Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

8

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sektor jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis, karena jasa
konstruksi menghasilkan produksi akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya,
baik berupa sarana maupun prasarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan
perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk
mewujudukan masyarakat adil dan makmur yang merata secara materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 1 Selain berperan dalam
mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk
mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang
diperlukan dalam penyelenggaran pekerjaan konstruksi. 2 Salah satu bentuk realisasi
dari pembangunan konstruksi yang dilaksanakan berupa pembangunan proyekproyek sarana, prasarana, yang berwujud pembangunan dan rehabilitasi jalan-jalan,
jembatan, pelabuhan, irigasi, saluran-saluran air, perumahan rakyat maupun
perkantoran-perkantoran dan sebagainya. 3
Sejak awal pertumbuhannya sebagai perusahaan/industri, maka harus disadari
bahwa proses-proses konstruksi memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan produksiproduksi pabrik pada umumnya. Dalam jasa konstruksi tumpuan utamanya terletak
pada kualitas dan kemampuan sumber daya manusia, para pengelola maupun tenaga


1

Rizki Wahyu Sinatria Pianandita, Penanganan Sengketa pada Kontrak Konstruksi yang
Berdimensi Publik (Jakarta : Tesis, Sarjana Hukum, Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2009) , hlm. 28.
2
Ibid., hlm. 28.
3
Djumialdji, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya
Manusia (Yogyakarta : PT Rineka Cipta, 1996), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

9

kerjanya, sedangkan dalam industri pabrik tumpuan utamanya terletak pada kualitas
mesin-mesinnya. 4
Pengembangan jasa konstruksi menjadi agenda publik yang penting dan
strategis bila melihat perkembangan yang terjadi secara cepat dalam konteks

globalisasi dan liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangan, demokratisasi dan otonomi
daerah, serta kerusakan dan bencana alam. Selain itu, perkembangan jasa konstruksi
juga tidak bisa dilepaskan dari konteks proses transformasi politik, budaya, ekonomi,
dan birokrasi yang sedang terjadi. 5 Terdapat 10 faktor yang mempengaruhi daya
saing sektor jasa konstruksi yaitu: kapasitas manajemen; kapasitas sumber daya
manusia; struktur biaya; penguasaan kontrak; tekanan impor; akses permodalan;
akses penjaminan; akses informasi; akses teknologi; dan sistem logistik. 6
Adanya industri jasa konstruksi akan memberikan peluang yang besar bagi
penyerapan tenaga kerja yang memiliki keahlian di bidang industri jasa konstruksi
dan bangunan, dengan tersedianya lapangan pekerjaan maka akan menciptakan
pendapatan bagi tenaga kerja dan mengurangi tingkat pengangguran. Secara
prospektif keberadaan industri jasa konstruksi baik skala kecil, menengah, maupun
skala besar mempunyai nilai strategik bagi Indonesia, mengingat proporsi perannya
cukup besar dan menyangkut banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
pelaksanaan suatu proyek dan pembangunanan.
Berdasarkan pernyataan diatas jelas bahwa perusahaan jasa konstruksi
memberi dampak positif terhadap perkembangan perekonomian, namun dalam
kenyataannya pelaksanaan usaha perusahaan jasa konstruksi memiliki hambatan dan

4


Djoko Triyanto, Hubungan Kerja Di Perusahaan Jasa Konstruksi (Bandung: Mandar
Maju, 2004), hlm. 20.
5
http://dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20150320-101549-8349.pdf (diakses pada tanggal 8
Februari 2016).
6
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

10

masalah yang dihadapi yang menjadi fenomena umum yang menjadi gambaran
bahwa setiap sektor usaha tidak hanya

memiliki kelebihan, tetapi banyak

kekurangan yang ada dalam menjalankan usahanya.
Salah satu permasalahan yang terjadi pada tahap pelaksanaa konstruksi yaitu

keterlambatan kedatangan material dan alat. Keterlambatan pemesanan material akan
berdampak kepada perubahan waktu dan biaya dari yang sudah direncanakan. Jika
material terlambat dipesan, maka selama material belum datang tenaga kerja tidak
akan bekerja di lokasi padahal sudah dibayar sesuai waktu bekerjanya. Ini akan
menambah biaya tenaga kerja. Selain itu, waktu juga akan bertambah karena tidak
sesuai dengan waktu yang sudah diperkirakan. 7
Pembangunan

