnya sempit. Penisilis hanya efektif untuk memberantas

terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit.
Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu oleh karena tetrasiklin dikatakan
mempunyai spektrum luas (Dwidjoseputro, 2005).
Zat yang dapat membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida.
Apakah suatu kimia itu merupakan suatu antiseptik atau germisida, hal ini kebanyakan kali
bergabtung kepada persenan konsentrasi dan lamanya kena zat tersebut (Dwidjoseputro, 2005).
Pada umumnya bakteri yang muda itu kurang daya tahannya terhadap desinfektan
daripada bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lamanya berada dibawah pengaruh
desinfektan, merupakan factor-faktor yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan temperatur
menambah daya desinfektan, selanjutnya medium dapat juga menawar daya desinfektan susu,
plasma darah, dan zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi bakteri terhadap pengaruh
desinfektan tertentu (Dwidjoseputro, 2005).
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas antibiotik in vitro, hal-hal tersebut
dibawah ini perlu diperhatikan, karena sangat mempengaruhi hasil-hasil pengujian
a.

pH lingkungan

b. Komponen-komponen medium
c.

Stabilitas obat

d. Takaran inakalum
e.

Lamanya inkubasi

f.

Aktifitas metabolisme mikroorganisme (Irianto, 2006).
Daya kerja bakterisidal berbeda dengan bakteri ostatik. Bakteriostatik berjalan searah
yaitu bakteri yang telah mati tidak dapat berkembangbiak lagi meskipun bahan antibakteri telah
dihilangkan bakteriostatik mempunyai karakteristik bila bahan antibakterinya dihilangkan maka
bakteri tersebut dapat tumbuh lagi (Lay,1992).
Istilah antibiotik pertama kali digunakan oleh Waksman (1945) sebagai nama dari suatu
golongan substansi yang berasal dari bahan biologis yang kerjanya antagonistik terhadap
mikroorganisme (Irianto,2006).
Antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat – zat dalam
jumlah yang sedikitpun mempunyai daya hambat penghambat kegiatan mikroorganisme yang
lain (Dwidjoseputro, 2005).

MEKANISME RESISTENSI
Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi bawaan (primer), resistensi
dapatan (sekunder), dan resistensi episomal. Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi
yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini misalnya dapat disebabkan oleh adanya enzim
pengurai antibiotik pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme dapat
menguraikan antibiotik. Contohnya adalah Staphylococcusdan bakteri lainnya yang mempunyai
enzim penisilinase yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. Mekanisme resistensi
bawaan ini juga dapat berupa terdapatnya struktur khusus pada bakteri yang melindunginya dari
paparan antimikroba, contohnya bakteri TB dan lepra memiliki kapsul pada dinding sel, sehingga
resisten
terhadap
obat-obat
antimikroba.
Mekanisme resistensi sekunder (dapatan) diperoleh akibat kontak dengan agen antimikroba
dalam waktu yang cukup lama dengan frekunsi yang tinggi, sehingga memungkinkan terjadinya
mutasi pada mikroorganisme. Terbentuknya mutan yang resisten terhadap obat antimikroba dapat
secara cepat (resistensi satu tingkat) dan dapat pula terjadi dalam kurun waktu yang lama
(resistensi multi tingkat). contoh resistensi satu tingkat adalah pada INH, streptomisin, dan
tifampisin; dan contoh resistensi multitingkat adalah resistensi pada penisilin, eritromisin, dan
tetrasiklin.terbentuknya mutan mikroorganisme yang resistan terhadap antimikroba ini dapat
menimbulkan adanya ketergantungan (dependensi) mikroorganisme mutan tehadap agen
antimikroba.

Gambar struktur penisilin aktif (a), dan tidak aktif (b).
Mekanisme resistensi dapatan juga dapat berlangsung akibat adanya mekanisme adaptasi atau
penyesuaian aktivitas metabolisme mikroorganisme untuk melawan efek obat, contohnya dengan
perubahan pola enzim. Dengan demikian, mikroorganisme dapat membentuk enzim yang
menguraikan antibiotic. Misalnya pembentukan enzim penisilinase untuk menguraikan penisilin,
enzim
asetilase
terhadap
streptomisin,
kanamisin,
dan
neomisin.
Mekanisme resistensi dapatan yang lain adalah dengan memperkuat diding sel mikroorganisme
sehingga menjadi impermeable terhadap obat, dan perubahan sisi perlekatan pada diding sel.
Adapula mimroorganisme yang melepaskan diding selnya sehingga menjadi tidak peka lagi
terhadap
penisilin,
contohnya
kuman
berbentuk
L.
Resistensi episomal disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom (episom=plasmid pada
plasmidnya yang dapat menular pada bakteri lain yang memilki kaitan spesies melalui kontak sel

secara konjugasi maupun transduksi. Contohnya Salmonella, Escherichia, Yersinia, Klebsiela,
Serratia, Proteus.

