Pengaruh Edible Coating Berbasis Pati Kulit Ubi Kayu Terhadap Kualitas dan Umur Simpan Buah Jambu Biji Merah Pada Suhu Kamar

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak
ditemukan di alam Indonesia. Buah ini merupakan komoditas yang sudah tidak
asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Rasa manis dan bau khas yang terdapat
pada buah ini menjadikan orang-orang gemar untuk mengonsumsinya.
Keberadaan buah jambu biji di Indonesia juga bervariasi yang dapat dikenali dari
perbedaan ukuran, warna, dan rasa. Beberapa varietas jambu biiji yang yang
banyak dikenal dalam masyarakat antara lain jambu biji kecil, jambu biji bangkok,
jambu biji susu, jambu biji bangkok epal, jambu biji sukun, jambu biji pasar
minggu, jambu biji merah getas, jambu biji sari, dan jambu biji Palembang. Buah
jambu biji ini juga memiliki waktu panen sepanjang tahun dengan puncak panen
di bulan Januari-Maret.
Berdasarkan data BPS (2013), informasi data terakhir yang dapat
diperoleh adalah produksi jambu biji di Indonesia pada tahun 2010 sebesar
204.551 ton, pada tahun 2011 sebesar 211.836 ton, pada tahun 2012 sebesar
208.151 ton, dan tahun 2013 sebesar 170.810 ton. Sementara produksi jambu biji
untuk wilayah Sumatera Utara pada tahun 2010 sebesar 35.261 ton, pada tahun
2011 sebesar 20.716 ton, pada tahun 2012 sebesar 19.861 ton, dan pada tahun
2013 sebesar 15.070 ton.

Sebagaimana produk hortikultura lainnya, jambu biji merah merupakan
produk yang sangat mudah mengalami kerusakan. Kandungan air yang tinggi
pada buah jambu biji merah menjadi penyebab utama turunnya kualitas buah

1
Universitas Sumatera Utara

2

selama penyimpanan. Kemudian dibandingkan buah-buahan lainnya seperti jeruk
manis yang mempunyai kandungan vitamin C 49 mg/100 gram bahan, buah
jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C lebih besar dua kali lipat
sehingga kerusakan oksidatif menjadi lebih tinggi. Menurut Parimin (2005)
sebagian besar vitamin C jambu biji terkonsentrasi pada kulit serta daging bagian
luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C per 100 gram jambu biji
merah adalah 87 mg, sementara kandungan gula atau kemanisan jambu biji
matang sebanyak 3,36%, matang optimal 3,71%, sedangkan lewat matang
sebanyak 1,84%. Selain itu, jambu biji mengandung serat pektin (serat larut air),
tanin, kalium, karotenoid, dan likopen terutama pada jambu biji berwarna merah.
Adapun kerusakan-kerusakan buah jambu biji sangat mungkin terjadi setelah

pascapanen yang disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan akibat biologis,
kimia, mekanis, maupun kerusakan yang terjadi karena penanganan pascapanen
yang tidak baik.
Penanganan pascapanen yang tidak baik dapat menyebabkan kerusakan
pada buah jambu biji merah semakin cepat, beberapa di antaranya diakibatkan
proses respirasi dan transpirasi yang akan berlangsung sampai fase pembusukan
atau buah mati. Difusi gas yang masuk dan keluar pada buah terjadi di seluruh
permukaan lapisan permukaan kulit buah melalui lentisel, yang secara alami
dihambat oleh lapisan lilin yang terdapat pada permukaan buah. Namun lapisan
lilin tersebut dapat berkurang bahkan hilang akibat pencucian pada saat
penanganan pascapanen.
Seiring hal tersebut saat ini telah banyak dikembangkan teknik/metode
yang ditujukan untuk menghambat laju respirasi dan transpirasi buah misalnya