adalah

usaha

untuk

menciptakan

kemakmuran

dan


kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin
secara adil dan merata. Berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh
rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap
lapisan masyarakat. 8
Masyarakat Indonesia menganut paham kesejahteraan, disini fungsi
pemerintah bukan sekedar pemberi ketertiban dan keamanan, melainkan sebagai
penyelenggara kesejahteraan umum dan keadilan sosial yang mana dapat dicapai
melalui usaha-usaha pembangunan. Artinya, pemerintah mempunyai tanggung jawab
dalam pengadaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur. 9 Bentuk-bentuk
pembangunan infrastruktur adalah seperti pembangunan proyek-proyek sarana dan
prasarana, rehabilitasi jalan, jembatan, perkantoran, perumahan dan sebagainya.
7

http://id.scribd.com/doc/178941417/PERMASALAHAN-PADA-TAHAPPELAKSANAAN-KONSTRUKSI#scribd (diakses pada tanggal 8 Februari 2016).
8
Djumialdji, Op. Cit., hlm. 1.
9
Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya (Malang : Setara Pres, 2013), hlm. 229.


Universitas Sumatera Utara

11

Pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini akan melibatkan berbagai pihak
seperti pemberi pekerjaan (bouwheer), pemborong (annemer), perencana, pengawas
serta melibatkan tenaga kerja sehingga pemerintah tidak dapat melaksanakan dengan
sendirinya tanpa bantuan dari pihak yang lain. 10 Untuk itu sangat diharapkan peran
serta pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor. Di samping itu,
dalam pelaksanaan pembangunan tersebut dihadapkan pada peralatan-peralatan yang
mutakhir dan canggih. 11 Dengan demikan banyak pihak yang menawarkan jasa
untuk melakukan pekerjaan pembangunan yang sering disebut dengan jasa
pemborongan atau jasa konstruksi. Jasa konstruksi dapat meliputi pekerjaan yang
secara keseluruhan atau sebagian mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal,
elektrikal, dan tata lingkungan guna mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik.
Jenis usaha jasa konstruksi dapat terdiri dari usaha perencanaan, pelaksanaan
dan pengawasan konstruksi. Baik perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan
pengawas konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan ataupun badan usaha, serta
memiliki sertifikasi dari ahli yang profesional di bidang masing-masing jenis usaha
konstruksi tersebut. 12

Salah satu tujuan dibuatnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut UU Jasa Konstruksi) adalah untuk mewujudkan
tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan
antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban. Jika dalam
pembangunan suatu proyek mengalami kegagalan konstruksi bangunan maka
pengguna jasa dan penyedia jasa bertanggung jawab atas kegagalan tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka hubungan antara penyedia jasa konstruksi dan
10

Djumialdji, Op. Cit., hlm. 2.
Ibid. hlm. 3.
12
http://www.legalakses.com/usaha-jasa-konstruksi/ (diakses pada tanggal 9 Februari 2016)

11

Universitas Sumatera Utara

12


pengguna jasa konstruksi tidak hanya mengenai hak dan kewajiban masing-masing,
melainkan juga mengenai tanggung jawab atas pekerjaan konstruksi itu sendiri.
Dalam hal perjanjian kerja konstruksi dikemukakan bahwa pihak yang satu
menghendaki hasil dari suatu pekerjaan yang disanggupi oleh pihak yang lainnya
untuk diserahkannya dalam suatu jangka waktu yang ditentukan, dengan menerima
suatu jumlah uang sebagai harga hasil pekerjaan tersebut. 13
Pembangunan suatu bangunan harus sesuai dengan isi perjanjian yang telah
disepakati oleh pengguna dan penyedia jasa konstruksi. Namun dalam pelaksanaanya
pembangunan gedung dapat mengalami kegagalan konstruksi dan bangunan,
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lain yang tidak terikat dalam proyek,
kerugian tersebut dapat dikarenakan adanya perbuatan melawan hukum.
Sebagai salah satu dari bentuk kegagalan dalam pelaksanaan suatu prestasi,
kegagalan bangunan pun masuk kedalam kejadian yang patut diperhitungkan pula
sebagai risiko yang harus ditanggung.