Gambar transfer resistensi antibiotik
Pada tahun 1955 terjadi epidemik disentri bakterial dan ditemukan bakteri Shigella dysentriae
yang resisten terhadap kloramfenikol, streptomisin, sulfanilamide, dan tetrasiklin. Gen yang
bertanggung jawab atas resistensi terhadap antibiotik tersebut adalah plasmid faktor- R (faktor
resistensi) dengan daerah resistence transfer factor (RTF) yang disambung dengan gen r yang
mengkode enzim-enzim yang dapat menginaktivasi obat-obat yang spesifik. Plasmid faktor-R
yang kecil tanpa daerah RTF biasanya hanya berperan dalam resistensi satu macam antibiotik.
Ketergantungan (dependence) merupakan kejadian dimana pertumbuhan mikroorganisme
tergantung pada adanya antibiotik tertentu. Contohnya penisilin, streptomisin, INH, dan
kloramfenikol dapat digunakan mikrooragnisme sebagai zat tumbuh. Sifat ini dapat terjadi pada
mikrorganisme
muatan
yang
resisten.

Dikenal juga resistensi silang (cross resistance) pada mikroorganisme, di mana mikroorganisme
yang resisten terhadap suatu antibiotik juga diketahui memiliki resistensi terhadap semua
derivate antibiotik tersebut. Contohnya, penisilin dam ampisilin, tetrasiklin, sulfonamide,
rifamisin dan rifampisin, amoksisilin, dan sebagainya.

gambar mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik
Macam-Macam Resistensi Antibiotik Terhadap Antibiotik
Resistensi terhadap penisilin dan sefalosporin
Penisilin dan sefalosporin menghambat protein pengikat penisilin (penicillin-binding protein,
PBP) yang merupakan enzim dalam membran plasma sel bakteri yang secara normal terlibat
dalam penambahan asam amino yang berikatan silang dengan peptidoglikan dinding sel bakteri.
Resistensin bakteri terhadap penisilin dapat timbul akibat adanya mutasi yang menyebabkan
dihasilkannya produksi pengikat penisilin yang berbeda atau akibat bakteri memerlukan gen-gen
protein pengiakt penisilin yang baru. Resistensi terhadap penisilin juga dapat muncul akibat
bakteri memiliki sistem transfor membran luar (outer membrane) yang terbatas, yang mencegah
penisilin mencapai membran sitoplasma (lokasi protein pengikat penisilin). Hal ini dapat terjadi
akibat adanya mutasi yang mengubah porin yang etrlibat dalam transport melewati membrane
luar. Hal lain yang memungkinkan terjadinya resistensi bakteri terhadap penisilin dan
sefalosporin adalah apabila bakteri memiliki kemampuan untuk memproduksi β-laktamase, yang
akan menghidrolisis ikatan pada cincin β-laktam molekul penisilin dan mengakibatkan inaktivasi
antimikroba.
Resistensi mikroorganisme pathogen terhadap penisilin dan sefalosporin paling sering terjadi
akibat bakteri memiliki gen pengkode β-laktamase. Terdapat 3 kelas besar β-laktamase, yaitu
penisilinase, oksasilinase, dan karbenisilinase. Penisilinase memiliki kisaran aktivitas yang luas
terhadap penisilin dan selafosporin , sedangkan oksasilinase dan karbenisilinase memiliki
aktivitas
yang
lebih
terbatas.

