Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Jambu Biji

Jambu biji (Psidium guajava L.) atau sering disebut juga jambu batu, jambu siki dan
jambu klutuk adalah tanaman tropis yang berasal dari Brasil, disebarkan ke Indonesia
melalui Thailand. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah
berwarna putih atau merah dan berasa asam-manis. Buah jambu biji dikenal
mengandung banyak vitamin C. Selain itu, jambu biji mengandung banyak serat
sehingga sangat cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging
jambu biji yang merah mengindikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk
kesehatan mata dan antioksidan.
Jambu biji atau bahasa latinnya Guava, merupakan jenis tanaman perdu dengan
cabang yang banyak. Tinggi pohon ini rata-rata 10-12 meter. Tanaman yang berasal
dari Amerika Tengah ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Adapun besar buahnya sangat bervariasi. Buah jambu biji sangat digemari oleh
masyarakat karena buahnya yang segar dan manis (Susilo, 2009).

Hingga saat ini, jambu biji telah dibudidayakan dan menyebar luas di berbagai
pulau di Indonesia. Jambu biji diperbanyak dengan persilangan melalui stek atau
okulasi dengan jenis jambu biji lain yang unggul.

Tanaman ini dapat tumbuh subur

di daerah dataran rendah sampai pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.
Pada umur 2-3 tahun jambu biji sudah mulai berbuah. Asal jambu biji tidak pasti,
namun diyakini dari daerah di Meksiko sampai ke Amerika Tengah menyebar ke
Thailand kemudian ke negara Asia lainnya seperti Asia Selatan, India, Srilanka, dan
Indonesia. Jambu biji tersebar oleh manusia, burung, dan hewan lainnya (Soedarya,
2009), buah jambu biji dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut .

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Jambu Biji Merah (psidium guajava L.)
Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam 100 gram Buah Jambu Biji
Komponen Gizi
Kalori


Kandungan
36-50

Air

77-86 g

Serat

2,8-5,5 g

Protein

0,9-1,0 g

Lemak

0,1-0,5 g

Abu


0,43-0,7 g

Karbohidrat

9,5-10 g

Kalsium

9,1-17 mg

Fosfor

17,8-30 mg

Besi

0,30-0,70 mg

asam askorbat (vitamin C)


200-400 mg

Thiamin (vitamin B1)

0,046 mg

riboflavin (vitamin B2)

0,03-0,04 mg

niasin (vitamin B3)

0,6-1,068 mg

(Soedarya, 2009)

Universitas Sumatera Utara

2.1.1 Taksonomo Jambu Biji


Jambu biji adalah tanaman dari keluarga melati (Myrtaceae) genus Psidium dengan
sekitar 100 spesies. Jambu biji sekarang dibudidayakan dan dikembangkan diseluruh
daerah tropis karena permintaaan terhadap jambu biji meningkat.

Tanaman ini, jika diklasifikasikan termasuk jenis tanaman berkeping dua.
Klasifikasi tanaman jambu biji adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom : Tracheobionta
Divisio

: Spermatophyta

Subdivisio

: Angiospermae


Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Famili

: Myrtaceae

Genus

: Psidium

Spesies

: Psidium guajava L. (Soedarya, 2009)


Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Morfologi Pohon Jambu Biji

Tanaman jambu biji selalu hijau, memiliki akar dangkal, merupakan tanaman
semak atau pohon kecil yang tingginya dapat mencapai 10 meter, dan memiliki
cabang yang menyebar. Kulit batang mulus dengan bintik-bintik hijau atau cokelat
kemerahan dan melepas serpihan tipis untuk mengganti lapisan luar. Cabang tanaman
dekat dengan tanah dan sering menghasilkan akar yang dekat pangkal batang.
Ranting muda berbentuk segi empat serta berbulu halus.
2.1.3

Jenis-Jenis Jambu biji

2.1.3.1

Jambu Sukun (Guava Sukun)

Menurut Soedarya (2009) tedapat beberapa jenis jambu biji diantaranya jambu sukun.
Kata “sukun” berarti “tidak berbiji”. Beberapa kelebihan dari jambu jenis ini

diantaranya: relatif tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
2.1.3.2

Jambu Bangkok (Guava Bangkok)