UU Jasa Konstruksi yang telah berlaku

diharapkan dapat menertibkan penyelenggaraan jasa konstruksi yang ada,
menghindari kegagalan bangunan serta menyelesaikan semua sengketa yang terjadi
khususnya dalam menentukan subyek yang bertanggung jawab atas kegagalan

bangunan.
Tetapi dalam menghadapi tantangan persaingan internasional, tampaknya
regulasi-regulasi dalam UU Jasa Konstruksi membutuhkan penyempurnaan,
khususnya terkait upaya penguatan daya saing jasa konstruksi agar dapat bersaing di
tingkat internasional. Dalam hal ini, regulasi-regulasi yang mampu menstimulasi
pertumbuhan konstruksi Indonesia yang kokoh dan berdaya saing tinggi, baik dari
sisi kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan agar mampu menjawab dan
13

R. Subekti, Aneka Perjanjian (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1989), hlm. 65.

Universitas Sumatera Utara

13

merespon tantangan perkembangan yang terjadi. 14 Revisi UU Jasa Konstruksi
dilakukan karena peraturan tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi
pasar konstruksi saat ini, khususnya menjelang Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Kegagalan bangunan/konstruksi bisa disebabkan beberapa faktor. Untuk
mendapatkan aspek-aspek penyebab kegagalan bangunan bukan perkara gampang.

Sering sumber dari kegagalan itu sendiri merupakan akumulasi berbagai faktor. 15
Faktor penyebabnya dapatlah dikelompokan menjadi : ulah manusia, alam atau
lingkungan, kombinasi ulah manusia dan lingkungan/alam. Oleh sebab itu
tinjauannya akan meliputi : planning, desain arsitektur, enjiniring, ekonomi dan
lingkungan seperti skema di bawah ini:

Bagan 1. Penyebab Kegagalan Bangunan
sumber: Eddy Hermanto dan Frida Kristiyani, Kegagalan Bangunan dari Sisi
Konstruksi, Jurnal Vol. 14 No. 1, Edisi XXXIV, Februari 2006
Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran dan keadilan,
manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan

14

https://www.facebook.com/notes/arya-prasetya-pramudya/jasa-konstruksi-dan-substansiperubahan-undang-undang-jasa-konstruksi-aryapraset/467488323343862/ (diakses pada tanggal 10
Februari 2016).
15
Irwan Kartiwan, Hendra Soenardji dan Kamaja Al Katuuk, Op. Cit., hlm. 28.

Universitas Sumatera Utara


14

dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 16 Salah satu
asas di dalam UU Jasa Konstruksi adalah asas keamanan dan keselamatan, yaitu
terpenuhinya tertib penyelengaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan
keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap
memperhatikan kepentingan umum.
Asas keamanan dan keselamatan ini merupakan salah satu asas yang paling
penting, karena dengan adanya keamanan dan keselamatan kerja maka mampu
mewujudkan tertib penyelenggaraan konstruksi dan menghasilkan bangunan yang
berkualitas. Dengan adanya asas ini pun maka para pihak yang berpartisipasi dalam
pekerjaan konstruksi diharapkan dapat menghindari risiko yang mungkin muncul.
Asas keamanan dan keselamatan ini masih berlanjut pasca penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi yakni dalam hal kegagalan bangunan yang kerap terjadi di
dalam pelaksanaan konstruksi. Banyak sekali kejadian-kejadian dalam pelaksanaan
konstruksi yang tentunya menjadi peringatan bagi kita bahwa ada tanggung jawab
yang sangat besar bagi setiap pihak yang turut campur tangan dalam kegiatan usaha
jasa konstruksi dan tentunya kejadian semacam itu haruslah dimintakan
pertanggungjawabannya kepada pihak-pihak yang oleh karena kesalahan atau
kelalaiannya mengakibatkan gagalnya suatu bangunan memenuhi tugasnya terkait
aspek keamanan. Maka dari latar belakang ini, menjadi hal menarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan
Bangunan Dalam Pekerjaan Konstruksi Berdasarkan Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi”.

16

Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

Universitas Sumatera Utara

15

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah :
1. Bagaimanakah pengaturan jasa konstruksi di Indonesia berdasarkan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999?
2. Bagaimanakah pengikatan dalam pekerjaan konstruksi?
3. Bagaimanakah tanggung jawab terhadap kegagalan bangunan dalam pekerjaan
konstruksi?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaturan jasa konstruksi di Indonesia berdasarkan UndangUndang Nomor 18 Tahun 1999.
2. Untuk mengetahui pengikatan dalam pekerjaan konstruksi.
3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban terhadap kegagalan bangunan dalam
pekerjaan konstruksi.
Selain beberapa tujuan, sebuah penelitian juga diarahkan agar banyak
berdaya guna dan banyak memiliki manfaat. Adapun beberapa manfaat yang ingin
dicapai dari penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis dan kegunaan praktis adalah
sebagai berikut :
1. Secara teoritis
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk pengembangan
pengetahuan dan wawasan serta kajian lebih lanjut untuk mahasiswa/kalangan
akademis serta masyarakat yang membutuhkan informasi tentang bagaimana
pertanggungjawaban terhadap kegagalan bangunan dalam pekerjaan konstruksi.