Pada bakteri enteric (bakteri fakultatif anaerob gram negative yang terdapat dalam intestinal
manusia), β-laktamase dihasilkan dalam konsentrasi rendah dan terikat pada membrane luar.
Enzim ini mencegah antimikroba β-laktan untuk mencapai tapak target pada membrane
sitoplasma dengan cara merusaknya saat antimikroba tersebut melewati membrane luar dan
lapisan periplasma (periplasma space). Gen yang mengkode β-laktamase terdapat pada
kromosom bakteri, pada bebrapa strain bakteri juga terdapat pada plasmid dan transposon.
Sebagian besar bakteri resisten penisilinjuga memilki gen β-laktamase pada plasmid terutama
plasmid R dan tranposon. Gen β-laktamase yang paling banyak terdapat secara luas adalah TEM1
yang
terdapat
pada
transposon
Tn4.
Staphylococci resisten-metisilin terjadi akibat produksi protein alami pengikat penisilin PBP 2a
atau 2’ yang memiliki afinitas rendah pada pengikatan metisilin. Sifat resistensi dikode oleh gen
kromosom bakteri (mecA) yang tidak ditemukan pada semua strainStaphylococcus
aureus sensitive-metisilin. Gen ini nampaknya terbatas pada Staphylococci,namun gen lain pada
Streptococci juga mengkode PBP yang memiliki afinitas rendah terhadap metisilin dan
antimikroba
β-laktam
lainnya.
Resistensi Terhadap Vankomisin
Resistensi vankomisin berkembang akibat adanya enzim pada sel bakteri yyang resisten,
yang akan membuang residu alanin dari bagian peptida peptidoglikan. Vankomisin tidak dapat
terikat pada peptide yang berubah, namun peptide yang berubah tersebut dapat tetap berfungsi
dalam formasi ikatan silang selama sintesis peptidoglikan, sehingga bakteri resisten vankomisin
tetap
dapat
membuat
dinding
sel
fungsional.

Resisten Terhadap Tetrasiklin
Resistensi bakteri terhadap tetrasiklin dapat muncul bila dihasilkan membran sitoplasma
yang berbeda (bentuk perubahan) dan mencegah pengikatan tetrasiklin pada subunit 30S
ribosom, sehingga sintesis protein dapat terus berlangsung. Mekanisme resistensi tetrasiklin
lainnya adalah resistensi pompa eflux, didasarkan atas transpor tetrasiklin keluar sel secara cepat,
sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin pada dosis toksik, sehungga sintesis protein bakteri
tidak terhambat. Hal ini terjadi akibat adanya mutasi pada gen yang menyebabkan protein eflux
tetrasiklin.
Secara normal, pada saat tetrasiklin berdifusi melewati membran sitoplasma bakteri, tetrasiklin
akan dikonversi dalam bentuk ionik. Hal ini membuat tetrasiklin tidak lagi dapat berdifusi
melewati membran sehingga menyebabkan akumulasi tetrasiklin di dalam sel, yang akhirnya
dapat menghambat sintesis protein bakteri dan menyebabkan kematian sel bakteri.
Protein eflux tetrasiklin adalah protein membran sitoplasma yang mentranspor bentuk
nondifusible tetrasiklin keluar sitoplasma. Pada sel bakteri yang resisten, tetrasiklin dikeluarkan
dari sitoplasma secepat difusinya kedalam sel, sehingga mencegah akumulasi tetrasiklin yang
dapat
menghambat
sintesis
protein.

Resistensi Terhadap Aminoglikosida
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel bakteri
memproduksi enzim-enzim yang dapat menambah fosfat, asetat, atau gugus adenil pada berbagai
macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik aminoglikosida yang telah
dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga
tidak
lagi
dapat
menghambat
sintesis
protein.
Pada dasarnya, satu macam enzim yang telah digunakan untuk memodifikasi aminoglikosida
tidak akan mampu memodifikasi aminoglikosida yang lain. Hal ini mencegah penambahan
mutasi yang akan meningkatkan kisara modifikasi aminoglikosida oleh enzim pemodifikasi
aminoglikosida. Sebagai contoh, tapak ikatan yang dimodifikasi oleh suatu muatan resistensreptomisin mengubah suatu asam amino pada protein S12 pada subunit 30S ribosom bakteri.
Turunan semisintetik dari aminoglikosida selanjutnya didesain untuk resisten terhadap enzim
pemodifikasi aminoglikosida tersebut. Amikasin adalah salah satu aminoglikosida semisintetik
yang sangat resisten terhadap modifikasi oleh enzim sehingga banyak bakteri sensitif terhadap
antibiotik
ini.
Resistensi aminoglikosida juga muncul atas dasar penurunan aktivitas transpor antimikroba ke
dalam sel bakteri. Aminoglikosida tidak ditranspor kedalam sel oleh spesies bakteri Bacteroides,
sehingga Bacteroides resisten terhadap antimikroba ini. Escherichia coli juga lebih resisten
terhadap aminoglikosida dalam kondisi anaerob seperti pada saluran pencernaan manusia.
Resistensi Terhadap Kloramfenikol
Resistensi kloramfenikol mayoritas disebabkan oleh adanya enzim yang menambahkan
gugus asetil kedalam antibiotik. Kloramfenikol yang terasetilasi tidak akan dapat terikat pada
submit 50S ribosom bakteri, sehingga tidak mampu menghambat sinetsis protein.
Mayoritas bakteri yag resistensi terhadap kloramfenikol memiliki plasmid dengan sebuah gen
yang mengkode kloramfenikol astiltransferase. Enzim ini menginaktivasi kloramfenikol yang
telah melewati membran plasma dan memasuki sel. Kloramfenikol asetiltransfase diproduksi
secara terus menerus oleh mayoritas Gram negatif, namun pada Staphylococcus aureus, sintesis
enzim
ini
diinduksi
oleh
kloramfenikol.