Universitas Sumatera Utara

3

penyimpanan dengan udara terkendali yang sering dikenal CAS (control
atmosphere storage) dan MAS (modified atmosphere storage), ULOS (ultra low

oxygen storage), serta metode lainnya. Namun metode ini membutuhkan biaya
yang cukup mahal. Metode lain yang lebih praktis yakni dengan cara pelapisan
(coating) dengan menggunakan lilin atau bahan serupa lainnya yang sejenis atau
berbeda namun memiliki sifat dan fungsi yang sama.
Coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis pada permukaan
buah yang berfungsi menghambat keluar masuknya gas, air, dan menghindari
kontak dengan oksigen sehingga dapat memperlambat proses metabolisme dan
pencoklatan pada buah yang menyebabkan umur simpan bertambah. Coating
terdiri atas dua jenis yaitu coating yang tidak dapat dikonsumsi dan yang dapat
dikonsumsi atau lebih dikenal dengan sebutan edible coating.
Berkembangnya ide edible coating dikarenakan perkembangan zaman di
mana orang-orang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi sehingga membutuhkan
suatu produk pangan yang bersifat praktis, instan dan aman khususnya pada buahbuahan seperti apel, anggur dan buah-buahan lainnya yang kebanyakan
dikonsumsi langsung beserta kulitnya. Adapun edible coating selain mampu
memperpanjang umur simpan buah juga bersifat aman dan ramah lingkungan.
Komponen utama penyusun edible coating dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori, yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit (campuran). Hidrokoloid
yang dapat digunakan untuk membuat edible coating adalah protein (gelatin,
kasein, protein kedelai, protein jagung, dan gluten gandum) dan polisakarida (pati,
alginat, pektin, gum arab, dan modifikasi karbohidrat lainnya). Lipid yang dapat

digunakan adalah lilin, bees wax, gliserol, dan asam lemak. Bahan baku yang

Universitas Sumatera Utara

4

dapat ditambahkan dalam pembuatan coating adalah antimikroba, antioksidan,
flavor, pewarna, dan plasticizer (Krochta, dkk., 1994).
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas hasil pertanian terbesar yang
dihasilkan oleh Indonesia. Produktivitas ubi kayu di Indonesia tahun 2014
sebanyak 23.436.384 ton (BPS, 2015) dapat menghasilkan limbah kulit ubi kayu
sebanyak 16% dari bobot tersebut (Hidayat, 2009). Kulit ubi kayu yang
merupakan limbah atau hasil buangan yang banyak dijumpai pada berbagai
industri olahan rumah tangga seperti dalam pembuatan gaplek, tapioka, mocaf,
keripik, tape dan produk lainnya yang berbahan dasar ubi kayu.
Wikanastri (2012) menyatakan bahwa total kandungan zat makanan yang
dapat dicerna (TDN) dan nutrisi dalam limbah kulit ubi kayu yaitu bahan kering
17,45%, protein 8,11%, TDN 74,73%, serat kasar 15,20%, lemak kasar 1,29%,
kalsium 0,63% dan fosfor 0,22%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya potensi
kulit ubi kayu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dalam pembuatan

lapisan edible.
Pemanfaatan kulit ubi kayu sebagai bahan dasar edible coating yang dapat
memperpanjang umur simpan serta mempertahankan kualitas buah jambu biji
merah belum banyak diteliti. Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul :“Pengaruh Edible Coating Berbasis Pati
Kulit Ubi Kayu terhadap Kualitas dan Umur Simpan Buah Jambu Biji
Merah pada Suhu Kamar”.

Universitas Sumatera Utara

5

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
lapisan edible pati kulit ubi kayu terhadap kualitas dan umur simpan buah jambu
biji merah pada suhu kamar.
Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber data di dalam penyusunan skripsi di program studi Ilmu
dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Sebagai sumber informasi tentang pengaruh lapisan edible pati kulit ubi kayu

terhadap kualitas dan umur simpan buah jambu biji pada suhu kamar.
Hipotesis Penelitian
Pelapisan dengan edible pati kulit ubi kayu dengan perlakuan gliserol dan
CMC memberikan pengaruh terhadap kualitas dan umur simpan buah jambu biji
merah.

Universitas Sumatera Utara