Universitas Sumatera Utara

16

2. Secara praktis
Selain manfaat teoritis, penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat memberi
gambaran bagi penegak hukum dalam menyelesaikan permasalahan mengenai
pertanggungjawaban terhadap kegagalan bangunan dalam pekerjaan konstruksi
serta sebagai bahan pertimbangan bagi para pihak yang akan melakukan
pekerjaan konstruksi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi
informasi kepada pembaca mengenai pihak yang bertanggungjawab terhadap
kegagalan bangunan dalam pekerjaan konstruksi.

D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan
Dalam Pekerjaan Konstruksi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999”
ini merupakan benar hasil karya sendiri tanpa meniru karya tulis milik orang lain.
Penulisan skripsi ini adalah dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Keaslian dan kebenaran dalam skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan dan
telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi secara akademik
yaitu kejujuran, rasional, objektif dan terbuka. Hal ini merupakan ilmplikasi etis
dalam proses menemukan kebenaran ilmu sehingga dengan demikian penulisan
karya tulis ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, keilmuan dan terbuka
untuk kritik yang sifatnya konstruktif. Selain itu, semua informasi di dalam skripsi
ini diperoleh melalui hasil pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku,
makalah-makalah, serta media, media elektronik seperti internet serta bantuan dari
berbagai pihak, berdasarkan pada asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan

Universitas Sumatera Utara

17

terbuka, sehingga hasil penulisan ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaran secara
ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka
1. Tanggung jawab
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tanggung jawab adalah
kewajiban menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, dan diperkarakan. Dalam kamus hukum, tanggung jawab adalah suatu
keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa yang telah diwajibkan
kepadanya. 17 Menurut hukum, tanggung jawab adalah suatu akibat atas konsekuensi
kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau moral
dalam melakukan suatu perbuatan. 18 Selanjutnya menurut Titik Triwulan,
pertanggungjawaban harus mempunyai dasar, yaitu hal yang menyebabkan
timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal
yang

melahirkan

kewajiban

hukum

orang

lain

untuk

memberi

pertanggungjawabannya. 19
Dasar pertanggungjawaban itu menurut hukum perdata adalah kesalahan dan
risiko yang ada dalam setiap peristiwa hukum. Secara teoritis pertanggungjawaban
yang terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut
pertanggungjawaban dengan pihak yang dituntut untuk bertanggung jawab dapat
dibedakan menjadi:

17
18

20

Andi Hamzah, Kamus Hukum (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 11.
Soekidjo Notoatmojo, Etika dan Hukum Kesehatan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm.

27.
19

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum bagi Pasien (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2010), hlm. 48.
20
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2006), hlm. 101.

Universitas Sumatera Utara

18

a. Pertanggungjawaban atas dasar kesalahan, yang dapat lahir karena terjadinya
wanprestasi, timbulnya perbuatan melawan hukum, tindakan yang kurang
hati-hati.
b. Pertanggungjawaban atas dasar risiko, yaitu tanggung jawab yang harus
dipikul sebagai risiko yang harus diambil oleh seorang pengusaha atas
kegiatan usahanya.
2. Kegagalan bangunan
Kegagalan

bangunan

dari

sisi-sisi

faktor

penyebabnya

dapatlah

dikelompokan menjadi ulah manusia, alam atau lingkungan, kombinasi ulah manusia
dan lingkungan/alam. Pengertian kegagalan bangunan dapat dilihat dari sisi
peraturan perundang-undangan dan sisi teoritis konstruksi. Peraturan perundangundangan yang dimaksud disini adalah ketentuan yang terdapat pada UndangUndang Nomor 18 tahun 1999 UU Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah Nomor
29 tahun 2000 tentang Penyelenggaraaan Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut PP
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi). Dalam Pasal 1 ayat 6 UU Jasa Konstruksi
dinyatakan bahwa Kegagalan Bangunan adalah:
“Keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa
kepada pengguna jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik
secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan
yang tercantum kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya
yang
menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau
pengguna jasa.”
Sedangkan pada Pasal 34 PP Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dinyatakan
bahwa Kegagalan Bangunan adalah:
“Keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun
sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan

kerja, dan atau

keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia Jasa dan atau Pengguna Jasa
setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.”