Resistensi Terhadap Makrolida
Eritromisin dan antibiotik golongan makrolida yang lain terikat pada subunit 50S
ribosom bakteri dan mengeblok sintesis potein. Pada beberapa kasus, resistensi terhadap
antibiotik makrolida terjadi akiat mutasi pada target antibiotik. Mekanisme utama resistensi
makrolida adalah didasarkan atas enzim RNA metilase yang menambahkan gugus metil kedalam
gugus adenin spesifik pada subunit 50S rRNA. Antibiotik makrolida termasuk eriromisin tidak
akn
terikat
pad
rRNA
yang
termetilasi.
Pada Escherchia coli dan beberapa strain bakteri resisten-eritromisin lainnya, terdapat perubahan
pada gen pengkode protein L4 atau L12 eritromisin pada subunit 50S ribosom bakteri,

mengakibatkan penurunan afinitas eritromisin terhadap
aureus, resistensi eritromisin akibat dimetilasi residu

ribosom. PadaStaphylococcus
adenin pada rRNA 23S.

Resistensi Terhadap Fluorokuinolon
Antibiotik golongan fluorokkuinolon seperti halnya siprofloksasin dan norfloksasin
terikat pada subunit β enzim DNA girase, dan mengeblok aktivitas enzim yang essensial dalam
menjaga supercoling DNA dan penting dalam proses replikasi DNA. Mutasi pda gen pengkode
DNA girase menyebabkan diproduksinya enzim yang aktif namun tidak dapat diikat oleg
fluorokuinolon.
Resistensi Terhadap Rifampisin
Rifampisin (rifampin) terikat pada subunit β-RNA polimerase bakteri dan menghambat
fungsi enzim ini dalam transkripsi mRNA. Rifampisin memiliki afinitas terhadap RNA
polimerase bakteri yang lebih tinggi dibandingkan terhadap RNApolimerase mamalia, sehingga
rifampisin dapat mengeblok transkripsi mRNA dan sintesis protein pada sel manusia. Resistensi
terhadap rifampisi muncul akibat mutasi pada gen subunit RNA polimerase. RNA polimerase
yang berubah akibat mutasi tersebut berfungsi secara normal, namun tidak dapat dihambat oleh
rifampisin.
Resitensi Terhadap Sulfonamid Dan Trimetoprim
Sulfa drug (sulfonamid) dan trimetropin meghambat reaksi yang berbeda pada jalur
metabolisme yang memproduksi asam tetrahidrofolat (tetrahydrofolic acid ), yang merupakan
kofaktor
esensial
dalam
sintesis
asam
nukleat.
Resistensi terhadap sulfonamid dan trimetoprim disebabkan oleh mutasi pada gen pengkode
enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme sintesis asam tetrahidrofolat. Enzim berubah
berfungsi secara normal namun tidak dihambat oleh sulfanaid dan trimetoprim.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi,
melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan
kombinasi dari 2 atau lebih obat juga ddapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra,
kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk
penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi,
melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunaan
kombinasi dari 2 atau lebih obat juga dapat dilakukan, misalnya pada pengobatan TBC, lepra,
kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan pemberian antibiotik hanya untuk
penyakit infeksi yang parah dan penggunaan dosis yang benar dan sesuai aturan.
Pencegahan resistensi dapat dilakukan dengan menggunakan penakaran obat yang relatif tinggi,
melebihi dosis efektif minimal, dan digunakan dalam waktu yang singkat. Penggunakan
kombinasi dari 2 lepra, dan kanker. Cara pencegahan yang lain adalah dengan pembatasan

pemberian antibiotik hanya untuk penyakit infeksi yang parah dan penggunakan dosis yang
benar dan sesuai aturan.