Jambu bangkok berukuran besar dengan daging yang tebal dan sedikit biji, rasanya
agak hambar dan berbentuk bulat sempurna dengan garis tengah sekitar 10 cm.
2.1.2.3

Jambu Merah (Guava Merah)

Bentuk buah jambu jenis ini bulat dan bermoncong di pangkalnya, kulitnya agak
tebal, daging buahnya berwarna merah, dengan banyak biji serta memiliki rasa yang
manis.
2.1.3.4. Jambu Pasar Minggu (Guava Pasar Minggu)
Jambu dengan jenis ini memiliki dua jenis varian, yaitu jambu dengan daging buah
putih dan jambu dengan daging buah merah. Bentuk buah agak lonjong dengan
bagian ujung membulat, dan bagian pangkal buah meruncing.

Universitas Sumatera Utara


2.1.4

Manfaat Guava

Terdapat beberapa manfaat dari jambu biji, diantaranya:
1. Manfaat untuk makanan dan minuman
2. Manfaat untuk mengobati dan menjaga kesehatan
Beberapa penyakit yang dapat diobati menggunakan jambu biji yaitu:
Demam Berdarah Dengue (DBD), Diare , Mag, Luka, Keputihan, Perut kembung
pada anak, Penyakit kulit, Diabetes, Beser (sering buang air kecil), Sariawan, Luka
berdarah atau borok di sekitar tulang, Ambeien Dll.
2.2 Edible film
Secara umum edible film dapat didefenisikan sebagai lapis tipis yang melapisi suatu
bahan pangan dan layak dimakan, digunakan pada makanan dengan cara
pembungkusan atau diletakkan diantara komponen makanan yang dapat digunakan
untuk memperbaiki kualitas makanan, memperpanjang masa simpan, meningkatkan
efisiensi ekonomis, menghambat perpindahan uap air (Krochta, 1994).
Metode pembuatan edible film yang sering digunakan yaitu metode casting,
yaitu dengan mendispersikan bahan baku edible film, pengaturan pH larutan,

pemanasan larutan, pencetakan, pengeringan, dan pelepasan dari cetakan.Tidak ada
metode standart dalam pembuatan edible film sehingga dapat dihasilkan film dengan
fungsi dan karakteristik fisikokimia yang diingin kan akan berbeda (Wahyu,2008)

Edible film telah banyak menerima perhatian pada beberapa tahun belakangan
ini karena keuntungannya yang lebih besar dibandingkan dengan plastik
sintetik.Keuntungan utamanya adalah bahwa edible film dapat ikut dimakan bersama
dengan produk makanan yang dikemas.

Universitas Sumatera Utara

Fungsi dari edible film sebagai penghambat perpindahan uap air, menghambat
pertukaran gas, mencegah kehilangan aroma, mencegah perpindahan lemak,
meningkatkan karakteristik fisik, dan sebagai pembawa zat aditif. Edible film yang
terbuat dari lipida dan juga film dua lapis (bilayer) ataupun campuran yang terbuat
dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumnya baik digunakan sebagai
penghambat perpindahan uap air dibandingkan dengan edible film yang tebuat dari
protein dan polisakarida dikarenakan lebih bersifat hidrofobik (Hui,2006).
2.2.1


Sifat-sifat edible film

Sifat fisik film meliputi sifat mekanik dan penghambatan. Sifat mekanik
menunjukkan kemampuan kekuatan film dalam menahan kerusakan bahan selama
pengolahan, sedangkan sifat penghambatan menunjukkan kemampuan film
melindungi produk yang dikemas.
Beberapa sifat edible film antara lain sebagai berikut :
1. Ketebalan edible film
Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi padatan
terlarut dalam larutan film. Ketebalan film akan mempengaruhi laju transmisi uap air,
gas dan senyawa volatile.
2. Perpanjangan edible film atau elongasi
Perpanjangan edible film atau elongasi merupakan kemampuan perpanjangan bahan
saat diberikan gaya tarik. Nilai elongasi edible film menunjukkan kemampuan
rentangnya.
3. Kelarutan film
Persen kelarutan edible film adalah persen berat kering dari film yang terlarut setelah
dicelupkan di dalam air selama 24 jam.