Universitas Sumatera Utara

19

Secara teoritis, menurut Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI),
kegagalan bangunan dapat dibagi dalam 2 (dua) pengertian sebagai berikut: 21
a. Definisi umum
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja tertentu
(persyaratan minumum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan oleh
peraturan, standar dan spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga bangunan
tidak berfungsi dengan baik.
b. Definisi kegagalan bangunan akibat struktur
Suatu bangunan baik sebagian maupun keseluruhan dinyatakan mengalami
kegagalan struktur bila tidak mencapai atau melampaui nilai-nilai kinerja
tertentu (persyaratan minumum, maksimum dan toleransi) yang ditentukan
oleh peraturan, standar dan spesifikasi yang berlaku saat itu sehingga
mengakibatkan struktur bangunan tidak memenuhi unsur-unsur kekuatan,
stabilitas, dan kenyamanan laik pakai yang disyaratkan.

3. Jasa konstruksi
Pasal 1 ayat 1 UU Jasa Konstruksi menyebutkan:
“Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultasi, perencanaan pekerjaan
konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa
konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Jasa Konstruksi mempunyai
peranan penting dan strategis, mengingat jasa konstruksi menghasilkan
produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik berupa
prasarana maupun sarana sebagai pendukung terhadap bidang ekonomi,
sosial dan budaya.”
Menurut UU Jasa Konstruksi, usaha jasa konstruksi dibagi 3 (tiga) yaitu:

21

Maria Farida Indriati, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm. 41-42.

Universitas Sumatera Utara

20

a. Perencanaan Konstruksi
Usaha Perencanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi.
b. Pelaksanaan Konstruksi
Usaha Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagianbagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan
penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi.
c. Pengawasan Konstruksi
Usaha Pengawasan Konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan
baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai
dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi.
4. Kontrak Kerja Konstruksi
Dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, para pihak diikat dalam suatu
kontrak kerja konstruksi yang ditandatangani kedua belah pihak dan berfungsi
sebagai hukum. Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam
pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub-penyedia jasa serta
pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus
memenuhi standar yang berlaku. 22
Menurut Djumaldji, kontrak kerja konstruksi adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong,
mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan. 23
Berdasarkan implementasinya, perjanjian kerja konstruksi dituangkan secara
tertulis, yang dalam perspektif yuridis suatu peraturan tertulis untuk dapat berfungsi
dalam masyarakat harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu :
a. kaidah hukum atau peraturan itu sendiri;

22

Indonesia, Undang-Undang nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 22 ayat
(5)
23
Djumialdji, Hukum Bangunan , Dasar-Dasar Hukum Dalam Proyek Dan Sumber Daya
Manusia,Op. Cit., hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara

21

b. petugas yang menegakkan atau yang menerapkan;
c. pasilitas yang mendukung pelaksanaan kaidah hukum; dan
d. warga masyarakat yang terkena lingkup hukum. 24

F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih
terarah dan dapat dipertanggungjawabnkan secara ilmiah, maka metode penulisan
yang digunakan antara lain :
1. Spesifikasi penelitian
Jenis dari penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian hukum normatif,
normatif disini maksudnya adalah bahwa penelitian hukum tersebut dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, nama lain dari
penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum kepustakaan. 25

Penelitian

hukum normatif mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma
hukum yang ada dalam masyarakat. 26 Berkenaan dengan ini maka penelitian ini
difokuskan untuk mengkaji bagaimana tanggung jawab kegagalan bangunan dalam
pekerjaan konstruksi di Indonesia. Oleh karena jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian
terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Jasa Konstruksi
Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif, yaitu penelitian yang
dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang keadaan yang
24

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum (Jakarta : Bina Cipta, 1983), hlm. 29.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Pustaka
(Jakarta: Rajawali Press,1993), hlm. 13-14.
26
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 105.
25