PENGENDALIAN PERTUMBUHAN MIKROORGANISME SECARA FISIKA DAN
KIMIA

Kebutuhan oksigen, oksigen tidak mutlak diperlukan mikroorganisme
karena ada juga kelompok yang tidak memerlukan oksigen bahkan oksigen
merupakan racun bagi pertumbuhan. Mikroorganisme terbagi atas empat
kelompok berdasarkan kebutuhan akan organisme, yaitu mikroorganisme
aerob yang memerlukan oksigen sebagai akseptor elektron dalam proses
respirasi.
Mikroorganisme anaerob adalah mikroorganisme yang tidak
memerlukan O2 karena oksigen akan membentuk H2O2 yang bersifat toksik
dan meyebabkan kematian. Mikroorganisme anaerob tidak memiliki enzim
katalase yang dapat menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen.
Mikroorganisme fakultatif anaerob adalah mikroorganisme yang tetap
tumbuh dalam lingkungan kelompok fakultatif anaerob. Mikroorganisme
mikroaerofilik adalah mikroorganisme yang memerlukan oksigen dalam
jumlah terbatas karena jumlah oksigen yang berlebih akan menghambat
kerja enzim oksidatif dan menimbulkan kematian.
Kontrol terhadap pertumbuhan mikroorganisme dapat dilakukan dengan
cara membunuh mikroorganisme, atau menghambat pertumbuhannya.
Kontrol terhadap pertumbuhan dapat dilakukan secara :
1. Fisik
Secara fisik, menggunakan uap air panas dan tekanan tinggi, diperoleh
panas
lembab, efektif dengan menggunakan autoklaf. Sterilisasi dengan otoklaf

memerlukan suhu 1210C, tekanan 15 psi/1,5 kg/cm2, selama 15 menit.
Sterilisasi fisik dapat juga dengan panas kering menggunakan oven1600C, 2
jam. Sterilisasi dengan oven untuk alat-alat gelas dan bahan yang tidak
tembus air
2. Secara kimia
Penggunaan
senyawa
kimia
untuk
mengendalikan
pertumbuha
mikroorganisme , contoh : HgCl (0,1%), menyebabkan koagulasi protein
3. Secara mekanik
Bahan yang mudah rusak karena pemanasan, misalnya vitamin, enzim,
serum, antibiotik. Contoh : filtrasi, menggunakan filter berupa membran
dengan tebal tertentu, terbuat dari asbes, diatom, porselen, kaca berpori,
selulosa. membran selulosa : diameter pori 0,01-10 μm Bahan/zat yang tidak
dapat dipanaskan pada suhu lebih dari 1000C, dapat dilakukan pasteurisasi
dan tindalisasi. Pasteurisasi memerlukan pemanasan 63-73 oC, digunakan
untuk pengawetan air, susu, bir, anggur. Pasteurisasi dapat membunuh
mikroorganisme pathogen (Mycobacterium, Salmonella, Coxiella) dan
beberapa mikroorganisme normal.
Pengendalian mikroorganisme ditujukan untuk:
1. Pengendalian Mikroorganisme untuk Pencegahan Penyakit
Pengendalian hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun bakteri dapat
terjadi melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi,
hiperparasit, induksiresistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Cook
dan Baker, 1974., Van Loon,2000.,Kloeppet et al,1999.,Schippers et al,
1987). Mekanisme antibiosis merupakan penghambatan patogen oleh
senyawa metabolik yang dihasilkan oleh agensia hayati seperti: enzim,
senyawa-senyawa volatile, zat pelisis dan senyawa antibiotik lainnya. Salah
satu contoh adalah agensia hayati kelompok jamur. Jamur diketahui mampu
menghasilkan bermacam senyawa beracun (toksis) untuk melawan
organisma lainnya (Burge, 1988). Dalam mengkolonisasi suatu substrat
jamur mempunyai kemampuan untuk menghasilkan sejumlah produk
ektraselular yang bersifat racun. Kemampuan jamur menghasilkan suatu
antibiotik sangatlah penting dalam menentukan kemampuannya untuk
mengkolonisasi dan mengatur keberadaannya dalam suatu substrat.