Universitas Sumatera Utara

4. Laju transmisi uap air
Laju transmisi uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi
dengan luas area film.Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk
menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah
mungkin (Gontard, 1993).
2.2.2

Aplikasi Edible Film

Aplikasi dari edible film atau edible coating dapat dikelompokkan atas :
1. Sebagai kemasan primer dari produk pangan.
Contoh dari penggunaan edible film sebagai kemasan primer adalah pada permen,
sayur-sayuran dan buah-buahan segar, sosis, daging dan produk hasil laut.
2. Sebagai barrier.
Penggunaan edible film sebagai barrier dapat dilihat dari contoh-contoh berikut :
Gellan gum yang direaksikan dengan garam mono atau bivalen yang membentuk
film, diperdagangkan dengan nama dagang Kelcoge merupakan barrier yang baik
untuk absorbsi minyak pada bahan pangan yang digoreng, sehingga menghasilkan
bahan dengan kandungan minyak yang rendah. Di Jepang bahan ini digunakan untuk
menggoreng tempura. Edible coating yang terbuat dari zein (protein jagung) dengan
nama dagang Z`coat TM (Cozean) dari Zumbro Inc., Hayfielf, MN terdiri dari zein,
minyak sayuran, BHA, BHT dan etil akohol, digunakan untuk produk-produk
konfiksionari seperti permen dan cokelat. Fry Shield yang dipatenkan oleh Kerry
Ingradient, Beloit, WI dan Hercules, Wilmington, DE, terdiri dari pektin, remahremahan roti dan kalsium, digunakan untuk mengurangi lemak pada saat
penggorengan, seperti pada penggorengan french fries. Film Zein dapat bersifat
sebagai barrier untuk uap air dan gas pada kacang-kacangan atau buah-buahan,
diaplikasikan pada kismis untuk sereal dan sarapan siap santap (ready to eatbreakfast cereal).

Universitas Sumatera Utara

3. Sebagai pengikat (Binding).
Edible film juga dapat diaplikasikan pada snack atau crackers yang diberi bumbu
yaitu sebagai pengikat atau adesif dari bumbu yang diberikan agar dapat lebih
merekat pada produk. Pelapisan ini berguna untuk mengurangi lemak pada bahan
yang dengan penambahan bumbu.
4. Sebagai Pelapis (Glaze).
Edible film dapat bersifat pelapis untuk meningkatkan penampilan dari produkproduk bakery, yaitu untuk menggantikan palapisan dengan telur. Keuntungan dari
palapisan ini adalah dapat menghindari masuknya mikroba yang dapat terjadi jika
dilapisi dengan telur. ((Julianti dan Nurminah, 2007).
2.3. Pati
Pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua. Pati dapat dipisahkan menjadi
dua fraksi utama berdasarkan kelarutan bila dibubur (triturasi) dengan air panas :
sekitar 20% pati adalah amilosa (larut) dan 80% amilopektin (tidak larut).
Amilosa. Hidrolisis amilosa menghasilkan hanya D-glukosa ; hidrolisis parsial
menghasilkan maltosa sebagai satu-satunya disakarida. Disimpulkan bahwa amilosa
adalah polimer linear dari α-D-glukosa yang dihubungkan secara 1,4’.Beda antara
amilosa selulosa ialah ikatan glikosidanya : β dalam selulosa dan α dalaam
amilosa.Perbedaan ini menyebabkan perbedaan sifat

antara kedua polisakarida ,

dapat dilihat struktur amilosa dari gambar 2.2 .

Gambar 2.2 Struktur Amilosa (Poedjiadi, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Amilopektin. Suatu polisakarida yang jauh lebih besar daripada amilosa,
mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per

molekul. Sepertirantai dalam

amilosa, rantai utama dari amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa. Tidak seperti
amilosa, amilopektin bercabang sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira
tiap 25 satuan glukosa. Struktur amilopektin dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Struktur Amilopektin (fessenden, 1982)

Namun hidrolisis tak lengkap menghasilkan suatu campuran disakarida
maltosa dan isomaltosa, yang kedua ini berasal dari percabangan-1,6’. Campuran
oligosakarida yang diperoleh dari hidrolisis parsial amilopektin, yang biasa dirujuk
sebagai

dekstrin,digunakan

untuk

membuat

lem,pasta,dan

kanji

tekstil

(Fessenden,1982).
Pati (strach) merupakan cadangan karbohidrat bagi tanaman, dan seperti hal
nya selulosa,pati juga akan terhidrolisis dalam suasana asam menjadi monomer α-Dglukopiranosa.Sumber utama pati adalah beras, singkong, gandum, jagung, kentang,
ketela, umbi, dan lain-lain. Molekul pati umumnya terdiri dari 20% amilosa dan
80% amilopektin (Riswiyanto,2010)