Universitas Sumatera Utara

22

menjadi objek penelitian sehingga akan mempertegas hipotesa dan dapat membantu
memperkuat teori lama dan membuat teori baru. Pendekatan yang dilakukan dalam
karya ilmiah ini adalah menggunakan pendekatan yuridis, yaitu pendekatan dengan
melakukan pengkajian terhadap kaidah-kaidah dan norma-norma dalam hukum
positif.
2. Sumber data
Penulisan

skripsi

ini

akan

menganalisis

obyek

penelitian

dengan

menggunakan data sekunder, yaitu data yang mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku-hasil-hasil penelitian yang berupa laporan dan sebagainya. 27
Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah :
a. Bahan hukum primer, yaitu berupa ketentuan hukum dan perundangundangan yang mengikat serta berkaitan dengan penelitian ini, seperti UU
Jasa Konstruksi dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan
penelitian ini.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang erat ikatannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa dan
memahami bahan hukum primer seperti seminar-seminar, jurnal-jurnal
hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah dan beberapa
sumber internet yang berkaitan dengan persoalan di atas.
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang berisi konsep-konsep dan
keterangan-keterangan yang mendukung, bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan lain-lain. 28

27

Amiruddin dan H. Zainal Askin, Pengantar Metode Peneilitian Hukum (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012), hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara

23

3. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan yaitu penelitian
yang dilakukan dengan pengumpulan literatur sumber data berupa bahan hukum
primer dan sekunder dari beerbagai bahan-bahan bacaan yang bersifat teoritis ilmiah,
buku-buku, peraturan-peraturan, juga dari majalah-majalah dan media-media
elektronik seperti internet dan sebagainya yang mempunyai hubungan dengan
permasalahan yang dibahan di dalam skripsi ini. 29
4. Analisis data
Analisis data adalah suatu tahapan yang sangat penting dalam suatu
penelitian sehingga akan mendapatkan hasil yang akan mendekati kebenaran yang
ada. Dalam penulisan skripsi ini digunakan teknik analisis kualitatif, yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan untuk menentukan isi atau makna suatu aturan hukum yang
dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi obyek
kajian. 30

G. Sistematika Penulisan
Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab terbagi atas
beberapa sub bab, sebagaimana yang akan diuraikan sebagai berikut :
Bab I merupakan Pendahuluan. Pada bab ini merupakan suatu pengantar
untuk penulisan pada bab-bab berikutnya dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar

28

Soemitro, Ronny Hanitjo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990), hlm. 13.
29
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 133.
30
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hlm. 59.

Universitas Sumatera Utara

24

Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan,
Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II berisi tentang pengaturan jasa konstruksi berdasarkan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999. Dalam bab ini akan dibahas secara umum tentang
pengaturan jasa konstruksi yang didasarkan pada UU Jasa Konstruksi beserta asas
dan tujuan jasa konstruksi, kemudian memaparkan tentang usaha jasa konstruksi,
serta penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan bagaimana gugatan masyarakat di
dalam pekerjaan konstruksi.
Bab III merupakan bab pembahasan mengenai pengikatan dalam pekerjaan
konstruksi. Pada bab ini akan dibahas tentang para pihak dalam pekerjaan
konstruksi, bagaimana pengikatan para pihak dalam pekerjaan konstruksi, kontrak
kerja konstruksi dan penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi.
Bab IV berjudul tanggung jawab terhadap kegagalan bangunan dalam
pekerjaan konstruksi. Pada bab ini akan disajikan hasil analisa tentang faktor
kegagalan bangunan dalam pekerjaan konstruksi, sanksi yang dikenakan para pihak
dalam kegagalan bangunan konstruksi, dan tanggungjawab terhadap kegagalan
bangunan dalam pekerjaan konstruksi.
Bab V berisi kesimpulan terhadap bab-bab sebelumnya yang telah diuraikan
dan yang ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang dianggap perlu dari
kesimpulan yang diuraikan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Penghentian Proyek Pembangunan Monerel Jakarta (Analisis Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi)

0 9 0

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

8 61 101

Analisis Terhadap Tanggung Jawab Penyelenggara Jasa Transportasi Go-Jek Ditinjau Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

0 0 1

PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK-PIHAK DALAM PEKERJAAN KONSTRUKSI TERKAIT KEGAGALAN KONSTRUKSI BANGUNAN YANG MENYEBABKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG J.

0 1 1

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN JASA PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG DALAM KECELAKAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN.

0 0 13

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 6

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 1

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 21

Tanggung Jawab Terhadap Kegagalan Bangunan dalam Pekerjaan Konstruks Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi

0 0 5