Antibiotik dapat juga mengakibatkan terjadinya endolisis atau autolisis yaitu
pecahnya sitoplasma suatu sel oleh enzim yang diikuti kematian yang
mungkin disebabkan kekurangan hara, antibiotik ataupun kerusakan dinding
sel. Dengan demikian berhasil tidaknya suatu organisma pengendali hayati
sebagai agensia hayati bergantung pada kemampuan antibiotik yang
dihasilkannya menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen tanaman
(Baker dan Cook, 1982)
Kompetisi adalah suatu mekanisme penekanan aktivitas patogen oleh
agensia hayati terhadap sumber-sumber terbatas seperti zat organik, zat
anorganik, ruang dan faktor –faktor pertumbuhan lainnya. Salah satu contoh
adalah persaingan akan ruang/tempat pada akar. Contoh ektomikoriza
merupakan agensia yang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati.
Jamur tersebut mampu membungkus secara efektif seluruh akar dan
menempati bagian rizosfer sehingga apabila ada mikroorganisme lain seperti
misalnya Armilaria mellea atau Phytophthora spp, maka patogen tersebut
tidak dapat lagi mengkolonisasi bagian tersebut.
2. Pengendalian mikroorganisme dalam Bahan Makanan
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan perlu dilakukan supaya
bahan makan tersebut tidak cepat rusak atau busuk. Kerusakan bahan
makanan oleh mikroorganisme terjadi karenamikroorganisme tersebut
berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan
makanan mengalami perubahan sedemikian rupa yang menyebabkan
rusaknya bahan makanan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangbiakan mikroorganisme diantaranya
1. Waktu generasi
2. Faktor intrinsik
3. Faktor ekstrinsik
4. Faktor proses
5. Faktro implisit
Beberapa istilah dalam mengendalikan jumlah populasi mikroorganisme,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.

Cleaning (kebersihan) dan Sanitasi

Cleaning dan Sanitasi sangat penting di dalam mengurangi jumlah populasi
mikroorganisme pada suatu ruang/tempat. Prinsip cleaning dan sanitasi
adalah menciptakan lingkungan yang tidak dapat menyediakan sumber
nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sekaligus membunuh sebagian besar
populasi mikroba.
2.

Desinfeksi
Proses pengaplikasian bahan kimia (desinfektans) terhadap peralatan,
lantai, dinding atau lainnya untuk membunuh sel vegetatif mikrobial.
Desinfeksi diaplikasikan pada benda dan hanya berguna untuk
membunuh sel vegetatif saja, tidak mampu membunuh spora.
3. Antiseptis
Merupakan aplikasi senyawa kimia yang bersifat antiseptis terhadap tubuh
untuk melawan infeksi atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara menghancurkan atau menghambat aktivitas mikroba.
4. Sterilisasi
Proses menghancurkan semua jenis kehidupan sehingga menjadi steril.
Sterilisasi seringkali dilakukan dengan pengaplikasian udara.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adpun kesimpulan yang didapat adalah antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba,
khususnya mikroba yang merugikan manusia. Dalam pembicaan di sini, yang dimaksud dengan
mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
Aktivitas antibakteri diantaranya dipengaruhi oleh faktor potensi dari obat antibakteri dan faktor
yang menyangkut sifat dan bakteri itu sendiri khususnya susunan kimia dinding sel bakteri
tersebut. Semua bahan memiliki kemampuan antimikroba yang berbeda beda, dan dipengaruhi
oleh zat anti mikroba yang terkandung didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Entjang, Indan. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi. PT Citra Aditya Bakti : Bandung
Irianto, Koes. 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme. Wyrama Widya :
Bandung
Anonim. 2008. http://queenufsheba.wordpress.com.Bakteri/staphylococcus/aureus. diakses
tanggal 2 mei 2011. Pukul 23.00 WITA

Soekardjo, Siswandono B, 1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Jakarta.
Sugianto, 2012. http//:goole.com/Anti mikroba.pdf/diakses pada senin pada tanggal 23
November 2013