Universitas Sumatera Utara

2.4. Gliserin
Gliserol (gliserin)

ialah suatu trihidroksida alkohol yang terdiri atas tiga atom

karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak (Poedjiadi,2009).
HO-CH2
|
HO-CH
|
HO-CH2

Gambar 2.4 Struktur Gliserin (Poedjiadi,2009).
Gliserol, gliserin, atau 1,2,3-propanatriol adalah alkohol jenuh bervalensi tiga,
alkohol primer, atau alkohol sekunder. Pada suhu kamar, berupa zat cair yang tidak
berwarna, kental, netral terhadap lakmus, dan rasanya manis. Dalam keadaan murni,
mempunyai sifat higroskopis. Dapat bercampur dengan air tetapi tidak larut dalam
karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, karbon disulfida, dan benzene (Sumardjo,
2009).
Gliserin yang merupakan produk samping dari industri oleokimia yang
memiliki sifat higroskopis, larut dalam air dan alkohol, tidak berwarna, tidak berbau
dan memiliki rasa manis. Gliserol banyak digunakan untuk farmasi, bahan makanan,
kosmetik, emulsifier dan minyak pelumas. Adapun kegunaan gliserol adalah sebagai
berikut :
a) Farmasi
Gliserin banyak digunakan sebagai salep, obat batuk, pembuatan multi vitamin,
vaksin, obat infeksi, stimulan jantung, antiseptik, pencuci mulut, pasta gigi.

Universitas Sumatera Utara

b) Bahan makanan
Gliserin digunakan sebagai pelarut ekstrak buah seperti vanili, kopi, kumarin.
Gliserin juga digunakan untuk minuman berkarbonat, pembuatan keju, permen jeli.
c) Kosmetik
Gliserin yang memiliki sifat tidak beracun, tidak iritasi dan tidak berwarna digunakan
untuk pelembut dan pelembab kulit, krem kulit, sabun, pembersih wajah. Gliserin
juga digunakan sebagai pelarut parfum, pewarna dan pembersih kendaraan
(Minner,1953).
2.5. Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi
spesifik [α]

11
D -3

hingga -100 (pada konsentrasi asam asetat 2%). Kitosan larut pada

kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0 tetapi tidak larut pada pH lebih
besar dari 6,5, juga tidak larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton.
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun cara
enzimatik.Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang
beragam dan deasetilasinya juga sangat acak. Deasetilasi secara enzimatik bersifat
selektif dan tidak merusak struktur rantai kitosan, Sehingga menghasilkan kitosan
dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya
(Sumariah, 2014).

Gambar 2.5 Struktur Polimer Kitosan (Hafdani, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Kitosan adalah polisakarida alam yang diperoleh dari deasetilasi kitin. Jika
sebagian besar gugus asetil pada kitin disubstitusikan oleh atom hidrogen menjadi
gugus amino dengan penambahan larutan basa kuat berkonsentrasi tinggi, hasilnya
dinamakna kitosan atau kitin terdeasetilasi. Kitosan mempunyai rumus umum
(C6H9NO3) atau disebut sebagai poli (β-(1,4)-2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa).
Kitosan bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi

merupakan kelompok yang

terdeasetilasi sebagian dengan derajat polimerisasi yang berbeda. Kitin dan kitosan
adalah nam untuk dua kelompok senyawa yang dibatasi dengan stoikiometri, kitin
adalah poli N-asetilglukosamin (Sadani,2014).
2.6. Analisa Kadar Nutrisi Edible Film
2.6.1 Analisa Kadar Air
Air juga dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam, vitamin yang larut dalam
air, mineral, dan senyawa-senyawa cita rasa seperti yang terkandung dalam teh dan
kopi. Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, dan hal ini
merupakan salah satu sebab mengapa di dalam pengolahan pangan air tersebut sering
dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan atau pengentalan dan
pengeringan. Pengurangan air disamping bertujuan mengawetkan juga untuk
mengurangi besar dan berat bahan pangan (Winarno, 1980).
2.6.2

Analisa Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu
dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya.
Penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu antara lain:
1.Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan.
Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara
bagian endosperm dengan kulit dan lembaganya. Apabila masih banyak kulit atau
lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan
mempunyai kadar abu yang relatif tinggi.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan.
Penentuan abu total sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.
adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan
adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan kadar abu adalah dengan
mengoksidasi semua zat organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000 C dan
kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran
tersebut.
Lama pengabuan tiap bahan berbeda-beda dan berkisar antara 2-8 jam.
Pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh sisa pengabuan yang umumnya
berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30
menit ( Sudarmadji, 1992).
2.6.3

Analisa Kadar Protein

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat
hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Semua makhluk hidup seperti sel
berhubungan dengan zat gizi protein. Molekul protein mengandung unsur-unsur
C,H,O, dan unsur-unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak terdapat di
dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N).
Penentuan protein berdasarkan jumlah N menunjukkan protein kasar karena
selain protein juga terikut senyawaan N bukan protein misalnya urea, asam nukleat,
ammonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, pirimidin. Penentuan cara ini yang
paling terkenal adalah cara Kjeldhal. Analisa protein metode Kjeldhal pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap
titrasi.

Universitas Sumatera Utara

1. Tahap destruksi
Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya. Nitrogen (N) akan berubah
menjadi (NH4)2SO4. Hal ini sesuai dengan reaksi sebagai berikut:
Selenium
(C, H, O, N) + H2SO4

CO2

+ SO2

+ (NH4)2SO4 +H2O

2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, (NH4)2SO4 dipecah menjadi NH3 dengan penambahan
NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. NH3 yang dibebaskan selanjutnya
diikat oleh larutan asam borat 4% dalam jumlah yang berlebih. Untuk
mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka diberi indikator Tashiro.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
(NH4)2SO4 + 2NaOH
NH4OH
2NH3 + 4H3BO3

Na2SO4 + 2NH4OH
NH3 + H2O
(NH4)2B4O7 + 5H2O
(Bintang, 2002)

3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat digunakan asam borat, maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi
menggunakan asam klorida 0,1 N dengan indikator Tashiro. Akhir titrasi
ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi ungu. Reaksi
yeng terjadi adalah:
(NH4)2B4O7

+ HCl

NH4Cl + H2B4O7 + H2O
(Sudarmadji, 1992).

Universitas Sumatera Utara

2.6.4

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia,
khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Karbohidrat merupakan
sumber kalori yang murah. Selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan
serat-serat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat juga
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan,
misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain.
Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan
kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan
cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by
difference.
Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis dimana
kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi
melalui perhitungan, sebagai berikut :
% karbohidrat = 100 % - % ( protein + lemak + abu + air )

Perhitungan Carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam
bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar
komposisi bahan makanan (Winarno, 1992).

2.6.5

Kadar Lemak

Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri atas unsur-unsur karbon (C),
hydrogen (H), dan oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam pelarut
lemak, seperti petroleum benzene, ether. Lemak di dalam makanan yang berperan
penting ialah disebut lemak netral atau trigliserida yang molekulnya terdiri atas satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak.

Universitas Sumatera Utara

Lemak dalam bahan makanan ditentukan dengan metoda ekstraksi di dalam
alat soxhlet, mempergunakan pelarut lemak, seperti n-heksan, petroleum benzene
atau ether. Bahan makanan yang akan ditentukan kadar lemaknya, dipotong-potong
setelah dipisahkan dari bagian yang tidak tidak dimakan seperti kulit dan lainnya.
Bahan makanan kemudian dihaluskan atau dipotong kecil-kecil dan dimasukkan
kedalam alat soxhlet, untuk diekstraksi. Ekstraksi dilakukan berturut-turut beberapa
jam dengan dipanaskan. Setelah diperkirakan selesai, cairan ekstrans diuapkan dan
residu yang tertinggal ditimbang dengan teliti. Persentase lemak (residu) terhadap
berat jumlah asal bahan makanan yang diolah dapat dihitung dan kadar lemak bahan
makanan tersebut dinyatakan dalam gram persen (Sediaoetama, 1989).

2.7. Karakterisasi Edible Film
2.7.1

Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus
fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur suatu senyawa
organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Cahaya tampak terdiri dari
beberapa range frekuensi elektromagnetik yang berbeda. Radiasi inframerah juga
mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata.
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah
tengah (mid-infrared) yaitu pada panjang gelombang 2.5-50 µm atau bilangan
gelombang 4000 – 200 cm-1. Metoda ini sangat berguna untuk mengidentifikasi
senyawa organik dan organometalik. FTIR telah membawa tingkat keserbagunaan
yang lebih besar ke penelitian-penelitian struktur polimer (Sagala, 2013).
Persyaratan-persyaratan ukuran sampel yang sangat kecil mempermudah
kopling instrument FTIR dengan suatu mikroskop untuk analisis bagian-bagian
sampel polimer yang sangat terlokalisasi.Dan kemampuan untuk substraksi digital
memungkinkan seseorang untuk melahirkan spektrum-spektrum lainnya yang
tersembunyi (Steven, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.7.2

Uji Tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan polimer yang terpenting dan
sering digunakan untuk karakteristik suatu bahan polimer. Kekuatan tarik suatu bahan
didefinisikan sebagai besarnya beban maksimum (Emaks) yang digunakan untuk
memutuskan spesimennya bahan dibagi dengan luas penampang awal (A0).
Spesimen yang digunakan untuk uji kekuatan tarik berdasarkan ASTM D 638
seperti terlihat pada gambar 2.6 rangkaian alat uji tarik diset sesuai denagn yang
diperlukan. Kecepatan tarik 100 mm/menit dan beban maksimum 100 kg.f. sampel
yang sudah berbentuk dumbell dijepitkan pada alat uji tarik, kemudian alat dijalankan
dan data yang dihasilkan diamati pada monitor.
110 mm

64 mm
6 mm

19

25,5 mm
30 mm

Gambar 2.6

Bentuk Spesimen Untuk Analisis Kuat Tarik dan Kemuluran ASTM
D-638-72-Type IV.

( Wirjosentono, 1996).

Universitas Sumatera Utara

2.7.3

Scanning Electron Microscopy (SEM)

Struktur permukaan suatu benda diuji dapat dipelajari dengan menggunakan scanning
elektron mikroskop karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan
ini secara langsung. Dengan berkas sinar elektron difokuskan kesuatu titik dengan
diameter sekitar 100 À dan digunakan untuk melihat permukaan dalam suatu layar.
Elektron – elektron dari benda diuji difokuskan dengan suatu elektroda elektrostatik
pada suatu alat pemantul yang dimiringkan. Sinar yang dihasilkan diteruskan melalui
suatu pipa sinar pantulan kesuatu alat pembesar foto dan sinyal yang dapat digunakan
untuk memodulasikan terangnya suatu titik osiloskop yang melalui suatu layar
dengan adanya persesuaian dengan berkas sinar elektron pada permukaan benda uji.
Karena elektron-elektron sekunder mempunyai energi yang rendah, maka
elektron-elektron tersebut dapat dibelokkan membentuk sudut dan menimbulkan
bayangan topografi. Intensitas dari hamburan balik elektron-elektron yang cenderung
tertimbun karena dengan energinya yang lebih tinggi maka tidak mudah dikumpulkan
oleh sistem kolektor normal seeperti yang digunakan pada elektron payaran.Jika
elektron-elektron sekunder akan terkumpul, maka kisi didepan detektor akan
mengalami kemiringan sekitar 200 V (Smallman, 1991).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Tepung Tapioka, Kitosan, dan Ekstrak Jambu Biji (Psidium guajava L.) dengan Pemlastis Gliserin

3 64 75

Penggunaan Sari Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dalam Sediaan Krim Pelembab

14 87 66

Karakterisasi Edible Film dari Tepung Tapioka, Kitosan dan Gliserin dengan Penambahan Ekstrak Buah Nanas (Ananas comosus (L) Merr) Sebagai Pembungkus Kue Lapis

1 8 72

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 1 13

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 2

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

1 3 6

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 2

Pembuatan Edible Film dari Tepung Tapioka dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji (Psidium guajava L.), Kitosan, dan Gliserin Sebagai Pembungkus Dodol dan Sosis

0 0 15

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 13

Pembuatan Edible Film Dari Tepung Tapioka Dengan Penambahankitosan,Gliserin dan Pati Biji Nangka (Arthocapus Heterophyllus ) Sebagai Pembungkus Dodol

0 0 2